Chapter 1 —Vol 1 SS Baru: Alya-san Seorang Detektif Yang Tersesat?
“Ah, permisi~.
Aku ingin bertanya sedikit mengenai jalan.”
【Sembunyikan niat
terselubungmu dengan lebih baik】
“Eh,
o-oh... e-ekskyus mi?”
【Tatapanmu sudah kelihatan
jelas sekali.
Lagipula, rasanya aneh
sekali jika kamu tersesat tapi tidak memegang smartphone. Biasanya, orang akan
mencari alamat atau membuka aplikasi peta】
“Ugh...
kyen yu supik English?”
【Aku bisa
berbicara bahasa Jepang sebelum
bahasa Inggris, tapi aku merasa tidak ada gunanya
untuk berbicara denganmu. Lagipula, memangnya
perkataanku bisa dimengerti oleh seekor monyet yang bertindak
berdasarkan hasrat seksualnya?】
“Ah~.......
Kurasa aku akan mencarinya saja sendiri deh. Hehe......”
Alisa
menatap dingin ke arah pria yang pergi dengan senyuman
samar dan mengalihkan pandangannya.
Setiap
kali datang ke tempat yang ramai, dirinya selalu
mengalami hal seperti ini. Padahal dia merasa sudah memiliki “aura jangan
berbicara denganku”
yang cukup kuat, tetapi masih ada saja seseorang yang berusaha mendekatinya. Entah itu pria yang
mencoba merayunya,
orang-orang dari dunia hiburan, atau terkadang pria paruh baya yang tiba-tiba
memberikan selembar kertas dengan alamat email.
(Ah~
menjengkelkan banget)
Mendapatkan
perhatian dari pria perayu merupakan hal biasa, tetapi hari ini Alisa merasa sangat tidak nyaman.
Karena
sebenarnya, itu adalah kedua kalinya dia digoda hari ini, dan hanya sepuluh
menit yang lalu dia juga baru saja digoda oleh pria lain... dan pria itu sangat
tidak sopan. Saat itu, Alisa merespons dalam bahasa Rusia, tetapi ketika pria
itu melihat bahwa dia tidak mengerti bahasa Jepang, dia mendengus dan berkata,
“Jangan datang ke Jepang jika kamu tidak mengerti bahasa Jepang,” lalu
pergi nyelonong begitu saja. Dia tertegun dan hanya bisa melihat
pria itu pergi menjauh, tetapi
sekarang saat dia mengingatnya kembali, Alisa
merasa marah pada pria itu dan juga pada dirinya sendiri yang
tidak bisa mengatakan apa-apa.
(Mungkin sebaiknya aku perlu mengatakan dengan jelas
dalam bahasa Jepang, "Aku berbicara dalam bahasa Rusia karena aku tidak
ingin berbicara denganmu"?)
Ketika Alisa
kembali digoda setelah berusaha melupakannya,
rasa kesalnya yang sempat mereda kembali meningkat
tajam. Jika dia digoda lagi sekarang, Alisa yakin bisa
melontarkan makian tanpa ampun dalam bahasa Rusia.
(Hah...
memiliki penampilan yang terlalu mencolok juga menjadi masalah)
Dia menghela napas panjang seolah-olah ingin mengeluarkan rasa kesalnya. Jika
tidak suka dirayu, mungkin
dia bisa berdandan sederhana agar tidak menarik perhatian, tapi entah kenapa itu terasa seperti kalah,
dan dia tidak ingin melakukannya. Kenapa dia harus merelakan penampilan cantik dan
kesempurnaannya hanya untuk orang-orang rendahan
seperti itu?
(Sungguh,
jika mereka langsung berkata, “Aku
jatuh cinta pada pandangan pertama! Mari kita mulai sebagai teman!” sambil menundukkan kepala,
mungkin aku masih bisa mendapat kesan
yang baik kepada mereka)
Namun,
jika ditanya apakah Alisa akan
mengangguk dalam situasi seperti itu, jawabannya adalah tidak. Meskipun begitu,
jika mereka mengungkapkan perasaan dengan begitu lugas, dia mungkin takkan merasa tidak nyaman.
(Yang paling membuatku jengkel adalah tujuan
mereka bukan untuk hubungan yang serius,
melainkan hanya bermain-main... Memangnya aku terlihat seperti wanita murahan? Itu sama sekali tidak lucu. Aku
takkan pernah menunjukkan kulit atau membiarkan orang lain menyentuhku kecuali
dengan seseorang yang berjanji untuk masa depan—ah~, sudah cukup. Sekarang adalah waktu berbelanja
yang berharga, jadi sayang sekali jika aku merasa kesal terus karena perkara sepele begini)
Usai
memikirkan itu, dia menggelengkan kepala dan melangkah menuju
pusat perbelanjaan besar yang menjadi tujuannya... tiba-tiba, dia melihat pria
yang tadi berusaha menggodanya, sedang berbicara dengan wanita
lain.
“.....
sungguh tak tahu
malu.”
Pria itu
terus berbicara sambil berjalan beriringan dengan seorang wanita yang tidak berhenti berjalan. Setelah melemparkan tatapan
penuh penghinaan, Alisa melangkah melewati pintu otomatis.
(Mereka benar-benar makhluk
yang sangat menyedihkan. Mereka ucma
mengejar pantat wanita... Apa mereka tidak punya harga diri? Jika itu aku, aku akan
merasa malu dan pasti tidak akan melakukan hal seperti itu)
Bahkan setelah
naik lift dan turun ke lantai tempat yang khusus
menjual pakaian wanita, Alisa masih merasa kesal sambil
memikirkan hal-hal tersebut. Dan saat dia berusaha mengubah suasana hatinya, dia menghela napas dan melihat
sekeliling, tiba-tiba matanya tertuju pada sosok dari belakang.
(........ara?)
Sosok itu
segera menghilang ke
dalam kerumunan, tetapi ketika dia berjalan sedikit,
dia melihatnya lagi dari jauh.
“............Kuze-kun?”
Alisa
tidak bisa langsung memastikannya hanya
berdasarkan postur dan belakang kepala, tetapi saat orang itu menghadap ke toko
di sebelah kanan, dia bisa melihat profilnya.
“Ah,
sudah kuduga......”
Melihat
wajah yang sudah dikenalnya, Alisa berpikir untuk menyapanya, tetapi seketika itu juga dia merasa ragu.
(Tidak
ada gunanya menyapa jika aku tidak
ada urusan dengannya,
‘kan...? Hanya menyapa dan
berkata, “Baiklah,
sampai jumpa lagi”
terasa aneh, dan aku merasa ia akan berpikir, “Ia datang untuk apa, ya?”... Lagipula, bagaimana caraku
menyapanya?)
Apakah
seharusnya dia hanya mengatakan “selamat siang” dengan
biasa? Atau mungkin sedikit dengan gaya feminim,
“Oh, Kuze-kun, kebetulan sekali”? Namun, bagaimanapun juga, dia
tidak tahu bagaimana melanjutkan perakapan
setelah itu. Alisa bisa
membayangkan perpisahan yang samar-samar dengan kata-kata seperti, “Ah, kalau begitu sampai jumpa......”.
(Sebenarnya,
jika tidak ada yang ingin dibicarakan, kurasa aku tidak perlu repot-repot menyapanya, ‘kan?)
Namun, jika memang begitu, dia merasa
akan kesulitan bereaksi ketika dirinya
ditemukan oleh pihak lain......
“Umm~......”
Jika ada
orang yang mendengarnya, mereka
mungkin akan memberitahu, “Bagaimana kalau
berbicara saja dengan normal tanpa
terlalu memikirkannya?” Namun,
jika itu bisa dilakukan, Alisa tidak akan disebut sebagai putri penyendiri.
Dia
biasanya tidak berbicara kecuali kepada segelintir orang yang dia kenal, dan
tidak akan berbicara kecuali ada tujuan. Bahkan jika dia berbicara, itu hanya
percakapan yang paling mendasar. Itulah sebabnya Alisa disebut sebagai putri penyendiri. Jadi saat-saat seperti ini, dia
tidak tahu bagaimana harus berbicara. Intinya, dia memiliki kekurangan fatal
dalam keterampilan berkomunikasi.
(Umm~, hmm~...)
Alisa
memiringkan kepalanya saat dia mengikuti langkah Masachika. Dia
dengan serius memikirkan cara menyapa
saat bertemu teman pria di tengah kota di hari libur.
Ketika
dirinya terus merenung... tiba-tiba Alisa teringat kalimat manis yang
pernah diucapkan oleh seorang selebriti di televisi.
【’Bisa bertemu di tempat seperti ini,
apa ini yang namanya takdir...?’】
Dia
bergumam pelan, merasakan betapa konyolnya pemikiran itu
sampai-sampai membuatnya
merasa geli sendiri. Lalu, demi
mengalihkan perhatiannya, Alisa membersihkan tenggorokannya dan
mengakhiri pemikirannya.
(Sungguh konyol sekali.
Apa sih yang kupikirkan...
maksudku, bagaimana aku akan melanjutkan setelah itu? Pembicaraan kami pasti akan menyebabkan suasana aneh dan
canggung.)
Di sana Alisa
menghentikan langkahnya dan berbalik.
(Sudah ah, sudah. Sudah kuduga, kurasa aku tidak perlu berbicara dengannya
jika tidak ada urusan. Meskipun kami memiliki tujuan yang sama, aku
datang untuk membeli pakaian sedangkan Kuze-kun tidak, jadi tujuan kami tidak
akan cocok. Lagipula, jika aku menyapanya,
kami pasti akan
segera berpisah...)
Baru saat
itulah, dia tiba-tiba menyadari sesuatu.
(...Eh? Bukannya ini lantai yang khusus menjual pakaian
wanita?)
Setelah
menyadari hal tersebut, Alisa memutar
badannya dan melihat kembali. Dan akhirnya, dia menyadari
ada sosok yang familiar di samping Masachika yang terlihat jauh.
“Eh, Suou... Yuki-san?”
Tubuhnya
kecil dan ramping. Rambut hitam panjangnya diikat dengan gaya kuncir kuda.
Begitu dirinya melihat sosok itu, Alisa tanpa
sadar langsungt
bersembunyi ke tiang terdekat dan mengintip dari balik
bayangan untuk mengamati kedua orang itu.
(Ke-Kenapa mereka berdua...
Jangan-jangan, mereka sedang
berkencan! Bukannya anak SMA yang berkencan
di hari libur itu cuma terjadi di dunia manga saja?)
Tentu
saja, Alisa tahu bahwa hal seperti itu tidak
hanya terjadi di dunia manga shoujo saja.
Misalnya, ketua dan wakil ketua OSIS merupakan
sepasang kekasih, dan mereka pasti berkencan di hari
libur.
Namun,
karena Alisa belum pernah menyaksikan momen
itu secara langsung, dan meskipun melihat sepasang kekasih yang berjalan bersama di
jalanan, mereka semua
tetaplah orang asing. Rasanya
seolah-olah seperti kejadian dari dunia jauh yang tidak ada hubungannya dengan
dirinya, sehingga dia tidak merasakan realitasnya.
Itulah
sebabnya, pemandangan dua temannya yang berkencan sangat
mengejutkan bagi Alisa, seolah-olah mereka berdua
tiba-tiba menjadi penghuni dunia yang jauh...
(Tidak,
tidak, mungkin itu bukan kencan. Mereka
berdua adalah teman masa kecil. Pergi jalan-jalan bersama
di hari libur pasti hal yang biasa! Itu juga sering terjadi di manga!)
Dalam hal
ini, biasanya di dalam manga,
si pria pasti menyukai si wanita, tetapi Alisa secara tidak sadar mengalihkan
pandangannya dari fakta tersebut.
Pada saat
yang sama, Alisa
dengan hati-hati mengamati situasi di antara mereka berdua sambil mengalihkan
perhatiannya dari kenyataan bahwa dia sekarang berada dalam posisi gadis pengganggu dalam manga shoujo. Yang pertama harus diperhatikan
adalah tangan mereka.
(Tangan mereka... tidak bergandengan. Mereka bahkan tidak saling rangkulan. Jadi,
benar-benar bukan kencan... Ti-Tidak! Ada kemungkinan mereka baru mulai berpacaran dan belum bisa bergandengan tangan!)
Kemudian,
sekarang Alisa memperhatikan ekspresi kedua orang itu. Dengan hati-hati
berjalan sambil bersembunyi di balik bayangan, dia mengamati wajah samping
mereka berdua yang terlihat sesekali. Dan
ketika dia mengakui bahwa tidak ada rasa malu atau kekakuan di wajah mereka, Alisa
menghela napas lega.
(Dari ekspresi
mereka, sepertinya tidak ada
kemungkinan mereka baru mulai berpacaran...
tampaknya, itu bukan kencan, hanya jalan-jalan biasa...)
Namun, di
saat itu, ada kemungkinan
lain yang muncul di dalam benak Alisa.
(Tunggu...
ada kemungkinan kalau mereka
berpacaran tetapi
menyembunyikannya?)
Jika
dipikir-pikir lagi, posisi mereka berdua adalah gadis
konglomerat sejati dan pemuda dari keluarga
menengah. Mereka berdua merupakan sepasang kekasih dengan perbedaan status
sosial. Oleh karena itu, hubungan mereka harus
dirahasiakan. Itulah sebabnya, mereka tidak bisa bergandengan
tangan di luar supaya mereka
punya alasan meskipun ada orang yang memergoki
mereka jalan berdua.
(Jika di
luar mereka berperilaku begitu,
berarti di dalam rumah mereka berdua...?)
Karena mereka tidak bisa berkelakuan mesra di
luar, Alisa membayangkan mereka berdua bermesraan sepuasnya di
dalam rumah, dan dia merasakan kejutan. Lalu, dia
menggeleng-gelengkan kepala untuk menyingkirkan
imajinasinya yang semakin liar.
(Tenanglah dulu, diriku. Terlalu banyak berpikir juga tidak baik. Yang
seharusnya aku percayai
adalah informasi utama
yang dilihat dengan mata kepalaku
sendiri...)
Namun,
meskipun begitu, jika dilihat dari sudut pandang itu, pakaian kasual Yuki
terasa berbeda dari biasanya, dan jika disebut sebagai gaya menyamar,
sepertinya itu akan masuk
akal.
(Mmmmmm~~~~~~)
Apa
mereka beneran berpacaran atau
hanya teman masa kecil? Tidak, meskipun mereka berpacaran, Alisa tidak memiliki hak untuk
menyalahkan mereka.
Namun...
bagi Alisa, Masachika adalah teman pria pertamanya, dan Yuki adalah teman
wanita yang didapat setelah beberapa tahun. Keduanya adalah teman istimewa bagi
Alisa.
Tetapi
bagi mereka berdua, sosok yang
istimewa adalah satu sama lain, sedangkan Alisa hanyalah salah satu dari sekian banyaknya teman mereka. Memikirkan hal itu
membuat Alisa merasa sangat sedih dan kesepian...
【.........dasar tukang
selingkuh】
Dia
mengeluarkan unek-unek yang ada
di dalam hatinya dan membuntuti
langkah kedua orang itu.
Dan
begitulah, penyelidikan perselingkuhan
detektif Alisa terus berlanjut
hingga Yuki berbalik dan menyapanya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya