Bab 5 — Negosiasi
Keesokan
paginya.
Saat aku tiba di sekolah, aku hendak
memasuki kelas ketika Tennouji-san tiba-tiba memanggilku.
“Tennouji-san?”
“Tomonari-san,
bisa ke sini sebentar?”
Aku
diarahkan ke tempat tangga yang sepi, lalu Tennouji-san
berbalik.
“Bagaimana
dengan rencana akuisisi itu?”
Sudah kuduga
kalau dia pasti membicarakan hal itu.
Meskipun ini merupakan pembicaraan yang sensitive sehingga aku tidak tahu harus seberapa banyak yang harus
kujelaskan, tapi
Tennouji-san adalah orang yang dapat
dipercaya dan kami juga telah bersekutu, jadi
kurasa itu tidak masalah.
Aku mulai menjelaskan satu per satu secara berurutan. Fakta
mengenai bahwa Suminoe-san
bertujuan menjadi perusahaan
terbesar di bidang industri
IT, oleh karena itu dia mengakuisisi Tech Capital, lalu Hinako yang khawatir padaku sehingga dia menawarkan solusi untuk
menjadi white knight, dan kemudian—.
“...Itulah sebabnya, aku memutuskan untuk
menyelesaikannya sendiri tanpa bergantung pada
bantuan Konohana-san.”
Aku berani menolak tawaran Hinako demi
meningkatkan kemampuan diriku sendiri.
Tennouji-san melipat tangannya sembari mendengarkan
penjelasanku.
“Hoho~... sungguhh keputusan yang bagus.”
“Senyumanmu terlihat sangat menakutkan.”
Tennouji-san menampilkan senyum ganas
bak predator.
Pada akhirnya,
aku dan Suminoe-san
akan bersaing secara frontal. ...Tennouji-san,
yang menyukai kompetisi, tampaknya menyukai perkembangan ini. Dia juga
sepertinya senang dengan sikapku yang tidak meminta bantuan Hinako, karena menganggapnya
sebagai rival.
“Kupikir
kamu sudah menyadarinya, tapi
keputusanmu itu
hanya mungkin dalam simulasi, bukan?”
“...Ya,
aku sudah mengerti betul.”
Jika
semua kejadian ini terjadi di dunia nyata, aku
berarti akan mengabaikan pemikiran karyawan
di Tomonari Gift. Padahal aku punya tanggung jawab untuk tidak membiarkan
mereka terlantar, tapi aku memilih jalan yang sulit hanya demi gengsi.
Jika aku menghadapi situasi ini di dunia
nyata, aku pasti harus berlindung di bawah perlindungan
Hinako.
“Tapi,
aku meyakini kalau ada yang
bisa kupelajari dari simulasi ini.
Itulah alasanku sering melakukan M&A.”
Akuisisi
dan merger membutuhkan dana yang sangat besar. Di dunia nyata, M&A tak bisa
dilakukan sesering itu, tapi Tennouji-san
secara aktif melakukannya demi tujuan belajar.
“Tomonari-san
memilih opsi untuk belajar, bukan untuk menang. Jika kamu menyadari hal itu, maka aku akan menghormati pilihanmu.”
“Terima
kasih.”
Keyakinanku
semakin bertambah setelah mendapat dukungan dari Tennouji-san.
“Lalu,
bagaimana rencana strategimu?”
“Itu...”
Saat aku
hendak menjawab, ada seseorang
yang mendekat.
“Salam sejahtera.”
Suaranya yang tenang dan indah terdengar di telingaku.
“Suminoe-san...”
“Ufufu,
akhir-akhir ini kita sering bertemu, ya.”
Suminoe-san menampilkan senyum yang bersahaja.
Saat aku melihatnya lagi baik-baik,
ternyata dia tidak terlihat buruk hati sama sekali. Menjaga penampilannya dengan akting, tindakannya itu mirip dengan Hinako.
Tennouji-san
mulai angkat bicara kepada Suminoe-san yang demikian.
“Suminoe-san. Sebenarnya, aku sudah beraliansi dengan Tomonari-san di
sini."
“...Ah,
aku sudah mengetahuinya.”
Tentu
saja dia tahu... Katanya dia sering mengintip pertemuan teh kami.
“Jadi,
izinkan aku mengatakan satu hal. ...Caramu melakukan itu, seperti menampar lawan
dengan tumpukan uang agar patuh. Bukannya itu
cukup kasar?”
“...Memang
benar apa yang kamu katakan.
Tapi aku memutuskan harus melakukan itu
agar bisa membuatmu
tersadar, Tennouji-san."
“Membuatku tersadar...?”
Melihat Tennouji-san yang tampak kebingungan, Suminoe-san kembali melanjutkan.
“Tennouji-san. Aku juga memiliki satu hal
yang ingin kusampaikan
padamu. ...Pria itu, ia sama sekali tidak pantas untukmu. Tomonari Itsuki hanya akan menjatuhkanmu. Aku
akan membuktikannya padamu.”
Suminoe-san menatapku dengan tajam
saat mengatakan hal tersebut. Sepertinya dia memutuskan untuk
tidak menyembunyikan perasaannya
bahwa dia membenciku.
Ada
banyak hal yang ingin kubalas, tapi pertempuran kami sudah
dimulai. Berdebat pun takkan mengubah hubungan kami.
Jadi,
aku... akan membicarakan urusan bisnis.
“Suminoe-san. Apa kamu mengetahui Perusahaan Wedding Needs?”
Sepertinya
Suminoe-san tak menyangka aku akan berbicara dengannya di suasana tegang ini,
dan sedikit terkejut, tapi kemudian dia dengan
cepat kembali tenang.
“Ya,
akku mengetahuinya.”
“Begitu.
...Hari ini, aku
berencana bicara dengan pemilik perusahaan itu.”
Setelah aku
mengatakan itu, Suminoe-san
menanggapi dengan tersenyum.
“Ah,
begitu rupanya, aku mengerti
apa yang ingin kamu lakukan
sekarang. Tapi, itu mustahil. Sebab perusahaan itu pernah aku—”
“—Perusahaanku berbeda dengan perusahaanmu.”
Itulah
satu-satunya alasan untuk tidak menerima akuisisi sejak awal.
Tomonari
Gift dan SIS memang sangat berbeda. ...Cara pandang kami sebagai pemilik perusahaannya juga berbeda.
Jika itu yang menjadi pemicu keributan, maka
menyelesaikannya pun harus dengan hal yang sama.
“Aku
akan bertahan hidup dengan cara ini.”
Kemungkinan,
penyelesaiannya akan terjadi hari ini.
Sepulang
sekolah nanti... aku sudah membuat janji dengan seseorang.
◆◆◆◆
Sepulang
sekolah, di kafe akademi kekaisaran.
Aku sudah
duduk di tempat yang sudah kupesan
sebelumnya, dan ketika aku melihat ada
seorang siswa laki-laki yang datang, aku mulai berdiri dari kursiku.
“Selamat
siang. Perkenalkan, namaku
Ikuno dari Perusahaan Wedding Needs.”
“Senang
bertemu denganmu, aku Tomonari Itsuki dari Tomonari Gift.”
Aku
berjabat tangan ringan dengan laki-laki
yang memperkenalkan Namanya sebagai Ikuno,
lalu kembali duduk.
Kali ini,
aku mempersiapkan strategi untuk melepaskan
diri dari kendali Suminoe-san.
Orang kunci-nya adalah teman seangkatan ini.
Pelayan
menyerahkan daftar menu pada kami berdua.
“Tomonari-kun,
kamu mau pesan apa?”
“Aku
pesan kopi blended.”
“Kalau
begitu aku juga pesan yang sama.”
Pelayan
mengangguk dan pergi.
“Ikuno-kun,
apa ini pertama kalinya kamu datang ke kafe ini?”
“Iya.
Keluargaku cukup disiplin, jadi aku langsung disuruh pulang
setelah sekolah selesai.”
Ikuno membalas sembari tersenyum
getir.
Aku tahu
memang banyak siswa yang seperti
itu.
Bisnis
keluarga Ikuno, Perusahaan Wedding
Needs, merupakan perusahaan
terbesar di industri pernikahan. Selain menyediakan tempat resepsi dan bisnis pernikahan, mereka
juga memiliki bisnis hotel, restoran, dan berbagai macam lainnya.
Jika ukuran bisnis mereka sampai
sebesar itu, pasti aturan orang tuanya juga sangat
ketat. Sama seperti Narika dulu,
yang dilarang bahkan hanya untuk pergi ke toko permen. Hinako dan Tennouji-san memang terlihat bebas,
tapi sebenarnya pasti ada pengawal rahasia saat mereka keluar.
Sama
seperti siswa lainnya, Ikuno juga menjalankan perusahaan Wedding Needs milik keluarganya dalam
permainan. Ia
memegang kendali atas perusahaan terbesar di industri pernikahan, sama seperti
di dunia nyata.
“Meski ini
baru pertama kalinya aku berbicara denganmu, tapi sebenarnya
aku merasa sedikit gugup saat berbicara denganmu, Tomonari-kun.”
“Eh,
kenapa?”
Walaupun aku
memang sering gugup, tapi tidak ada alasan bagi Ikuno untuk merasa begitu.
“Soalnya,
Tomonari-kun kan peserta dari
acara pertemuan teh yang mulia itu.”
Ah muncul lagi, acara pertemuan teh yang mulia.
Akhir-akhir
ini aku sering mendengar topik ini. ...Kayaknya ada sedikit kesalahpahaman.
“Umm...
Acara pesta minum teh itu sebenarnya cuma sekedar obrolan biasa, bukan sesuatu yang
sehebat 'acara teh yang mulia'
begitu...”
“Lho?
Tapi menurut kabar anginnya, aku mendengar
kalau di sana membahas
tentang politik, ekonomi, militer, bahkan arah Akademi Kekaisaran di masa depan secara
serius."
Rumor macam apaan
itu?
Aku baru
saja masuk ke sekolah
ini di musim semi. Jadi mana mungkin
ada pembicaraan seperti itu.
“Tapi,
ada juga gosip yang bilang kalau Tomonari-kun adalah
orang yang mengendalikan di balik layar.”
“Ke-Kenapa ada rumor aneh dan konyol begitu, sih...”
“Soalnya,
awalnya kan memang Tomonari-kun yang mengumpulkan anggota itu. Jadi mungkin itulah sebabnya rumor semacam itu bisa muncul...”
Sebenarnya,
apa alasan awal kami berenam bisa berkumpul? ...Ah, iya. Karena aneh rasanya kalau aku terus-menerus menolak
ajakan bermain dari Taishou
dan Asahi-san, jadi aku memutuskan untuk
menerimanya, dan karena ada
kesempatan, aku juga mengundang Tennouji-san yang terlihat ingin berteman dengan Hinako, dan Narika, yang sepertinya ingin
punya teman.
...Jadi
memang bukan sepenuhnya salah jika dibilang aku yang mengumpulkan mereka.
“Ay-Ayo kita bahas soal game! Toh,
pertemuan kali ini juga untuk itu, 'kan?"
“I-Iya,
kamu benar.”
Merasa kalau topik itu terlalu berbahaya, aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Pada saat
yang bersamaan, kopi pesanan kami berdua tiba, jadi kami meminumnya untuk menenangkan diri.
Kami
berdua sama-sama menghela napas.
“Soal
akuisisi itu, pasti sangat susah
ya.”
Ikuno
meletakkan cangkirnya di meja dan berkata demikian.
“Kamu tahu tentang itu?”
“Yah,
karena jarang-jarang ada yang mengakuisisi
perusahaan permodalan.”
Sepertinya
kabar tentang akuisisi yang dilakukan Suminoe-san
juga sudah sampai pada orang-orang yang bahkan tidak terlalu memperhatikanku
atau Suminoe-san.
Rasanya
tidak nyaman jika aku jadi pusat perhatian begini.
“Perusahaan
SIS milik Suminoe-san adalah perusahaan IT besar. ...Bagi
perusahaan IT kecil yang menerima investasi dari Tech Capital, sebenarnya itu bukanlah hal yang buruk
jika perusahaan SIS yang
menjadi induknya.”
“Aku yakin
kalau ada beberapa
orang yang berpikir begitu. Tapi aku memutuskan untuk
melawan.”
Karena
itulah aku membuat pertemuan ini.
Aku
meneguk kopiku sedikit,
lalu memandang Ikuno.
Sekarang——sudah saatnya untuk membicarakan hal
yang serius.
“Seperti
yang sudah kusampaikan sebelumnya, hari ini aku
ingin membicarakan tentang kerja sama
bisnis.”
Aku
langsung membicarakan pada
intinya.
Tapi Ikuno
justru menundukkan kepalanya dengan raut menyesal.
“Maafkan aku, meskipun kamu sudah repot-repot mengatur
pertemuan ini, tapi aku tidak
berencana untuk melakukan kerjasama bisnis.”
Ikuno
berkata sambil menatap cangkir kopinya.
“Aku
sudah menolak semua tawaran kerja sama
serupa dari perusahaan IT lainnya...”
“Termasuk
milik Suminoe-san juga, 'kan?”
“...Kamu tahu soal itu?”
“Aku belum
mendengarnya secara langsung, tapi
aku hanya menduga-duganya saja.”
Aku
mengeluarkan laptop dari dalam tasku
dan berkata,
“Tapi
mungkin aku bisa mengajukan usulan yang berbeda dari Suminoe-san.”
Tatapan mata
Ikuno tampak melebar.
“Apa
kamu tahu tentang Tomonari Gift?”
“Tidak,
aku terlalu fokus menolak tawaran
kerjasama, jadi aku tidak
terlalu tahu tentang detailnya...”
“Kalau
begitu, silakan lihat dokumen ini.”
Sepertinya
saat mengetahui bahwa Tomonari Gift
bergerak di bidang IT, ia jadi malas untuk mempelajari lebih lanjut. Aku punya
dugaan kenapa ia bersikap begitu.
Pertama-tama,
aku menampilkan dokumen Tomonari Gift di layar.
“Tomonari
Gift adalah perusahaan yang fokus menjalankan toko online untuk berbagai macam
barang hadiah. Jadi, produk-produk yang kami jual selalu berkualitas tinggi dan
sesuai untuk acara-acara penting seperti pernikahan.”
Ketika
berbicara tentang hadiah untuk acara-acara pernikahan,
seseorang tidak bisa memilih sesuatu yang
murah. Dalam hal ini, kupikir perusahaan kami adalah pasangan yang cocok.
Bila
menganalisis pasar hadiah, jelas terlihat keterkaitan dengan acara-acara
penting. Hadiah untuk perayaan pernikahan, upacara kedewasaan,
dan sebagainya sudah menjadi hal lumrah dalam acara-acara penting.
Olhe karena
itu, aku sudah menduga kalau Suminoe-san juga telah menghubungi
Ikuno. Suminoe-san
memiliki kategori hadiah untuk acara-acara penting di toko onlinenya, jadi
kemungkinan besar dia ingin mengembangkan bisnis itu dengan bermitra dengan
pemain terbesar di industri pernikahan.
Sejauh
itu, aku pun punya pemikiran yang sama. Tapi—
“Namun,
yang ingin aku sampaikan
adalah Tomonari Gift tidak benar-benar terfokus hanya pada transaksi online saja.”
“...Maksudnya?”
Aku bisa
melihat dengan jelas kalau Ikuno sangat tertarik.
Ia
pasti mengira bahwa aku akan
mengajukan usulan yang
serupa dengan Suminoe-san.
Tapi
tidak. Aku dan Suminoe-san memiliki visi yang
berbeda.
“Filosofi
Tomonari Gift adalah mengedukasi betapa indah dan membanggakan memberi hadiah
dengan mudah. Meski fokus utamanya adalah toko online, kami juga ingin memenuhi
kebutuhan pelanggan di luar itu. Faktanya, kami bahkan sudah memulai bisnis
hadiah katalog yang tidak bergantung pada internet.”
Aku menunjukkan
data bisnis hadiah katalog kepada
Ikuno.
Ikuno
menatap data itu dengan serius.
“Bagaimana
menurutmu?”
Aku
memandang lurus ke arahnya dan bertanya.
“Sepertinya
tujuan tersebut mendekati dengan apa yang ingin kamu lakukan,
bukan?”
Sepertinya
tebakan itu benar, karena Ikuno terkejut tanpa bersuara.
“Saat aku mempelajari
informasi perusahaan Wedding Needs,
di sana tertulis bahwa mereka ingin
melanjutkan digitalisasi dan transformasi digital. Tapi menurutku, itu bukan
keinginan sebenarnya. ...Sebenarnya, kamu hanya
ingin tetap berpegang pada cara tradisional, ‘kan?”
Akhir-akhir
ini, semua perusahaan sedang mempertimbangkan penerapan teknologi IT untuk
meningkatkan efisiensi. Digitalisasi dan transformasi digital memang memiliki
arti yang mirip, tapi secara teknis, digitalisasi hanya untuk efisiensi,
sementara transformasi digital berarti menciptakan proses bisnis baru dengan
teknologi digital.
Wedding
Needs disebutkan sedang meninjau transformasi digital.
Tapi aku
merasa itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Ekspresi
Ikuno yang terlihat di balik data... tampak mendung.
“...Persis seperti yang kamu katakan.”
Ikuno
mulai berbicara dengan jari-jarinya yang bertautan.
“Sebenarnya,
aku hampir selalu menuruti apa yang dikatakan orang tuaku. Mereka cemas karena game
manajemen ini cukup diperhatikan kalangan bisnis, jadi mereka menyerahkannya
padaku... Termasuk rencana transformasi digital itu, juga keputusan orang tua.
Tapi sejujurnya, aku ingin mempertahankan
layanan tradisional yang menjunjung tinggi formalitas. Belakangan ini ada
layanan pernikahan online atau live streaming, tapi aku tidak setuju dengan
itu. Aku ingin menyampaikan betapa berharganya kenangan yang dibuat dengan
susah payah, melalui layanan kami.”
Aku
memang sudah menduga hal tersebut,
itulah yang sebenarnya diinginkan Ikuno.
Karena
itulah, aku meyakini kalau tawaranku akan tersampaikan
padanya.
“Yang
kita cari bukan efisiensi, tapi menyebarkan budaya. Dalam hal itu, visi kita
sejalan. Misalnya di Tomonari Gift, kami menjelaskan dengan jelas tata cara
pembungkusan dan etika yang rumit di situs kami. Kami juga bisa menambahkan
informasi seputar pernikahan di sana.”
Tentu
saja, layanan toko online Tomonari Gift juga cocok dengan acara-acara penting
seperti yang sudah kusampaikan tadi.
Tapi lebih
dari itu, yang ingin kuusulkan pada Ikuno adalah sebuah tempat untuk
menyebarkan pandangan pernikahan yang dia inginkan. Untungnya, dasarnya sudah
ada.
“Apa kamu
bersedia untuk bermitra dengan perusahaanku? Jika
perusahaanku bisa bekerja sama dengan Wedding Needs, layanan kami untuk
acara-acara penting bisa ditingkatkan secara
signifikan.”
Sebagai
imbalannya, aku ingin mendapatkan dukungan untuk meloloskan
diri dari akuisisi Suminoe-san,
serta peningkatan layanan untuk acara-acara penting.
Setelah
mempertimbangkannya cukup lama, Ikuno menjawab usulanku.
“...Awalnya,
aku berniat menolaknya.”
Ikuno
mengatakannya dengan pasrah.
“Aku
sendiri tidak tertarik dengan transformasi digital, jadi saat perusahaan IT
mengajak kerja sama, aku selalu merasa curiga.
Suminoe-san juga mengajakku bermitra
karena mengusung transformasi digital, jadi sebelum orang tuaku tahu, aku sudah
menolaknya. ...Lagipun, sejak awal aku memang tidak terlalu antusias dengan
game ini karena harus menuruti kemauan orang tuaku.”
Setelah
mengatakan itu, Ikuno kemudian menatapku.
Sorot
matanya jauh lebih hidup dibandingkan saat ia mulai berbicara.
“Tapi,
aku merasa senang saat Tomonari-kun
bisa mengatakan apa yang sebenarnya kuinginkan. ...Padahal ini game manajemen
yang berharga. Jadi, aku akan mengikuti apa yang sebenarnya ingin kulakukan.”
Ikuno
membungkuk.
“Aku
menerima kerja sama
bisnis ini. Tolong izinkan aku
berinvestasi di perusahaanmu, Tomonari-kun.”
“Terima
kasih banyak.”
Aku
membungkuk lebih dalam dari Ikuno.
Ketika aku
merasa lega di dalam hati, Ikuno menatapku dengan rasa penasaran.
“Tapi...
Bagaimana mungkin kamu bisa mengetahui apa yang sebenarnya kuinginkan?”
Kebijakan
untuk melanjutkan transformasi digital itu bukan keinginannya sendiri. Lalu
kenapa aku bisa melihatnya?
Pertanyaan
yang sangat wajar, tapi aku tidak bisa
mengungkapkan jawabannya.
Karena ku
menangkap itu dari suasana, atau instingku.
Jadi, itulah sebabnya...
“...Entahlah, itu hanya firasatku saja.”
Aku hanya bisa menjawab demikian dengan tersenyum getir.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya