Chapter 4
“Woahh~! Luas sekali~!”
“Jadi ini
yang disebut vila!? Terima kasih, Nene!”
Yokoyama-san
melompat-lompat kegirangan,
sementara Nakamura-san mengulurkan kedua tangannya dan mengekspresikan rasa
kagumnya dengan sepenuh hati. Kami
berada di vila keluarga Fujisaki yang terletak di kawasan resor Tateyama, di
Semenanjung Boso, Prefektur Chiba. Interiornya didominasi warna putih dengan
ruang tamu yang tinggi dan terbuka, serta dinding kaca di bagian depan yang
menawarkan pemandangan yang megah.
Ada
balkon yang luas, dan sepertinya sangat menyenangkan menghabiskan waktu di sana
sambil merasakan semilir angin
malam. Bagian dapurnya juga dibangun dengan meja dapur
marmer yang elegan.
“Karena
Nene bukan yang membangunnya, aku akan mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu, ya”
“Ya!
Terima kasih, Papa Nenechi, Mama
Nenechi!”
Meskipun
orang tua Nene tidak ada di sini, Yokoyama-san mengucapkan terima kasih dengan
suara keras. Nene-chan tersenyum melihat mereka yang ceria.
Tentu
saja, hotel yang dikelola oleh Grup Fujisaki berada dekat sini, tetapi mereka
lebih memilih vila ini untuk menikmati waktu dengan sedikit orang dan merasa
lebih bebas.
“Terima
kasih, Arata-san, sudah mengemudikan sampai sini. Semua orang sangat menikmatinya.”
“Sama-sama”
Dibutukan waktu kurang dari dua jam melakukan
perjalanan dengan mobil dari Tokyo,
sedangkan jika menggunakan kereta bisa memakan waktu hampir tiga jam dengan
beberapa kali pergantian, jadi aku mengusulkan untuk pergi dengan mobil agar
lebih mudah membawa barang.
Di dalam
mobil, ada kuis intro anime yang dipandu oleh Nakamura-san yang membuatku
berkompetisi sengit dengan otaku, dan ada juga momen ketika Yokoyama-san
berusaha memakan
banyak camilan dan diingatkan oleh Nene-chan, “Nanti
kamu tidak bisa makan malam”.
Selama
perjalanan, kami berhenti di area layanan dan menemukan 'Dekakawa' yang
merupakan produk lokal, jadi aku membelinya. 'Dekakawa' yang terbuat
dari kulit kacang tanah, hasil produksi Chiba, terlihat sedikit konyol dan
menggemaskan.
Saat aku
mengingat kembali peristiwa selama perjalanan.
“Nee,
Arata-san, meskipun berkendara bersama semua orang itu menyenangkan──”
Nene-chan
berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke telingaku,
“Suatu
saat aku ingin pergi berkendara
berduaan saja nanti”
Dia
berbisik agar hanya aku yang mendengarnya. Setelah itu, dia tersenyum menggoda
dan berlari menuju Nakamura-san dan Yokoyama-san.
Kemudian,
mereka bertiga, Nakamura-san, Yokoyama-san, dan
Nene-chan, berfoto selfie dengan latar belakang pemandangan yang indah untuk
mengabadikan kenangan perjalanan. Melihat dia bersenang-senang
dengan teman-temannya, dia tampak seperti gadis remaja SMA pada umumnya, namun
terkadang Nene-chan terlihat sangat dewasa.
Aku
merasakan sedikit panas di wajahku akibat desahan lembut yang terngiang di
telinga.
“Semua
orang terlihat baik-baik saja, ya”
Otaku-kun
menghela napas dan duduk di tanah dengan lemas setelah menurunkan
barang-barangnya.
“Otaku-kun,
apa kamu baik-baik saja? Jangan-jangan kamu
mengalami mabuk mobil atau
semacamnya?”
“Ya, entah bagaimana itu bisa diatasi. Aku biasanya cepat mabuk, tapi karena
cara mengemudi Ichinose-sensei
yang bagus, jadi aku baik-baik saja. Hanya saja,
mungkin aku sedikit gugup karena sudah lama
tidak pergi dengan banyak orang.”
“Aku
memahami perasaan itu.”
“Apa Ichinose-sensei juga merasakannya?”
“Iya,
aku bisa berbicara dengan lancar jika satu
lawan satu, tetapi jika banyak orang, aku
harus menunggu momen untuk berbicara dan lebih berhati-hati dari biasanya, jadi
aku memang terasa tegang.”
“Betul sekali! Aku
juga merasa begitu! Ah, senang sekali mendengar
Ichinose-sensei merasakan hal yang sama! Aku merasa dekat dengan orang yang
bersinar seperti Anda juga memikirkan hal-hal seperti ini.”
Otaku-kun
menggenggam kedua tanganku seolah ingin membungkusnya. Aku penasaran, dia
menganggapku seperti apa.
“Aku
sama sekali tidak bersinar, kok.
Justru Otaku-kun yang bersinar.”
“A-Aku?
“Iya,
kamu sangat antusias dengan hobi dan memiliki kepercayaan diri yang kuat, bagiku itu sangat menakjubkan.”
“Be-Begitu
ya.”
Meskipun
ia merendah, wajah Otaku-kun tampak tersenyum. Reaksinya yang jujur sangat
menyenangkan.
“Apa
yang sedang kalian berdua lakukan di sini?”
“Kalian
sampai berpegangan tangan segala, terlihat mencurigakan.”
“Wah,
Fujisaki-san!? Bu-Bukan
apa-apa, jadi tenang saja!”
Otaku-kun
melepaskan tanganku dan mengibaskan kedua tangannya.
“Baiklah,
kami sudah mengambil foto di vila, sekarang ayo kita
berangkat, kalian berdua!”
“Eh,
Nakamura-san. Kita ‘kan baru saja
tiba, memangnya kita mau kemana dengan membawa
barang?”
Mendengar
pertanyaan Otaku-kun, Nakamura-san tampak sangat senang seolah sudah menunggu
saat ini.
“Tentu
saja, ke pantai!”
◇◇◇◇
Pantai
berpasir putih dihiasi oleh payung-payung berwarna-warni. Di depannya,
permukaan laut berwarna biru jernih berkilau di bawah sinar matahari yang
terik. Aroma
laut yang dibawa angin laut menggelitik hidungku, memberikan sensasi nyata
bahwa kami sudah sampai di pantai.
“Ichinose-sensei, ada banyak
sekali orang di sini!”
“Iya,
benar. Karena ini adalah pantai yang populer untuk
berwisata.”
Setelah kami tiba di pantai, aku dan Otaku-kun
yang sudah selesai berganti pakaian lebih dulu dibandingkan para wanita,
berdiri berdampingan sambil melihat ke arah pantai.
Aku
mengenakan celana pendek pantai dan jaket zip-up yang tipis, sedangkan
Otaku-kun mengenakan celana pendek pantai dan rash guard. Saat masuk ke
laut, aku berencana untuk melepas atasan, tetapi untuk melindungi dari sinar
matahari yang kuat, aku perlu mengenakan pakaian lengan panjang.
Kami
berangkat pagi dan tiba di siang hari, segera setelah tiba, kami memutuskan
untuk berenang di laut berkat satu kalimat penuh semangat dari Nakamura-san.
Nene-chan dan Yokoyama-san tidak terkejut, jadi mungkin itu memang rencana awal mereka.
Dalam
perjalanan kali ini, aku dan Otaku-kun mengikuti apa yang ingin mereka lakukan.
Setelah menaruh barang-barang, kami segera menuju pantai terdekat, tetapi
karena musim liburan musim panas, area pantai
sudah ramai dengan banyak orang. Kami tiba tepat saat puncak keramaian.
“Di
sana terlihat seperti pulau kecil, ya. Tapi sepertinya di sana bisa dijangkau melalui jalur darat dari
pantai berpasir, jadi apa itu masih bisa menyebutnya sebagai pulau?”
“Ada
beberapa tempat yang bisa disebut pulau meskipun
tidak dikelilingi laut. Pulau-pulau
yang terhubung ke daratan melalui gundukan
pasir disebut pulau terhubung. Pulau itu dulunya terpisah oleh laut pada zaman
Meiji, seperti yang kamu bayangkan, tetapi akibat pergeseran kerak bumi,
daratan terangkat dan pada zaman Showa menjadi bentuknya yang sekarang.”
“Perubahan
bentuk bumi seiring waktu itu romantis, ya.”
“Iya,
romantis.”
Aku
mengangguk mengikuti Otaku-kun yang mengangguk sambil menyilangkan tangan.
Bahkan
bentuk tanah yang tampak tidak berubah pun bisa berubah seiring waktu. Mungkin
pikiran besar bahwa tidak ada yang abadi di bumi ini muncul karena suasana
terbuka saat bepergian.
“Hebat
sekali, Sensei, kamu mengetahui
banyak tentang pulau ini!”
“Meskipun
spesialisasiku
matematika, jadi gelar guru tidak ada hubungannya. Ketika Nene-chan memberi
tahu tempat menginap, aku mencari
tahu tentang fasilitas dan tempat terkenal di sekitarnya.”
“Bisa mencari
informasi itu sendiri saja sudah luar
biasa. Sejak perjalanan dengan
Nakamura-san dan yang lainnya diputuskan, aku merasa
sangat gugup dan tidak bisa melakukan apa-apa… Ichinose-sensei benar-benar dewasa.”
Otaku-kun
menggaruk kepalanya seolah merasa malu dengan ketidakmampuannya.
Biasanya,
aku mencari informasi agar semuanya berjalan lancar, tetapi sebenarnya aku
mungkin sudah menantikan perjalanan ini dalam hati. Menyadari hal itu, aku
tersenyum kecut mendengar diriku disebut dewasa dan menyadari ketidakcocokan
antara tindakan itu.
“Ngomong-ngomong,
apakah Nakamura-san dan yang lainnya belum datang?”
Otaku-kun
melihat sekeliling dengan gelisah.
“Hmm,
mungkin mereka membutuhkan banyaj waktu untuk berganti pakaian.
Sementara itu, kita bisa menyiapkan payung dan tikar, sepertinya ada rumah
pantai di sana.”
“Baik!”
Kami
menyewa payung dan tikar di rumah pantai dan mulai bersiap, tapi tidak memakan
waktu lama untuk menyiapkannya.
Untuk menancapkan
payung ke pasir pantai, perlu menggali lubang agar bisa tertancap dalam, tetapi
untungnya, barang sewaan itu dilengkapi dengan pemberat, jadi kami hanya perlu
meletakkannya.
“Eh,
lihat di sana deh.”
“Wah,
mereka bertiga kelihatan cantik dan
imut ya.”
Ketika
kami selesai bersiap, suara keramaian yang berbeda dari suara ombak terdengar
di telingaku.
Aku
melihat ke arah pandangan orang-orang yang
berdengung di sekitarku.
“Sinar
matahari kuat banget, ini sih cuaca yang sempurna di pantai!”
“Yeay,
ke pantai! Himarichi, Nenecchi, ayo kita foto-foto nanti!”
“Fufufu,
mari kita ambil banyak foto bersama.”
Ada tiga
gadis cantik berdiri berjejer dengan pakaian renang di latar belakang laut yang
jernih, seolah-olah baru saja melompat keluar dari majalah.
Di sana
ada Nakamura-san yang berjalan sambil membuat bayangan di wajahnya dengan
tangan, di sampingnya Yokoyama-san yang memegang bola pantai dan
bersenang-senang, serta Nene-chan yang melihat
mereka dengan penuh kasih. Bukan hanya para pria saja, bahkan para wanita pun, mengarahkan wajah
mereka dan melihat ketiga orang tersebut. Para
pria memandang mereka dengan tatapan
penasaran, sementara dari wanita ada tatapan iri, tetapi ketiga orang itu
tampak tidak peduli, mungkin karena sudah terbiasa.
“Nakamura-san memakai bi-bi-bi-bikini!?
Daya hancurnya terlalu luar
biasa!”
“Ahaha,
sepertinya penampilan bikini Himaricchi sangat efektif untuk Otakucchi.”
Melihat
reaksi Otaku-kun yang memegangi dadanya dan berjongkok, Yokoyama-san menunjuknya dengan
tertawa lucu.
“Reaksimu terlalu berlebihan, Otaku-kun. Apa kamu mau
lihat lebih banyak?”
“N-Nakamura-san!?
Kamu terlalu dekat!”
“Hoi
hoi, Nenechi juga
harus mencontoh dengan baik seperti Himaricchi.”
“Ya,
benar juga.”
Usai mendengar
kata-kata Yokoyama-san, Nene-chan mendekat dengan senyum nakal.
Aku sedikit
tersentak ketika Nene-chan yang mengenakan baju renang, berjalan mendekatiku. Bikini hitam yang sederhana
menciptakan kontras yang kuat dengan kulit putihnya, menonjolkan keindahan
tubuh Nene-chan yang ramping namun tetap feminin. Hiasan perak menjadi aksen,
dan dikombinasikan dengan choker yang selalu dipakainya, penampilannya
memberikan kesan berani sekaligus stylish.
“Bagaimana menurutmu, Arata-san?”
Nene-chan
bertanya sambil menggabungkan tangannya di belakang, tapi aku penasaran apa
dia menyadari bahwa hal itu akan menekankan payudaranya dan membuatku sulit untuk memfokuskan pandangan mataku. Sebenarnya, apa aku
boleh menjawab ketika diminta pendapat tentang baju renangnya? Aku tidak tahu
jawaban yang tepat untuk baju renang.
“Kamu
terlihat cocok dan sangat imut.”
Beragam kata pujian muncul di kepalaku,
tetapi yang keluar dari mulutku hanyalah kata-kata aman.
“Eh,
hanya itu?”
“Ichinose-sensei,
kamu hanya mengatakan itu setelah melihat
penampilan Nenecchi yang seksi begini?”
Yokoyama-san
dan Nakamura-san menatapku dengan tatapan tajam.
Nene-chan
memang terlihat sangat menarik dalam penampilan
baju renangnya, namun
aku ragu untuk mengatakannya. Lebih dari itu.
“Maaf,
tolong pakai ini.”
Aku
melepas hoodie yang aku kenakan dan memberikannya kepada Nene-chan. Mau tak mau aku merasa sangat
terganggu oleh tatapan pria-pria yang mengarah ke kami.
“In-Ini... bukan kemeja pacar, tapi hoodie pacar!”
“Jangan
menunjukkan penampilan itu kepada
pria lain... sesuatu seperti
itu ‘kan!”
Yokoyama-san
dan Nakamura-san bersorak kegirangan.
Yah, aku tidak bisa membantah bahwa
aku merasa tidak nyaman dengan tatapan di sekitar kami.
“Tapi,
sayang sekali menyembunyikan baju renang yang sudah dipilih dengan susah payah.”
“Iya sih,
tapi Miu, coba deh lihat
wajah Nene.”
“Ehehe...”
“Ah,
Nenecchi kelihat
sangat senang karena diberi hoodie."
“Dengan kata
lain, begitulah.”
Melihat
Nene-chan yang tersenyum sambil tersipu malu,
sepertinya kedua orang itu setuju. Aku tidak
tahu apa yang mereka setujui.
Untuk
mengubah alur pembicaraan, aku mengajukan sebuah usulan.
“Baiklah,
bagaimana kalau kita makan dulu sebelum bermain?
Aku yakin kalian belum makan apa-apa sejak sampai di sini,
kan?”
“Kalau
dipikir-pikir, Miu
memang merasa sangat lapar!”
“Usulan
yang bagus, Ichinose-sensei! Tentu
saja yakisoba dan es serut tidak boleh dilewatkan!”
“Apa aku perlu membelikannya untuk
kalian semua?” Otaku-kun mengajukan dirinya.
“Tidak,
tidak, tidak, ayo kita pergi beli
bersama!” balas Nakamura-san.
“Aku
akan menunggu di sini, jadi kalian bisa pergi membelinya bersama-sama.”
Karena
harus ada seseorang yang menjaga barang bawaan, aku menyatakan
diriku untuk itu.
“Terima
kasih, Ichinose-sensei! Tapi menunggu sendirian
pasti membosankan, jadi Nene juga ikut menunggu
denganmu.”
Nakamura-san
berkata demikian sambil memegang kedua bahu
Nene-chan dari belakang.
“Ummm,
kalau semua setuju, mungkin aku akan melakukannya.”
“Miu sih tidak masalah!”
“Aku
juga tidak keberatan.”
“Tidak,
aku bisa menunggu sendirian...”
“Jangan
khawatir~ tenang saja~. Aku akan membeli sesuatu secara
acak, jadi kalian berdua santai saja.”
Nakamura-san
dan yang lainnya pergi meninggalkanku dan Nene-chan.
Aku
berpikir bahwa lebih baik mereka memiliki pengalaman berkeliling stan makanan
sebagai siswa, tetapi hasilnya menjadi tidak terduga. Dan kini, aku dan
Nene-chan duduk di atas tikar di bawah bayangan payung.
Ketika aku
masih menjadi pekerja kantoran dulu, aku tidak pernah punya
waktu libur dan tidak pernah bepergian, jadi sulit untuk percaya bahwa aku
berada di tempat yang ramai dengan orang-orang. Apalagi bersama Nene-chan dan
teman-temannya, rasanya aneh.
“Kamu yakin
tidak mau ikutan pergi bersama mereka, Nene-chan?”
“Habisnya, aku
tidak bisa membiarkan Arata-san
sendirian.”
“Dari
cara bicaramu, seolah-olah aku ini anak kecil.”
“Karena
Arata-san tidak bisa hidup tanpa bekal Nene, kan? Orang
seperti itu pasti masih anak-anak.”
Fufufu,
Nene-chan tertawa anggun, membuatku tidak bisa berkata apa-apa.
Mengapa
aku mengucapkan hal itu pada hari itu? Meskipun itu adalah perasaanku yang sebenarnya, tapi mengingatnya saja sudah membuatku malu.
“Nee,
Arata-san, itu...”
Tiba-tiba,
Nene-chan menunjuk sesuatu.
Ketika aku mengikuti arah jarinya, terlihat sekelompok dua pria dan dua wanita
sedang berdebat.
Sekilas,
aku khawatir Nakamura-san dan Yokoyama-san mungkin sedang diganggu, tetapi
sepertinya tidak. Namun, dari cara pria yang terus mendesak dan wanita yang
tampak kesal, jelas itu adalah situasi upaya rayuan.
“Itu...
Nene-chan, aku akan pergi sebentar.”
Di pantai
yang penuh suasana menyenangkan ini, aku tidak bisa membiarkan keributan
terjadi. Aku berdiri dan mendekat.
“Kamu
imut sekali, ya.”
“Kamu
menyebalkan.”
“Kamu
cantik banget, Onee-san. Gimana kalau kalian
menikmati laut bersama kami!?”
“Sayangnya,
aku tidak berniat menghabiskan waktu
denganmu. Bisakah kamu berhenti berbicara?”
Meskipun
suasananya sangat tegang, kedua pria
itu tetap berani mendekati mereka. Entah mereka
sangat berani atau tidak peka. Apa orang-orang seperti ini tidak peduli jika
lawan bicara mereka tidak menyukainya?
Mungkin mereka tidak peduli, itulah sebabnya mereka melakukan tindakan seperti
merayu.
“Umm,
apa kalian ada urusan dengan kenalanku?”
Ini adalah
kalimat standar untuk membantu orang lain, pengetahuan yang kudapatkan dari anime yang direkomendasikan Nene-chan. Dalam anime,
ini adalah cara untuk memberikan tekanan pada orang yang mengganggu dengan
berpura-pura menjadi kenalan orang yang sedang kesulitan. Meskipun ini hanya
akal-akalan, tapi ternyata kali ini
tidak demikian.
“Eh...
Arata-kun?”
“Se-Senpai!?”
Karena
kedua wanita yang terlibat di laut itu benar-benar kenalanku.
Salah
satunya adalah senior di tempat kerja dulu,
Miyoshi Yui-san. Dia mengenakan bikini
sederhana yang menonjolkan proporsinya, dengan pinggang ramping dan garis otot
perut yang samar. Tubuhnya yang merupakan kombinasi dari bakat alami dan usaha mau tak mau menarik perhatian. Biasanya dia
adalah wanita cantik yang anggun, tetapi sekarang dia terlihat kebingungan karena aku menyapanya.
Satu laginya adalah junior di tempat kerja,
Kitagawa Ibuki. Dia mengenakan bikini
kotak-kotak dengan celana denim, dan menambahkan hoodie untuk mengurangi
paparan kulit. Kakinya yang panjang tidak terlalu kurus, terlihat sehat. Dia
menunjuk ke arahku dengan mata kucingnya yang khas, terlihat terkejut.
Tentu
saja, Yui-san dan Kitagawa termasuk dalam kategori yang memiliki penampilan
menarik, jadi tidak mengherankan jika mereka mendapat perhatian dari pria-pria
yang terpengaruh suasana musim panas.
Namun,
bukannya Yui-san seharusnya sudah kembali
ke Amerika? Mengapa mereka berdua ada di sini? Apa mereka memiliki hubungan? Ada banyak pertanyaan muncul, tetapi
saat ini bukan waktunya untuk memikirkan itu.
“Ap-Apa yang kamu kamu? Apa kamu pikir aku akan
takut hanya karena kamu sedikit lebih tinggi?”
“Wajahmu
curang, tidak ada harapan menang. Ma-Maksudku,
kamu benar-benar mengenal
orang-orang ini? Jika kamu ingin mengambil kesempatan
dalam kesempitan, sebaiknya minggir!”
Dua pria
penggoda itu terlihat panik saat melihatku. Biasanya, tinggi badan dan tatapan
tajamku membuatku terlihat mengintimidasi, tetapi dalam situasi seperti ini,
itu sangat berguna.
“Aku
benar-benar mengeenal
mereka. Benar, ‘kan
Yui-san, Kitagawa?”
“Kami bukan
sekedar kenalan.”
“Eh?”
Yui-san
melepaskan pegangan tanganku dan aku merasa panik di dalam hati. Dia bilang
akan kembali ke Amerika, dan jika dipikir-pikir, kemungkinan dia ada di sini
sangat kecil. Apa mungkin dia hanya mirip orang lain?
Pria perayu itu mendengar kata-kata Yui-san
dan mungkin berpikir bahwa aku datang untuk menggoda, lalu ia tertawa terbahak-bahak.
“Noh,
dia bilang begitu, kan? Kami yang lebih dulu menyapanya. Cepat pergi saja, bro.”
“Umm,
ia bukan sekadar kenalan, ia adalah
pacarku.”
““Hah?””
Secara
kebetulan, suara kami bertiga saling tumpang tindih bersamaan.
Dalam keadaanku yang tercengang, Yui-san
merangkul lenganku. Bersamaan engan
sentuhan lengannya, aku merasakan kelembutan payudara Yui-san yang lembut
melalui kain tipis dari bikini.
“Duhhh,
Arata-kun, kamu ke mana saja sih sampai meninggalkanku? Aku malah dirayu oleh pria menyebalkan
ini.”
“Yui-san,
apa yang kamu bicarakan...”
Saat aku
mencoba bertanya dalam kebingungan karena
situasi yang begitu mendadak, lenganku yang lain ditarik
dengan kuat.
“Ap-Apa yang kamu lakukan, Miyoshi-san!
Orang ini justru pacarku, tau!”
“Ki-Kitagawa!?”
Ketika
aku menoleh ke samping, Kitagawa dengan
wajah cemberut menatap Yui-san dengan tajam. Sesuatu
yang lembut meskipun tidak terlalu mencolok mengenai
lenganku. Aku merasa terkejut dengan jarak yang tidak
biasa ini.
Tunggu,
apa sebenarnya yang terjadi? Apa ini strategi
untuk mengusir pria perayu dengan
berpura-pura bahwa aku adalah pacarnya? Jika itu benar, maka jika Kitagawa ikut
bermain, aku akan menjadi pacar mereka berdua dan situasi ini akan menjadi
kacau.
“Apa
maksudnya ini?”
“Eh,
orang ini punya dua pacar... ini Jepang, ‘kan?”
“Rasanya
jadi menyeramkan, ayo kita pergi saja?”
“Y-ya,
sepertinya begitu.”
Ekspresi
pria perayu itu menunjukkan kebingungan,
tetapi perlahan-lahan berubah menjadi ketakutan saat mereka mundur. Meskipun
prosesnya berbeda dari yang aku bayangkan, tapi hasilnya
lumayan memuaskan.
“Terima
kasih sudah menolongku, pacarku.”
“Terima
kasih telah membantu. Pa~car~ku?”
“Kalian
berdua terlalu berlebihan.”
Meskipun
pria perayu itu sudah pergi, entah kenapa
mereka berdua tidak mau melepaskan lenganku, dan sandiwara
drama ini terus berlanjut. Saat aku mencoba menggerakkan
tanganku untuk memisahkan mereka berdua, aku tidak bisa bergerak karena tidak
tahu bagian mana yang akan aku sentuh. Mungkin karena situasi ini, Yui-san
terus-menerus menyentuh dadaku dan perutku, sementara aku merasa Kitagawa
menatap tubuhku dengan seksama. Seharusnya tidak ada yang baik dari menyentuh
atau melihat tubuh pria seperti ini.
“Apa yang
sedang kamu lakukan, Arata-san?”
Tiba-tiba
aku mendengar namaku
dipanggil dari belakang, dan seolah-olah sinar matahari yang terik membuat
panas tubuhku berkurang. Dengan canggung seperti boneka timah berkarat, aku
hanya menggerakkan leherku untuk melihat ke belakang.
“Nene-chan...?
Meski kamu bertanya begitu, seperti yang kamu lihat.
Aku sedang menyelamatkan kenalanku dari upaya rayuan.”
Lagipula,
orang yang pertama kali menyadari bahwa
Yui-san dan yang lainnya sedang dirayu
adalah Nene-chan. Dia pasti mengetahui
itu.
“Awalnya
iya, tapi mulai dari tengah-tengah, kalian hanya berpelukan dengan msera, ‘kan?”
“Kami tidak
sedang bermesra-mesraan kok.”
“Kalau
begitu, kenapa kalian saling merangkul begitu?”
Meskipun
dia tersenyum, aku merasa takut dengan nada tenangnya. Di pantai yang panas
ini, aku merasa seolah-olah ada badai salju di sini, membuatku menggigil.
Pokoknya, jika dibiarkan terus, ini akan menjadi masalah.
“Rasanya,
lebih tepatnya aku yang dirangkul. Maaf, Yui-san, bisakah kamu melepaskanku?
Lihat, Kitagawa juga cepat.”
“Ufu,
sayang sekali.”
“Maaf, Senpai...”
Yui-san
melepaskan lengannya dengan senyuman yang bersinar. Ternyata dia menikmati
situasi ini, ya? Kitagawa tampak panik saat menjauh dan menempelkan kedua
tangannya di pipinya, seolah-olah merenungkan, “Kenapa
aku melakukan itu?” Dia terlihat hati-hati, tetapi
dia bisa bersemangat di tempat yang tidak terduga. Mungkin dia melakukan ini
karena terpengaruh oleh tindakan Yui-san.
“Yui-san,
kenapa kamu bisa ada di sini?”
Nene-chan
mengajukan pertanyaan kepada Yui-san. Benar, aku juga ingin mengetahuinya. Ketika aku menolak ajakannya untuk pergi ke Amerika sebelumnya, apa
kata-kata “Kalau
begitu, aku akan pulang”
itu bohong?
“Pada
hari itu, bukannya kamu
bilang akan pulang?”
“Aku
memang bilang akan pulang, tapi aku tidak bilang akan kembali ke Amerika, ‘kan? Tang
kumaksud ialah aku kembali ke Jepang dari
Amerika.”
Apa-apaan itu? ....me-membuat bingung orang saja.
Kemudian
Yui-san melanjutkan seolah-olah sudah
menebak pertanyaan kami.
“Perusahaan
Amerika tempatku bekerja
mempunyai rencana untuk membuka cabang di Jepang, jadi selama periode itu, aku
mencari properti dan menyelesaikan kontrak di Jepang. Pada awalnya, aku dijadwalkan untuk
ditugaskan ke Jepang sebagai anggota awal pendirian, tetapi aku masih berpikir
tentang itu. Jika Arata-kun datang bersamaku ke Amerika saat itu, aku bisa menyelesaikan urusan
kontrak dan tetap di sana, tetapi kamu bilang ingin tetap di Jepang, ‘kan? Jadi, aku memutuskan untuk
pulang ke Jepang. Aku masih belum
menyerah untuk mengajakmu.”
Melihat
ekspresiku, Yui-san mengibaskan
rambutnya dan tersenyum dengan percaya diri seperti raja yang berhasil dengan
rencananya. Mau tak mau aku jadi
mengagumi keberaniannya untuk bercanda dalam skala seperti ini.
“Baru-baru
ini, aku resmi ditugaskan ke cabang Jepang. Dan hari ini aku menjadi pengajar
seminar sebagai pembicara eksternal dalam perjalanan pelatihan Ichinose Shoji.”
“Apa
ini untuk membangun hubungan dengan Ichinose Shoji, perusahaan terkenal di Jepang?”
“Kamu memang
cerdas sekali, Arata-kun.
Ya, begitulah.”
Perusahaan
tempat Yui-san bekerja terkenal di Amerika, tetapi jika ingin memperluas skala
di Jepang, memiliki hubungan dengan perusahaan lain adalah langkah yang bijak.
Yui-san sebenarnya adalah mantan karyawan
Ichinose Shoji. Mungkin karena hubungannya
itu dia dipilih sebagai pembicara seminar.
Setelah
mendengar penjelasan Yui-san, aku mengerti mengapa mereka berdua ada di sini.
Namun, sungguh kebetulan bahwa perjalanan pelatihan perusahaan dan tujuan
perjalanan kami sama.
“Hari
ini adalah hari terakhir perjalanan pelatihan, dan sekarang adalah waktu bebas.
Ketika aku mendengar dari Arata-kun
bahwa kamu memiliki junior selama aku berkunjung
rumahmu, aku tidak bisa banyak berbicara selama pelatihan, jadi aku berpikir
untuk berbincang santai berdua sambil bersantai. Anak ini benar-benar imut. Tapi dia juga sedikit keras kepala, mirip
denganmu, Arata-kun.”
Meskipun
tidak seburuk diriku, Kitagawa terlihat dingin saat
bertemu orang baru. Sekarang dia sudah bisa berkomunikasi dengan orang-orang di
departemennya, tetapi awalnya itu sangat sulit. Jika dipikir-pikir, mungkin
Kitagawa dan aku memiliki kesamaan.
“Miyoshi-san,
tolong hentikan.
Rambutku jadi berantakan.”
“Eei~, uiri uiri.”
Kitagawa
menunjukkan perlawanan saat Yui menariknya lebih dekat dan membelai kepalanya.
Setelah
berhasil menjauh dari tangan Yui-san, Kitagawa merapikan rambutnya dan menatap
Nene-chan.
“Umm,
Senpai, siapa gadis itu?”
“Gadis ini
adalah Nene-chan, dia umm...”
Aku tidak
tahu bagaimana harus
menjelaskannya, adik perempuan mantan
tunanganku? Jika aku mengatakan itu
sekarang, hal itu pasti
akan membuat situasi menjadi rumit. Tentu saja, aku tidak
bisa memperkenalkannya sebagai
muridku. Rasanya juga berbeda dengan
teman.
Saat aku sedang merenungkannya,
Nene-chan yang berada di belakangku seketika mendekat.
“Senang
bertemu denganmu, namaku
Nene, istrinya Arata-san.”
“Is-Istri!?”
“Hei,
Nene-chan, apa yang baru saja kamu katakan?”
Nene-chan
meminta maaf sambil menjulurkan lidahnya dengan nakal. Sepertinya dia tidak
merasa menyesal. Dia mungkin berusaha menjadikan interaksi ini sebagai
kebiasaan.
Melihat
Kitagawa yang terkejut, aku berusaha menjelaskan.
“Dia
adalah gadis yang akrab denganku.”
Setelah
berpikir demikian, aku memutuskan bahwa penjelasan
ini yang paling tepat.
“Gadis
yang akrab? Aku tidak pernah
mendengar tentang itu!”
Hmm, apa
aku tidak pernah menyebutkannya?
Saat kami berkeliling toko roti beberapa waktu lalu, aku memang bilang bahwa
aku sedang belajar memasak, tapi aku tidak menyebutkan siapa yang
mengajarkanku.
“Kenapa
kamu bersama gadis semuda
ini...? Hmm? Sepertinya wajahnya familiar.”
Kitagawa
menatap wajah Nene-chan dan tiba-tiba bersuara seolah mengingat sesuatu.
“Ah!
Kamu orang yang pernah kulihat di tempat pernikahan. Kamu adalah adiknya Fujisaki Himeno, ‘kan!? Kenapa kamu bisa
ada di sini!?”
Karena
Kitagawa juga hadir di tempat pernikahan itu, jadi sepertinya
dia menyadari Nene-chan.
“Tenanglah dulu, Ibuki-chan, ada banyak hal yang terjadi.”
“Kitagawa,
rincian tentang itu bukanlah pembicaraan yang pantas di sini di tepi laut. Kita
bisa membicarakannya saat kita berkeliling toko roti lagi.”
“Baiklah, aku mengerti... Aku sedikit jengkel dengan raut wajah Miyoshi-san yang menyiratkan, 'Aku sebenarnya sudah tahu', tapi aku akan menahan diri di sini.”
Kitagawa
mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.
Di sini
adalah kawasan resor, dan aku tidak mempunyai waktu maupun tenaga untuk
membahas hal-hal rumit.
“Jadi kamu adalah mantan junior yang ikut
berkeliling toko roti, ya? Selai aprikotnya enak sekali.”
“Eh,
bagaimana kamu bisa mengetahui
itu? Dan jika kamu bilang enak, itu berarti kamu sudah mencobanya!? Bagaimana hal itu bisa terjadi!?”
“Karena aku
memakannya bersama Arata-san saat sarapan.”
“Sarapan
bersama Senpai!?”
Nene-chan
berbicara kepada Kitagawa, tetapi sepertinya suasana di antara mereka kelihatan
tegang.
“Apa jangan-jangan orang yang mengajarkan
memasak kepada Senpai adalah kamu?”
“Ya,
akulah yang mengajarkannya loh? Aku
datang ke rumahnya sekali seminggu untuk mengajarinya memasak. Sebelum memasak,
kami juga pergi ke supermarket untuk berbelanja.”
“Bukannya mimpi yang menjadi kenyataan
bisa berbelanja bersama di
supermarket!?”
“Hehe,
memang begitu.”
Kitagawa
yang lebih kecil dari Nene-chan mendengus seperti anak kucing, tetapi Nene-chan
tampak dengan lincah menghindar.
“Arata-kun,
mari kita tinggalkan
anak-anak muda ini, aku ingin kamu mengolesi
sunscreen padaku.”
““Kami
takkan membiarkanmu pergi.””
Saat
Yui-san menarik tanganku,
Nene-chan dan Kitagawa yang sebelumnya tampak bersemangat kini berdiri menghadang.
“Yui-san,
kamu mau pergi kemana dengan menyelonong begitu?”
“Miyoshi-san, bukannya kamu sudah mengolesi sunscreen
saat mengganti pakaianmu!”
“Ara~ara~,
jadi kalian tidak terlalu terfokus pada
pembicaraan kalian sendiri, ya?”
Ketika aku
mengamati dari pinggir lapangan, aku mendengar suara familiar yang berkata, “Rasanya
sulit untuk bergabung dalam percakapan para wanita, ya”.
“Ohh, Arata,
kebetulan banget.”
“Kyohei,
kamu mengetahuinya, kan?”
aku
melemparkan kata-kata penuh kebencian kepada
Kyohei, yang berjalan ke arahku dengan ponselnya sambil tertawa gembira.
Saat kami berbicara tentang perjalanan di restoran kecil, aku memang sempat kepikiran dengan cara
bicaranya yang
aneh.
“Aku
tahu bahwa kita akan datang ke tempat yang
sama pada waktu yang sama, tapi bertemu di sini adalah kebetulan. Bagaimana dan
di mana kita menghabiskan waktu bebas adalah kebebasan pribadi. Datang ke
pantai pada waktu yang sama itu di luar dugaan.”
Aku
berharap itu benar, tetapi Kyohei hanya tertawa. Dia tipe orang yang berharap
segala sesuatunya berjalan menyenangkan baginya.
“Ngomong-ngomong,
kamu sedang
merekam video?”
“Tentu
saja lah,
karena aku tipe irang
yang menyimpan kenangan.”
Kyohei
dengan senang hati merekam Nene-chan, Yui-san, dan Kitagawa yang sedang saling memandang. Kyohei
memang sering mengunggah video pendek sehari-harinya
di media sosial.
“Oh iya,
Arata, apa
kamu sudah mampir ke
rumah pantai?”
“Ah,
iya. Aku pergi untuk meminjam perlengkapan seperti payung dan lainnya, memangnya
kenapa?”
“Jadi,
kamu belum pergi ke warung yang ada
di belakang, ya?”
“Anak-anak
lain sedang mengurus itu sekarang...”
Aku tidak
mengerti apa yang ingin disampaikan Kyohei.
“Eh,
apaan nih~ apaan nih~, Nenechi lagi di medan pertempuran!?
“Uwaaa,
ia dikelilingi oleh gadis-gadis
cantik!”
“Aku
sudah berpikir bahwa Ichinose-sensei memang
populer, tapi aku tak menyangka sampai sehebat ini.”
Saat kami
membicarakan rumah pantai, Otaku-kun dan yang lainnya baru
saja kembali dari berbelanja, mereka membawa
yakisoba dan es serut, tapi mereka terlihat
terkejut dengan situasi ini.
“Kalian emua
sudah kembali ya, tapi
sepertinya kalian
membutuhkan waktu lama buat membelinya.”
“Iya,
sepertinya orang-orang di rumah pantai tidak
terbiasa memasak, jadi mereka membuat makanan yang sangat hitam dan itu
memperlambat semuanya... Tapi, daripada itu, apa yang sedang terjadi?”
Aku
berusaha untuk berbicara normal, tapi Otaku-kun dan yang lainnya meminta
penjelasan tentang situasi ini. Sepertinya sulit untuk menutup mata pada
kenyataan ini.
“Aku
kebetulan bertemu dengan orang-orang dari tempat kerja lamaku.”
“Halo,
namaku Kyohei, sahabat Arata dan mantan rekan kerjanya. Aku
sudah mendengar sedikit tentang kalian dari pria ini.
Senang bertemu dengan kalian!”
Kyohei
menyimpan smartphone yang sedang merekam dan mulai berbicara kepada semua
orang.
“Halo~ halo~, namaku
Himari. Senang bertemu denganmu juga!”
“Yeay,
aku Miu! Salam kenal ya!”
“H-Halo, aku Otaku! Senang bertemu denganmu!”
Kyohei
memperkenalkan dirinya dan semua orang mengikutinya. Aku terkesan dengan
bagaimana Kyohei memimpin suasana.
“Pria ini
tidak membuat suasana perjalanan kalian
terasa berat, kan? Kalian baik-baik
saja?”
“Oi.”
Tega-teganya
ia mengatakan hal itu, padahal aku baru saja terkesan.
“Ti-Tidak! Tidak ada yang seperti itu!
Ichinose-sensei telah banyak membantuku. Aku
sangat berterima kasih karena telah memimpin perjalanan ini.”
“Begitulah
katanya, syukurlah,
ya, Arata.”
Kyohei
menepuk-nepuk bahuku. Meskipun ia
mengatakannya dengan perhatian, aku merasa sedikit lega karena Otaku-kun menghargainya.
“Nee,
Kyohei-san, apa yang terjadi dengan ketiga orang itu? Medan perang?”
“Ah,
Miu-chan. Itu jelas-jelas medan perang.”
“Sudah
kuduga begitu, ‘kan? Wah, gawat~~!”
Sejak
tadi, Yokoyama-san bertanya apakah itu medan perang,
dan Kyohei mengangguk sebagai jawaban, menunjukkan persetujuannya.
Ketika
Miu-chan
langsung memanggilnya dengan panggilan
Kyohei-san, aku merasakan suasana yang mirip di antara
mereka berdua.
“Oi
Kyohei, apa maksudnya dengan medan perang?”
“Itulah
sebabnya kamu menjadi seperti ini, Arata.”
Kyohei
mengangkat bahunya dengan tampak putus asa, dan aku merasa sedikit jengkel
dengan gerakannya yang aneh itu.
“Yah,
memang begitulah sifat Ichinose-sensei.”
“Sepertinya
ia memang sulit dihadapi, ya.”
“Ah,
ahaha...”
Nakamura-san
dan Yokoyama-san juga. Apa maksudnya dengan kata ‘begitu’?
Meskipun
kata-kata itu abstrak, aku bisa merasakan bahwa itu tidak diucapkan dengan
baik.
Otaku-kun hanya tersenyum canggung tanpa
berkata apa-apa.
“Arata-san
lebih menyukai nasi daripada roti, tau?”
“Itu
karena Senpai belum menemukan berbagai roti yang enak. Begitu ia memahami daya
tariknya, aku yakin ia pasti
akan beralih. Lagipula, roti dan kopi itu perpaduan
yang sempurna.”
Nene-chan
dan Kitagawa saling menatap dengan tajam. Mengapa pembicaraan tentang
makanan muncul di tempat yang begitu terbuka?
“Meski
mereka baru pertama kali bertemu, mereka berdua sudah berdebat sengit.”
“Padahal aku
tidak masalah mana saja, apakah
aku lebih menyukai nasi
atau roti."
“Ichinose-sensei, ada hal yang tidak bisa
dikompromikan dengan gadis-gadis.”
“Be-Benarkah?”
“Ya,
benar.”
Semua
orang selain aku yang memperhatikan mereka berdua
ikutan mengangguk. Aku pikir nasi atau roti sama-sama
enak...
“Aku
akan dengan senang hati memakan apa
saja jika Arata-kun
yang memasaknya untukku.”
“Yui-san
sih lebih mementikan minum alkohol daripada makan, kan?”
“Ahaha,
mungkin itu benar.”
Yui-san mencondongkan tubuhnya
mendekat. Aku merasa kalau sedaj tadi,
jarak di antara kami terasa dekat, tapi
dia tidak sedang mabuk, ‘kan? Mau
tak mau aku merasa kesusahan ketika tubuhnya yang
mempesona menempel padaku.
Aku
memanfaatkan kesempatan ini untuk membisikkan
sesuatu kepada Yui-san
saat kami semakin dekat. Aku berusaha agar tubuhku tidak terlalu terlihat.
“Maaf, Yui-san.
Hari ini aku menemani Nene-chan dan yang lainnya dalam perjalanan liburan mereka. Jadi, aku akan membawa
Nene-chan kembali ke tempat semula.”
“Benar juga. Kita tidak bisa merepotkan
lebih jauh, jadi kamu bisa menyerahkan Ibuki-chan
padaku.”
Seperti yang
diharapkan Yui-san, dia segera memahami niatku dan
menyetujuinya.
“Kalian
berdua, cukup sampai di sini. Nene-chan,
semua orang sudah kembali dari berbelanja.
Mari kita makan dengan cepat.”
“Sudah,
sudah! Ibuki-chan, mari kita bercerita bersama. Aku
akan menceritakan kisah Arata-kun saat
dirinya masih karyawan baru.”
Aku
membawa Nene-chan, sementara Yui-san menarik Kitagawa, dan kami pun
berpisah.
Yui-san
mengatakan sesuatu yang mencurigakan kepada Kitagawa, tetapi jika aku terlalu
memikirkannya, itu tidak akan ada gunanya.
Setelah
itu, kami menikmati yakisoba, cumi bakar, dan jagung bakar yang merupakan
makanan khas di rumah pantai yang dibeli oleh Otaku-kun dan yang lainnya.
Meskipun
bahan-bahannya tidak bisa dibilang berkualitas tinggi dan bumbunya sederhana,
suasana di lokasi ini membuat makanan terasa jauh lebih enak.
Setelah
itu, kami bermain bola pantai yang sangat diinginkan oleh Yokoyama-san, lalu
bersantai menggunakan pelampung di laut dan menikmati waktu berlibur.
◇◇◇◇
“Fujisaki-san,
sudah kuduga, apa kami
juga harus membantu?”
“Terima
kasih, tapi semua orang sudah pergi belanja ke warung untuk makan siang, jadi
biarkan kami yang menangani makan malam. Lagipula, semuanya sudah hampir selesai.”
Aku
mendengar percakapan antara Otaku-kun yang duduk di kursi halaman vila dan Nene-chan yang berada
di dapur pulau di samping ruang tamu.
Aku
mendengarkan sambil menusukkan sayuran ke tusuk sate di samping Nene-chan.
“Otaku-kun
memang anak yang baik ya.”
“Rasanya
tidak enak jika cuma diam
saja...”
“Aku
mengerti perasaanmu. Tapi jika aku atau Miu membantu, itu justru bisa
berbahaya, jadi biarkan Nene dan lainnya
yang menangani masakan.”
“Kalau
begitu, aku akan mengikuti kata-katamu.”
“Masakan
Nenecchi sangat enak loh!”
“Aku jadi
sangat menantikannya.”
“Ah,
karena kita sudah banyak bermain, perutku jadi lapar!”
Di halaman vila, sepertinya mereka sangat
menantikan makanan yang akan selesai.
Aku
menyusun tusuk sate sayuran di atas nampan.
“Nene-chan,
ini tusuk terakhir yang selesai.”
“Terima
kasih, Arata-san. Aku juga sudah menyelesaikan
persiapan di sini.”
“Baiklah,
kalian semua, bisakah kalian bantu membawa ini?”
Tiga
orang di halaman datang
membantuku ke dapur.
Sementara
mereka membawa, aku menyalakan arang. Ya, makan malam hari ini adalah barbekyu.
Menurutku ini merupakan makanan
yang sangat cocok untuk perjalanan musim panas.
Vila
milik keluarga Fujisaki ini memiliki ruang dan fasilitas yang cukup untuk
mengadakan barbekyu di dalam halaman.
Aku
memasukkan bahan bakar ke dalam panggangan barbekyu, meletakkan arang di
sekelilingnya, dan karena menyalakan arang itu memakan waktu, penggunaan bahan
bakar merupakan hal umum menurut indormasi yang kutemukan di internet.
Aku
menyalakan bahan bakar dengan menggunakan pemantik panjang. Setelah
api benar-benar menyala, aku menggunakan kipas untuk memperbesar api, lalu
menambahkan arang untuk memperluas nyala api.
“Woahh, Ichinose-sensei hebat sekali! Kamu
terlihat seperti penyihir api!”
Otaku-kun yang baru saja selesai menata
bahan makanan di meja,
melihatku dengan mata berbinar.
“Apa Ichinose-sensei sudah berpengalaman dalam
barbekyu?”
“Tidak,
ini pertama kalinya.”
“Serius?
Aku terkejut karena kamu sangat terampil!”
Meskipun
aku tidak memiliki pengalaman pergi keluar
bersama banyak orang atau melakukan kegiatan outdoor,
menonton video streamer outdoor sangat membantuku.
Aku
meletakkan jaring di atas panggangan dan menyusun bahan di atasnya untuk
dipanggang. Sambil menunggu matang, masing-masing mengisi gelas kertas dengan
minuman. Semua orang memberitahuku bahwa aku boleh minum alkohol, tetapi aku ragu
untuk minum sendirian, dan karena besok aku harus menyetir pulang, aku juga
memilih minuman non-alkohol.
“Baiklah
kalau begitu, apa kalian semua sudah
mendapat gelas!? Ayo! Bersulang!”
Kami
bersulang mengikuti semangat Yokoyama-san.
“Selamat
makan~!”
“Sebentar dulu, Miu, itu masih belum matang. Di sini.”
“Terima
kasih, Nene-chan, kamu memang pengatur barbekyu.”
“Hehe,
apa-apaan itu?”
Nene-chan
tersenyum sambil menutupi mulutnya.
Pengatur
barbekyu, meskipun julukan itu terdengar
aneh, tapi entah kenapa terasa
pas. Ternyata sulit untuk menilai apakah daging sudah matang, dan jika
dibiarkan terlalu lama, dagingnya bisa
gosong dan tidak enak dimakan. Karena
Nene-chan mampu menilai itu, jadi
dia benar-benar pengatur barbekyu.
“Pengatur,
apa yang ini aman?”
“Duhh,
bahkan Himari sampai ikut-ikutan segala. Ya, aku
rasa sudah pas."
Kemudian,
Otaku-kun dan aku mengikuti contoh
Nakamura-san untuk menanyakannya pada
Nene-chan. Rasa aman yang absolut sangat luar biasa.
“Mm~!
Enak banget! Nene-chan juga pandai barbekyu!”
“Empuk
dan sangat lezat!”
“Ini
bukan sekadar daging yang dipanggang, tetapi bumbunya sangat terasa dan enak!”
“Hehe,
terima kasih.”
Nene-chan
menunjukkan senyum yang tidak bisa disembunyikan.
“Rasanya benar-benar
enak. Aku tidak menyangka barbekyu bisa semenyenangkan ini.”
“Itu
semua berkat bantuan Arata-san.”
Nene-chan
berusaha bersikap merendah
seperti itu, tetapi semuanya berkat
dirinya.
Pada awalnya,
aku berpikir bahwa barbekyu
hanya tentang memanggang bahan, tetapi ternyata tidak. Setiap jenis daging
perlu dipersiapkan, menghilangkan kelebihan, memukul, atau menusuk dengan garpu
untuk menghancurkan seratnya agar lebih lembut.
Dengan
memberikan bumbu yang tepat, kita tidak
memerlukan saus tambahan. Mengenai bumbu, terkadang
menggunakan garam atau rempah, jadi tidak semua daging dibumbui.
Aku hanya
mengikuti instruksi Nene-chan. Meskipun begitu, aku merasa bisa membantu dan
tidak hanya membiarkan Nene-chan mengurus semuanya.
“Arata-san.”
Ketika
Nene-chan memanggil namaku, aku menyerahkan botol garam yang ada di
dekatku.
“Ya,
silakan.”
“Terima
kasih.”
“Eh!
Apa-apaan tadi itu!?”
Yokoyama-san
menghentikan tangannya yang sedang makan dan mendekati Nene-chan.
“Apa
maksudmu? Aku hanya meminta garam.”
Nene-chan
menjawab seolah-olah itu hal
yang biasa, padahal memang seharusnya begitu.
“Tapi bagaimana
Ichinose-sensei bisa tahu!?”
“Nene-chan
suka rasa yang ringan, jadi kupikir dia mungkin ingin
memakanyan dengan rasa garam, dan
kebetulan ada garam di sini, jadi aku cuma mengambilnya.”
“Cuma.
Tidak, tidak, tidak, tadi dia hanya
memanggil nama Sensei doang loh!”
“Kalau
dipikir-pikir, memang begitu...”
Memang,
kenapa aku bisa mengetahuinya, ya? Aku dan Nene-chan saling
memandang dengan bingung.
“Bukannya
itu berarti kalian
saling terhubung.”
“Itu
terlalu berlebihan.”
“Otaku-kun!”
“Ahem,
yhwa, ada apa?”
Saat
Nakamura-san memanggilnya, Otaku-kun
menjawab dengan mulut penuh makanan.
“Bisa
minta tolong ambilkan teh?”
“Keuk.
Baik, aku mengerti!”
“Jadi,
begitulah yang biasanya.”
Sambil
memperhatikan serangkaian interaksi itu, Yokoyama-san mengangkat jari
telunjuknya. Ternyata,
bisa berkomunikasi tanpa menyebutkan maksudnya merupakan
hal yang cukup langka.
Mungkin, alasan kenapa bisa
memahami Nene-chan karena kami sering makan bersama.
“Kalian
berdua berdiri bersebelahan di dapur tampak seperti pasangan suami istri,
kalian benar-benar kelihatan akrab.”
“Pasangan
suami istri? Miu, itu berlebihan.”
“Habisnya
memang begitu, ‘kan? Mereka
mengenakan celemek yang serasi, dan terlihat cocok!”
Yokoyama-san
tersenyum ke arah kami.
Apa itu
berarti penampilanku dengan celemek sekarang sudah lebih baik? Karena celemek
itu diberikan oleh Nene-chan, aku merasa senang jika dikatakan cocok.
Setelah
itu, meskipun Yokoyama-san dan Nakamura-san memberi tatapan hangat, kami tetap
menikmati barbekyu.
Naru beryama
kalinya aku mencoba bumbu khusus untuk daging yang dibeli
oleh Otaku-kun, tetapi rasanya berbeda dari garam atau saus dan rasanya sangat enak.
Di antara
semua makanan, onigiri panggang yang disiapkan Nene-chan di tengah-tengah
sangat istimewa. Dia benar-benar mengoleskan minyak kedelai dengan kuas dan
memanggangnya di atas arang, sangat profesional.
“Eh,
teman-teman, boleh aku bicara?”
Setelah
selesai makan dan membereskan segala sesuatu, Otaku-kun mengangkat
tangannya.
“Ada
apa?”
“Apa kalian
tertarik, mencoba ini?”
“Eh!
Otaku-kun, bagus sekali!”
Otaku-kun
mengeluarkan set kembang api tangan yang dihiasi warna-warni dan berisi seratus
lima puluh batang dengan huruf yang mencolok.
◇◇◇◇
Masing-masing
dari kami memegang kembang api dan
mendekatkan ujungnya ke lilin yang sudah disiapkan, lalu menyalakannya.
Mula-mula
terdengar suara pelan, kemudian partikel cahaya meletus dalam pola radial
sambil mengeluarkan suara mendesis ringan. Percikan api berubah warna dari
emas menjadi hijau, ungu, dan kemudian merah.
“Indahnya!”
Yokoyama-san
berseru kagum sambil memutar kembang api. Jejak cahaya membentuk
lingkaran.
“Rasanya
sungguh menyenangkan bisa bermain kembang api di musim panas.
Otaku-kun kamu
hebat!"
“Wawawa, Nakamura-san, jangan mengelus kepalaku di depan semua orang!"
“Hee,
jadi tidak apa-apa jika tidak di depan semua orang, ya?”
“Bukan begitu maksudku...”
Melihat
Otaku-kun yang tampak gugup namun tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya
membuatku tersenyum.
Setelah
itu, kami semua membawa set kembang api yang disiapkan oleh Otaku-kun dan
pindah ke tempat terbuka di dekat pintu masuk vila.
“Hehe,
indah sekali ya.”
“Ya,
benar sekali.”
Aku dan
Nene-chan memegang kembang api jenis sparkler. Berbeda dengan kembang api
susuki yang dipegang Yokoyama-san, percikan api berbentuk kristal ini menyebar
ke segala arah. Suara “bachi
bachi” yang
dihasilkan sangat meriah.
Ketika aku mendengar suara elektronik yang
menyenangkan, aku melihat ke atas dan melihat Nakamura-san memegang smartphone-nnya.
“Lihat,
lihat, ini diambil sangat
bagus!”
Setelah menunggu
hingga kembang apinya padam,
Nakamura-san mendekat sambil mengarahkan layar smartphone-nya ke arah kami. Di
sana, ada fotoku dan Nene-chan yang berdiri berdampingan, memegang
kembang api dan tersenyum.
Smartphone
terbaru dapat menangkap cahaya kembang api dengan jelas,
pikirku sambil terkesan, tapi Nene-chan
tiba-tiba mendekati Nakamura-san.
“Jangan lupa
mengirimkannya nanti!”
“Tentu
saja!”
Nene-chan
yang jarang berbicara dengan nada tegas, membuat Nakamura-san sedikit terkesut, tapi dia segera mengacungkan tanda perdamaian.
Mungkin ini adalah pemandangan yang biasa bagi mereka.
“Himaricchi, tolong
fotoin Miu juga dong~!”
“Oke siap~!”
Yokoyama-san
dengan cepat menggerakkan tangan yang memegang kembang api sambil memanggil
Nakamura-san. Gerakan itu sepertinya mencoba membentuk tanda hati.
“Nenecchi juga ayo ikutan!”
“Ya,
aku akan segera ke sana!”
Nene-chan
segera berlari menuju mereka.
Aku yang
tertinggal kemudian mendekati Otaku-kun yang sedang mengamati Nakamura-san dan
yang lainnya.
“Terima
kasih sudah membawa kembang api, Otaku-kun. Berkatmu, kami bisa
bersenang-senang.”
“Aku senang
mendengarnya. Aku sangat ingin merayakan musim panas dengan teman-teman, jadi
aku sangat bersemangat.”
“Jadi,
itulah sebabnya ukuran kembang apinya sampai sebanyak
itu.”
Kembang
api yang dibawa Otaku-kun memiliki kapasitas besar, membuatku bertanya-tanya di
mana ia menyimpannya dalam ranselnya.
Dengan
lima orang begini,
sepertinya kami bisa bermain sepuasnya sampai merasa
bosan.
“Ya,
karena ini adalah musim panas terakhir di SMA, aku ingin membuat kenangan yang
baik. Karena tahun depan, aku akan terpisah
dari Nakamura-san.”
Wajar sekali
bagi mereka untuk mengambil jalur yang berbeda setelah lulus
SMA, baik melanjutkan pendidikan atau bekerja. Jarang
sekali ada yang mengambil jalur yang sama.
“Otaku-kun,
kamu ingin mengambil jalur apa?”
“Aku
ingin melanjutkan ke fakultas teknik di universitas dan bercita-cita menjadi
insinyur robot. Sejak kecil, aku menyukai robot
karena pengaruh anime, tapi setelah melihat robot penyelamat yang beroperasi
saat bencana di TV, aku merasa itu sangat mengagumkan.”
“Robot
penyelamat tuh robot
yang digunakan untuk pencarian dan pertolongan di tempat yang
tidak bisa dijangkau manusia, ‘kan?”
“Benar sekali. Sekarang juga sudah ada teknologi drone. Rasanya sedikit memalukan, tapi
impianku waktu kecil adalah menjadi pahlawan. Namun, seperti yang kamu lihat,
aku lemah dan tidak memiliki banyak stamina. Aku berharap bisa membantu orang
lain meskipun aku seperti ini.”
“Itu
adalah impian yang sangat mulia.”
Terima
kasih banyak, kata
Otaku-kun sambil tersenyum malu, wajahnya tampak bangga.
“Otaku-kun,
kalian sedang membicarakan apa?”
“Oh,
Nakamura-san. Kami sedang membahas tentang jalur karier atau masa depan.”
“Jadi
kalian sedang berbicara tentang impian! Itu topik yang sangat cocok untuk
dibicarakan saat bepergian. Ngomong-ngomong, aku berencana melanjutkan ke
universitas yang berhubungan dengan fashion karena aku ingin bekerja di bidang
itu. Jika mengenakan pakaian bagus dan meningkatkan suasana hati, hari itu akan
menjadi yang terbaik.”
Setelah
Nakamura-san, Yokoyama-san muncul dari belakang.
“Kalau Miu
ingin menjadi perawat. Aku mengaguminya sejak aku melihat betapa baiknya mereka ketika nenekku dirawat di rumah
sakit beberapa waktu yang lalu.”
“Sungguh luar biasa sekali kalian semua sudah memiliki
impian yang jelas sejak masih di SMA.”
“Ichinose-sensei, jalur apa yang kamu impikan saat masih di SMA dulu?”
Setelah merasa sedikit ragu, aku berusaha
menyampaikan dengan ringan agar tidak terasa berat.
“Aku
hanya berpikir untuk masuk universitas yang bagus
dan mengikuti jejak ayahku, jadi aku tidak memiliki masa depan yang aku impikan sendiri.
Sekarang, aku mencoba berbagai hal yang ingin kulakukan.”
“Menurutku itu
juga hal yang sangat baik.”
Nene-chan
datang terlambat dan mengangguk, mendukung perkataanku.
“Kalau
Nenecchi, apa impian masa depanmu?”
“Nene
ingin menjadi istri yang hebat.”
Senyum
lebar Nene-chan membuat jantungku berdebar kencang.
“Aku
memiliki banyak hal yang ingin dilakukan dalam pekerjaan, tetapi aku pikir
penting untuk memiliki keluarga dan hidup bahagia, tidak peduli pekerjaan apa
yang aku pilih.”
“Aku
setuju, pekerjaan bukanlah segalanya.”
“Aku
ingin bersenang-senang bahkan setelah
pulang kerja.”
Sungguh
mengagumkan bahwa seorang pelajar SMA sudah memikirkan tentang keseimbangan
antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Saat aku
masih pelajar, tujuanku hanyalah untuk masuk perusahaan yang
baik dan mendapatkan pekerjaan yang baik. Mungkin pandanganku saat itu terlalu
sempit.
“Ah,
rasanya terlalu menyenangkan, aku jad tidak ingin pulang besok.”
“Karena
kita semua adalah calon peserta ujian
tahun ini.”
“Ugh,
setelah pulang harus belajar.”
“Sudah,
sudah, mari kita lupakan dulu
kehidupan sehari-hari untuk saat ini!”
“Ya,
benar juga!”
Yokoyama-san
dengan ceria memegang satu kembang api
di setiap tangannya dan
menyalakannya.
Melihat hal itu, Otaku-kun bersemangat dan
memegang masing-masing satu kembang api di antara jari-jarinya, totalnya ada delapan, dan mengayunkan
tangannya sambil menunjukkan tarian otaku. Nakamura-san tertawa terbahak-bahak
sambil merekam videonya.
“Nee,
Arata-san.”
Nene-chan
yang berdiri di sampingku bertanya dengan ragu.
“Apa Arata-san akan mendukung impianku?”
“Tentu
saja. Aku berharap impianmu
bisa terwujud.”
Karena aku sendiri tidak bisa mewujudkannya, jadi aku sangat berharap mimpinya bisa terwujud.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya