Chapter 11 —Vol 4 SS Bonus: Sensei~ Ketua Dan Wakil Ketua Masih Terus Bermesraan (?) Di Pantai ~
“Selesai~!”
“Ini
adalah mahakarya...!”
“Fu-fufu,
Ketua? Ini sangat cocok untukmu, loh?”
“...Benarkah?
Aku sendiri tidak memahami apa yang terjadi.”
Touya kesulitan
menanggapi dan cuma bisa tertawa samar kepada para gadis yang sepertinya
bersenang-senang di sekitarnya. Tapi wajar-wajar saja Ia bereaksi begitu.
Lagipula, seluruh tubuhnya sekarang dikubur hidup-hidup di dalam pantai berpasir.
Terlebih
lagi, ada beberapa pasir yang menumpuk di sekitar wajahnya, jadi Ia tidak tahu
seperti apa kondisinya sekarang. Yuki lalu memberitahunya sambil tersenyum dan
mengarahkan lensa kamera digital ke arahnya.
“Penampilanmu sekarang benar-benar
menggambarkan seorang raja. Rasanya sangat sesuai dengan status ketua OSIS di Akademi Seirei, iya ‘kan?”
“Ap-Apa
iya?”
Ketika
diberitahu begitu, gambaran yang muncul di benak Touya adalah kartu remi yang
bergambar raja. Touya membayangkan kalau dirinya sedang dibuat menjadi patung
pasir semacam itu, tapi tiba-tiba suara Maria terdengar di telinganya.
“Walau
dibilang seperti raja, tapi lebih condong seperti Raja Mesir, sih~”
“Oi,
bukannya aku mirip Firaun!? Mustahil, apa jangan-jangan aku dibuat mirip seperti
raja Tutankhamen!?”
Ya,
persis sesuai dugaannya. Meski Touya tidak bisa
melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, tapi sekarang penampilannya
benar-benar mirip seperti peti mati mumi kecuali wajahnya. Di tambah lagi, ada
sesuatu seperti lingkaran sihir aneh yang tertulis di sekelilingnya, dan itu
sekilas terlihat seperti pengorbanan untuk ritual jahat atau orang mati yang
menggunakan teknik kebangkitan terlarang. Gadis-gadis lalu berduyun-duyun
mengerumuninya dan dengan gembira menekan tombol kamera digital dan smartphone
untuk mengambil foto. Touya merasa kalau dirinya menjadi mumi asli.
“Oh~ saat
melihat ini, entah kenapa aku jadi
ingin bermain bendera pantai.”
“Kok
bisa?!”
Maria
mendadak didorong oleh keinginan misterius, dan Chisaki mengomentarinya dengan
wajah datar. Kemudian, Maria menunjuk ke objek seperti tongkat melengkung yang
dipegang oleh tangan patung pasir.
“Bukannya
itu mirip seperti bendera, ‘kan~?”
“... Sama
sekali tidak mirip, kok?”
“Hmmmm,
setelah dibilang begitu, kayaknya memang tidak, ya?”
Maria
memiringkan kepalanya dengan kebingungan setelah mengatakannya sendiri, Yuki lalu
membuka mulutnya dengan tawa bermasalah.
“Yah,
bukannya bermain bendera pantai juga lumayan seru? Bagaimana menurut Senpai?”
“Hmm?
Bagaimana kalau pakai ini~?”
Maria
mengangkat ranting pohon yang tadi dia gunakan untuk menggambar pola di atas
pasir. Ketika melihat hal itu, Chisaki mengerutkan kening.
“Tunggu
sebentar, itu berbahaya karena ujungnya tajam.”
“Eh, ahh
benar juga~”
“Coba
sini pinjam dulu.”
Usai
mengatakan itu dan menerima
ranting pohon dari Maria, Chisaki memotong bagian
tajam ranting pohon dengan menggunakan pisau tangan.
Setelah mengangguk dengan puas, dia lalu menunjuk ke pantai berpasir sekitar 30 meter jauhnya.
“Kalau
begitu, garis finish-nya berada di sekitar sana. Aku akan menjadi wasit, jadi
kalian berempat yang akan bertanding.”
“Tolong
ya~”
“Baiklah.”
“Saya
mengerti.”
“...Tunggu
sebentar, aku juga disuruh ikutan!”
Ketika
total peserta yang diumumkan berjumlah empat orang, Chisaki sedikit membungkuk
dan menatap Touya yang memprotes.
“Tentu saja,
Touya juga akan ikut berpartisipasi,
‘kan?”
“Tidak,
aku ini sedang dikubur hidup-hidup,
tau.”
“Kamu
‘kan cowok, jadi sudah sewajarnya ada sedikit rintangan, ‘kan?”
“...Kupikir
satu-satunya orang yang bisa menyebut ini rintangan adalah para petarung yang
selalu bertarung sambil memakai pemberat.”
“Jangan
khawatir! Kamu pasti bisa, kok!”
“Ehhh~
...”
Chisaki pun
berjalan pergi, mengabaikan suara memprotes Touya. Kemudian, Maria, Yuki, dan
Ayano berbaris di sebelah Touya. Namun, pemandangan tersebut tidak masuk dalam
bidang penglihatannya.
“Fufufu,
Yuki-chan, Ayano-chan, kalian tidak perlu menahan diri melawanku meski aku ini
senpaimu, oke ~?”
“...Siap,
dipahami.”
“Oh, apa
itu baik-baik saja? Jika aku melakukannya dengan serius, kupikir aku bisa
memenangkan ini dengan mudah, loh?”
“Fufu ~
kalau itu sih masih belum pasti ~”
... Entah kenapa, ada percikan kilat yang terbang di antara
mereka. Kenapa mereka bertiga tidak ada yang menaruh perhatian pada Ketua OSIS
yang sudah berubah menjadi patung pasir? Bagaimana mereka bisa begitu
melodramatis dalam situasi ini? Touya tidak bisa memahami
perasaan gadis-gadis.
“Semuanya
bersiap di posisi masing-masing~”
Saat
sedang memikirkan itu, Touya lalu mendengar teriakan Chisaki. Pada saat yang
sama, ketiga gadis itu juga menutup mulut mereka dan masuk dalam posisi
bersiap. Meski cuma Touya sendiri yang tidak bisa melakukan gerakan
ancang-ancang.
(Akhirnya, ujung
pergelangan tanganku bisa digerakkan juga... tapi tanganku masih tidak bisa
diangkat)
Touya benar-benar
tidak bergerak karena pasirnya dikeraskan dengan air. Setidaknya butuh waktu lima
menit lagi untuk keluar jika Ia menggunakan tenaganya sendiri.
“Semuanya
bersiap~!”
Namun, sepertinya
Chisaku tidak mau menunggu sampai saat itu tiba. Ketika Touya mati-matian
menggerakkan tangannya dan menggaruk pasir, dia langsung meneriaki aba-aba
untuk memulai balapan.
“Mulai!”
Dan
kemudian, ada tanda-tanda para gadis berlari di kedua sisinya tepat bersamaan
dengan suara teriakan. Segera setelah itu, tumpukan
pasir memercik ke wajahnya, dan Touya menggelengkan kepalanya dengan keras.
(Tidak, yah ... ini sih mustahil)
Sejak awal, itu adalah pertandingan yang mustahil.
Saat mengatakan hal itu pada dirinya sendiri, Touya memejamkan matanya dan
menyerah….
“Touyaaaaaa!!
Berjuanglahhhhhh!”
... saat
hendak memejamkan matanya, Touya mendengar pacarnya bersorak dari arah kejauhan
dan membuka lebar matanya yang hampir tertutup.
“Jika
kamu menang, aku akan memberimu hadiah nantiii~!”
Sekilas,
penampilan Chisaki dalam balutan baju renang terlintas di benak Touya.
(Hadiah ... Hadiah ... Hadiah ... Hadiah ... dalam baju
renang!)
Kilatan
cahaya melintas di otak Touya——— Awan debu yang membumbung tinggi meledak
muncul di belakang Yuki dan yang lainnya saat mereka balapan lari menuju dahan
pohon yang berada di pantai.
Suara
sesuatu yang meledak menyebabkan mereka bertiga secara refleks berbalik. Dalam bidang
penglihatan mereka, mereka melihat sosok Touya yang berlari kencang menembus
awan debu. Sosok itu
sangat tepat untuk menggambarkan hasrat seksu—uhuk uhuk ! Umm ya… itulah sosok yang sangat menggambarkan pejuang
cinta sejati!
Dalam
sekejap mata, pejuang cinta itu dengan cepat menyusul Maria, lalu Ayano, dan mulai
mendekati Yuki yang memimpin di depan.
“Ugh!”
Yuki yang
merasa gelisah karena akan tersalip, menoleh ke depan dan mencurahkan seluruh
tenaga ke dalam otot kakinya.
Touya mengejar punggungnya dengan suara bantingan.
“Uhaaaaaaaa!”
“Uuuoooooooooo!”
Kemudian,
pada saat yang hampir bersamaan, mereka berdua berlalri menyerbu ke dahan pohon
yang menjadi garis finish ...... tapi tiba-tiba, Touya mulai menyadari sesuatu.
Jika
dibiarkan terus, terlepas dari hasil pertandingannya, Ia akan menghancurkan
Yuki dengan tubuhnya yang besar. Begitu ia menyadarinya....
tapi Touya tidak bisa menghentikan tubuhnya yang sudah berlari kencang sekuat
tenaga.
(Gawat...!!!)
Touya
berusaha merentangkan tangannya ke arah cabang pohon sembari memutar tubuhnya ...
lalu ada sebuah tangan terulur dari balik cabang pohon dan meraihnya.
“Guh!”
Lalu,
ketika berpikir kalau tangannya akan ditarik ke arahnya, dalam sekejap badannya
terangkat——
“Tarikkkkk!!”
Pada saat
Ia menyadarinya, badan Touya sudah terbebas dari gravitasi. Di bidang pandangnya
yang berputar ke arah vertikal, Touya melihat wajah Yuki yang tercengang dengan
cabang pohon di tangannya, dan wajah terbalik Chisaki dengan ekspresi yang
menyatakan, “Ah, gawat”.
(Tidak... kerja bagus,
Chisaki)
Setelah
tersenyum dan mengatakan hal itu dalam hati pada kekasihnya ... Touya lalu mendarat
di permukaan laut dan menyebabkan ledakan air yang tinggi.
“Uwaaaw!
Ap- Apa-Apaan itu tadi?”
“Eh, Apa,
Ke-Ketua.”
Lalu pada
saat yang sama, Masachika dan Alisa, yang baru saja kembali dari area berbatu,
berteriak kaget.
“Eh, asap
pasir... eh, jangan-jangan itu ditembakkan? Ada sesuatu yang ditembakkan. Apa itu
kembang api manusia? Ketua!”
Masachika
melontarkan tsukkomi pada kejadian
yang baru saja terjadi, tapi ... tanpa ada waktu untuk mendengarnya, Touya
mulai kehilangan kesadaran saat berada di dalam laut.
(※ Setelah
itu, ia
kemudian diselamatkan oleh Chisaki.)
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya