Selingan — Bagian Mantan Tunangan 2
“Himeno,
tolong ambilkan air.”
“Ehhh, kamu bisa mengambilnya sendiri ‘kan,
Minato-kun.”
Di dalam apartemen sempit, Himeno dan
Minato sedang berbaring di atas dua futon
berjejer.
“Tadi
aku sudah mengambilkannya, ‘kan?
Lagipula, sepertinya kondisi tubuhku semakin memburuk dan aku merasa berat
untuk bergerak.”
“Aku
juga merasa capek. Apa kamu tidak khawatir padaku, Minato-kun?”
Himeno
yang sedang memainkan ponselnya
tiba-tiba bangkit dan mendekati Minato yang tidak bisa bergerak.
Karena perubahan
lingkungan, tempat tinggal yang tidak nyaman, dan makanan yang tidak memadai
sebelumnya membuat kesehatan mereka terganggu.
"Aku
khawatir kok, tapi kita berdua saling mengerti, ‘kan? Kalau kamu masih bisa bergerak,
tolonglah. Sepertinya kamu masih punya waktu untuk main ponsel.”
“Enggak,
ini sudah batas kemampuanku. Aku tidak bisa bergerak lagi. Aku hanya memainkan ponsel dengan jariku, jadi itu sama sekali tidak bikin capek.”
Himeno
jatuh kembali ke atas futonnya. Minato menggertakkan giginya saat melihat itu.
"Himeno,
sejak datang ke sini kamu terus-terusan
main ponsel, tapi jangan bilang kalau kamu
juga mengeluarkan uang untuk membeli item dalam game.”
“Aku
tidak melakukan itu, kok.”
“Kalau
begitu, kamu lagi ngapain?"
“Ah,
jangan marah-marah begitu juga sih.”
Lagipula,
Himeno mulai berbicara.
“Bukannya itu salah Minato-kun juga karena tidur dengan kipas angin
mengarah ke arahmu, kan?”
“Itu sama
sekali tidak benar. Itu karena aku lupa mengatur mode
ayun, jadi kebetulan saja kipas anginnya hanya mengarah kepadaku.”
“Masa sih?
Padahal aku terbangun beberapa kali karena merasa tidak nyaman, dan saat itu aku
menggerakkan kipas anginnya, tau? Tapi setiap kali terbangun,
anginnya selalu mengarah ke Minato-kun.”
“H-Hee,
begitu ya. Aneh banget,
mungkin itu barang cacat... Kenapa barang aneh begini bisa dijual ya?”
Minato
mengeluh tentang toko tempat dirinya
membeli kipas angin, sementara Himeno menatapnya dengan tatapan tajam.
Karena
tidak tahan dengan suasana panas
di apartemen tua yang tidak memiliki AC dan kondisi isolasi yang buruk, Minato segera mencari cara
untuk memperbaiki kondisi. Tentu saja ia tidak bisa
memembeli AC dengan gajinya, jadi ia berusaha membeli kipas
angin. Itu hanyalah
barang murahan yang dibeli toko
barang bekas.
Namun,
kipas angin itu tidak rusak. Minato juga terbangun karena tidak nyaman dan
mengatur kipas angin mengarah ke dirinya sendiri. Jadi, Minato dan Himeno hanya
terlibat dalam permainan saling mengganggu di malam hari.
Mungkin
wajar jika Minato yang berusaha membuat dirinya nyaman justru mengalami masalah
kesehatan.
(Jika aku
melakukannya dengan
benar sejak awal, mungkin tidak akan terjadi seperti ini.)
Minato
berdiri dan menuju ke arah kulkas sambil
mengingat kejadian kemarin.
◇◇◇◇
“Ehhh! Minato-kun, kamu sedang tidak enak badan!? Kamu demam? Kalau begitu, serahkan saja padaku!”
"O-oh...
tolong, ya.”
Minato
sudah belajar bahwa Himeno tidak memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan dengan
baik, tetapi karena kondisi tubuhnya yang buruk, sehingga
dirinya tidak bisa berpikir jernih.
Karena
merasa lelah dan tidak ingin melakukan apa-apa, ia langsung menerima tawaran Himeno, tetapi ia segera menyesali
keputusannya.
“Minato-kun,
ini handuk basahnya. Sepertinya
bagus kalau ditaruh di dahimu.”
“O-oh.
Makasih, ya.”
(Himeno
tidak punya cooling sheet, jadi dia membuatnya dengan handuk. Dia juga punya
sisi yang baik...)
Minato
berusaha untuk menghargai kebaikan Himeno.
"Ah,
rasanya... tidak enak! Panas!! Apa-apaan
ini?!”
Minato
mengibaskan handuk yang diletakkan di dahinya. Ia
kemudian meraih handuk itu dan mengarahkannya kepada
Himeno.
“Ini
sih bukan handuk basah, tapi handuk
uap!”
“Eh,
itu bukan handuk uap kok.”
“Kalau
begitu, kenapa rasanya panas
sekali?”
“Umm,
mungkin karena dibuat dengan air panas? Tapi itu ‘kan
basah, makanya itu handuk basah!”
“Haaahhhh? Mana ada orang waras yang membuatnya
dengan air panas?!”
“Karena
aku melihat di internet kalau kamu berkeringat, katanya
kamu akan lebih cepat sembuh.”
"Di
ruangan yang panas begini, kalau kamu meletakkannya di kepalaku, bisa-bisa aku bakalan mati.
Hah.”
“Eh!
Jangan mati! Minato-kun!”
Himeno
yang menganggap serius perkataan Minato langsung memeluknya.
“Ugh,
sesak... Tidak apa-apa, tolong lepaskan...”
Minato
cepat-cepat menepuk punggung Himeno untuk melepaskannya.
Alih-alih
membaik, kondisinya justru semakin memburuk karena dirawat.
◇◇◇◇
“Ah,
aku sudah berusaha merawatnya, jadi mungkin aku juga terjangkit.Uhuk uhuk”
Himeno
berpura-pura batuk.
(Ini mantap sekali karena
aku tidak perlu
bekerja jika aku merasa tidak enak badan! Lagipula Minato-kun juga mengkhawatirkanku, dan bisa bersama di rumah seperti ini
sangat menyenangkan.)
Tanpa
menyadari bahwa Himeno berpura-pura sakit, Minato membuka kulkas dan mengambil
air serta minuman jelly.
Minato
tidak terlalu berharap pada makanan yang dimasak Himeno, jadi selama beberapa
hari terakhir dirinya hanya
makan minuman jelly yang hambar.
“Ah,
sialan. Bulan ini juga aku harus membayar sebanyak ini
lagi. Memangnya tidak ada pekerjaan yang bisa
dilakukan sedikit mungkin tanpa perlu memikirkan biaya sewa?”
Minato
bergumam sambil memandang tumpukan tagihan utilitas yang berserakan di atas
meja. Di antara tagihan itu, ia menemukan sebuah selebaran dan
mengangkatnya.
“Lowongan
kerja di resor? Bekerja dengan tinggal di asrama
dan mendapat jaminan makanan?
Ini dia!”
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya