Selingan — Bagian Nene 1
“Bukannya guru
baru itu kelihatan
ganteng banget!?”
Di dalam ruangan kelas 3-A tempat Nene
berada. Hal ini terjadi pada waktu istirahat
setelah hari pertama kedatangan Arata di SMA Amagamine.
“Iya, iya,
bener banget! Badannya tinggi,
berkacamata, tampan, dan menjadi
guru itu luar biasa!”
“Ia
jelas-jelas pasti sangat populer.”
Para
siswi berkumpul di sekitar meja, menikmati makan siang sambil
berbincang-bincang. Tentu saja, topik mereka adalah tentang guru baru matematika, Ichinose Arata.
“Kira-kira
Ichinose-sensei sudah menikah
belum ya?”
“Aku tidak
melihatnya memakai cincin, jadi sepertinya belum.”
“Kamu
terlalu cepat sekali untuk
memeriksanya, kalau
begitu apakah ia punya pacar?”
“Yah, dengan wajah seperti itu, tidak
aneh rasanya jika ia mempunyai satu atau dua pacar.”
“Satu
atau dua? Ah, itu terlalu dewasa!”
Para
siswi terus berimajinasi dengan ceria. Namun,
bukan hanya gadis-gadis saja yang
membicarakan Arata di dalam kelas.
“Yang begitu
sih jelas-jelas
kalah.”
“Setuju
banget.”
“Pertandingan
macam apa sih yang kalian lakukan?”
“Pertandingan
sebagai pria. Penampilannya jelas sekali
terlihat keren...”
Sambil
berkata demikian, para siswa laki-laki menatap langit dengan ekspresi
menyesal.
“Jangan-jangan
ia akan merebut Kohinata-sensei.”
“Hah?
Kamu mengincar Kohinata-sensei?”
“Tidak,
maksudku bukan mengincar, tapi aku berharap tidak ada bayangan pria di
sekitarnya selamanya. Mirip seperti
idola.”
“Aku
mengerti. Tapi, dia guru di bidang yang sama, jadi mungkin mereka akan akrab.”
“Itu
mungkin saja. Dan nanti malam, mereka mungkin pergi ke bar atau semacamnya.”
“Bar?
Keren! Itu terlalu dewasa, kita sama sekali
tidak bisa bersaing dengannya.”
Dengan
pengetahuan yang terbatas tentang orang dewasa, para siswa laki-laki itu tampak
mengalami kerugian sendiri. Di
tengah suasana riuh kelas saat istirahat, tiga siswi berbicara dengan suara
pelan sambil mencondongkan
dahi mereka.
Biasanya,
kehadiran mereka akan membuat suasana kelas menjadi ceria, tetapi saat ini,
pengaruh mereka tampak sangat menipis.
“Nene,
guru baru yang datang hari ini itu...”
“Nene-chi,
jangan bilang...”
Himari
dan Miu saling bertukar pandang tanpa mengucapkan kata-kata hingga akhir. Hanya
dengan mengatakan itu, Nene memahami apa yang akan diucapkan kedua sahabatnya itu, dan dia mengangguk kecil, namun
tegas.
“Sudah
kuduga! Pasti
benar begitu, ‘kan!”
“Ini
gawat!!”
“Ka-Kalian
berdua, suara kalian terlalu keras.”
Ssshh,
ssshh, Nene menempatkan jari telunjuknya di bibirnya
untuk menenangkan teman-teman tercintanya yang bersemangat.
Meski
semangat mereka sedikit meredup, Himari terus berbicara dengan pelan.
“Semua
orang mengatakan kalau Arata-san itu tampan.”
“Hmmph.”
Satu pipi
Nene menggembung tidak senang.
“Mereka
bilang kalau Arata-san dan Kohinata-sensei
cocok."
“Hmmph Hmmph.”
Miu juga
ikut menggoda Nene bersama Himari, dan pada akhirnya, Nene pun menggembungkan kedua pipinya dengan
kesal. Melihat
Nene yang cemburuan begitu,
keduanya merasa bahwa dia
sangat imut dan langsung memeluknya.
Setelah
beberapa saat, Himari mulai berbicara.
“Ngomong-ngomong,
Nene, kapan kamu tahu dia akan datang?”
“Itu
benar, kamu seharusnya memberitahu kami duluan.”
“Y-Yah,
Nene juga tidak tahu...”
Nene
mengucapkan kata-kata itu dengan senyuman
getir. Ada bayangan
gelap yang menutupi wajah cantiknya.
Kemudian,
dia terus melanjutkan dengan
bibir bergetar.
“Lagi-lagi,
Ia tidak memberitahuku apa-apa.”
“Itu
berarti...”
“Tidak
diragukan lagi...”
Himari
dan Miu saling menatap dan mengangguk seolah-olah merasa
yakin.
““Bukannya itu kejutan!!””
“Ya,
karena Nene masih anak-anak, jadi ia tidak mempercayaiku... eh?”
Kata-kata
yang tak terduga dari keduanya membuat Nene terkejut.
“Eh?
Hah? Kejutan?”
“Ya,” jawab
Himari sambil menyisir rambutnya, lalu dia mengenakan
kacamata yang entah dari mana diambilnya, dan sedikit mengangkat dagu
kecil Nene.
“Aku
tidak memberitahumu karena aku ingin melihat wajah terkejutmu, Nene-chan...”
“Kyah!”
Himari berbicara dengan suara yang lebih
rendah dari biasanya dan melafalkan kalimat yang dramatis. Ketika melihat itu, kegembiraan Miu meningkat.
Nene lah yang memberi Arata kesempatan untuk menonton anime,
tetapi jika ditelusuri kembali, pengetahuan anime Nene berasal dari Himari.
Dengan
rambut pirang bergelombang dan
wajah mencolok, serta sifat ceria yang ramah kepada semua orang, tidak
diragukan lagi bahwa Himari adalah seorang gyaru, tetapi dia sangat terpengaruh
oleh kakak laki-lakinya dan
telah mengenal budaya otaku seperti anime, manga, dan internet sejak
kecil.
Di hari
liburnya, dia sering melakukan cosplay,
tidak hanya sebagai karakter wanita tetapi juga sebagai karakter pria, dan dia
sangat menguasai gerakan tersebut. Kali ini, sisi itu muncul.
“Ja-Jadi, begitu maksudnya...?”
“Sudah pasti
begitu, Nene-chi! Iya ‘kan,
Himari-chi!”
Himari menggantungkan kacamata yang dia pakai
di dada bajunya yang berkerah lebar dan mengangguk.
“Meskipun
bukan begitu, kurasa Arata-san tidak pernah bermaksud buruk.”
“Betul banget, itu kebiasaan
buruk Nene-chi untuk selalu berpikir terlalu berlebihan
jika menyangkut Arata-san.”
“Ya,
bagian itu juga imut sih,” ucap Miu sambil menyandarkan kedua
tangannya di pipinya dan menatap Nene dengan mata menyipit.
“Himari...
Miu... Aku ingin mengatakan sesuatu pada kalian, boleh?”
“Ada
apa sih, tiba-tiba begitu?”
“Hmm~ apa? Apa~?”
Himari
dan Miu mendengarkan kata-kata Nene yang
terlihat
tersipu malu.
“Bukan
Arata-san, tapi Ichinose-sensei, oke?”
“Ugh!”
“Hyau!”
Nene
tersenyum dingin. Mereka berdua bisa
merasakan bahwa suasana di sekitarnya seolah-olah menjadi lebih dingin.
“Ma-Maaf, Nene! Karena Nene selalu
memanggilnya begitu."
“Iya,
benar! Kami jadi terbawa
suasana. Maaf ya.”
Nene mau tak
mau tersenyum ketika melihat mereka berdua yang buru-buru menjelaskan dengan panik.
“Aku
hanya bercanda. Terima kasih banyak, kalian selalu ada untukku. Aku suka
kalian.”
“Duh,
Nene...”
“Uhh,
Nene-chi...”
Himari
dan Miu seketika memeluk Nene dengan rasa lega
dan bahagia setelah mendengarnya. Nene dengan lembut mengelus kepala
mereka.
Melihat
pemandangan itu, para siswa laki-laki di kelas merasakan keindahan dan
kemuliaan seperti dewa yang mengasihi bidadari.
Namun,
meski suasana suci itu terasa, Himari dan Miu tidak tahu bahwa mereka berdua
berjanji di dalam hati untuk tidak memanggilnya dengan nama itu lagi.
Setelah
beberapa saat, ketiga gadis itu kembali saling menatap dan mulai berbicara
pelan.
“Ngomong-ngomong,
dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa melewatkannya begitu saja, ‘kan?”
“Aku
setuju, Miu juga berpikir begitu.”
“Tidak bisa
melewatkannya begitu saja, bagaimana caranya?”
“Tentu
saja, itu tentang kisah percintaan
di sekolah.”
“Pe-Percintaan!?”
“Su-Suaramu
terlalu keras, Nene-chi.”
“Ma-Maaf... Tapi, bukannya itu cuma menimbulkan masalah baginya?”
"Tidak
apa-apa, kita harus melakukannya dengan cara yang tidak mengganggu. Memiliki
orang yang kita sukai sebagai guru di sekolah, rasanya
mirip seperti manga shoujo yang menjadi impian semua
gadis, kan?”
“...impian
semua gadis.”
“Nene-chi,
kesempatan semacam ini
jarang sekali terjadi. Lagipula, setelah lulus
SMA, situasi ini akan berakhir, bisa dibilang ini adalah kesempatan terbatas.”
“...kesempatan
terbatas.”
Kesimpulan
yang diambil Nene setelah mencerna kata-kata mereka ialah...
“Nene
akan berusaha.”
Dia akhirnya terpengaruh oleh mereka berdua.
Nene
mengepalkan tinjunya dan mengangkatnya dengan lembut. Diikuti oleh Himari dan
Miu, mereka juga mengangkat kepalan tangan
mereka dengan serempak.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya