Chapter 3
“Nene-chan,
apa pakaian semacam ini
benar-benar sedang tren?”
“Iya loh,
Arata-san.”
Aku
terkejut melihat sosok Nene-chan yang muncul setelah membuka tirai ruang
ganti.
Dia
mengenakan celana slacks hitam yang agak lebar, terbuat dari bahan tipis
dan lembut untuk musim panas. Dia mengenakan atasan abu-abu dengan lengan
pendek dan garis leher tinggi, tapi transparan dan kamisol hitamnya terlihat di bawahnya.
Aku tidak
bisa menahan diri untuk tidak berpikir bahwa bagian
dalamannya terlihat,
dan secara otomatis aku mengalihkan pandanganku,
berusaha menjaga ketenangan.
Hari ini,
aku dan Nene-chan pergi ke pusat perbelanjaan
dekat dengan rumahku.
Dengan
datangnya musim panas, pakaian yang kami beli sebelumnya tidak cukup untuk
menghadapi panas ini, jadi kami memutuskan untuk mengunjungi toko seleksi. Aku
sudah cepat selesai membeli pakaianku.
Sama seperti sebelumnya, aku
mempercayakan pilihan pada Nene-chan dan memilih dari apa yang dia suka, jadi kami tidak memakan waktu lama untuk membeli.
Namun, aku sedikit bingung karena Nene-chan kembali mengambil foto sebagai
referensi untuk memilih pakaian, tapi melihat ekspresi senang di wajahnya, aku
memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa.
Setelah
itu, kami datang untuk melihat-lihat
pakaian Nene-chan.
“...Bagaimana menurutmu?”
Nene-chan
tampak gelisah mendengar reaksiku, suaranya terdengar ragu-ragu dari samping, dan tanpa menoleh,
aku menjawabnya.
“Bagaimana
bilangnya ya, sepertinya itu
cukup transparan, apa itu baik-baik saja?”
“Gaya sheer
adalah tren saat ini, dan baju inner
yang aku pakai di bawah ini juga boleh terlihat, jadi kurasa itu tidak masalah.”
Saat aku
mengalihkan pandanganku, Nene-chan mendekat dan menunjuk baju dalamnya. Penampilan berani yang berbeda dari
saat baju seragamnya sedikit terbuka
di ruang kesehatan membuat hatiku
jadi berdebar-debar.
Dia
bilang kalau dia tidak keberatan jika
terlihat, tetapi sebagai orang yang melihatnya,
rasanya sulit untuk membuat penilaian.
Meskipun secara luas kain bikini dan pakaian dalam hampir sama, rasanya bisa
berbeda.
Jika
dipikir-pikir, mungkin itu baik-baik saja, jadi aku mengatur ulang pikiranku dan menatap penampilan
Nene-chan.
“Begitu
rupanya, pada awalnya
aku sedikit terkejut, tapi jika dilihat-lihat lagi lebih dekat, transparansinya
memberikan kesan segar dan terasa stylish.”
“Iya ‘kan!
Sekarang ini terlihat imut. Tapi, rasanya
masih sedikit memalukan jika terlalu sering dilihat...”
“Ma-Maaf.”
Nene-chan
menyilangkan tangannya untuk menyembunyikan
dadanya. Dia bilang boleh dilihat, tetapi sepertinya tidak boleh melihatnya terlalu lama.
Itu juga
masuk akal. Dalam hal bikini, tidak masalah jika terlihat, tapi terus-menerus menatapnya dengan tajam bisa dianggap pelanggaran etika.
Saat aku
mengalihkan pandanganku, Nene-chan
memberitahuku bahwa dia akan berganti pakaian berikutnya, jadi dia kembali ke ruang ganti dan
menutup tirai.
Karena ditinggal
sendirian di depan ruang ganti, aku mulai melihat
sekeliling toko lagi. Karena ini adalah toko dengan harga yang lebih terjangkau
dibandingkan tempat aku membeli pakaian, pengunjungnya kebanyakan para remaja. Di sekelilingku, ada banyak anak laki-laki dan
perempuan dari SMP hingga SMA, membuatku merasa sedikit canggung sambil
menunggu Nene-chan keluar.
“Bagaimana
dengan ini?”
Nene-chan
keluar lagi dari kamar ganti, kali
ini dia mengenakan t-shirt ringer
yang ketat dipadukan dengan celana kargo
yang longgar, menciptakan gaya sporty. Ukuran bawah
kaosnya cukup pendek
sehingga perutnya terlihat, dan karena ketat, garis tubuhnya sangat terlihat. Hal itu juga membuatku sedikit bingung
harus memandang ke mana.
“Penampilanmu
kelihatan seperti kostum dari grup idola yang sedang tren.
Gaya keren ini sangat cocok untukmu,
Nene-chan.”
“Ehehe,
terima kasih. Tapi aku terkejut kamu tahu tentang idola, Arata-san.”
“Karena
aku punya banyak waktu
luang, jadi aku mulai
menonton TV dan sering melihat acara musik. Meskipun aku belum ingat nama
grupnya atau siapa-siapa saja anggotanya.”
Saat ini,
jumlah grup idola sudah sangat
banyak, dan jumlah anggotanya juga beragam, jadi sulit untuk mengingat hanya
dengan melihat sekilas. Sepertinya aku tidak mulai kesulitan membedakan
wajah-wajah anak muda.
“Meski
begitu, aku terkejut dengan pakaian idola saat ini. Dulu, kostum mereka lebih
banyak yang berumbai dan
meriah.”
Aku
teringat saat di SMA dulu, Kyohei selalu berisik saat menunjukkan foto-foto idola kesukaannya. Ia pasti menyebut beberapa dari
mereka sebagai dewa atau semacamnya.
“Benar,
masih ada idola yang imut dan klasik, tetapi Nene lebih suka idola yang keren.
Kostumnya hampir mirip dengan pakaian sehari-hari, jadi bisa jadi referensi
fashion juga.”
Jika
dipikir-pikir, pakaian sehari-hari Nene-chan sebelumnya mirip dengan kostum
para idola tersebut. Gaya itu sepertinya cocok dengan suasana Nene-chan.
Menurutku,
bahkan jika Nene-chan bernyanyi dan menari sebagai idola, dia takkan kalah dengan idola-idola lainnya.
“Eh,
gadis itu imut banget!”
“Apa
dia seorang idola?”
“Aku
mengagumi gadis yang begitu!”
Beberapa
gadis yang kelihatannya berusia
sekitar SMP di sekitarku berbicara sambil melihat Nene-chan.
“Kebetulan sekali. Aku juga baru saja berpikir
bahwa Nene-chan terlihat imut seperti idola.”
“Duhh,
Arata-san.”
Dengan
wajah yang tampak malu-malu,
Nene-chan meraih ujung bajuku dengan jari-jarinya. Dari sudut pandang anak-anak yang lebih muda, dia mungkin
terlihat seperti sosok yang dikagumi, tetapi bagiku, dia adalah sosok yang
manis dan menggemaskan.
“Eh?
Idola?”
“Di
mana? Di mana?”
“Sepertinya
di sana.”
Anak-anak
SMP dan SMA di dalam toko mulai berbisik-bisik saat mendengar kata ‘idola,’ dan keributan yang disebabkan
oleh kesalahpahaman ini semakin membesar.
“A-Arata-san, bagaimana ini?”
“Rasanya bakal
merepotkan jika mereka datang berbondong-bondong. Mari kita
keluar dari toko ini.”
“Ta-Tapi...”
Benar sekali, Nene-chan sedang mencoba
pakaian. Jika kami meninggalkan toko begitu saja,
itu bisa dianggap mencuri, dan di ruang ganti masih ada pakaian dan
barang-barang yang tersisa. Selain itu, mana mungkin
aku tega meninggalkan Nene-chan sendirian. Jadi,
satu-satunya jalan keluar adalah...
“Nene-chan,
maaf.”
“Eh?”
Aku
menarik tangan Nene-chan dan masuk ke dalam ruang
ganti, lalu menutup tirai.
“Ayo kita
tunggu di sini sampai keributannya mereda.”
“...Ya.”
Di dalam ruang ganti yang tidak terlalu luas ini, kami
berdua merasa terpisah dari keributan di luar. Di bawah kaki kami, pakaian yang
dilepas Nene-chan terlipat rapi. Kualitas didikannya terlihat dari hal-hal
kecil seperti ini.
“Arata-san,
tanganmu.”
“Eh?
Ah, maaf.”
Tangan
yang kutarik ternyata masih terpegang, jadi saat aku mencoba untuk melepaskannya, tapi Nene-chan malah menggenggamnya
lebih erat.
“Biarkan
sedikit lebih lama seperti ini.”
Tangan
Nene-chan memiliki jari-jari yang begitu ramping, lembut dan
halus, dengan kulit yang seolah menyerap cahaya.
Sementara
itu, tanganku besar dan kekar, tangan seorang pria. Apa bagusnya dari tangan ini?
“Rasanya hangat
dan membuatku merasa aman.”
Sambil
berkata begitu, Nene-chan menyandarkan kepalanya di dadaku. Mungkin karena
wajahnya yang kecil,
beban di dadaku sama sekali tidak terasa, dan rambutnya yang halus memantulkan
cahaya, menciptakan lingkaran seperti malaikat.
“Eh,
tidak ada idola, ya?”
“Sebenarnya siapa yang ada di sini sih?”
“Entahlah,
aku tidak tahu.”
“Mungkin
kita saja yang salah paham?”
Keributan
di luar perlahan mereda. Kami tetap dalam posisi ini sampai keadaan benar-benar
tenang.
◇◇◇◇
Nene-chan
yang membawa tas belanjaannya dan
berjalan di sampingku dengan langkah ringan.
Sepertinya
Nene-chan menyukai pakaian kedua yang dia coba
sebelumnya, dan setelah keributan reda, dia cepat-cepat
membayar dan keluar dari toko.
“Kita
dapat berbelanja dengan baik.”
“Ya,
meskipun ada kejadian tak terduga. Pakaian itu kelihatan
cocok untuk Nene-chan, jadi menurutku
membeli itu adalah keputusan yang tepat.”
“Jangan
hanya mengatakan kalau itu kelihatan cocok, coba katakan lebih spesifik lagi seperti tadi.”
“...Maksudnya seperti idola yang imut?”
“Duhhh~, tidak sampai segitunya kok.”
Nene-chan
melambai-lambaikan tangannya dengan
bersemangat untuk menyangkal, tetapi ekspresi wajahnya tampak
sangat senang.
Apa-apaan dengan makhluk lucu ini?
Nene-chan
sepertinya sangat menyukai percakapan ini, karena setelah itu dia mengulangi
interaksi yang sama berkali-kali. Setiap kali aku memujinya, Nene-chan yang
malu-malu terlihat sangat menggemaskan, jadi aku pun tidak keberatan untuk
terus melakukannya.
Sementara
itu, kami akhirnya tiba di tujuan kami, yaitu pusat permainan.
“Baik,
kita sudah sampai.”
“Kita
harus berusaha!”
Tujuan utama
hari ini bukan untuk berbelanja.
Ini adalah balas dendam di permainan capit.
Sebelumnya,
ketika kami berdua datang ke pusat perbelanjaan
dan singgah di pusat permainan, kami tidak bisa mendapatkan boneka besar. Dalam
perjalanan pulang, Nene-chan dan aku berjanji, “Kita akan mencobannya lagi lain kali”.
Setelah
itu, aku datang ke sini sendirian dan kebetulan bertemu seorang anak laki-laki
yang memberitahuku cara mendapatkan boneka, jadi aku berhasil balas dendam.
Namun, aku merasa Nene-chan mungkin masih merasa tidak puas, jadi aku
mengusulkan untuk pergi hari ini.
Karena
aku sudah mendapatkan boneka besar, akujadi ingin mencari boneka lain, dan saat menjelajahi pusat permainan, aku
menemukan boneka yang bagus.
“Nene-chan,
bagaimana dengan kucing ini?”
“Aku
menyukainya, aku ingin membawanya pulang!”
Yang
kutemukan adalah boneka karakter
kucing hitam dengan mata merah dan kalung hitam, yang disebut [Nyanya]. Nama itu tertulis di label produk
yang terpasang di kalungnya.
Nene-chan
juga menunjukkan reaksi yang bagus,
jadi aku memutuskan untuk mengambil boneka ini.
Aku
memasukkan lima koin seratus yen ke dalam mesin.
“Kita
akan menyelamatkan boneka ini dengan tanganmu, Nene-chan. Dengan keseimbangan
boneka ini, mari kita coba fokus pada bagian kepala dan perlahan-lahan
mendekatkannya ke tempat pengambilan.”
“Baik,
aku akan berusaha,” kata
Nene-chan sambil mengepalkan tinjunya dengan semangat sebelum menekan tombol
kontrol.
Kucing
hitam [Nyanya] bukanlah
karakter yang dideformasi, melainkan memiliki wajah kecil dan desain yang lebih
realistis. Dari bentuknya, aku mengajarkan teknik yang aku pelajari dari anak
laki-laki itu, yaitu menangkap bagian yang lebih ringan dan perlahan-lahan
menggerakkannya. Metode ini tidak akan mendapatkan boneka dalam satu kali
percobaan, tetapi bisa memastikan untuk mendapatkannya.
“Kamu sudah
melakukannya dengan cukup bagus.”
“Mungkin aku
bisa memahaminya, setelah mencoba beberapa kali.”
Pada awalnya
Nene-chan tidak bisa menggerakkannya
dengan baik, tetapi dia perlahan-lahan mulai menguasai tekniknya, dan akhirnya
sekitar sepertiga dari boneka sudah berada di tempat pengambilan.
“Ada
juga cara untuk menargetkan tali gantungannya,
tetapi lubangnya kecil dan sulit untuk memasukkan lengan capitnya. Jadi mari kita targetkan
tubuhnya dan mengangkatnya.”
“Baik,
aku mengerti.”
Fyuh, Nene-chan pelan-pelan menghembuskan napasnya.
Ini adalah
momen krusial; jika dia salah menangkap, semua usaha ini bisa kembali ke posisi
semula.
“Aku
akan melihat dari samping dan memberi tahu kapan waktu yang tepat, jadi
Nene-chan, apa kamu bisa
melepaskan tombol pada saat itu?”
“Ya,
kita harus sinkron.”
Nene-chan
menekan tombol pertama dan menggerakkan lengan
capit, tetapi meskipun pergerakan ke samping terlihat,
jarak untuk pergerakan ke dalam agak sulit dipahami. Aku berdiri di samping
mesin dan memperkirakan posisi lengan.
“Di
sini.”
Ketika
aku memandunya, Nene-chan melepaskan tombol
tanpa sedikit pun kesalahan.
Lengan
itu sedikit mengangkat tubuh boneka yang berat. Biasanya,
kekuatan cengkeraman lengan capit itu
lemah sebelum mengangkat, dan
boneka biasanya akan tergelincir, tetapi karena kami sudah menggerakkannya
sebelumnya, boneka itu melengkung setengah lingkaran dan tersedot ke dalam
tempat pengambilan.
“Yeayyyy! Kita
berhasil, Arata-san!”
“Selamat,
kamu berhasil mendapatkannya.”
Kami
berdua saling berbagi kebahagiaan dengan melakukan tos.
“Kamu hebat
sekali, Nene-chan.”
“Tidak juga, semuanya itu berkat saran dari Arata-san. Terima kasih. Aku merasa senang karena bisa mendapatkan boneka ini
setelah sebelumnya tidak berhasil.”
“Senang
rasanya bisa melakukan pembalasan, ya.”
Aku
tersenyum kepada Nene-chan yang menunjukkan kebahagiaannya sambil memeluk
boneka itu. Sepertinya
aku bisa menunjukkan sisi yang baik sedikit.
Berkat
saran dari anak laki-laki itu, aku juga belajar banyak dari situs video setelah hari itu.
“Hehe,
ini adalah kerja sama pertama kita.”
“Apa iya seperti itu?”
“Iya.”
Aku
memperkirakan posisi dan memberi petunjuk waktu, dan Nene-chan menanggapi panduanku. Selama
ini, aku hanya diajari memasak, jadi kami belum pernah memasak bersama, dan jika
dipikir-pikir, kali ini memang
kerja sama pertama kami.
“Nee~Nee~,
Arata-san, coba pegang boneka ini deh! Dia lembut
sekali!”
“Wah,
benar. Rasanya empuk.”
Aku
mengelus boneka kucing
yang disodorkan Nene-chan padaku. Permukaan kainnya yang berbulu lembut dan sangat
nyaman dipegang.
“Aku jadi ingin terus mengelus Nyanya ini.”
Meskipun
postur berdirinya terlihat anggun,
tapi ekspresinya sangat menggemaskan
dan menghibur.
Saat aku
bekerja sebagai karyawan kantoran,
aku sering menonton video pendek kucing di sela-sela pekerjaan untuk menghibur
diri. Memelihara kucing itu sulit, jadi aku senang bisa merasakan kehadiran
kucing meskipun hanya melalui boneka.
“Sudah
cukup.”
Sambil
mengintip, Nene-chan kembali menarik
tangannya yang memegang boneka binatang itu.
Meski aku
yang memberinya beberapa saran, tapi boneka itu terutama diambil oleh
Nene-chan, mungkin aku terlalu sering menyentuh barang milik orang lain.
“Jadi Nyanya
itu enak ya, karena kamu boneka, jadi Arata-san bisa sering menyuntuhmu
Nene-chan
membisikkan sesuatu kepada
boneka itu, tetapi suaranya tenggelam oleh berbagai musik latar yang mengalun
di pusat permainan, sehingga ucapannya tidak
sampai ke telingaku.
Tiba-tiba,
aku melihat wajah yang dikenal dan memanggilnya.
“Kamu
adalah anak laki-laki yang waktu itu, ‘kan? Terima kasih banyak buat sebelumnya.”
Di sana
ada anak laki-laki yang sebelumnya mengajarkanku cara bermain mesin capit ketika aku datang
sendirian.
“Lama tidak
bertemu. Tidak, tidak,
itu semua berkat upaya Onii-san sendiri. Ah salah, maksudku semuanya berkat usaha Ichinose-sensei
sendiri.”
Hmmm? Ichinose-sensei?
Jangan-jangan....
“Apa kamu
siswa dari SMA Amagamine?”
“Iya,
benar sekali. Umm,
kenapa Fujisaki-san bisa ada di
sini?"
Gawat,
hubungan antara Nene-chan yang merupakan siswi dan aku sebagai guru bisa
ketahuan.
“Ahh,
aku kebetulan bertemu Fujisaki-san di sini.”
“Otaku-kun~? Ada boneka super lucu di sana, tolong ambilkan dong~!”
“Uwawa,
Nakamura-san...! Jangan tiba-tiba memelukku begitu!”
Dari
belakang anak laki-laki itu muncul seorang gadis berambut pirang. Dia adalah
Nakamura-san, teman sekelasnya Nene-chan.
“Ah,
Nene! Yahoo~ kebetulan banget ya. Arata...ahemm,
Ichinose-sensei. Senang sekali melihat kalian berdua bersama!”
◇◇◇◇
Kami
berempat yang secara kebetulan bertemu di pusat permainan mampir ke restoran
keluarga. Di meja
untuk empat orang, aku dan Nene-chan duduk berdampingan, sementara Nakamura-san duduk di depan Nene-chan dan
anak laki-laki itu duduk di depanku.
Kupikir
Nene-chan dan Nakamura-san akan
duduk berdampingan, tetapi ternyata tidak demikian.
“Jadi,
karena hubungan antara aku dan Nene-chan agak rumit, jadi aku ingin kalian berdua merahasiakannya dari orang lain.”
Di sini
aku mengungkapkan hubunganku dengan Nene-chan kepada anak laki-laki itu. Nakamura-san sudah mengetahuinya, dan kurasa dia bisa
menjaga rahasia.
“Baiklah,
aku tidak akan memberitahu siapa pun. Tapi, bergitu
rupanya, jadi kalian memiliki hubungan
seperti itu ya? Mungkin saat itu Ichinose-sensei
berusaha keras untuk mendapatkan boneka demi Fujisaki-san?”
“Benar sekali. Setelah itu, aku berhasil
memberikannya kepada Nene-chan. Saat ini boneka tersebut
disimpan di rumahku.”
“Apaan nih~? Kalian berdua saling mengenal?”
“Otaku-kun, tolong
ceritakan lebih banyak padaku mengenai cerita itu!”
Nene-chan
mendekati anak laki-laki itu dengan tegas. Meskipun tertekan oleh sikapnya,
anak laki-laki itu mulai berbicara.
“...Ehmm, jadi, ketika aku datang ke
pusat permainan, Ichinose-sensei sedang berada di depan mesin 'Dekakawa'.
Karena ia kelihatan tampan dan keren, jadi ia sangat mencolok. Aku penasaran
mengapa orang seperti ini ada di sini. Setelah itu, aku melihatnya berulang
kali mencoba mesin capit yang
sama tanpa menyerah, jadi aku tidak bisa menahan diri untuk menyapanya. Saat ia
berhasil mendapatkan boneka, meskipun penampilannya sangat rapi dan keren, dirinya terlihat sangat senang, itu
sangat mengesankan.”
Apa aku kelihatan begitu senang? Atau mungkin ia hanya pandai memuji dalam percakapan.
“Ia
berusaha keras demi Nene...
ehehe.”
“Wajahmu
lagi-lagi mulai melunak.”
Waduh,
Nakamura-san menepak dahinya. Sementara itu, Nene-chan tersenyum
lebar.
Nakamura-san mengatakannya ‘lagi-lagi’ tetapi aku belum pernah melihat
ekspresi seperti itu dari Nene-chan.
“Ia
adalah guruku dalam bermain mesin capit.”
“It-Itu
tidak benar, aku bukan guru.”
“Otaku-kun,
kamu hebat juga! Tapi,
aku baru pertama kali mendengar bahwa Otaku-kun dan Ichinose-sensei saling
mengenal! Kenapa kamu
menyembunyikannya, Otaku-kun?”
“Aku
tidak menyembunyikannya sama sekali,
aku hanya tidak menjawab karena aku tidak ditanya....”
“Otaku-kun tuh memang seperti itu, ya.”
Nakamura-san menatap anak laki-laki itu
dengan tajam. Mereka berdua terlihat
akrab.
“Ngomong-ngomong,
aku belum mendengar namamu. Maaf, sebagai guru, aku tidak tahu nama siswaku.”
“Wajar saja
kalau Ichinose-sensei tidak tahu namaku karena aku berada di kelas yang berbeda dengan
Nakamura-san dan lainnya.”
Ia
memberi dukungan padaku, lalu melanjutkan setelah memperkenalkan diri.
“Namaku
Matsuo Taku.”
“Terima
kasih, Matsuo-kun.”
“Ah, umm.... kalau Ichinose-sensei tidak
keberatan, panggil
saja aku Otaku-kun.”
“Tidak,
itu...”
Aku
penasaran apa memang pantas seorang guru
memanggil muridnya sendiri dengan
nama panggilan? Meskipun kata ‘otaku’ semakin dikenal, masih ada
keraguan apakah itu pantas untuk dipanggil secara terbuka.
Saat aku merasa ragu-ragu, ia mencondongkan
tubuhnya ke atas meja.
“Nakamura-san lah yang memberiku nama panggilan
Otaku-ku, karena panggilan tersebut mengambil satu huruf dari
nama margaku Matsuo dan
ditambah
namaku, Taku! Aku sangat senang karena
sebelumnya aku tidak
punya nama panggilan, dan aku bangga menjadi otaku, jadi jangan ragu untuk
memanggilku seperti itu!”
“Ahaha,
Otaku-kun, kamu terlalu
cepat bicara. Lucu banget.”
“Na-Nakamura-san!? Aku sama sekali tidak lucu, loh...”
Semangatnya
yang sebelumnya mulai meredup. Perubahan suasana hatinya sangat drastis dan
lucu. Tanpa sadar, aku tersenyum.
“Meski aku
tidak bisa memanggilmu dengan
nama panggilan di sekolah, tapi di
sini aku akan memanggilmu Otaku-kun.”
“Ya!”
Setelah
pembicaraan ini berakhir,
aku menyeruput es kopiku. Rasanya tidak begitu mendalam. Karena ini dari dispenser
minuman yang dicampur dengan sirup dan air, jadi tidak ada gunanya memikirkan
rasanya.
Kemudian,
Nakamura-san tiba-tiba berkata, “Oh iya!” dan memanggil Nene-chan yang
duduk di seberangnya.
“Nene,
kalau Ichinose-sensei ada di sini, bukannya tahun ini kita bisa pergi, kan!?”
“Umm,
mungkin bisa sih, tetapi
itu akan merepotkan Arata-san.”
“Tapi,
ini adalah musim panas terakhir kita di masa SMA, loh!? Memangnya
kamu tidak ingin membuat kenangan?”
“Aku ingin...
sekali sih.”
Aku tidak
tahu apa yang mereka bicarakan, jadi
ikut menyela pembicaraan mereka.
“Memangnya
ada yang bisa aku bantu dengan adanya keberadaanku?”
Sementara
Nene-chan menatapku dengan mata yang tertunduk, Nakamura-san terlihat bersemangat.
“Kamu
mendengarkannya dengan
baik ya, Ichinose-sensei! Bersama Miu yang tidak ada di
sini, kami merencanakan perjalanan menginap bertiga, tetapi orang tua kami selalu khawatir jika hanya
anak-anak, jadi rencana kami
selalu gagal. Tapi tahun ini ada Ichinose-sensei, jadi jika kamu mau mendampingi kami, kami pasti bisa mewujudkannya!”
“Menemani
perjalanan anak-anak selama liburan musim panas itu memang merepotkan, ‘kan? Pasti ada urusan sekolah
juga.”
“Dari
segi jadwal, aku tidak harus pergi ke sekolah setiap hari, jadi itu tidak merepotkan. Lagipula, apa
aku diperbolehkan menemani perjalanan kalian?"
Mereka mungkin tidak bisa benar-benar
menikmati perjalanan liburan mereka jika
ada orang dewasa yang menemani.
Aku pasti akan mengganggu.
“Tidak masalah~, tidak masalah~! Semakin banyak orang, semakin
seru jadinya! Betul ‘kan, Nene?”
“Kalau
Arata-san mau datang, aku akan merasa senang sih...”
Mmm,
Nene-chan mengernyitkan alisnya. Sepertinya ada pertempuran emosi di dalam
dirinya.
“Jika
Ichinose-sensei merasa tidak nyaman pergi menemani
kami karena cuma menjadi satu-satunya laki-laki, tidak
masalah, Otaku-kun juga akan ikutan!”
“Uhuk,
uhuk. Aku juga!?"
Otaku-kun
yang sedang minum soda melon tampaknya tersedak
karena merasa tidak ada hubungannya dengan situasi ini.
“Tentu
saja. Kamu pasti ikutan, ‘kan?”
“Tapi tahun ini ada ujian, jadi aku
harus belajar...”
“Otaku-kun,
kamu mendapat nilai A pada ujian simulasi
sebelumnya, ‘kan?”
“Bagaimana
kamu bisa mengetahui itu...”
“Aku
tahu segalanya tentang Otaku-kun. Jadi ayo
kita pergi untuk bersantai! Lagipula, mungkin kamu bisa melihatku mengenakan
bikini, loh!”
“Rasanya
pasti akan canggung jika Ichinose-sensei pergi
sendirian sebagai laki-laki,
maka sepertinya aku tidak punya pilihan lain. Bukan berarti aku
ingin melihatmu mengenakan bikini.”
Otaku-kun
mengatur kacamatanya sambil berkata. Apa ini sudah menjadi asumsi bahwa aku
pasti akan pergi?
Membuat
kenangan bagi semua orang itu hal yang baik, tetapi...
“Baiklah,
kalau begitu ini sudah
diputuskan! Aku harus menghubungi Miu, dan kita akan
menentukan jadwalnya nanti!”
◇◇◇◇
Dalam
perjalanan pulang dari pusat perbelanjaan,
aku berjalan berduaan dengan
Nene-chan.
“Sepertinya
Nakamura-san yang mengajarkan anime
kepada Nene-chan ya? Pantas saja dia
sangat tahu banyak.”
“Tampaknya
dia juga menghabiskan banyak uang untuk idola
favoritnya, Himari itu otaku
tulen.”
“Ah,
jadi itu sebabnya dia bisa menjadi akrab
dengan Otaku-kun.”
“Benar
sekali, Himari
tampaknya senang memiliki teman yang sehobi
dengannya. Meski sepertinya bukan hanya itu saja yang menjadi alasannya sih.”
Setelah
keluar dari restoran keluarga, kami
pergi ke toko anime bersama Otaku-kun dan Nakamura-san
untuk melihat barang-barang dan diberitahu tentang karya yang direkomendasikan.
Antusiasme
dan kemampuan presentasi Otaku-kun dan Nakamu-san sangat tinggi, hanya
mendengarkan mereka berbicara saja sudah
sangat menarik. Berkat rekomendasi mereka,
jumlah anime yang ingin kutonton semakin bertambah.
Dan
tiba-tiba aku menyadari waktu telah berlalu lebih lama dari yang kupikirkan,
jadi kami memutuskan untuk berpisah hari ini.
“Maafkan aku, Arata-san.
Himari seenaknya sendiri memutuskan tentang
perjalanan tadi.”
“Aku
terkejut dengan kecepatan pembicaraannya, tetapi Nakamura-san adalah anak yang baik yang
bisa menarik orang di sekitarnya.”
Memang dia agak memaksa, tetapi sepertinya
dia tidak melakukan hal-hal yang benar-benar tidak diinginkan. Dia benar-benar mempertimbangkan situasiku
dan Otaku-kun saat berbicara.
“Ya,
dia memang gadis yang sangat baik. Aku
sudah diselamatkan berkali-kali oleh keceriaannya.”
Ekspresi
Nene-chan saat berbicara tentang teman-temannya selalu terlihat lembut.
“Selain
itu, aku berharap dengan kehadiranku dalam perjalanan ini, aku bisa membantu
menciptakan kenangan untuk semua orang.”
“Kami sangat
berterima kasih karena bisa
dibantu, tetapi Nene juga ingin
membuat kenangan bersama dengan Arata-san.”
Baiklah, sampai ketemu lagi, ucap Nene-chan saat kami tiba di
stasiun terdekat, dia melambaikan
tangannya dan berjalan pergi.
Hari ini,
aku berada di ruang yang ramai dengan siswa SMA yang berbicara, dan aku merasa
lebih menikmatinya daripada yang kuduga. Namun, mungkin itu karena
mereka mempertimbangkanku dan berusaha membuatku
merasa senang. Sebagai
orang dewasa, apa aku sepatutnya berada di antara mereka
yang sedang menjalani masa muda? Pertanyaan itu masih tersisa di dadaku seperti
benjolan.
◇◇◇◇
Beberapa
hari setelah liburan musim panas dimulai, aku kembali datang ke gedung
sekolah SMA Amagamine hari ini.
Di ruang
kelas kosong yang dibuka sebagai ruang belajar mandiri, para siswa sedang
mengerjakan tugas liburan musim panas dan belajar untuk ujian. Aku duduk di
depan meja guru, mengerjakan tugas yang kutugaskan untuk diriku sendiri sambil
mengawasi mereka.
Di dalam ruang kelas, aku bisa mendengar suara pena di atas
kertas dan suara jangkrik dari luar jendela yang tertutup.
SMA
Amagamine dilengkapi dengan AC, sehingga rasanya sangat
nyaman dan memungkinkan untuk belajar dengan fokus bahkan di musim panas. Saat
aku masih SMA dulu,
apartemen yang aku tinggali bersama ibuku tidak memiliki AC, sehingga ketika
aku mencoba belajar, aku tidak bisa berkonsentrasi karena panas, dan buku
catatanku basah oleh keringat. Sementara itu,
kedai kopi atau restoran keluarga menghabiskan uang, jadi aku sering
menggunakan ruang belajar ini.
Ada juga
pilihan untuk belajar di perpustakaan, tetapi keuntungan belajar di sekolah
adalah jika ada bagian yang tidak dimengerti, aku bisa segera memeriksanya
karena ada kehadiran guru di sini. Selain itu, dengan
adanya siswa lain yang juga belajar, semangatku secara alami meningkat.
Kadang-kadang,
temanku menanyakan sesuatu yang
tidak mereka mengerti, dan mengajarkannya membantu memperdalam pemahamanku
juga.
“Permisi,
Ichinose-sensei."
“Ya,
ada apa?”
“Aku
tidak mengerti bagian ini...”
Seorang
siswa laki-laki mengangkat tangan, jadi aku berdiri dan mendekatinya.
Melihat
buku tugas yang terbuka di meja, sepertinya ia sedang mengerjakan tugas bahasa
Inggris. Karena aku adalah guru matematika, aku tidak menguasai semua mata
pelajaran, tetapi tampaknya ini adalah materi untuk kelas satu, jadi seharusnya
tidak masalah.
Aku
melihat catatannya untuk menemukan bagian mana yang
membuatnya bingung dan mengajarkan cara berpikirnya.
“Ah,
kalau begitu sepertinya bisa aku selesaikan. Terima kasih banyak.”
“Syukurlah kamu bisa memahaminya.”
Setelah
memastikan siswa tersebut mengalihkan pandangan kembali ke mejanya dan mulai
mengerjakan soal, aku kembali ke meja guru.
Aku kembali duduk dan melihat sekeliling
kelas. Kini aku berada di tempat yang dulunya aku datangi sebagai siswa, dan
sekarang aku ada di sini sebagai guru, membuatku merasakan kedalaman lingkungan
saat ini.
Di sudut
pandangku, aku melihat sesuatu berwarna hitam dan merah bergerak, Nene-chan
sedang menyibakkan rambutnya ke belakang
telinga.
“Jarang
sekali Fujisaki-san datang ke ruang belajar, ya.”
“Ya,
tahun lalu atau tahun sebelumnya aku tidak pernah melihatnya.”
Aku
mendengar dua siswi yang duduk di barisan depan yang berbicara pelan-pelan. Mereka
adalah siswa kelas tiga, dan dari cara mereka berbicara, sepertinya mereka
sudah sering menggunakan ruang belajar ini. Aku juga dulu pernah menggunakannya sejak kelas 1 SMA, jadi wajar jika siswa yang tahu
keberadaan kelas ini menggunakannya setiap tahun.
Sepertinya Nene-chan
baru pertama kali muncul di ruang belajar ini tahun ini. Tentu saja, berbeda denganku, dia tidak berada dalam
lingkungan yang sulit untuk belajar di rumah. Mungkin karena ini adalah musim
panas terakhir di SMA dan ujian sudah dekat, dia datang ke sekolah untuk
meningkatkan konsentrasinya. Berpikir
bahwa dia datang kemari karena
aku ada di sini adalah asumsi yang berlebihan.
“Ngomong-ngomong,
tahun ini ada banyak
siswa yang datang ke sini, ya?”
“Benar.
Biasanya hanya satu digit, tapi tahun ini sudah lebih dari dua puluh orang.”
“Ya,
ya, bener banget, yah aku
mengerti alasannya, sih...”
Tiba-tiba,
tatapan mataku bertemu dengan salah satu
siswi yang sedang berbicara. Mungkin mereka merasa canggung karena ditegur
guru, jadi mereka buru-buru mengalihkan pandangan dan kembali belajar dengan
sangat fokus, seolah-olah wajah mereka akan tenggelam di meja.
Ini
adalah ruang belajar, dan hari ini bukan waktu pelajaran, jadi siswa bebas untuk
belajar di sini. Jadi, selama tidak mengganggu siswa lain dengan obrolan yang
berlebihan, maka tidak ada
masalah. Faktanya, aku bisa mendengar suara siswa lain yang saling mengajarkan.
Namun,
mungkin aku sudah bersikap tidak sopan dengan mendengarkan percakapan mereka.
Sepertinya aku telah melakukan hal yang salah.
“Ichinose-sensei,
aku ada pertanyaan, boleh?”
“Tentu saja, silakan.”
Ada seorang
siswi mengajukan pertanyaan kepadaku, jadi aku mengarahkan tubuhku untuk
mendengarkan dan menjawabnya.
Gerakan
ini adalah sesuatu yang aku pelajari ketika menjadi pekerja kantoran, hanya meniru apa yang dilakukan
oleh Miyoshi-senpai.
Miyoshi-senpai
selalu berhenti bekerja dan mengarahkan wajah serta tubuhnya untuk mendengarkan
ketika seseorang bertanya, tidak peduli seberapa sibuk pekerjaannya. Aku menyadari bahwa
sikap terbuka seperti itu membuat orang lebih mudah untuk berkonsultasi. Sejak
saat itu, aku berusaha untuk melakukannya. Meskipun, aku masih membutuhkan waktu untuk
membiasakannya, dan aku sering kali hampir tidak mendengarkan.
“Apa
kita perlu pindah tempat?”
Karena
dia tidak membawa buku teks atau buku soal, kemungkinan pertanyaannya bukan
tentang pelajaran. Jadi, lebih baik jika kita
tidak berada di tempat ini di mana ada siswa lain. Di sebelah ruang kelas ini
ada ruang bimbingan karir, di mana aku bisa menerima konsultasi dari siswa.
Karena
aku memiliki pengalaman ujian masuk universitas dan pengalaman kerja, serta
usiaku yang relatif dekat, aku mulai sering menerima konsultasi tentang jalur
karir.
“Tidak,
di sini saja sudah cukup.”
“Begitu
ya. Mari kita bicarakan.”
“Aku
masih kelas satu, tapi aku ingin tahu apa yang sebaiknya dilakukan dalam
kehidupan SMA. Aku penasaran bahwa hanya belajar
saja itu merupakan hal yang bagus?”
Hmm,
sepertinya ini lebih merupakan masalah tentang bagaimana memperkaya kehidupan
sekolah daripada tentang jalur karir.
“Apa
Sensei boleh berbagi pengalaman Sensei sendiri?”
Siswi itu
mengangguk kecil.
“Sensei
juga dulu selalu belajar
terus saat bersekolah di sini.
Dari pagi hingga malam, aku selalu melakukannya
setiap hari. Untungnya, meskipun Sensei orang
yang seperti ini, ada teman yang suka mengajak sensei bermain. Berkat itu, Sensei tidak hanya menghabiskan waktu
SMA untuk belajar, tetapi Sensei
juga pernah merasa iri pada siswa yang bermain. Sensei
tidak pernah menyesalinya, tetapi jika Sensei bisa mengatur waktu lebih baik lagi, mungkin Sensei bisa menyisihkan waktu untuk
bermain. Bermain juga penting untuk mengubah suasana hati.”
Pada waktu
itu, aku berusaha mati-matian
untuk masuk universitas yang baik dan bekerja di perusahaan ayahku, jadi aku
tidak punya banyak waktu luang.
Aku percaya bahwa dengan belajar, aku bisa bisa membuat
kemajuan, dan
sepertinya itu menghilangkan rasa cemas.
“Ini
mungkin terdengar klise, tetapi sebaiknya kita berusaha sekuat tenaga dalam
bermain, hobi, dan belajar, karena itu semua merupakan
hal yang hanya bisa dilakukan saat SMA. Mungkin kamu belum bisa
membayangkannya, tetapi ketika kamu menjadi dewasa dan mulai bekerja, meskipun
ada uang, kamu mungkin tidak memiliki waktu atau tenaga
untuk melakukannya.”
Pekerjaan
yang panjang dan penuaan, serta berbagai faktor lainnya, bisa mengurangi kesejahteraan fisik
dan mental.
“Hal-hal
yang hanya bisa dilakukan saat SMA... apa percintaan juga termasuk?”
Pe-Percintaan!?
Aku
hampir kehilangan kendali atas ekspresiku karena mendengar
sesuatu yang tidak terduga, tetapi aku berhasil menahan diri. Meskipun aku terkejut, raut wajah gadis itu sangat serius. Percintaan memang hal
penting bagi siswa SMA.
“Ya,
menurut Sensei percintaan juga penting dalam kehidupan
SMA. Ketika kamu sudah menginjak usia
dewasa, percintaan yang hanya berdasarkan emosi
menjadi sulit, dan kadang-kadang masalahnya tidak hanya melibatkan orang-orang
yang terlibat.”
“Aku pernah melihat hal seperti itu di
drama, tetapi sepertinya menjadi rumit.”
Dia
tampak berpikir keras. Mungkin ini adalah pendapat yang agak keras untuk
seorang siswa SMA.
“Ngomong-ngomong,
apa Sensei pernah memiliki pacar saat di
SMA dulu?”
“Ya,
aku pernah, kok.”
Meskipun
aku meragukan apa itu
benar-benar bisa disebut pacaran, tetapi itulah kesepakatannya.
“Eh!!”
Suara nyaring Nene-chan yang terdengar dari sudut kelas membuat semua
siswa di ruang belajar menoleh ke arahnya. Namun, sepertinya dia sedang fokus
belajar di mejanya.
Oh,
mungkin itu hanya perasaanku saja.
Meskipun
begitu, aku merasakan tatapan siswa lain yang tertarik pada percakapan kami.
Sepertinya banyak siswa yang mendengarkan. Aku mulai
menyesal karena kami
tidak pindah ke ruang konsultasi dan mulai merangkum pembicaraan.
“Belajar,
hobi, dan percintaan. Ada banyak hal yang perlu
dipikirkan, tetapi mungkin ada baiknya untuk menetapkan tujuan tentang
kehidupan SMA yang ingin kamu jalani terlebih dahulu.”
“Apa Sensei memiliki tujuan juga saat ini?”
“Tujuanku
mungkin ingin menjalani kehidupan dengan tenang."
Dari
sudut pandang anak-anak, mungkin ini adalah tujuan yang membosankan, tetapi itulah tujuanku saat ini.
“Aku
akan memikirkan jenis kehidupan SMA seperti apa yang
aku inginkan supaya tidak
menyesalinya, dan kemudian aku akan berusaha
sekuat tenaga!”
“Ya, menurut Sensei itu sudah bagus. Sensei akan mendukungmu.”
Setelah
itu, aku menjawab pertanyaan siswa sambil mengerjakan tugasku sendiri, dan
menyelesaikan pekerjaan hari ini.
◇◇◇◇
Pada malam hari, aku mendatangi restoran kecil yang sering aku
kunjungi.
Tidak ada
tempat duduk di tatami, hanya ada dua meja untuk empat orang dan dua meja untuk
dua orang, serta delapan kursi di counter, jadi tempatnya
tidak terlalu besar. Dinding kayu yang dilapisi cat mengkilap
memantulkan cahaya oranye dengan lembut. Aku tidak terlalu suka pencahayaan
yang terang dan biru, jadi aku cukup menyukai suasana
yang tenang ini.
Sebelumnya,
aku datang ke sini bersama Kitagawa dan Kyohei.
Aku tiba
lima menit sebelum waktu yang ditentukan dan duduk di meja untuk dua orang. Aku mengelap tangan dengan handuk
basah yang dingin dan melihat menu yang ditulis tangan di atas meja konter. Ketika
melihat ada belut di menu, aku teringat bahwa hari ini adalah
Hari Ushi Doyo.
Seorang
pria yang masuk sambil membuka pintu geser kayu dan berkata “panas!” adalah Kyohei.
“Apa
kamu menunggu lama? Untung saja aku tidak perlu memakai dasi karena Cool Biz,
tapi aku masih harus memakai sepatu kulit, jadi aku ingin sesuatu diselesaikan.”
Kyohei
duduk di kursi di depanku dengan langkah yang sudah terbiasa, mengangkat kemeja
lengan pendeknya dan membuka satu kancing sambil mengipas wajahnya dengan
tangan.
Sebagai
seorang salesman, Kyohei pasti sudah mengunjungi beberapa perusahaan hari
ini.
“Aku
baru saja tiba di sini. Aku
tidak bisa membayangkan betapa sulitnya berkeliling di luar pada musim begini.”
“Begitu
keluar, keringat langsung mengucur. Aku berusaha berjalan di bawah tanah atau
di dalam gedung sebisa mungkin, tetapi kurasa aku tidak
bisa terus seperti itu. Aku berharap semua perusahaan terhubung dengan jalur
kereta bawah tanah.”
Kyohei sendiri menyadari kalau ocehannya itu hanyalah omong kosong, jadi tanpa
melihat reaksiku, ia memanggil pelayan dan memesan secara sembarangan.
Karena
ini adalah restoran yang sering kami kunjungi dan aku tidak keberatan dengan
pesanan Kyohei yang sudah lama aku kenal, aku hanya menambahkan minumanku di
akhir.
“Untungnya,
sekarang tidak aneh bagi pria untuk menggunakan payung, jadi panasnya sedikit
lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.”
Aku ingat
ada berita singkat di berita sore tentang pria yang menggunakan payung.
Dampak
panas ini berlaku untuk semua orang, jadi aku setuju untuk menggunakannya.
Meskipun bagiku masih terasa canggung, tapi Kyohei
tidak perlu khawatir, dan pria ini pasti terlihat modis walaupun memakai
payung.
“Apa kamu memiliki
rekomendasi paying yang bagus?”
“Oh,
kamu tertarik?”
“Aku hanya
berpikir kalau itu mungkin bagus untuk digunakan saat berangkat
ke sekolah."
“Oh,
kamu bilang sudah menjadi guru di SMA Amagamine, ya? Sebagai pengajar paruh
waktu, kan? Membayangkan menaiki
bukit itu setelah dewasa.”
Kyohei
mengerutkan wajahnya. Lalu ia melanjutkan tentang payung.
“Orang
cenderung berpikir tentang warna dan ukuran untuk perlindungan, tetapi yang
penting adalah kemudahan penggunaan. Aku merekomendasikan payung lipat yang
mudah dibuka dan ditutup. Penting juga untuk
menggunakannya setiap hari agar kulit tidak terbakar.”
Jadi,
bukan desain atau fungsionalitas yang penting, tetapi kenyamanan. Mungkin itu
lebih baik untuk penggunaan sehari-hari.
“Begitu ya,
kurasa itu bisa jadi referensi.”
Ketika
pembicaraan mencapai jeda, minuman pun tiba dan kami bersulang. Aku memesan minuman highball dan Kyohei dengan bir draft.
“Hari
panas di musim panas begini, bir yang dingin memang terasa menyegarkan.”
“Hari
ini aku yang mengundangmu, jadi silakan minum sebanyak mungkin.”
“Dermawan
sekali. Ngomong-ngomong, jarang sekali kamu
ingin berbicara berdua denganku, Arata.
Ada apa?”
Meskipun
nada bicaranya tetap ringan, tapi tatapannya
menunjukkan keseriusan.
Ya, hari
ini aku ingin membicarakan sesuatu dengan Kyohei. Namun, aku bingung bagaimana
memulainya.
“Aku
punya sedikit masalah yang perlu dibicarakan...”
“Masalah
apaan? Jarang sekali kamu terlihat ragu.”
Demi
memberiku semangat dan keberanian, aku menenggak minuman highball sekaligus, meletakkan
gelas di meja, dan membuka mulutku.
“Belakangan ini, aku sering bertemu seorang
gadis.”
“Hah?”
“Dia
adalah adik perempuan dari mantan
tunanganku, seorang gadis yang bernama Nene-chan.”
“Apa?”
Kyohei tampak terkejut mendengar perkataanku yang begitu mendadak.
“Tunggu,
tunggu, tunggu... Tidak, maaf, teruskan saja. Meski
aku punya banyak pertanyaan, tetapi aku akan mendengarkan
semuanya.”
“Ah,
mungkin ceritanya akan panjang, tetapi aku akan
sangat berterima kasih jika kamu mau mendengarkan.”
Setelah itu, aku mulai menceritakan kepada
Kyohei tentang hubunganku dengan Nene-chan.
◇◇◇◇
“Bukannya
itu jadi semakin menarik? Jadi, adik perempuannya datang setiap hari untuk
membuatkan bekal untukmu dan
kalian berdua menjadi akrab. Aku pikir aneh rasanya melihatmu tidak
terpuruk setelah perpisahan dengan
tunanganmu. Jadi, itu yang menjadi
alasannya ya, sekarang misterinya telah terpecahkan.”
Itulah
kesan Kyohei setelah mendengar ceritaku.
“Jadi,
kita sedang membicarakan bahwa pria
yang sudah setengah tua macam kita ini seolah-olah sudah mencuri
waktu dari seorang gadis SMA yang masih muda, bukan? Pada dasarnya, kamu merasa
emosimu tidak stabil dan Nene-chan
terpaksa bersamamu, kan?”
“Ya,
benar.”
Kyohei
menunjukkan hal tersebut karena aku menceritakan tentang kejadian di atas
jembatan dengan rasa malu. Berkat Nene-chan
yang melihat keadaanku pada hari itu dan mengatakan bahwa dia akan menghiburku
lagi besok, aku berada dalam situasi ini sekarang.
“Bagaimana
jadinya kalau bukan begitu?”
“Apa?”
“Maksudku,
dia datang kepadamu
karena dia menyukaimu.”
Kyohei
mengucapkan itu dengan nada terkejut.
Karena dia
menyukaiku, kalimat tersebut terus berputar-putar di dalam kepalaku seperti kabut yang tidak
memiliki masa.
“Kamu
sudah dikatakan suka, jadi kamu harusnya mengerti, tidak, kurasa kamu tidak memahaminya, ya.”
Kyohei
mengambil potongan ayam goreng dari tulang rawan dengan sumpit.
“Kamu tidak mempunyai banyak pengalaman cinta sih,
ya. Sejauh yang aku tahu, kamu hanya pernah pacaran sekali saat SMA, dan itu
adalah pasangan pura-pura yang diminta oleh pihak lain, jadi yang itu tidak dihitung.”
Perkataan
Kyohei membuatku jadi teringat pada
gadis berambut perak yang suka berkomentar tajam.
Karena
kami seumuran, dia pasti sudah dewasa sekarang, tetapi aku belum bertemu
dengannya sejak lulus SMA, jadi gambarannya
di dalam benakku masih sama seperti
dulu.
“Setelah
itu, kupikir kalian berdua akan menjadi pasangan yang sebenarnya, tapi kalian malah berpisah.”
“Jika
tujuan sudah tercapai, wajar saja
jika hubungan itu diakhiri.”
Astaga,
apa sih yang dibicarakan Kyohei?
“Walaupun
itu cuma pacaran
palsu, tapi kamu masih menghitungnya
sebagai pengalaman pacaran. Bukannya itu berarti
karena kamu masih memiliki penyesalan dengannya?”
“Tidak,
aku hanya berusaha supaya
orang lain tidak tahu bahwa itu bohongan.
Aku tidak tahu apa yang akan dikatakan gadis itu
jika aku bertemu dengannya di suatu tempat suatu hari nanti.”
“Kupikir kamu mempunyai banyak kesempatan,
sayang sekali.”
“Itu
sama sekali tidak benar. Aku selalu
mendapatkan makian darinya.”
Memangnya
ada berapa banyak gadis yang bisa mengatai-ngataimu,
pikir Kyohei sambil mengangkat bahu.
“Upss,
sepertinya pembicaraan kita jadi melenceng. Ini
hanya imajinasiku saja, tetapi menurutku pihak lain tidak merasa terpaksa
menghabiskan waktu bersamamu. Jadi, kamu sama sekali tidak
mencuri waktunya, dia sendiri yang memilih untuk bersamamu.”
“Nene-chan sendiri yang memilih?"
Dia
memilih untuk menghabiskan waktu denganku. Menurutku
itu hal yang menyenangkan, tetapi apakah aku bisa memberikan
nilai pada waktu yang aku habiskan bersamanya?
“Ngomong-ngomong,
bagaimana pendapatmu tentang Nene-chan?
Asal kamu tahu saja, aku menanyakannya dalam artian
romantis, oke.”
Kyohei
memperbaiki posisinya dan bertanya.
Sepertinya
ia tidak ingin mendengar pendapat
bahwa Nene-chan adalah
gadis yang baik dan perhatian.
“Aku tidak
bisa mengatakan kalau aku membencinya, tapi apakah aku menyukainya atau tidak... aku tidak tahu.
Sebenarnya, apa itu perasaan cinta?”
Aku
mengatakan kepada siswa bahwa percintaan juga penting, tetapi aku sendiri
tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk merasakannya dengan nyata.
“Aku
sudah menduga bakalan begitu.
Hah, rasanya jadi
mengingatku pada masa liburan
musim panas saat SMA, saat itu aku hanya berbicara sepihak. Aku tidak pernah menyangka bahwa akan ada hari di mana kamu
meminta saran cinta.”
Setelah
Kyohei mengatakannya, aku menyadari bahwa aku memang sedang meminta saran
cinta. Rasa malu itu kembali muncul.
“Pada
saat seperti ini, aku hanya memikirkan untuk
menanyakan kepada orang yang tepat, dan aku merasa kamu yang
paling tahu, jadi itulah sebabnya aku
berkonsultasi padamu.”
“Kamu
yang selalu berusaha melakukan segalanya sendiri, ya.”
Kyohei
tertawa pelan dari dalam tenggorokannya.
“Yah,
tidak ada salahnya jika kamu pelan-pelan menemukan jawabannya.
Tidak, dalam hal ini mungkin lebih tepat untuk mengatakan hampir menemukan jawaban. Aku sendiri juga membutuhkan waktu yang cukup lama.”
“Ahh,
kamu resmi berpacaran dengan
teman masa kecilmu itu baru
terjadi setelah kamu sudah dewasa, ya.”
“Benar,
pada akhirnya, dari awal aku memang menyukainya.
Tapi mungkin cerita ini tidak perlu dibahas.”
Kyohei
meneguk bir dingin yang ketiga.
“Ngomong-ngomong,
kamu mau pergi ke mana dengan Nene-chan dan yang lainnya?”
“Ke
Tateyama di Semenanjung Boso.”
“Apa?”
“Ada
apa, kok kamu tiba-tiba begitu
tertarik?”
“Kapan
waktunya?”
Tanpa
menjawab pertanyaanku, semangat Kyohei terus mengalir.
“Rencananya
dijadwalkan pada akhir
pekan pertama bulan Agustus. Kami memutuskan untuk menghindari hari libur Obon.”
“Begitu ya,
begitu ya, itu pasti akan sangat menyenangkan.”
Entah
kenapa, Kyohei sepertinya
tampak lebih menantikannya daripada aku.
“Arata,
kamu tidak perlu menahan diri terus.
Mungkin kamu merasa enggan untuk ikut, tetapi bersikap canggung dan merusak
suasana perjalanan adalah hal yang paling tidak boleh dilakukan.”
Kyohei, yang sedang dalam suasana hati yang baik,
tersenyum ceria dan
melanjutkan,
“Masa
mudamu yang tadinya cuma dipenuhi dengan belajar dan bekerja, baru saja dimulai.”
Kata-kata
yang biasanya membuat seseorang merasa geli
saat mendengarnya, terdengar menyegarkan dan tanpa
sarkasme saat Kyohei yang mengucapkannya.
Tanpa
kusadari, es di dalam gelas highball
yang kosong tiba-tiba berbunyi nyaring.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya