Prolog — Beginilah Jenis Ceritanya
Ojou
memiliki segalanya.
“Wah,
lihat ini! Tendou-san mendapat nilai
sempurna di setiap mata pelajaran lagi dan mendapat juara pertama.”
Nilai
yang luar biasa.
“Bukannya dia baru-baru ini direkrut oleh
klub tenis? Dengar-dengar katanya dia mengalahkan pemain
turnamen nasional dalam pertandingan latihan atau semacamnya.”
Berbakat
dalam bidang atletik.
“Mereka
bilang ada agen bakat yang mencarinya. Dia bahkan mendapat tawaran iklan. Tidak
mengherankan juga sih, mengingat
bentuk tubuhnya yang seperti model dan penampilannya yang memukau.”
Kecantikan
yang mempesona.
“Ditambah lagi, bukankah keluarganya
adalah Tendou Group yang terkenal di dunia? Dia sama sekali tidak tampak
seperti anak SMA biasa.”
Memang,
orang bisa mengatakan bahwa dia
adalah manusia yang sempurna, seseorang yang benar-benar memiliki segalanya.
Itulah sosok yang menggambarkan Ojou-sama—Tendou
Hoshine-sama.
“Selamat
pagi, Ojou.”
“Selamat
pagi, Eito.”
Rambutnya
yang panjang dan keemasan berkilau bagaikan
permata di bawah sinar matahari yang mengalir melalui jendela, dan matanya yang
biru laut jernih sama menakjubkannya seperti sebelumnya.
Lekukan
penampilannya terlihat menawan,
dadanya yang besar, Pinggangnya yang ramping—semua tentang tubuhnya tampak
diperhitungkan dengan sempurna untuk menyeimbangkan secara harmonis. Ibunya, Nyonya Tendou, juga seorang wanita
cantik dengan pesona awet muda dan bentuk tubuh yang sempurna, jadi jelas dia
mewarisi gen tersebut.
“Hari
ini cuacanya sangat cerah. Aku yakin hari ini akan mudah untuk dilalui.”
“Ramalan
cuaca mengatakan akan hujan di sore hari, meskipun...”
“Benarkah?
Kurasa tidak.”
Ojou
memiliki insting yang
luar biasa. Aku telah melihat berkali-kali ketika ucapannya yang asal-asalan
ternyata tepat, dan aku tidak pernah melihatnya salah. Ini berlaku juga untuk
cuaca. Bahkan jika ramalan cuaca memprediksi hujan, jika dia mengatakan akan
cerah, kenyataannya hampir selalu demikian.
Tingkat keakuratannya seratus persen sempurna. Jadi, kemungkinan besar, hujan
juga tidak akan turun sore ini.
“Intstingmu sangat akurat seperti biasa, Ojou.”
“Memang.
Tapi asal kamu tahu saja, menjadi terlalu akurat bisa
jadi agak membosankan. Jika tidak
ada yang tak terduga terjadi, hidup bisa menjadi agak membosankan.”
“Itu
masalah yang cukup mewah untuk dimiliki. … Apa kamu
ingin lebih banyak teh?”
“Ya,
silakan.”
Aku
menuangkan teh hangat ke dalam cangkirnya yang kosong. Melihat hal tersebut, Ojou tersenyum puas.
“Seperti
yang diharapkan darimu, Eito. Tidak ada yang memperhatikan kebutuhanku seperti
kamu.”
“Karena sudah lebih dari sepuluh tahun
sejak kamu menerimaku, Ojou. Ini wajar saja.”
“Fufu.
Benar. Sudah selama itu.”
Dia
menyesap tehnya, dengan hati-hati menikmati aroma dan rasanya, sambil terkekeh
pelan.
“Kita
berdua sudah menjadi siswa SMA
sekarang… ada begitu
banyak yang berubah, bukan? Dalam banyak hal.”
“Ya, aku
khususnya merasakannya baru-baru ini.”
“Oh?
Dalam hal apa?”
“Yah,
sebenarnya… seseorang dari kelas lain menyatakan perasaannya kepadaku.”
Prang.
Aku
menoleh ke arah suara tersebut
dan melihat cangkir teh terlepas dari tangan Ojou. Cangkir itu, yang masih
setengah terisi teh, pecah dengan keras saat jatuh ke atas lantai.
Namun,
dia tetap membeku dalam posisi memegang cangkir khayalan, tubuhnya kaku seolah-olah waktu sedang
berhenti.
“Ojou!?
Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu terbakar…?!”
“Jadi?”
“Hah?”
“Aku
bertanya—apa yang kamu lakukan setelah mendapat
pengakuan?”
Tunggu.
Apa ini? Wajah Ojou… meskipun dia
tersenyum, tapi rasanya tidak
seperti senyuman…
“Tentu
saja aku menolaknya…”
“Kamu
yakin?”
“Ya…”
“Kamu
tidak berbohong, ‘kan?”
“Tentu
saja tidak.”
“……”
“……”
“…Begitu.”
Ojou
akhirnya mendesah kecil dan bahunya
rileks. …Ah, syukurlah. Dia kembali menjadi dirinya yang biasa.
“Ojou,
apa kamu yakin tanganmu tidak terbakar?”
“Aku
baik-baik saja. Tapi maaf sudah
merepotkanmu—bisakah kamu
membuatkanku secangkir teh baru?”
“Sesuai
keinginanmu.”
Untuk
saat ini, aku meminta salah satu rekan sejawat
untuk membersihkan cangkir yang pecah, lalu membawa cangkir baru yang berisi
teh untuk diletakkan di hadapan Ojou.
“Lalu?
Bagaimana pengakuan cinta bisa berhubungan dengan perasaan bahwa segalanya
telah berubah?”
“Hmm, baiklah… Aku belum pernah melihat
orang menyatakan perasaannya
padaku sesering ini sebelumnya, jadi…”
Prang.
“Tunggu
sebentar.”
“Ojou!?
Apa kamu terbakar…?!”
“Itu
tidak penting.”
“Tentu
saja, itu penting! Dan bagaimana dengan membersihkan pecahannya…?”
“Tendang
saja ke samping dengan kakimu atau semacamnya.”
“Tolong
jangan lakukan itu; itu sangat
berbahaya. Lagipula, meskipun pecah, cangkir itu bernilai beberapa juta
yen—bukan sesuatu yang bisa kamu
perlakukan seperti itu…”
“Dengar.
Ada hal-hal di dunia ini yang lebih penting daripada uang. Misalnya, cerita
tentang bagaimana kamu mendapat pengakuan
cinta beberapa kali berturut-turut.”
“Maaf,
tapi cerita itu nilainya
tidak sampai beberapa juta yen.”
“Itu
konyol! Kalau bisa dibeli dengan beberapa juta yen, aku pasti sudah membelinya!
Tidak, kamu harus
membiarkanku membelinya! Aku akan mengeluarkan puluhan juta, ratusan juta,
berapa pun—dengan uang tunai!”
“Te-Tenanglah dulu, Ojou. Persepsi finansialmu
sepertinya... tidak berfungsi.”
Setelah
entah bagaimana berhasil menenangkannya, aku sekali lagi meminta pembantu
lainnya untuk membersihkan cangkir yang pecah.
“...Jadi,
tentang pengakuan ini yang berulang kali. Apa yang sebenarnya
terjadi?”
“Hah?
Seperti yang sudah kukatakan...
Ada masa di mana aku menerima serangkaian pengakuan selama beberapa hari.
Kurasa sekarang karena kita sudah SMA,
aku mulai memiliki pengalaman yang belum pernah kumiliki sebelumnya...”
“Tepatnya kapan itu terjadi?”
“Itu
terjadi selama kamu pergi melakukan perjalanan bersama
keluargamu, Ojou—hanya Tuan dan Nyonya demi
menghabiskan waktu sebagai keluarga.”
“Cih...!
Waktu itu ya... Aku
lengah sedikit karena kupikir dua malam dan tiga
hari tidak akan menjadi masalah besar...!”
Menakjubkan.
Jarang sekali melihat Ojou semarah ini.
“....Ngomong-ngomong,
kenapa kamu tidak
ikut dalam perjalanan itu sejak awal?”
“Tuan Besar
secara khusus menugaskanku untuk menjaga rumah saat kamu tidak ada.”
“...Aku
akan mengirim pesan kepada Ayahan
nanti dengan mengatakan, 'Aku membencimu.'”
“Tolong
jangan melakukan itu. Apa kamu mencoba menjatuhkan Grup Tendou?”
Tuan Besar
sangat mencintai Ojou. Pesan seperti itu bisa membuatnya benar-benar hancur,
bahkan mungkin tidak bisa pulih.
“...Kamu menolak semua pengakuan itu?”
“Ya,
benar. Itu menyakitkan bagiku, tapi...”
“...Kenapa?”
“Karena
aku sudah bersumpah untuk mengabdikan seluruh hidupku padamu, Ojou. Aku menjelaskan bahwa aku tidak
memiliki kapasitas untuk membuat wanita lain bahagia, dan aku menolaknya.”
“Kamu selalu mengatakan hal-hal
seperti itu dengan santai, dan itulah sebabnya kucing-kucing garong itu terus berkeliaran di
sekitarmu. Itu membuatku bahagia, sih.”
“Kenapa
Ojou malah marah...?”
Juga, apa
maksudnya kucing garong?
“Ngomong-ngomong,
asal kamu tahu…”
“…Ya?”
“…Jika
aku tidak ada, apa kamu akan
menerima salah satu pengakuan itu?”
“Aku
tidak yakin… rasanya sulit
membayangkan dunia tanpamu, Ojou.”
“Fufu. Masa?”
“Namun…
mereka semua adalah wanita yang sangat menawan, mereka
terlalu baik untuk seseorang sepertiku. Jadi, mungkin ada versi
masa depanku di mana itu terjadi.”
“Aku
tidak akan pernah menghilang.”
“…Be-Begitu ya.”
Apa ini? Ojou
tersenyum, tetapi aku bisa merasakan tekanan luar biasa yang terpancar darinya…
“Ya ampun… aku bahkan tidak bisa lengah sedetik pun.”
“…Jarang
sekali melihatmu terlihat begitu putus asa, Ojou.”
“Tentu
saja. Ketika seseorang benar-benar menginginkan sesuatu, mereka akan melakukan
apa pun untuk mendapatkannya, bukan?”
“Untuk
seseorang sepertimu, yang sudah memiliki segalanya, apa yang mungkin sangat kamu inginkan, Ojou? Harta macam apa itu?”
“Kamu malah bertanya harta
macam apa… Mungkin sebaiknya kamu
pergi bercermin.”
“…Kamu ingin cermin?”
“Astaga…
Itulah satu hal tentang dirimu yang tidak pernah berubah
bahkan setelah jadi anak SMA.”
Ekspresi Ojou
tampak seperti campuran antara cemberut
dan jengkel.
“…Aku
tidak memiliki segalanya. Karena satu hal yang paling kuinginkan adalah satu
hal yang tidak bisa kumiliki.”
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Hoshine)
Eito-ku
adalah pelayan yang sangat terampil.
“Terima
kasih telah membantuku belajar, Eito-kun, nilai ujianku jadi naik! Terima kasih banyak!”
“Aku tidak melakukan apa-apa. Semua berkat kerja kerasmu sendiri. Aku hanya membantu sedikit.”
Meskipun ia harus menyeimbangkan pekerjaan
dan belajar, ia selalu mempertahankan nilai terbaik. Selain itu, ia juga hebat dalam mengajar orang lain.
“Eito-kun!
Pertandingan sepak bolamu selama turnamen olahraga itu luar biasa! Kamu bermain
sangat baik, bahkan melawan tim sepak bola!”
“Rekan-rekan satu timku lah yang mendukungku. Dan lawan-lawanku
kuat—itu adalah pertandingan yang sangat sengit.”
Dirinya juga atletis. Berkat latihan
keras dari ayahku, bisa
dikatakan kalau ia memiliki
kekuatan yang bahkan dapat menyaingi tentara profesional atau tentara bayaran.
Rupanya, tidak ada kelompok biasa yang dapat berharap untuk mengalahkannya.
“Eito-kun,
apa kamu mempertimbangkan untuk bergabung dengan klub drama? Kamu pasti akan
menjadi bintang! Kamu sudah memiliki banyak penggemar… Oh, apa aku salah bicara? Ngomong-ngomong,
bagaimana menurutmu?”
“Sungguh menjadi kehormatan bagiku karena mendapat tawaran
seperti itu, tapi dengan
berat hari aku menolaknya.
Aku yakin klub drama sudah memiliki
banyak bintang yang jauh lebih cocok daripada diriku.”
Ia
memiliki apa yang biasa disebut penampilan
yang sangat tampan. Wajahnya proporsional, matanya yang berwarna seperti malam
indah, dan badannya tinggi.
Sikapnya juga sopan. Tidak mengherankan ada banyak gadis yang terpikat padanya.
Faktanya,
aku sangat mengetahui bahwa Eito
memiliki banyak penggemar di sekolah.
Semua
orang hanya menunggu kesempatan untuk menargetkan Eito. Saat ini, karena mereka
merasa waspada denganku, gerakan
mereka sangat minim, tetapi begitu aku menjauh sebentar
saja, kalian bisa
melihat apa yang terjadi.
Lebih parahnya lagi, bahkan para Ojou-sama yang kukenal mengambil setiap kesempatan
untuk mencoba dan merekrutnya.
Jujur
saja... para kucing garong yang
tidak tahu malu ini sangat mengganggu.
Aku sudah
mencintai Eito jauh, jauh, jauuuuh lebih lama daripada mereka semua, tapi para
pendatang baru ini berani untuk menghampirinya seperti itu.
...Benar
sekali. Aku sudah lama mencintai Eito.
Sejak aku
masih muda, aku bisa melakukan apa saja. Semuanya berjalan lancar bagiku, dan
aku bisa melakukan apa saja sesuai keinginanku. Aku bisa mendapatkan apa saja
yang aku inginkan, dan tidak ada yang berada di luar jangkauanku.
Bakat,
status, ketenaran, kecantikan—tanpa perlu diminta, semuanya ada di dalam genggaman tanganku.
Di saat
seperti itulah aku bertemu Eito.
Ia
ditelantarkan oleh keluarganya. Sepertinya orang
tuanya telah menghilang entah kemana dan
hanya menyisakan Eito.
Aku
menemukannya secara kebetulan. Yang menarik perhatianku dan membuatku ingin memungutnya ialah tatapan matanya yang
menghantui, seolah-olah ia telah kehilangan segalanya.
Dirinya bahkan berani menguliahiku.
“Ojou,
jika kamu merasa kesepian, lebih baik katakan saja secara langsung. …Apa menurutmu ayah dan
ibumu tidak menyukaimu? Itu tidak benar. Mereka hanya sibuk dengan pekerjaan
dan tidak bisa datang hari ini. …Tetapi mereka berdua sangat menyayangimu. …Sayang sekali mereka tidak
bisa datang hari ini, tetapi jika kamu tidak
keberatan dengan itu, bolehkah aku merayakan ulang tahunmu
bersamamu?”
Ia
memperhatikanku ketika
aku kesepian dan tetap di sampingku.
“Jadi di
sinilah kamu
bersembunyi, ya…
Bagaimana aku menemukanmu? Karena aku mengenalmu, Ojou. Ayo, mari kita kembali.
Semua orang sedang
mencarimu.”
Bahkan
ketika aku bersembunyi untuk menangis, ia selalu menemukanku.
“Ojou,
memang benar kamu bisa
melakukan apa saja, tetapi bukannya berarti
kamu tidak berusaha. Kamu telah bekerja keras dan
mengerahkan begitu banyak upaya, bukan? Tidak apa-apa. Orang itu mungkin telah
mengatakan sesuatu yang kejam tanpa menyadarinya, tapi aku tahu. Aku tahu seberapa pekerja kerasnya
dirimu sebenarnya.”
Ia
melihatku apa adanya.
…Dan
masih banyak lagi alasan di luar ini. Lebih dari yang dapat kuhitung.
Aku telah
mampu memperoleh begitu banyak hal dalam hidupku.
Tetapi hanya hati Eito saja yang satu-satunya belum dapat kumiliki. Hal yang paling kuinginkan di
dunia ini. Satu hal yang akan kupertaruhkan hidupku untuk memilikinya.
Jika saja
aku memilikinya, aku tidak membutuhkan yang lain.
Ya. Itu
sebabnya aku tidak akan membiarkan para kucing
garong yang tidak tahu malu itu memilikinya.
…Meskipun begitu, tidak peduli berapa banyak
pendekatan yang telah kucoba sejauh ini, Eito tampaknya tidak menyadari perasaanku sama sekali.
Ayahku,
tampaknya, punya alasan sendiri untuk menaruh perhatian pada keadaan Eito.
Sambil tertawa ketika ia mengatakan itu mengingatkannya pada pengalamannya
sendiri, ia menuruti “keinginan
egoisku” dan
mengizinkanku untuk mengasuhnya.
Memungutnya merupakan
keputusan yang spontan, seolah-olah aku baru saja memperoleh sesuatu yang
kuinginkan saat itu.
...Tapi Eito
bukanlah seseorang yang akan menuruti setiap keinginanku.
“Ojou, kamu juga harus memakan paprika
hijaumu. …Aku harus
memakannya untukmu? Tidak, aku tidak akan memakannya. Ini demi kebaikanmu
sendiri.”
Ia
tidak akan selalu menuruti keegoisanku.
“Ojou, kamu harus mencoba untuk lebih
memperhatikan orang lain. Jika kamu
terus bersikap begitu, jika kamu
terlalu egois, semua orang akan mulai tidak menyukaimu.”
Beberapa
hari yang lalu, aku bahkan mengerahkan staf di dalam
kediaman rumah hanya untuk menciptakan skenario yang sempurna...
Mungkinkah terlalu dekat adalah masalahnya? Mungkin aku harus melanjutkan
rencanaku untuk mengurungnya sepenuhnya. Aku harus menyelesaikan ini sebelum
pendatang baru yang menyebalkan itu sempat ikut campur, tapi ini terbukti menjadi
tantangan yang cukup berat.
...Tetapi
aku tidak akan menyerah.
Aku tidak
membutuhkan segalanya. Aku tidak harus memiliki semuanya.
Meski
begitu.
“Satu
hal yang paling aku inginkan—aku tidak akan membiarkan orang lain memilikinya.”
“Hm?
Apa ada sesuatu yang terjadi, Ojou?”
“Oh,
hanya sedikit motivasi untuk
diriku sendiri.”
Sekarang,
strategi apa yang harus kugunakan hari ini untuk melakukan
PDKT?
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Eito)
...Ini
meresahkan. Ojou merencanakan sesuatu lagi.
Suatu
hari, di hari hujan, dia merusak setiap payung di rumah, menusuk ban semua
mobil yang dikemudikan sopir, dan akhirnya, entah mengapa, memberiku payung
yang sedikit lebih kecil yang entah bagaimana tidak hancur. Lalu dia berkata, “Mari kita berbagi payung dalam
perjalanan ke sekolah hari ini.”
Dia menunjukkan ekspresi yang sama seperti sebelumnya.
Sisi
nakalnya (jika memang bisa disebut seperti itu pada level ini) merupakan salah satu dari banyak pesona
yang membuatnya begitu menawan. Namun, ketika dia mulai memainkan salah satu rencananya,
biasanya itu berarti akulah yang akan terseret ke dalamnya. Bukan berarti aku
keberatan. Berada di bawah perintahnya adalah suatu kehormatan. Bahkan, tidak
salah untuk menyebutnya sebagai hak istimewa.
Namun,
aku juga seorang anak laki-laki yang sedang dalam masa remaja—siswa SMA yang
sangat sehat.
Mengesampingkan
perihal berbagi payung,
tapi ketika dia sesekali menyelinap ke tempat tidurku untuk mencari kehangatan
atau terus memperpendek jarak di antara kami,
itu... agak bermasalah.
…Meskipun,
mungkin aku harus menganggap diriku beruntung.
Aku
sepenuhnya memahami posisi dan statusku.
Aku tidak
lebih dari seorang anak jorok dan buangan
yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Seorang anak laki-laki yang cukup
beruntung untuk diasuh oleh keluarga Tendou dan bertemu dengan Ojou. Hanya
seorang anak laki-laki yang
diberkati oleh kebetulan semata. Itulah diriku.
Ojou
memperlakukan bahkan seseorang sepertiku dengan baik, tetapi itu hanya karena
dia adalah orang yang paling penyayang di planet ini, di galaksi ini, dan bahkan di alam semesta ini.
Tidak
peduli seberapa dekatnya hubungan kami,
aku tidak boleh salah paham.
Sesuatu
seperti itu tidak mungkin.
Aku
terus-menerus mengingatkan diriku sendiri tentang ini. Selain itu, sebagai
seseorang yang bertugas untuk melindungi keluarga Tendou, aku telah
mendisiplinkan pikiran dan jiwaku. Itu sebabnya, meskipun aku seorang anak SMA
yang sangat sehat, aku takkan membiarkan diriku salah paham.
Jika itu
orang lain, mereka mungkin akan
langsung jatuh cinta padanya.
(Aku
harus mengingatkan Ojou
tentang ini nanti.)
Dia seharusnya menahan diri dari tindakan yang
dapat membuat pria salah paham dengan niatnya.