Hanayome wo Ryakudatsu Jilid 2 Bab 2 Bahasa Indonesia

 Chapter 2

 

Malam harinya setelah aku menyelesaikan pengajaranku di SMA Amagamine

Aku duduk di kursi meja di kamarku, menatap layar smartphone-ku. Kemudian, saat waktu yang dijanjikan tiba, aku mengetuk ikon telepon yang sudah muncul sebelumnya. 

Setelah beberapa kali berdering, bunyi elektronik terdengar. Itu menjadi isyarat bagiku untuk membuka mulut. 

“Halo, Nene-chan?” 

“Halo, Arata-san. Ya, ini Nene.” 

Fyuh, aku merasa lega karena dia akhirnya mengangkat telepon. 

Kira-kira hari ini ada apaan? Aku sedikit terkejut saat kamu ingin meneleponku.” 

Betul sekali, aku sudah bertukar pesan sekitar sore dan berjanji untuk menelepon pada waktu ini. 

Menelepon adalah tindakan yang mengambil waktu orang lain, jadi menelepon secara tiba-tiba bisa menjadi gangguan, sehingga penting untuk membuat janji terlebih dahulu. Ini adalah kebiasaan yang terbentuk dari pekerjaan. 

Aku merasa senang Nene-chan langsung menyetujuinya

Namun, suara Nene-chan terdengar lebih kaku dari biasanya, mungkin karena melalui telepon, dan aku ingin berpikir seperti itu. 

“Ah, ada sesuatu yang ingin aku konfirmasi secepatnya.” 

Dan alasan mengapa aku menelepon adalah karena ada satu hal yang menggangguku. 

Telepon adalah percakapan tanpa wajah, dan informasi yang bisa diterima hanya suara, jadi aku bertanya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. 

“Nene-chan, kenapa kamu melakukan hal itu hari ini?” 

“... Apa yang kamu bicarakan?”

“Maksudku, ketika semua orang bertanya, kamu ikut-ikutan menebak meskipun sudah tahu jawabannya.” 

“Ehm, karena rasanya aneh jika hanya Nene saja yang tidak ikut dan hanya melihat dari jauh...” 

Itu masuk akal, dan aku hampir setuju, tetapi pokok permasalahannya sedikit berbeda. 

“Tidak, ikut serta memang bagus. Tapi seharusnya kamu tidak perlu menjawab dengan benar. Aku pikir Nene-chan bisa saja menjawab salah dengan baik.” 

Uuugh, suara kecil seperti erangan terdengar, dan keheningan muncul. 

Sudah kuduga, pasti begitu masalahnya

“Jadi, tapi, aku tidak ingin salah tentang Arata-san—” 

“Maksudku, apa kamu marah?” 

Kami berbicara pada saat yang bersamaan, jadi aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Nene-chan. 

A-Ahem. Kamu tadi bilang apaan, Arata-san?” 

“Aku berpikir apakah kamu marah. Karena aku melakukan pembalasan yang kekanak-kanakan, sebenarnya Nene-chan marah dan itu sebabnya kamu bertindak seperti itu.” 

“Aku tidak marah! Sama sekali tidak marah, kok!” 

Sebelum aku selesai berbicara, Nene-chan dengan tegas membantah pernyataanku. Aku memahami bahwa emosi dalam suaranya itu merupakan perasaannya yang tulus. Dan kemudian, aku menyadari sesuatu. 

“Jadi, itu adalah pembalasan dari Nene-chan, ya?” 

Dengan kata lain, itu adalah pembalasan atas pembalasan, sedikit kejahilan kecil

“Y-Ya. Sepertinya begitu. Maaf ya? Itu pasti mengganggu...” 

“Tidak, meskipun aku merasa cemas, aku tidak merasa terganggu atau tidak menyukainya.” 

Saat itu aku memang merasa sangat gelisah, tetapi itu karena kami saling mengenal, dan jika dipikir-pikir lagi, kurasa tidak ada siswa lain yang akan menganggapnya aneh. 

Dan, pembalasan adalah tindakan yang bisa dilakukan karena ada hubungan saling percaya, jadi mungkin Nene-chan juga berpikir seperti itu terhadapku. 

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir lagi sekarang, aku merasa kalau itu menyenangkan. Rasanya seperti permainan rahasia.”

“... Pe-Permainan rahasia.” 

Nene-chan tampak kehilangan kata-kata. Mungkin ini terlalu kekanak-kanakan. 

Bagaimanapun, aku tidak ingin membawa suasana canggung atau kecurigaan aneh itu sampai keesokan harinya, jadi aku senang bisa mengonfirmasi hari ini. 

Sambil menempelkan smartphone di telinga, aku teringat ada bahan makanan yang lebih banyak dari biasanya di dalam kulkas dan berbicara sendiri. 

“Sebagai permohonan maaf, aku berencana untuk membuatkan Nene-chan makan siang, tetapi sepertinya itu tidak perlu...” 

“Eh, serius!? Aku ingin dibuatkan! Ah, tapi aku yakin kamu akan sibuk karena kamu baru saja menjadi guru... jadi tidak apa-apa jika tidak dibuatkan.” 

Sekilas, aku merasa suaranya dipenuhi kegembiraan, tetapi semangat itu perlahan-lahan memudar dan dia kembali tenang. 

“Haha, kamu tidak perlu mencemaskannya. Jadi, aku akan membuatnya sebagai ungkapan terima kasih, bukan permohonan maaf.” 

Horee, terima kasih!” 

Suara Nene-chan yang lebih ceria dari biasanya membuatku ikutan merasa senang. Jika dia begitu menantikannya, aku akan berusaha keras untuk membuatnya besok. Bukan sebagai pembalasan, tetapi sebagai balasan atas kebaikannya sehari-hari.

 

◇◇◇◇

 

Keesokan harinya, ketika memasuki jam istirahat makan siang setelah jam pelajaran selesai. 

Aku kembali ke ruang guru dan duduk di tempat yang telah ditentukan. 

“Terima kasih atas kerja kerasnya, Ichinose-sensei!” 

Terima kassih atas kerja kerasmu juga, Kohinata-sensei.”

Kohinata-san yang sudah duduk di sebelahku mulai menyapaku

Sambil berpikir bahwa dia terlihat ceria hari ini, kami saling menyapa, dan kemudian Kohinata-san membuka mulutnya dengan tampak senang. 

“Ichinose-sensei, reputasimu di kalangan par murid sangat baik! Mereka bilang semua penjelasanmu mudah dipahami dan mudah untuk belajar.” 

Aku senang mendengarnya kalau aku bisa membantu siswa.” 

Aku khawatir bahwa aku mungkin menyia-nyiakan waktu berharga siswa untuk meningkatkan kemampuan mengajarku sendiri, jadi aku merasa lega bahwa itu tidak terjadi. 

“Sejak kamu datang untuk praktik mengajar, pengajaran Ichinose-sensei sudah mudah dipahami. Itu masih berlaku sampai sekarang!” 

“Apa iya begitu? Tapi, terima kasih. Senang sekali rasanya mendengar itu dari Kohinata-sensei.” 

Setelah percakapan kami berakhir, aku mengeluarkan kotak makan siang dan botol air dari tas. 

Ketika aku membuka kotak makan siang, ada telur dadar dan nikujaga, masakan andalanku, serta lumpia. 

Lumpia itu merupakan hidangan yang kudapatkan saat Nene-chan memberikan pelajaran memasak secara berkala dan dia memberitahuku makanan favoritnya. Sisi lainnya adalah makanan beku yang aku campurkan, sehingga berhasil menjadi satu kotak makan siang. 

Meskipun begitu, semuanya itu tidak sebanding dengan apa yang biasanya dibuat oleh Nene-chan. 

“Eh! Ichinose-sensei, makan siang hari ini kamu membawa bento ya!?” 

Kohinata-san bertanya dengan bergetar. 

“Ini buatan tangan, kan... eh, apa kamu dibuatkan oleh pacarmu?” 

“Tidak, aku tidak mempunyai pacar, jadi bukan seperti itu. Aku sendiri yang membuat bento ini.” 

“Eh! Benarkah!?” 

Kohinata-san menunjukkan keterkejutannya dengan tatapan penuh semangat ke arahku. 

Aku masih belum terlalu mahir membuatnya, jadi rasanya sedikit memalukan jika dilihat.” 

Itu sama sekali tidak benar! aku iri dengan masakanmu yang sangat seimbang! Sampai bisa memasak segala, kamu terlalu sempurna sekali, Ichinose-sensei...” 

Ketika aku melihat ke arah meja Kohinata-san, ada mie instan yang diletakkan di sana. Mie instan itu sepertinya sudah disiapkan sebelum aku tiba di ruang guru, karena sudah mengeluarkan uap. 

“Jika kamu mau, apa kamu mau mencobanya sedikit?” 

Mau tak mau aku jadi menawarkan bekalku karena tidak tega melihat bekalnya

Apa boleh!?” 

“Ya, silakan ambil apapun yang kamu suka.” 

Kalau begitu, dengan senang hati aku menerimanya...” 

Kohinata-san dengan ragu-ragu mengulurkan sumpitnya dan mengambil lumpia untuk dimakan. 

“Wawawa! Ini sangat enak! Jika bisa memakan bento yang luar biasa seperti ini saat makan siang, rasanya pasti sangat bahagia...” 

“Tidak, itu sih terlalu berlebihan.” 

“Tidak sama sekali!” 

Kohinata-san melambaikan tangannya dan memuji dengan sepenuh hati.

Saat makan masakan buatan sendiri, aku merasakan ketenangan yang berbeda dibandingkan dengan makanan siap saji. Apa itu yang dimaksud? 

“Ichinose-sensei, apa kamu memakan bento bersama Kohinata-sensei?” 

Aku mendengar suara dingin dari belakang dan berbalik. 

“Fujisaki-san!?” 

“Ya, aku Fujisaki. Kohinata-sensei, aku membawa dokumen yang dikumpulkan di kelas.” 

“Terima kasih. Kalau tidak salah hari ini memang giliranmu bertugas ya, Fujisaki-san?” 

Setelah Nene-chan menjawabku, dia menyerahkan dokumen kepada Kohinata-san. 

“Ngomong-ngomong, lihatlah ini Fujisaki-san! Bukannya bento Ichinose-sensei terlihat sangat luar biasa!? Aku sudah mencoba lumpianya, dan rasanya sangat enak!” 

Hee, jadi kamu memberikannya, ya?” 

Nene-chan menoleh dan tersenyum ke arahku. Entah kenapa, aku merasakan keringat dingin mengalir di punggungku. 

“Jadi, kami sedang berbicara tentang seberapa bahagianya bisa makan bento seperti ini saat makan siang!” 

Itu memang membahagiakan, ya.” 

“Eh?” 

Aku salah bicara. Aku juga berpikir itu pasti bahagia.” 

Setelah Nene-chan tersenyum manis, dia meninggalkan ruang guru. 

“Bahkan Fujisaki-san bisa salah bicara, ya. Tapi, kata-katanya terasa sangat tulus, jadi aku terkejut.” 

“Y-Ya, benar.” 

Aku hanya bisa mengangguk samar mendengar kata-kata Kohinata-san.

 

◇◇◇◇

 

Setelah istirahat makan siang, aku tidak memiliki kelas yang aku ajar, jadi aku fokus pada penelitian materi ajar. Setelah pulang sekolah, aku masih tinggal di ruang guru untuk sedikit lebih lama, tapi tidak ada siswa yang datang untuk bertanya, jadi aku memutuskan untuk pulang. 

Sebelum pulang, aku mengumpulkan sampah di ruang guru. Jika di kelas atau gedung sekolah, ada siswa yang membersihkan, tapi di ruang guru tidak bisa membiarkan siswa melakukannya. Sepertinya ini bergiliran di antara para guru. 

Kalau begitu, aku pamit permisi dulu. Terima kasih atas kerja kerasnya.” 

Sebelumnya, aku hampir tidak pernah pulang lebih awal dari orang lain di perusahaan, jadi rasanya lumayan segar mendengar kata-kata itu keluar dari mulutku. 

Karena ini bukan perusahaan, aku tidak yakin apakah sapaan ini tepat, tetapi tidak ada yang memperingatkanku, jadi sepertinya tidak masalah. 

Masih ada beberapa guru yang tersisa untuk rapat di ruang guru, ada yang sedang merencanakan pelajaran untuk hari berikutnya, atau membimbing kegiatan ekstrakurikuler, jadi masih ada banyak orang, dan mereka membalas kembali sapaanku

Mereka sangat teratur dalam menyapa, mengingat mereka mengajarkan hal yang sama kepada siswa. Aku membawa kantong sampah keluar dari ruang guru dan menuju kotak sepatu guru. 

“Ichinose-sensei, selamat tinggal.” 

Iya, selamat tinggal.” 

Sambil bertukar sapaan dengan siswa yang lewat, aku melangkah di lorong. Bukan Terima kasih atas kerja kerasnya”, tetapi “selamat tinggal”, kata-kata biasa itu memberikan rasa nostalgia tersendiri.

Karena hubungan hierarki di klub dan pengalaman kerja paruh waktu, sapaan perlahan berubah menjadi Terima kasih atas kerja kerasnya. Tidak ada yang baik atau buruk tentang hal itu, tetapi hanya saja, aku merasakan kehadiranku di sekolah melalui suara kata “selamat tinggal”.

Aku mengganti sandal dalam ruangan dengan sepatu di kotak sepatu. Karena tempat pembuangan sampah berada di belakang gedung sekolah, rasanya jauh lebih efisien untuk membuangnya saat pulang. 

Saat aku berjalan menuju tujuan, aku melihat wajah yang sudah sangat familiar. 

Rambutnya yang hitam dan merah berkilau seperti sutra melambai. Nene-chan sedang berjalan ke suatu tempat. Dia membawa tas, tetapi arahnya berbeda dari gerbang sekolah, jadi sepertinya dia memiliki urusan yang perlu dilakukan

Sejenak, aku merasa ragu untuk memanggilnya, tetapi merasa enggan untuk berbicara tanpa ada urusan di sekolah. 

Namun, karena arah yang dilaluinya sama, jadi aku akhirnya mengikuti di belakangnya. 

Nene-chan berbelok menuju tempat pembuangan sampah dan melanjutkan ke belakang gedung sekolah. 

Ketika aku berusaha pergi ke tempat pembuangan sampah tanpa khawatir, aku merasakan bayangan orang di depan Nene-chan. Nene-chan dan seorang siswa laki-laki yang tidak dikenal. Meskipun itu saja, aku seharusnya melakukan pekerjaan yang dipercayakan padaku, tetapi suasana yang serius membuatku secara tidak sadar berhenti. 

“Terima kasih sudah datang, Fujisaki-san.” 

“Apa yang ingin kamu bicarakan?” 

Nene-chan menjawab dengan tenang kepada siswa laki-laki yang tersenyum cerah. Suasana di antara mereka tidak terlihat akrab. 

Kemudian, aku teringat tempat ini. Ini bukan hanya tempat pembuangan sampah, tetapi juga lokasi yang sepi di belakang gedung sekolah, dan jika sudah selesai bersih-bersih setelah sekolah, jarang sekali ada orang yang datang. Selama masa sekolah, aku juga pernah dipanggil beberapa kali di sini. 

Situasi saat ini mirip dengan saat itu. Jika situasinya sama, maka tujuan siswa laki-laki itu adalah....

“Aku akan mengatakannya secara langsung. Fujisaki-san, aku suka padamu. Apa kamu bersedia berpacaran denganku?”

Pengakuan, seperti yang aku duga. 

“Maaf.” 

Nene-chan bahkan tidak perlu merasa ragu dan langsung memutuskan dengan tegas. 

Saking tegasnya sampai-sampai lawan bicaranya tampak terdiam seolah ia tidak menyadari bahwa dirinya sudah ditolak. 

Umm, kenapa…? Bukannya lebih baik kalau seharusnya kamu bisa memikirkannya sedikit lebih lama lagi? Aku rasa aku punya wajah yang oke, dan aku selalu masuk sepuluh besar dalam nilai, jadi kupikir aku adalah calon yang baik.” 

Memang benar, persis seperti yang dikatakan anak laki-laki itu, wajahnya tampan dan terlihat cerdas, senyum pertamanya juga memberikan kesan yang baik, dan sepertinya ia juga populer di kalangan siswi, jadi penilaian dirinya tidak terlalu berlebihan. 

“Aku sudah memiliki seseorang yang kusukai, jadi aku tidak berniat untuk berpacaran denganmu.” 

“Katanya kamu selalu menolak dengan cara seperti itu, tapi itu cuma alasan untuk menolak, kan? Coba deh, kita pacaran sebentar saja, sebagai percobaan. Setelah itu, kamu bisa mengenalku lebih baik.” 

“Aku tidak pernah berpikir untuk berpacaran sebagai percobaan. Dari sekarang aku sudah tahu bahwa pandangan kita sama sekali tidak cocok. Sampai jumpa.” 

“Eh, tunggu sebentar!” 

Saat Nene-chan berbalik dan mencoba pergi, anak laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk mencoba meraihnya. 

“Kamu akan dibenci jika terlalu ngotot begitu.” 

Aku menangkap tangannya yang mencoba meraih Nene-chan dan menghentikannya. 

Aku tidak ingin mengganggu kejadian pengakuan tersebut, jadi aku menunggu sejenak untuk membuang sampah dan mengamati, tapi sebagai seorang guru, aku tidak bisa mengabaikannya yang berusaha meraih seorang gadis dari belakang. 

Siswa laki-laki itu tersentak kaget karena ada pihak ketiga yang tiba-tiba muncul. Tenaga di tangannya pun melemah, jadi aku melepaskan tanganku. 

Itu memang tidak baik, ya… Maafkan aku.” 

Setelah mengucapkan itu, siswa laki-laki itu pergi. Kejutan karena dicampakkan mungkin menyebabkan dia melakukan sesuatu yang tidak terduga. Setelah mendapatkan kembali ketenangannya, ia meminta maaf dengan tulus. 

Aku mengajak bicara Nene-chan yang memperhatikan seluruh kejadian itu. 

“Nene-chan, apa kamu baik-baik saja?” 

“Terima kasih banyak, Ichinose-sensei.” 

Hehe, Nene-chan masih tetap tersenyum meskipun dia baru saja mengalami situasi berbahaya. 

“Ada apa?” 

Menjawab pertanyaanku, Nene-chan mendekat dan berbisik. 

Arata-san, kamu tadi kembali memanggilku dengan panggilan Nene-chan.” 

“Ah, aku keceplosan…” 

Aku baru menyadarinya saat Nene-chan mengingatkanku. Seharusnya aku sangat berhati-hati di sekolah, tapi kenapa bisa begitu. 

“Yah, saat ini tidak apa-apa, kan? Lagipula tidak ada orang di sekitar kita. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ada di sini?”

“Hmm, ah, aku berpikir mau membuang sampah.” 

Aku mengambil kantong sampah yang kutinggalkan. 

Begitu ya, jadi Arata-san tidak mengejar Nene ya?” 

“Benar, aku hanya kebetulan berada di sini.” 

“Eh?” 

Nene-chan mengeluarkan suara yang terdengar sedikit kecewa. Aku merasakan suaranya di punggungku saat membuang sampah. Aku merasakan suasana menjadi lebih ringan dengan interaksi seperti itu. 

Setelah itu, kami kemudian berjalan bersama sampai gerbang sekolah. Aku merasa tidak ada yang aneh berbicara dengan siswa yang kebetulan berbarengan. 

“Bento-nya enak sekali. Terima kasih ya.” 

Aku senang mendengarnya.”

Seharusnya aku senang menerima pujian dari guru memasakku, Nene-chan, tetapi entah kenapa jawabanku terasa kurang bersemangat. 

Umm, apa kejadian seperti hari ini sering terjadi?” 

Aku terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulutku sendiri. 

“Tidak, lupakan saja yang tadi…” 

Maksudnya tentang pengakuan? Itu memang sering terjadi, tapi aku tidak pernah mengalaminya sampai dikejar seperti hari ini.” 

Aku berusaha mengalihkan topik, tetapi tampaknya itu tidak berhasil. Karena aku tidak bisa mengubah topik, jadi aku memutuskan untuk melanjutkan. 

“Begitu ya, syukurlah kalau begitu.” 

“Apa kamu khawatir?” 

“Khawatir… yah, mungkin begitu.” 

Setelah itu, pembicaraan tidak banyak berkembang, dan tiba-tiba kami sudah berada di gerbang sekolah. 

“Selamat tinggal, Ichinose-sensei.” 

“Selamat tinggal, Fujisaki-san.” 

Saat kami berbicara di tempat pembuangan sampah, kami sepakat untuk berjalan bersama sampai gerbang sekolah, jadi Nene-chan berjalan lebih dulu menuruni bukit. 

Aku merasa bingung mengapa aku bertanya seperti itu sebelumnya. Apa yang ingin aku ketahui dengan pertanyaan itu? 

Meskipun aku menatap punggungnya yang anggun semakin menjauh, aku masih tidak bisa menemukan jawabannya.

 

◇◇◇◇

 

Aku mulai terbiasa dengan pekerjaan baruku sebagai guru, dan setelah tiga minggu menjalani kehidupan sebagai guru yang dimulai awal Juli, akhirnya kami mencapai hari terakhir semester pertama. 

Dalam upacara penutupan, guru pembimbing memberi peringatan di panggung agar siswa tidak terlalu bersenang-senang meskipun mendapat liburan panjang. 

Meskipun siswa di Sekolah SMA Amagamine memiliki kebebasan, sebagian besar dari mereka tahu batasan, sehingga tidak pernah ada insiden yang mengakibatkan sanksi atau skorsing. Meskipun begitu, peringatan tetap diberikan sebagai bagian dari etika sosial di sekolah. 

Saat mengingat bagaimana aku menghabiskan liburan musim panas di masa SMA, aku teringat bahwa karena berasal dari keluarga orang tua tunggal, aku banyak bekerja paruh waktu untuk membantu keuangan keluarga dan hampir semua waktu luang dihabiskan untuk belajar. 

Kadang-kadang Kyohei mengajakku bermain, tetapi kami hanya berbincang-bincang di restoran keluarga karena mempertimbangkan situasiku. Aku masih mengingat mendengarkan semangat Kyohei yang berkata, “Kalau ngomongin anak pelajar, sudah pasti tentang cinta!” sambil belajar. 

Ketika liburan musim panas berakhir dan aku kembali ke sekolah, aku terkejut melihat hubungan yang berubah tanpa kusadari. 

Meskipun aku seorang guru, aku merasa tidak pantas merenungi masa lalu saat mengikuti upacara penutupan, tapi tiba-tiba terdengar suara rendah seperti dentuman di lantai gymnasium. 

Kyaa, Fujisaki-san!?”

Suara itu membuatku menoleh, dan bersamaan dengan itu, terdengar suara seseorang. Di sana, ada Nene-chan yang terjatuh di lantai gymnasium. Aku tidak bisa tinggal diam dan segera berlari menghampirinya. Aku berlutut agar bisa menatapnya. 

Wajah Nene-chan yang bisanya memiliki kulit putih tembus pandang kini tampak pucat dan kehilangan warnanya

“Fujisaki-san, apa kamu baik-baik saja?” 

“Ichinose-sensei, bisa tolong bawa Fujisaki-san ke ruang kesehatan?” 

Aku mendengar suara guru wali kelasnya, Kohinata-san, yang terdengar terlambat. Karena aku berdiri di sisi siswa kelas tiga, sepertinya aku yang paling cepat sampai. 

“Ya, aku mengerti. Fujisaki-san, apa kamu bisa berdiri?” 

Nene-chan hanya menggelengkan kepalanya tanpa suara. Alih-alih menggeleng, itu lebih seperti gerakan kecil yang menunjukkan ketidakberdayaan. Hal tersebut sudah cukup menunjukkan bahwa dirinya tidak dalam kondisi baik. 

Upacara penutupan diadakan di dalam gedung gymnasium, meskipun di dalam ruangan, tapi semua siswa dan guru berkumpul sehingga bisa menimbulkan suasana panas dan lembap. Aku ingin segera keluar dari situasi ini dan memberinya ketenangan. 

“Permisi.” 

Aku menyelipkan kedua tanganku di punggung dan di belakang lututnya untuk mengangkatnya. Aku merasakan tatapan dari sekeliling, tetapi saat ini yang paling penting adalah kondisi Nene-chan. 

“Maaf…” suara kecil dan lemah itu terdengar dari dadaku.

 

◇◇◇◇

 

“Tidak ada demam, jadi sepertinya kamu hanya mengalami sedikit anemia. Mari kita istirahat dulu.” 

“Ya…” 

Guru kesehatan itu menyimpan termometer yang diterimanya. 

Meskipun suara Nene-chan yang sedang berbaring di tempat tidur masih terengar lemah, tapi warna wajahnya mulai kembali normal. 

Setelah membawanya ke ruang kesehatan, aku duduk di bangku dekat tempat tidur Nene-chan yang sedang tidur. 

“Syukurlah kamu tidak mengalami sengatan panas.” 

Aku akhirnya bisa menghela napas setelah mendengar kata-kata dari guru kesehatan. 

Aku minta maaf ya, Ichinose-sensei. Masih ada siswa lain yang juga tidak enak badan, dan aku akan membawanya ke rumah sakit, jadi apa aku boleh meminta bantuan Ichinose-sensei untuk menghubungi rumah Fujisaki-san? Dan jika memungkinkan, aku ingin kamu mengawasinya…” 

“Ya, baiklah, aku mengerti.” 

Hari ini adalah upacara penutupan, jadi seharunya tidak ada masalah karena tidak ada jadwal jam pelajaran. 

Setelah mendengar jawabanku, guru kesehatan itu segera meninggalkan ruang kesehatan. 

Meskipun aku adalah guru paruh waktu, aku merasa sangat kurang karena tidak menghubungi orang tua siswa yang sakit, dan hanya bisa mengawasi situasi. Meskipun aku bisa mengajar, aku merasa masih banyak yang harus diperbaiki dalam hal lainnya. Namun sekarang, aku harus fokus pada apa yang harus kulakukan. 

Ada telepon di ruang UKS, tapi aku tidak mengetahui nomor kontak rumah Nene-chan. Aku berdiri dari bangku untuk kembali ke ruang guru

“Eh?” 

Aku merasakan sensasi seolah-olah celanaku ditarik, dan posisiku menjadi tidak stabil.

Ketika aku ingin menopang kembali badanku dengan tangan, tapi di depanku ada Nene-chan. Aku merasa ada yang tidak beres dan dengan cepat meletakkan tangan di tempat tidur untuk menghindarinya. 

Aku berhasil tidak menimpanya, tetapi posisiku justru menjadi menutupi Nene-chan. 

Tatapan mataku bertemu dengan mata indah Nene-chan. Karena sebelumnya dia menggunakan termometer, kancing baju Nene-chan yang biasanya terpasang rapat sekarang terbuka sedikit. 

“Maaf, aku akan segera menjauh.” 

Saat aku mencoba menjauh, lengan Nene-chan yang putih dan ramping melingkar di leherku. 

“Fujisaki-san?” 

Karena tidak ada guru kesehatan di sini, jadi panggil saja aku Nene-chan. Oke, Arata-san?” 

“Itu tidak bisa…” 

Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, aku ditarik lebih dekat ke wajahnya

Aroma lembut dan manis Nene-chan menggelitik hidungku. 

“Bisa berduaan di ruang kesehatan begini bikin deg-degan, ya?” 

Nene-chan tersenyum kecil di depan mataku. 

Deg-degan, memang detak jantungku semakin meningkat. Jika ada yang melihat kami dalam posisi ini, itu pasti akan sangat buruk. Untungnya, tempat tidur ini dikelilingi tirai. 

“Nene-chan, bisakah kamu melepas tanganmu? Aku jadi tidak bisa bergerak.” 

Sebenarnya, aku bisa saja bergerak jika mau, tetapi melepas tangannya secara paksa pada Nene-chan yang tidak enak badan terasa tidak pantas. 

Arata-san masih kelihatan tenang, ya?” 

Nene-chan mengerucutkan bibirnya yang tipis dan anggun dengan ekspresi membosankan, seperti anak kecil. 

Mana mungkin aku bisa kelihatan tenang dalam situasi ini, aku hanya berusaha menyembunyikannya. Karena aku adalah orang dewasa. 

“Ei~” 

Dibarengi dengan seruan Nene-chan, pandanganku seketika menjadi gelap, dan aku merasakan sesuatu yang lembut di wajahku. 

Selain aroma lembut dan manis itu, aku juga merasakan bau keringat akibat cuaca panas dan suhu tubuhnya. 

Ini benar-benar tidak baik. 

Aku sudah membuatmu khawatir, ya. Maafin aku ya…” 

Kamu tidak perlu minta maaf segala hanya karena sudah membuatku khawatir, yang lebih penting, apa kamu bisa melepaskanku?. Meskipun aku ingin mengatakannya, tapi mulutku tertekan di dada Nene-chan dan suaraku tidak keluar. 

Saat aku berusaha bergerak, kekuatan pelukan Nene-chan justru semakin bertambah kuat saat dia mendekapku

Aroma, suhu tubuh, dan sentuhan semuanya merangsang otakku sehingga aku tidak bisa bergerak. 

“Nene, apa kamu baik-baik saja?” 

“Nene-chi?” 

Pintu geser terbuka dengan suara berderit, dan ada siswa yang masuk ke dalam ruang UKS. Sepertinya jam wali kelass sudah selesai. 

Karena aku khawatir tentang kondisi Nene-chan, aku tidak ingin melakukan gerakan kasar, tetapi sekarang bukan saatnya untuk memikirkan itu. Ketika aku berusaha melepaskan diri, kekuatan pelukan itu tiba-tiba melemah. 

“Aku sudah tidur sebentar, jadi sekarang aku sudah baik-baik saja.” 

Nene-chan menjawab dari balik tirai. Setelah itu, Nene-chan berusaha untuk duduk dan berdiri.

Nene-chan berbalik, mengangkat jari telunjuk di depan mulutnya sembari tersenyum, lalu melangkah keluar dari tirai. 

“Maaf ya sudah membuat kalian berdua khawatir.” 

“Nene-chi, aku kaget banget karena kamu tiba-tiba pingsan!” 

“Nene, wajahmu masih kelihatan agak memerah. Kalau kamu masih tidak enak badan, mendingan kamu tidur lagi saja, oke?” 

“Aku baik-baik saja. Ayo pulang bersama.” 

“Ya, ayo pulang~ ayo pulang~! Besok sudah mulai liburan musim panas! Kita mau main ke mana?” 

“Ke pantai, dong!” 

Himari-chi, ide bagus tuh!” 

“Kalian berdua kan peserta ujian tahun ini, jadi kita semua tetap harus belajar.” 

“Libur musim panas terakhir di sekolaH SMA, masa harus belajar terus sih!” 

Sambil bercakap-cakap ringan, Nene-chan dan yang lainnya meninggalkan ruang kesehatan. 

“Apa-apaan tadi itu…” 

Aku terdiam sendirian di depan tempat tidur yang masih menyimpan kehangatan Nene-chan.

 

◇◇◇◇

 

“Hari ini juga rasanya enak.” 

“Terima kasih.” 

Aku menyambut keesokan harinya tanpa bisa bertanya kepada Nene-chan tentang kejadian kemarin, dan seperti biasa, kami duduk berdampingan di meja menikmati bekal yang dibuatnya. 

Hari ini, bekal buatan Nene-chan juga enak. Mungkin karena cuaca yang panas, rasanya jadi sedikit lebih asin. 

Sambil menikmati makanan, pikiranku kembali teringat pada kejadian di ruang kesehatan kemarin. Aroma, sentuhan, dan suhu saat itu semuanya sangat mengejutkan dan terukir jelas di ingatanku. 

Aku mencuri-curi pandang ke arah wajah Nene-chan, tetapi tampaknya dia terlihat sama seperti kemarin. 

“Liburan musim panas dimulai hari ini, tapi kamu mau melakukan apa, Arata-san?” 

“Aku sebagai pengajar paruh waktu dan tidak mempunyai jadwal mengajar, jadi aku menjalani liburan musim panas sama seperti siswa, tapi ada sesuatu yang harus kulakukan, jadi aku berencana ke sekolah.” 

“Ada yang harus dilakukan meskipun tidak ada jadwal mengajar?” 

“Ya, aku akan berada di ruang belajar untuk menjawab pertanyaan siswa dan menjadi mentor untuk memberikan bimbingan tentang jalur karier mereka.” 

Aku terus menjelaskan pada Nene-chan, yang memiringkan kepalanya saat mendengar kata mentor yang tidak familiar. 

“Mentor memiliki arti sebagai penasihat atau teman untuk berkonsultasi. Di dalam perusahaan, mentor biasanya bukan atasan langsung bagi karyawan baru, tetapi lebih cenderung sebagai sosok yang dekat untuk memberikan dukungan dan saran. Akhir-akhir ini, konsep ini juga diterapkan di sekolah. Aku adalah alumni dari SMA Amagamine, dan karena usiaku relatif dekat dengan siswa, serta memiliki pengalaman bekerja di perusahaan, aku dianggap cocok sebagai penasihat dalam hal kehidupan sekolah dan jalur karier.” 

Nene belum pernah menggunakan ruang belajar, tapi jika Arata-san ada di sana, mungkin Nene akan mencobanya.” 

“Jika kamu ingin datang, jangan lupa untuk belajar dengan serius.” 

“Tentu saja.” 

Kekhawatiran itu tampaknya berlebihan untuk Nene-chan yang serius. 

Meskipun kami sedang berbicara, aku merasa kata-kata hanya keluar dari mulutku, sementara pikiranku berada di tempat lain. 

Aku sudah tidak tahan lagi.” 

Aku meraih tangan Nene-chan dan berdiri. 

“Ap-Apa? Ada apa Arata-san?” 

Cepat, kemarilah.”

Nene-chan mengikutiku tanpa menunjukkan perlawanan saat aku menarik tangannya. 

Umm.... ini kamar tidurmu, kan?” 

“Ya, benar.” 

Apa yang ingin kamu lakukan dengan membawaku ke tempat seperti ini?” 

Cuma ada satu hal kenapa aku membawamu kemari.” 

Aku meraih bahunya yang anggun dan membawanya duduk di tepi tempat tidur. Meskipun agak memaksa, tapi aku tidak mempunyai pilihan lain. 

Bahunya terlihat tipis dan rapuh sehingga aku merasa seolah-olah pundaknya bisa hancur kapan saja jika aku memberi tekanan terlalu kuat. 

“Aku tidak bisa melupakan apa yang terjadi kemarin, bahkan sekarang aku terus memikirkan hal itu. Sejak awal semuanya itu salah Nene-chan.” 

Nene-chan menatapku dengan ekspresi terpesona di wajahnya. Matanya yang lembab tampak bergetar. 

“Apa kamu mau mendengarkan permintaanku?” 

Iya, boleh.” 

Dalam keheningan yang memenuhi ruangan, aku mengucapkan permintaanku. 

Tolong tidurlah, oke?” 

“...Ya.” 

Nene-chan mengangguk kecil meskipun terlihat ragu. 

Kemudian, Nene-chan seolah menyerahkan diri dan tenggelam ke dalam tempat tidur. 

“Nene-chan, kamu belum sepenuhnya pulih, kan?” 

 

◇◇◇◇

 

Aku mengambil satu sendok isi panci yang mendidih dan membawanya ke arah mulutmu

“Dengan kelembutan seperti ini, aku yakin dia bisa memakannya.” 

Yang aku buat adalah bubur, setelah menyesuaikan rasa dengan garam, aku menyajikannya dalam mangkuk. Setelah menambahkan umeboshi di tengah, semuanya selesai. Sebelum itu, aku akan memeriksa keadaan Nene-chan di kamar tidur. 

Kamu dari mana saja, Arata-san?” 

Begitu aku membuka pintu kamar, Nene-chan mengangkat kepalanya dari tempat tidur dan mengeluarkan suara seolah-olah merasa kesepian. 

“Aku sedang membuat bubur.” 

“Jangan pergi jauh-jauh dariku.” 

“Maaf, ini untukmu, Nene-chan.” 

“Kalau begitu, tidak apa-apa.” 

Suara Nene-chan seketika berubah menjadi lebih ceria dan bersemangat. Mungkin karena dia tidak enak badan, jadi suaranya terdengar lebih kekanak-kanakan. 

“Apa kamu bisa memakannya?” 

“Ya, aku baru saja merasa lapar. Arata-san benar-benar mengerti tentang Nene.” 

“Ya, benar.” 

“Fufu, aku senang mendengarnya.” 

Sudah beberapa jam berlalu dan sekarang sudah siang, kemungkinan besar dia juga belum sarapan, jadi tidak sulit untuk membayangkan kalau perutnya kelaparan

“Kalau begitu, mari coba bangun sebentar.” 

“...Nn.” 

Aku perlahan membangunkannya sambil mendukung tubuh Nene-chan. Di tangannya terdapat boneka 'Dekakawa' yang dipeluk erat di dadanya. 

Setelah itu, Nene-chan yang mendengarkan permintaanku ternyata memiliki kebiasaan memeluk boneka saat tidur dan dengan malu-malu mengungkapkan bahwa dia ingin aku membawakan 'Dekakawa'. 

Karena dia mengatakannya dengan serius, aku jadi bersiap-siap memenuhi apapun keinginannya, tetapi isi pembicaraannya terlalu imut sehingga aku tidak bisa menahan tawa.

Setelah itu, aku buru-buru mengambil boneka binatang dan memberikannya kepada Nene-chan, yang hampir merajuk karena aku tertawa, untuk membuat suasana hatinya membaik. Mungkin itu sebabnya dia memelukku kemarin. 

“Aku akan mengambil buburnya dulu.” 

“Kamu akan pergi?” 

Aku bisa melihat boneka itu mengerut karena Nene-chan semakin kuat memeluknya. 

“Tidak apa-apa, aku hanya di sana.” 

“Aku merasa kesepian.” 

Hari ini, Nene-chan terlihat sangat manja. Ketika dia tidak enak badan, dia pasti merasa lebih kesepian saat sendirian. 

“Kalau begitu, mari kita lakukan ini.” 

Aku membiarkan pintu kamar terbuka dan menuju ke dapur. Dengan cara begini, Nene-chan bisa melihat dari tempat tidur ke arah dapur, jadi meskipun terpisah, dia tidak akan merasa sendirian. 

“Ah, aku bisa melihat Arata-san.” 

Iya ‘kan? Jadi tenanglah.” 

“Ya. Tapi cepatlah kembali.” 

Sepertinya efek itu segera hilang. Nene-chan terus meminta agar aku cepat kembali. Aku dengan cepat menambahkan umeboshi ke dalam bubur dan berencana untuk memberikan kembali, tetapi Nene-chan tidak mau menerimanya. 

“Nene-chan, jika kamu tidak makan, kamu tidak akan sehat.” 

“Hmm, aku ingin Arata-san yang menyuapiku makan.” 

“Aku?” 

“Ya.” 

Kedua tangan Nene-chan tidak mau melepaskan boneka, dan aku merasakan tekad yang kuat di situ. Mungkin dia tidak bisa tenang jika tidak memeluk boneka itu. Meskipun aku merasa sedikit malu, aku tidak punya pilihan lain selain melakukannya

Setelah menghancurkan umeboshi dengan sendok, aku mengambil satu sendok bubur dengan keseimbangan yang baik antara bubur dan umeboshi. 

“Ini, silakan.” 

Nene-chan menggelengkan kepalanya saat dia melihat sendok yang kuberikan padanya. Aku kebingungan apa ada yang salah, padahal aku sudah menambahkan umeboshi yang dia suka. 

Enggak mau, coba bilang 'ah~n'.” 

Dia tampak marah dengan pipi yang menggelembung. 

Oh, jadi begitu rupanya. Sekarang aku akan mengikuti perintahnya. 

“...Ah~n.” 

“Hmm, enak!” 

Saat aku melihat mata Nene-chan bersinar karena kegembiraan, rasa maluku tidak lagi berarti.

Setelah itu, Nene-chan memiringkan kepalanya.

“Tapi mungkin rasanya agak hambar…?” 

“Itu tidak mungkin.” 

Aku sudah mencicipi saat membuatnya dan memastikan itu tidak hambar. 

“Ketika kamu sedang tidak enak badan, kadang-kadang sulit merasakan rasa atau terasa pahit.”

Itulah yang membuatku menyadari bahwa Nene-chan tidak enak badan. Rasa masakan hari ini cukup kuat. Awalnya, aku mengira dia menyesuaikan bumbu karena musim panas, tetapi masakan Nene-chan selalu lembut dan enak, jadi rasanya ada yang janggal. Ketika aku memasak sendiri di pagi hari dan mencicipinya, rasanya terasa hambar, dan ketika aku menyesuaikannya hingga sesuai dengan seleraku, ternyata rasanya menjadi terlalu kuat. 

Ketika aku melihat wajah Nene-chan, dia tampak tidak jauh berbeda dari kemarin. Aneh rasanya jika dia tidak berubah dari keadaan sakit yang membuatnya jatuh pingsan kemarin. 

“Nene-chan, kamu tidak perlu memaksakan diri agar tidak membuatku khawatir.” 

“Uu... maafkan aku.” 

Kamu tidak perlu meminta maaf segala. Merisaukan orang-orang terdekat adalah hal yang wajar dan bukan sesuatu yang buruk.” 

Kalau begitu, Nene-chan berkata setelah memberikan pengantar. 

“Terima kasih.” 

“Ah, sama-sama.” 

Setelah itu, Nene-chan menghabiskan semua bubur dan perlahan-lahan kembali tertidur. 

Dada Nene-chan naik turun dengan teratur, dan suara napasnya yang nyaman terdengar. Aku merasa lega setelah melihat Nene-chan yang tidur dengan ekspresi lebih tenang dibandingkan dengan kemarin. 

Seiring berjalannya waktu yang mengalir dengan tenang, aku mengelus-ngelus kepalanya sambil berdoa supaya kesehatannya segera membaik.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama