Selingan — Bagian Mantan Tunangan 1
Sebuah
apartemen kumuh dan bobrok berukuran
empat tatami yang tampak akan runtuh kapan saja.
“Aku pulang,
Himeno.”
“Selamat
datang kembali, Minato-kun.”
Dengan
rambut acak-acakan dan penampilan yang lelah, Minato disambut oleh Himeno yang riasannya berantakan.
Meskipun sekarang sudah memasuki musim
panas, di ruangan yang tidak memiliki AC atau kipas angin, membuka jendela pun
tidak bisa mengusir suhu yang
panas.
Saat ini,
Himeno dan Minato tinggal di sana.
◇◆◇◆
Waktunya berjalan mundur
sedikit. Semuanya bermula ketika
mereka kembali dari mengunjungi keluarga Fujisaki.
Ketika
Minato dan yang lainnya pulang ke rumah, kedua orang tuanya yang sedang dalam
perjalanan bisnis ke luar negeri sudah kembali.
“Minato,
apa yang sudah kamu lakukan?!”
“Benar sekali! Apa maksudmu dengan merusak pernikahan orang lain?!”
“Ayah,
Ibu, maafkan aku. Tapi
aku telah menemukan cinta sejati! Aku akan hidup dengan cinta ini!”
Minato
berusaha bertahan dengan kata-kata cinta sejati di tengah tuduhan dari ayah dan
ibunya.
Itu
hanyalah kata-kata kosong yang tidak memiliki makna.
“Kamu ini... dari dulu kamu selalu keras kepala dan tidak mendengarkan orang lain
setelah kamu mengambil keputusan, tapi kamu menyebabkan masalah bagi orang
lain. Aku merasa bingung di mana
aku membuat kesalahan dalam membesarkanmu...”
Ibunya tidak bisa menahan air mata. Sedangkan ayahnya
mengusap punggung ibunya sambil
melanjutkan.
“Minato,
kita akan pergi meminta maaf kepada mereka yang dirugikan. Mungkin kita bisa
menyelesaikannya secara damai.”
“Apa,
jika minta maaf berarti tidak ada hukuman?”
“Tidak,
itu tidak pasti. Kita perlu mendapatkan pengampunan
dari pihak lain, dan kita juga harus membayar sejumlah uang kompensasi yang sesuai. Jika
tidak, kamu mungkin akan diadili.”
Ayahnya sedang memikirkan
tindakan selanjutnya. Jika putranya memiliki
catatan kriminal, kehidupan anaknya ke depan pasti
akan sulit.
Setidaknya
itu harus dihindari.
“Aku
tidak punya uang, karena aku tidak bekerja.”
“Aku
yang akan membayar uangnya. Namun, ini merupakan
hal terakhir yang bisa aku lakukan padamu.”
“Apa
maksudmu dengan hal terakhir?!”
Minato
menggeram.
“Aku
selalu berpikir kalau kamu adalah anak yang bisa mandiri, jadi
aku membiarkanmu bebas, tapi sepertinya aku terlalu memanjakanmu. Jadi setelah
semua urusan selesai, kamu harus
meninggalkan rumah ini.”
“Apa...?”
“Aku
sudah memutuskannya.
Anggaplah membayar uang ini sebagai bentuk belas kasihan terakhir dari kami.”
Keinginan
ayahnya sangat kuat.
Selain
itu, ia selalu berpikir tidak bisa membiarkan putranya yang hanya menganggur, terus-menerus tinggal di rumah. Waktu
untuk mengeluarkannya dari rumah akhirnya tiba.
“Dan
kamu──”
“Namaku
Himeno.”
Himeno menyela perkataan
ayahnya Minato.
“Kamu
bisa menunggu di rumah sampai semuanya
selesai. Dan setelah urusan selesai, silakan keluar
dari rumah bersama Minato.”
Ayahnya
Minato mengatakan semua itu tanpa melihat Himeno, yang menjadi
penyebab masalah.
“Tidak mungkin! Jika kami diusir dari rumah
ini, kami akan tinggal di mana?!”
“Itu
urusan kalian sendiri, jadi kalian harus
memutuskannya! Kalian berdua sudah dewasa!”
Himeno
terkejut mendengar teriakan Ayahnya Minato, sementara Minato hanya bisa menunduk tanpa berusaha melindunginya.
◇◆◇◆
Setelah
itu, kesepakatan dicapai dengan petugas keamanan yang terluka, dan Minato tidak dihadapkan
pada tuntutan hukum.
Namun,
kehidupan kedua orang yang diusir dari rumah sangatlah sulit.
Sambil
mencari rumah yang tidak memerlukan penjamin atau bukti penghasilan, mereka
menghabiskan beberapa hari tinggal di kafe internet. Selama itu, Minato bekerja
sebagai pekerja harian untuk bertahan hidup.
Akhirnya,
mereka berhasil menemukan rumah ini dan bisa
tinggal bersama.
“Loh,
Himeno. Kamu sudah pulang, ya. Pekerjaan paruh waktumu bagaimana?”
“Aku pulang
kerja lebih awal karena merasa tidak enak badan.”
“Begitu ya, apa kamu baik-baik saja?”
“Ya,
aku merasa lebih baik setelah istirahat di rumah.”
Himeno berkata demikian sambil
berbaring di atas futon yang mengisi sepertiga dari ruangan empat tatami dan memainkan ponselnya.
“Begitu,
syukurlah kalau begitu. Tapi tolong jaga
kesehatanmu. Gajiku saja tidak cukup. Sewa rumah 40
ribu yen, tagihan
listrik 6 ribu yen, gas 4 ribu yen, air 4 ribu, biaya ponsel 9 ribu yen untuk dua orang, dan biaya
makanan sekitar 60 ribu,
totalnya dua orang menghabiskan 113 ribu
yen. loh!”
“Minato-kun,
totalnya menjadi 127 ribu
yen per bulan.” (TN: Wkwkwk
masih salah juga)
“Oh,
begitu ya. Sepertinya
pikiranku tidak berjalan dengan baik karena
cuaca panas.”
Minato
mengakui kesalahan tetapi keduanya tidak menyadari bahwa perhitungan mereka
salah. Meskipun begitu, gaya perhitungan asal seperti ini membuat kehidupan
mereka semakin sulit.
“Pokoknya,
kita harus berjuang dari sini. Kita berdua
harus menghasilkan uang.”
“Benar.
Tanpa adanya AC, rasanya panas sekali dan bikin gerah.”
“Hmm,
sepertinya AC masih belum mungkin. Pertama-tama kita harus membeli kipas angin.”
“Kipas
angin?”
Minato
menjelaskan kepada Himeno yang memiringkan
kepalanya dengan kebingungan.
“Itu loh, yang berputar-putar dan mengeluarkan angin.”
“Oh,
benda retro yang digunakan pada zaman
Showa, ya? Mungkin aku pernah melihatnya di buku pelajaran.”
“Tapi,
itu masih digunakan di dunia nyata lho...”
Minato
merasa bingung dengan kesenjangan pengetahuan umum antara dirinya dan Himeno,
yang tumbuh di keluarga kaya dan tidak memiliki minat pada kehidupan orang
biasa.
Himeno
yang semula berbaring kini berdiri dan memeluk Minato.
“Pada awalnya
aku berpikir kalau di sini bakalan sulit karena ukurannya yang sempit,
tapi karena bisa dekat seperti ini, jadi bagus, kan?”
“Benar.
Rasanya seperti istana milik kita
berdua, kehidupan semacam ini mungkin
tidak terlalu buruk!”
“Ya,
aku juga akan mendukungmu, jadi mari kita sama-sama berjuang!”
Tampilan
mereka yang saling berpelukan sambil tertawa terlihat seperti dua orang yang
bertekad untuk memulai kembali menuju masa depan.
Namun,
itu hanya tampak demikian di permukaan,
sementara perasaan dalam hati mereka sangat berbeda.
(Jangan
bercanda. Aku merasa kepanasan di sini,
cepat menjauh sana. Tapi jika aku bilang begitu,
dia akan marah. Aku juga memerlukannya
untuk bekerja, jadi aku tidak bisa sembarangan
berbicara.)
(Yang benar saja, aku sama sekali tidak ingin berkeja.
Bahkan hari ini saja aku langsung pulang tanpa pergi bekerja
paruh waktu. Ah,
syukurlah sepertinya tidak ketahuan. Dengan istri secantik ini, si suami biasanya bisa berusaha lebih keras, kan?
Tugasku adalah tetap terlihat cantik. Sebagai gantinya, Minato harus bekerja dengan keras di
luar.)
Semua
orang mengetahui bahwa kehidupan seperti ini tidak
akan bertahan lama.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya