SS 3
“Fujimiya-chan.”
Tepat
saat Amane hendak pulang setelah jadwal
pekerjaan paruh waktunya, Oohashi memanggilnya untuk
menghentikannya. Setelah berganti pakaian dari seragamnya menjadi pakaian
kasual, dia memberi isyarat kepada Amane
dengan lambaian cepat. Hal ini sedikit membuat Amane khawatir, membuatnya
bertanya-tanya apa ada sesuatu
yang mendesak telah terjadi atau apa ada masalah dengan penutupan. Namun,
ketika Oohashi menuntunnya ke ruang istirahat, ia sedikit lega, meyakinkan bahwa itu pasti
bukan sesuatu yang serius.
Meski
begitu, Amane menguatkan dirinya, masih tidak yakin tentang apa semua ini.
Anehnya, Oohashi bertindak canggung, hampir seperti dia sedang berjuang untuk
menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Wajahnya serius, dan bibirnya
berkedut karena ketidakpastian.
“Apa ada sesuatu?” tanya Amane.
“Ahh…
Hmm, yah, kamu bukan tipe orang seperti itu, jadi kamu mungkin tidak
punya jawaban.”
“Aku
tidak begitu paham, tapi apa kamu
mencoba mencari tahu sendiri?”
Amane
tidak terlalu memahami dengan tepat apa yang
dimaksud dengan “itu”, jadi Amane mengabaikannya untuk saat ini. Namun, jelas
bahwa Oohashi ingin menanyakan sesuatu padanya. Namun melihat sedikit rasa puas
di wajah Oohashi, Amane menatapnya dengan penasaran, bertanya dalam hati apa
dia sudah menemukan jawabannya sendiri. Mendengar itu, Oohashi dengan cepat
menggelengkan kepalanya, bingung.
“Oh—jangan
pedulikan aku. Ngomong-ngomong, tentang apa yang ingin kukatakan…”
“Ya?”
“Eh, ini
lebih merupakan pertanyaan umum, tapi…sebenarnya, pendapat pribadimu juga tidak
apa-apa, Fujimiya-chan.”
“Baiklah.”
“…Apa
normal bagi pria untuk, kamu
tahu, melakukan segala macam hal kepada seorang gadis yang bahkan tidak mereka
sukai dengan cara seperti itu?”
Amane
memiliki gambaran yang cukup bagus tentang apa yang dimmaksud Oohashi dengan pertanyaan
itu—dan mengapa dia menanyakannya—yang hampir membuatnya meringis. Tetap saja, Amane berusaha tetap memasang wajah
datar, tidak ingin membocorkan apa pun. Hampir pasti itu tentang apa yang terjadi
antara Oohashi dan Miyamoto tempo hari.
Amane
tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tetapi dirinya tahu bahwa Miyamoto telah
melakukan sesuatu yang membuat keadaan menjadi kacau. Meskipun ia tidak
bertanya apa yang terjadi, tidak sulit untuk menebak apa yang dimaksud Oohashi.
Amane
merasa sulit untuk membayangkan bahwa Miyamoto telah melakukan sesuatu yang
benar-benar tidak dapat dimaafkan—atau setidaknya ia berharap demikian—dan
dilihat dari suasana hati Oohashi, itu bukan hal yang buruk. Terlepas dari apa pun itu, tampaknya
Miyamoto telah membiarkan antusiasmenya menguasai dirinya.
Amane
tidak tahu bagaimana reaksi Oohashi jika ia menyebut Miyamoto sekarang, jadi ia
memutuskan untuk berpura-pura bodoh dan menjawab seolah-olah ia tidak tahu
apa-apa.
“Yah,
itu tergantung pada apa yang kamu maksud dengan 'segala macam hal.' Jika
kita mengambil contoh,
katakanlah, kontak fisik, misalnya, bukankah itu tergantung pada orangnya?
Maksudku, jika kamu
bertanya apakah itu mungkin, maka tentu saja, beberapa pria bisa melakukannya.
Namun, itu adalah hal yang sulit bagiku, secara pribadi.”
“…Ya, itu
masuk akal.” Oohashi menjatuhkan bahunya. Dia tidak kecewa tetapi malah merasa
terganggu.
Amane
menghindari menatap matanya. Dirinya
berbicara dengan nada yang tenang dan hampir acuh tak acuh. Ia tidak memberikan kata-kata
penghiburan atau dorongan dan hanya terus berbagi pikirannya dengan tenang.
“Tapi setidaknya, semua pria yang kukenal
akan menentangnya. Apa mereka terlibat dengan seseorang atau tidak, tidak ada
dari mereka yang akan bertindak jika mereka tidak memiliki perasaan yang tulus
terhadap gadis itu.”
“…Jadi
itu pendapatmu, Fujimiya-chan?”
“Ya,
tetapi itu hanya pendapatku berdasarkan orang-orang yang kukenal. Setiap orang
mempunyai standar batasan yang
berbeda.”
“…Hmm.”
“Secara
pribadi, kupikir melakukan sesuatu ketika kamu bahkan tidak berpacaran sudah
dianggap melewati batas.”
“Iya ‘kan? Aku juga sangat setuju.”
Oohashi
mengangguk dengan penuh semangat sehingga Amane tidak bisa menahan diri untuk
bertanya-tanya seberapa jauh Miyamoto sebenarnya telah bertindak. Meski begitu,
ia tidak ingin mengusik sarang tawon itu. Amane
menjaga ekspresinya tetap netral saat dia menatap Oohashi dengan sikap
pura-pura tidak bersalah. Tak lama kemudian, dia tampaknya telah sampai pada
kesimpulannya sendiri.
“Apa
itu menjawab pertanyaanmu, Oohashi-san?”
“Jawaban?
Baiklah... setidaknya aku akan menganggapnya sebagai satu perspektif.”
“Silakan.
Bagaimanapun, pendapatku takkan selalu berlaku untuk semua orang.”
Amane
lebih tegas daripada yang lain dalam hal
ini, tetapi karena sebagian besar pria di sekitarnya juga memiliki catatan
bersih dalam hal hubungan, ia tidak menganggap pandangannya terlalu aneh.
Sedangkan
untuk Miyamoto, Amane hanya bisa berharap bahwa pria
itu dan Oohashi akan membicarakan semuanya sampai mereka mencapai
saling pengertian. Dilihat dari reaksi Oohashi, dia tidak benar-benar tidak
menyukai Miyamoto. Tapi apakah asumsi itu akurat hanyalah
sesuatu yang cuma diketahui Oohashi saja.
Untuk
saat ini, saat ia bertugas dengan Miyamoto, Amane merasa ia mungkin bisa lolos
dengan memberinya tatapan yang berkata, “Jadi,
apa sebenarnya yang kamu
lakukan?”
“...Kurasa
memang begitulah adanya, ya.”
Amane
memilih untuk tidak menanggapi bisikan Oohashi. Ia tetap menutup mulutnya,
meninggalkannya sendiri dengan pikirannya.