Chapter 16 —Vol 4.5 SS Bonus: Jangan-Jangan, Masha-san....?
“Astaga,
ketika pertama kali menonton video itu, aku sempat
berpikir apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku juga
sependapat...”
“Hehehe,
karena itu sangat menarik sekali sampai-sampai aku berpikir kalau aku harus
menunjukkannya kepada
kalian semua.”
“Aku
malah sedikit takut. Aku mengira ada sesuatu yang merasuki Kuze-kun..."
“Haha,
hihi.”
“Alya,
bukannya kamu terlalu terhibur dengan
video itu?”
“Ya-Yah
aku mengerti perasaannya sih.”
“Bahkan
Sarashina-senpai sampai ikutan segala...”
Setelah
kompetisi memasak yang diadakan oleh para wanita berakhir, tujuh anggota OSIS sedang menyantap makan malam sambil mengobrol. Dalam suasana
yang sangat akrab itu, Masachika tiba-tiba menyadari sesuatu dan melirik ke
arah Maria.
“Investigasi
tentang tujuh misteri sekolah
sebelumnya juga sangat menakutkan sekali,
iya ‘kan~ Alya-chan.”
“Eh,
benarkah?”
“Satu-satunya
orang yang takut hanya Masha
doang.”
“Ah,
sudah kuduga?”
“Eh~!
Alya-chan pengkhianat!”
Maria terus-menerus memakan ayam goreng sambil berbincang dengan Alisa
dan Chisaki. Masachika
mengamatinya dengan
seksama dan semakin yakin. Adapun yang diyakininya
itu adalah....
(Masha-san...
bukannya dari tadi dia terus-terusan
makan?)
Begitulah.
Tidak ada yang terlalu khusus
dalam kecepatan makannya, atau suapan yang terlalu besar. Hanya saja... ya, dia
terus makan.
Sebagai
juri dalam kompetisi memasak, Masachika dan Touya
sudah mulai makan lebih dulu, dan wanita-wanita lainnya juga mulai meletakkan
sumpit mereka, tetapi Maria tetap makan tanpa mengurangi kecepatan. Sudah
hampir satu jam sejak dia mulai makan.
“Ah,
aku akan memakan ini juga ya~?”
Maria
mengatakan itu dengan nada santai dan mengangkat mangkuk besar berisi solyanka. ...Jika dipikir-pikir,
ini sepertinya sudah yang ketiga kalinya dia
mengucapkan hal yang serupa.
Sepertinya
Maria juga yang membersihkan piring besar berisi hamburger dan nasi goreng yang
sudah kosong.
“Mm~♪
Rasanya enak sekali meski aku sendiri yang memasaknya~”
Maria
tersenyum puas saat menikmati solyanka yang tersisa, yang sudah
hampir habis.
...Entah
kenapa, pemandangannya sangat mencolok. Jika hanya potongan ini yang dilihat,
seolah-olah dia menghabiskan sup dalam mangkuk besar seorang diri, menciptakan
kesan yang salah.
(Masha-san...
apa jangan-jangan dia tipe orang yang makan banyak?)
Mungkin itu adalah penilaian yang sedikit
tidak sopan terhadap wanita, tetapi melihat Maria yang terus makan solyanka dan
roti Prancis tanpa menunjukkan tanda-tanda kesulitan, membuatnya mau tak mau mulai berpikir
demikian. Memang, ada alasan mengapa dia bisa tumbuh begitu
besar.
(Upss)
Saat Masachika melirik si kakak perempuan dan pikiran
nakal melintas di benaknya, ia merasakan tatapan dingin dari Alisa
dan langsung mengalihkan pandangannya. Namun pada
saat itu, pandangan matanya
justru bertemu tatapan Maria.
“Eh?
Ah, Kuze-kun, apa kamu ingin memakannya juga?”
“Ah,
ya...”
“Maafin ya? Sisanya cuma tinggal satu suapan lagi,
tapi... apa kamu tetap mau mencobanya?”
“Uhmm...
kalau begitu, aku akan memakannya.”
Sebenarnya,
dia tidak benar-benar ingin makan, tetapi karena pandangan
mata mereka sudah bertemu, Masachika
balas menanggapinya dengan mengangguk. Lalu, “Ini,” dirinya disodorkan solyanka dan... roti
Prancis yang sudah dimakan. Hmm?
“...”
“Ah,
maaf ya? Kurasa kamu
tidak suka makanan yang
sudah dimakan?”
“Tidak,
aku... tidak masalah.”
Sebaliknya,
hal semacam inilah yang
harus diperhatikan Masha-san... ketika Masachika berpikir begitu, ternyata yang
paling memperhatikannya adalah Alya-san. Tatapannya menusuk pipi.
“Yah,
kalau begitu, apa aku boleh memakan rotinya?”
“Benarkah?
Maaf ya~?”
“Tidak,
Masha-san tidak perlu minta maaf segala. Sungguh."
Sambil
berusaha tidak melihat ke arah Alisa, Masachika
mengembalikan roti Prancis kepada Maria.
(Sebenarnya,
aku hampir saja melakukan ciuman tidak langsung... Apa Masha-san benar-benar
tidak mempedulikannya?)
Saat Masachika memikirkan hal itu dan melihat ke arah wajah Mariya, dia sedikit
menundukkan kepala sambil mengunyah roti Prancis. Ya, sepertinya dia sama
sekali tidak peduli. Sebenarnya, dia justru sangat
lahap.
“Kalau
begitu, aku akan menerimanya...”
Sambil
mengatakan demikian,
Masachika memasukkan sisa solyanka ke dalam
mulutnya.
(Tidak,
jika dipikir dalam arti luas, bukannya ini
juga masih bisa
dianggap sebagai ciuman tidak langsung...?)
Saat dirinya merenungkan hal itu sambil
menggerakkan sendok, Maria yang sudah selesai makan roti, menatapnya dengan ekspressi bahagia. Ketika Masachika mengangkat wajahnya, Maria tersenyum lebar sambil
sedikit memiringkan
kepalanya.
“Enak?”
“Ah,
ya. Rasanya sangat enak.”
“Hehehe,
syukurlah~”
Dengan
senyum ceria, Maria menatapnya
dengan bahagia.
(Apa-apaan ini dengan
pemandangan yang mirip seperti
istri yang mengawasi suaminya yang sedang
makan?)
Ketika
Masachika sedang memikirkan hal seperti itu,
tiba-tiba...
“Fufufu,
kalian berdua terlihat seperti pasangan suami istri saja.”
Yuki
mengatakan hal yang sama persis. Tatapan dari arah
sampingnya terasa menusuk pipinya.
“Eh,
apa kami memang kelihatan seperti
itu~?”
(Dan
mengapa kamu malah kelihatan senang begitu?)
Masachika
berpikir demikian di dalam hatinya, tapi memutuskan
jika ia merespons dengan serius, suasananya akan menjadi aneh. Dirinya dengan sengaja membuat wajah
serius dan mengangguk dengan berlebihan.
“Hmm,
begitu ya, jadi kami terlihat seperti pasangan
suami istri, ya.”
Kemudian ia menyeringai dengan lebar
dan menatap tajam ke arah Alisa.
“Jadi begitulah, mulai sekarang, panggil aku dengan sebutan Kakak ipar.”
“Ogah!”
“Begitu?
Kalau begitu, bagaimana kalau dengan panggilan
Onii-chan?”
“Itu
malah semakin buruk!”
Touya dan
Chisaki tertawa terbahak-bahak mendengar komentar bodoh keduanya. Dalam suasana
yang menyenangkan itu,
“Ah,
aku akan memakan ini ya~?”
Suara
Maria yang keempat kalinya hari ini
terdengar dengan santai.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya