Chapter 31 — SS Baru — Betul, Ayo Kita Pergi Ke Kafe Kucing
“Aku
ingin pergi ke kafe kucing.”
Pada waktu
sekitar pertengahan bulan September,
dua minggu sebelum Festival Budaya Akademi Seirei.
Suara yang tiba-tiba muncul itu membuat para anggota OSIS yang sedang sibuk dengan tugas
mereka mengangkat kepala.
“Wakil...
Elena-senpai. Ada apa sampai kamu tiba-tiba bilang begitu?”
Narahashi Elena,
mantan wakil ketua OSIS yang
datang tanpa permisi dan menikmati teh buatan Maria
di sofa tanpa membantu pekerjaan, mengucapkan kalimat mendadak itu. Mendengar
pernyataan tiba-tiba dari Elena, Touya tampak bingung dan bertanya. Lalu, Elena
mengembalikan cangkir teh ke piringnya dan mengangguk perlahan dengan ekspresi
seolah-olah sangat serius.
“Aku
berpikir bahwa orang Jepang membutuhkan
penyembuhan.”
“Hah...”
“Orang
Jepang semua lelah! Sekarang waktunya
untuk penyembuhan, kita butuh kucing!!”
“Aku
tidak mengerti kenapa itu berhubungan dengan kucing... Memang ada sesuatu yang terjadi di klub musik tiup?”
“Kamu mau
mendengarnya!?”
Elena
yang berbalik dengan ekor kudanya
yang berayun bebas membuat Touya hanya bisa
mengangguk dengan senyum canggung.
“Yah,
kalau hanya sekedar curhat saja sih...”
“Horee!
Jadi gini!”
Dan begitulah,
dimulainya konsultasi atau lebih tepatnya
keluh kesah Elena. Rupanya,
anggota kelas satu klub musik tiup yang sangat disayangi Elena, tiba-tiba mengatakan kalau dirinya ingin keluar dari
klub.
Sementara
Touya memberikan tanggapan yang sesuai, anggota OSIS
yang cakap tetap melanjutkan pekerjaan mereka sambil mendengarkan percakapan
itu.
“Ah,
Sarashina-senpai... Senpai?”
“Eh,
ah, ya! ...Ada apa?”
Meskipun
sepertinya ada perbedaan apakah itu benar-benar disebut
sebagai pekerjaan atau tidak. Tapi terlepas dari hal
itu, cerita Elena masih
terus berlanjut.
“Jadi!! Setelah itu aku mendengar dari junior
lain! Dia mengatakan hal-hal yang membuatku berpikir itu karena alasan pribadi,
tapi sebenarnya dia bilang sudah punya pacar! Dia berhenti dari klub supaya bisa menghabiskan waktu dengan
pacarnya!”
Setelah
menjelaskan dengan cepat, Elena melolong dengan komikal.
“Jangan
bercanda~! Memangnya klub
musik tiup bagimu hanya sebatas
segitu saja~! Meninggalkan Elena-san
yang sudah sangat menyayangimu untuk memilih pria~!”
“Mungkin
ada juga teori bahwa Elena-senpai terlalu mempedulikannya...”
“Ah~Ah~ Elena-senpai merasa kesepian~
Aku ingin disembuhkan oleh kucing~”
Mengabaikan
komentar Touya, Elena menatap langit-langit sambil mengayun-ngayunkan kakinya. Setelah mendengar itu, Alisa dan Maria
serentak menengok.
“Kenapa,
malah ingin disembuhkan oleh
kucing...?”
“Daripada
itu, bukankah lebih baik jika disembuhkan oleh orang?”
Maria
menambahkan dengan senyum bermasalah,
“Mungkin berkonsultasi dengan
teman sekelas,” dan Elena
langsung menatapnya.
"Eh?
Maria-chan akan menyembuhkanku dengan payudara besarmu itu?”
“Apa
Sumire masih ada enggak ya...?”
“Tunggu,
Chisaki-chan, jangan, tolong jangan melibatkan komite kedisiplinan!”
“Eh,
apa lebih baik kalau aku harus turun
tangan sendiri?”
“Maafkan
aku.”
Elena
meluncur dari sofa dan melakukan sujud yang sangat mengesankan. Namun, saat
itu, Maria mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.
“Aku
tidak keberatan, sih~”
“Eh!?”
“Eh,
Masha!?”
Elena
mengangkat wajahnya dengan cepat, sementara Chisaki menoleh dengan ekspresi
terkejut. Touya dan Alisa juga membuka mata mereka
lebar-lebar, sementara Maria berdiri dan
membungkuk di depan Elena, kemudian memeluk Elena yang sedikit terkejut dalam
posisi berlutut.
“Ini dia~
Elena-senpai. Peluk~”
“Ohyoooo~
fuhooo! Fuhyoa!”
Elena
yang mengeluarkan suara aneh sambil mengencangkan tubuhnya, meski dia sendiri
yang mengucapkan kalimat itu. Setelah beberapa detik berpelukan, Maria
melepaskan pelukannya.
“Apa
kamu sudah merasa baikan?”
Maria
bertanya dengan senyum, sementara Elena yang wajahnya merah bergetar dan
berkata,
“He-Heae...
wangi sekali.”
“Eh,
ehhh~? Duh~, rasanya
memalukan sampai diendus-endus segala.”
Elena
terkejut melihat Maria yang terlihat malu, lalu dia tiba-tiba
berdiri dan menundukkan kepalanya ke arah Alisa.
“Alisa-chan!
Berikan kakakmu
kepadaku!!"
“Apa
yang sedang kamu katakan...?”
“Halo,
Sumire? Apa ruang bawah tanah kosong hari ini? Ya, pelecehan seksual. Langsung tertangkap tangan.”
“Tunggu,
jangan ke ruang bawah tanah! Tolong jangan ke ruang bawah tanah!”
Elena
segera memegang lengan Chisaki. Namun, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras,
dan Sumire yang dipimpin oleh Empat Musim bersaudari
masuk dengan anggun dan megah.
“Apa
pelaku pelecehan seksualnya ada di
sini!?”
“Eh,
kamu benar-benar memanggilnya!?"
“Elena-senpai ya... aku mengerti sekarang.”
“Rasanya
aneh kamu bisa memahaminya hanya
dengan melihat wajahku saja!”
Elena
yang mengeluarkan suara seperti teriakan atau protes ditangkap erat oleh Kikyo
dan Hiiragi dari sisi kiri dan
kanan. Elena pun terkejut dengan mata melebar.
“Eh,
apa kalian benar-benar akan membawaku
pergi?”
“Jika
kita memukulnya, pasti banyak pelanggaran lain yang akan muncul. Ini juga bisa menjadi kesempatan yang baik.”
“Vio-chan...
tahu tidak? Itu bukan kejahatan kecuali korbannya yang mengadu, kan?”
“Sepertianya
dia tidak mempunyai
tanda-tanda penyesalan. Mari kita pergi.”
“Tidakkkk, tolong bantu aku! Aku dikelilingi oleh junior dan
dituduh hingga tidak bisa berdiri!”
“Kamu
benar-benar tidak pernah kapok,
ya...”
“Rasanya
sungguh mengesankan dia sampai bisa melakukan itu...”
Setelah
mendengar suara keheranan
dan rasa bingung dari Kikyo dan Hiiragi, Elena pun
akhirnya dibawa pergi.
Sekitar
tiga puluh menit kemudian, Elena kembali ke ruang OSIS dengan kaki bergetar seperti anak rusa, terjatuh ke sofa dan
mengeluarkan napas berat sambil berkata,
“Aku
ingin pergi ke kafe kucing...”
“Wangi
penyembuhan Masha-san jadi
sia-sia saja.”
Tanpa
merespons kata-kata setengah menyindir
dari Masachika, Elena
menundukkan kepalanya yang diletakkan di sandaran sofa dan berkata lagi.
“Aku
ingin pergi ke kafe kucing... Aku ingin disembuhkan oleh kucing...”
“Ya
sudah, tinggal pergi saja saja.”
“Aku
belum pernah pergi ke sana,
jadi rasanya menakutkan kalau pergi sendirian!!”
“Apa-apaan dengan pernyataan yang sangat
percaya diri itu!?”
Setelah
tanggapan setengah senyum dari Masachika, anggota lainnya mulai berbicara
dengan senyum canggung.
“Kafe
kucing, ya. Ngomong-ngomong, aku juga belum pernah pergi ke sana.”
“Aku
juga~. Apa ada yang pernah pergi ke sana?”
Namun,
tidak ada yang mengangguk untuk menanggapi petanyaan
Maria. Mereka saling memandang dan hanya menggelengkan
kepala. Menyadari bahwa tidak ada yang pernah pergi, Masachika berkata sambil
melihat ke udara.
“Kafe
kucing, ya... Aku tidak bisa bilang kalau
aku tidak merasa tertarik.”
“Aku
juga tertarik, tapi... itu bukan tempat yang biasanya kita bilang 'ayo
pergi'.”
“Benar.”
“Ah~ aku mengerti banget. Itu tidak ada dalam jalur
aktivitas sehari-hari.”
“Jalur
tembaga? Apa itu berarti tidak ada yang berani datang?”
“Masha,
kita tidak membahas kabel listrik sekarang.”
Setelah membicarakan tentang kafe kucing beberapa saat, Touya membersihkan
tenggorokannya dan berkata.
“Ah~kalau begitu, bagaimana kalau kita coba
pergi mengunjungi pada hari libur
berikutnya? Sekalian untuk menjalin hubungan antar anggota OSIS...”
Sambil
mengatakan itu, Touya mencuri pandang ke arah Elena, dan para junior yang baik
hati mengangguk satu per satu.
◇◇◇◇
“Ngomong-ngomong,
kenapa kamu tidak mengundang anggota klub musik tiup?”
“Eh?
Ah... rasanya aneh saja
bagi ketua klub mengeluh
tentang kelemahannya kepada para anggota...Bukankah itu penampilan yang kurang pantas bagiku sebagai ketua klub?”
“Elena-senpai...”
“Eh,
kenapa wajahmu kelihatan serius begitu? Apa kamu mulai menghargaiku?
Apa kamu mulai menghargai Elena-senpai ini?”
“Memangnya Elena-senpai punya penampilan yang bisa dihargai?”
“Kouhai yang satu ini terlalu tidak sopan!!”
◇◇◇◇
Kemudian
pada hari Sabtu, mereka berdelapan
datang ke kafe kucing besar di depan stasiun yang ingin dikunjungi Elena.
“O-Oh, jadi ini yang namanya kafe kucing...”
“Eh,
memangnya ada yang begitu mengesankan di
pintu masuk?”
Entah
kenapa, Elena yang bergetar karena terharu sebelum masuk, didorong untuk masuk
ke dalam, dan petugas resepsionis tersenyum sambil menyapa.
“Selamat
datang. Apakah ini kunjungan pertama Anda di sini?”
“Y-Ya.”
“Baiklah.
Maka, izinkan saya
menjelaskan beberapa aturan penting di kafe
ini. Pertama, dilarang membuat suara keras atau berbicara dengan suara keras di
dalam kafe. Mohon berbicara dengan suara
kecil agar tidak menambah stres pada kucing. Selain itu, saat berdiri dan
berjalan, mohon untuk tidak melihat kucing dari atas, dan saat berinteraksi
dengan kucing, mohon duduk untuk melakukannya. Selain
itu, tolong jangan
ganggu kucing yang sedang tidur...”
Setelah
menerima beberapa penjelasan tentang aturan, mereka masing-masing memesan
minuman.
“Baiklah,
silakan lakukan disinfeksi tangan terlebih dahulu, kemudian Anda bisa masuk ke
dalam toko dari sana. Selamat datang~”
Setelah
didorong oleh petugas, para pemula kafe kucing yang terkejut dengan banyaknya aturan
melepaskan ketegangan di bahu mereka.
“Wow,
rupanya ada begitu banyak aturan. Aku
tidak tahu kalau kucing itu makhluk yang begitu sensitif.”
“Ya,
mungkin karena ini adalah pelanggan baru, jadi kurasa
kucingnya juga
merasa waspada.”
“Ah,
itu mungkin benar... Oh, jadi di sini juga ada pintu ganda untuk mencegah
pelarian... tidak, pagar ganda.”
Sambil
berkata demikian, Chisaki yang telah melakukan disinfeksi tangan meletakkan
tangannya di pagar yang menghubungkan ke dalam toko. Pada saat yang sama, dua
puluh tiga kucing yang ada di dalam toko secara bersamaan mengangkat wajah
mereka.
Tangan
yang menggenggam erat bagian atas pagar besar itu muncul di pandangan
kucing-kucing. Dari balik pagar, muncul kepala manusia yang memancarkan aura
yang sangat menakutkan.
Saat itu,
kucing-kucing itu teringat.
Mereka
adalah makhluk buas. Hari-hari dimana
mereka berjuang untuk bertahan hidup melawan predator yang lebih kuat.
Perlu
dicatat bahwa semua kucing di sini adalah kucing peliharaan yang tersisa di
toko hewan, dan mereka tidak pernah mengalami kehidupan liar. Namun, itu adalah
masalah kecil.
“Woahh, kucingnya ada banyak──”
“““““““Shaaaaaaaaaa!!”””””””
“Eh,
ke-kenapa? Suaraku terlalu keras, ya? Oh, benar, aku harus menunduk.”
“““““““Huuushaaaaa!!””””””
“Kenapa?
Nee, kenapa?”
Begitu Chisaki
melangkah ke balik pagar,
semua kucing di toko mengeluarkan suara mengancam secara bersamaan, dan
pelanggan yang ada di dalam toko juga menatapnya. Chisaki menoleh ke petugas
resepsionis dengan mata berkaca-kaca. Namun, petugas resepsionis juga tampaknya
bingung dengan fenomena ini, dan berkedip dengan bingung.
“Ap-Apa yang
sebenarnya terjadi? Ehm, saya
akan memeriksanya sekali
lagi, Anda tidak menggunakan parfum, kan?”
“Aku
tidak menggunakannya...”
“Betul,
kan? Jadi, sepertinya lebih baik jika Anda menurunkan postur tubuh...”
Petugas
resepsionis juga tampak kurang percaya diri, tetapi Chisaki mengikuti instruksi
dan merangkak dengan cara merangkak bayi menuju pagar.
“““““““Fuuuuuu~~~~~......!!””””””
Meskipun
demikian, dia masih sangat diperhatikan dan diancam, tetapi ketika Chisaki
mengecil di sudut toko dan Touya duduk di sampingnya sambil menghibur dengan
meletakkan tangan di bahunya, perlahan-lahan kucing-kucing tersebut mulai mengalihkan pandangan mereka dari Chisaki.
“Chisaki-chan,
kasihan sekali...”
“Entahlah,
apa mereka menganggapnya sebagai binatang buas?”
“Elena-senpai... memangnya kamu sampai harus
mengatakan itu...”
Sambil
saling berbincang, enam orang yang tersisa juga masuk ke dalam kafe.
Di dalam kafe kucing, seluruh lantai dilapisi karpet,
dan di berbagai tempat terdapat mainan kucing dan rumah kucing. Ada sofa dan
bangku, tetapi tidak ada kursi atau meja dengan kaki panjang, sehingga
pelanggan meletakkan minuman di atas bangku atau karpet dan duduk di lantai
untuk berinteraksi dengan kucing. Jika melihat ke arah dinding, terdapat profil kucing
yang ada hari ini yang dipajang dengan foto.
“Uwahh~♡ Kucingnya banyak banget~♡”
Saat
mengamati mereka, Maria
dengan cepat menuju ke arah kucing, dan yang tersisa saling bertukar senyum
sambil melihat satu sama lain, kemudian pergi ke tempat masing-masing. Lalu,
masing-masing mulai berinteraksi dengan kucing.
...
Meskipun, sepertinya ada perbedaan individu dalam
seseorang yang bisa berinteraksi atau tidak.
“Ah,
Moka-chan tunggu~”
Sambil
memanggil dengan suara pelan dan mengulurkan tangan, Maria ditinggal pergi oleh kucing itu. Meskipun
begitu, dia tidak menyerah dan mencoba mendekati kucing lain, tetapi sebelum
bisa menjangkaunya, kucing
itu sudah melarikan diri. Semua kejadian itu
terus berulang beberapa kali.
(Tidak disangka, kupikir Masha-san yang seperti Bunda Suci ini akan
disukai oleh hewan... Mungkin karena dia terlalu berusaha untuk menyayangi kucing?)
Bertentangan
dengan ekspetasinya, Masachika berpikir demikian setelah melihat
Maria yang terus-menerus berusaha mengejar
kucing.
(Apa ini,
entah kenapa rasanya mengingatkanku pada pemandangan biasa di mana Alya mengabaikannya...)
Mungkin
semakin dia berusaha mendekati, semakin dia dianggap mengganggu, baik oleh
kucing maupun manusia.
(Yah, aku
juga mengalami hal yang sama dengannya
sih...)
Sejak
tadi, meskipun ada kucing-kucing
lewat yang mendekat, setiap kali Masachika mengulurkan tangannya, mereka cepat-cepat melarikan
diri. Di antara pelanggan lain, ada yang mengangkat kucing, jadi mungkin mereka
memang waspada karena dirinya
adalah pengunjung baru.
(Alya dan Elena-senpai juga, ya...)
Alisa
sepertinya sudah menyerah setelah beberapa kali mengejar,
sekarang dia hanya duduk di lantai sambil mengamati perilaku kucing. Dia
cepat-cepat menyerah untuk membangun hubungan, menunjukkan sifatnya yang
seolah-olah seorang putri yang kesepian... Di sisi lain, Elena.
“Permisi~, apa
aku boleh minta tambahan kibbles?”
“Ah, ya~.
Baik, saya mengerti.”
Sadar
akan kenyataan menyedihkan bahwa dia hanya bisa berinteraksi dengan kucing saat
menggunakan makanan, Elena
segera berlari untuk membeli lebih banyak lagi.
“Hubungan
baik bisa dibeli dengan uang... hehe, mungkin anak itu juga seharusnya
melakukan hal yang sama.”
Mengalihkan
pandangannya dari Elena yang
seharusnya datang untuk bersantai tetapi malah mendekati kebenaran yang tidak
menyenangkan, Masachika mencari anggota lainnya.
(Sarasina-senpai...
apa dia juga diancam lagi? Jarang sekali melihat Sarasina-senpai terlihat
begitu terpuruk seperti itu... dan, Ketua
sedang menolongnya.)
Touya
yang khawatir pada pacarnya membawa kucing yang ia pancing dengan makanan ke
dekat Chisaki, tetapi... Chisaki yang duduk bersila dengan wajah yang terkubur di pangkuannya hanya sedikit mengangkat
wajahnya, dan kucing yang ekornya langsung menunduk itu melarikan diri dengan
makanan yang diambilnya.
(Yah...
semoga saja dia bisa
berusaha lebih. Ketika ditanya berusaha
tentang apa sih, aku juga bingung
menjawabnya.)
Mengalihkan
pandangannya dari Chisaki yang terlihat sedih dan Touya yang menghiburnya,
tiba-tiba tatapan matanya
bertemu dengan Yuki. Melihat ke arah tangannya, dia sedang menggaruk leher
kucing dengan jari-jarinya, dan kucing itu tampak nyaman sembari menutup matanya.
Terkejut
melihat adiknya yang berhasil
berinteraksi dengan kucing tanpa bantuan makanan, Masachika mendekat dan
berbicara pelan.
“Hebat banget. Kucingnya benar-benar
akrab denganmu.”
“Hmmp~,
hanya segini sih gampang hanya dengan teknik jariku.”
Karena
tidak ada anggota OSIS lain di
dekatnya, Yuki menjawab dengan nada santai meskipun pelan. Lalu, dia melihat
kucing di tangannya dan berkata,
“Ngomong-ngomong,
seriusan deh, Onii-chan sudah berusaha untuk mengelus
dari atas terus, kan? Cara begitu sih
tidak akan berhasil.”
“Eh, apa iya?”
Namun,
jika dipikir-pikir, jika melihat dari atas tidak baik, mungkin mengulurkan
tangan dari atas juga tidak baik. Masachika yang setuju dengan pemikiran itu,
Yuki melanjutkan.
“Pertama-tama, coba
ulurkan tangan dari bawah dan biarkan mereka mencium bau jarimu. Jika mereka
terbiasa, mungkin mereka akan membiarkanmu mengelusnya. Tapi ya, kucing yang cuek sih tetap akan sulit.”
“Hmm,
begitu ya. Terima kasih atas informasi berharga ini.”
Masachika
merasa mendapatkan informasi yang baik dan mencoba berinteraksi lagi dengan
kucing... tetapi mungkin karena sudah waspada, kucing itu melarikan diri hanya
dengan mendekat.
“Kesan pertama kali memang sangat penting, baik
untuk kucing maupun manusia, ya...”
Saat masih tidak berhasil mengejar kucing
kelima, secara tiba-tiba matanya bertemu dengan Alisa dan mereka berdua saling
tersenyum canggung.
“... Yo, ternyata lebih sulit untuk
berinteraksi daripada yang aku kira.”
“Iya, sih. Tapi melihatnya seperti
ini juga menyenangkan, jadi tidak apa-apa.”
Memang,
ada pemandangan yang tidak membosankan, seperti kucing yang melompat dengan
lincah di menara kucing, atau kucing yang mencoba memasukkan kepala ke bawah
bantal. Ada juga kucing yang mencoba masuk ke rumah berbentuk kubah yang sudah
ada kucing lain yang tidur di dalamnya dan diusir dengan pukulan kucing.
Sambil
mengangguk, Masachika menggoda Alisa.
“Kamu gampang sekali menyerah untuk
berinteraksi, ya.”
“... Ya setelah melihat itu, sih.”
Ketika
Alisa melirik ke arah Maria yang terus-menerus berusaha
mengejar kucing. Meskipun dia terus mencoba tanpa
menyerah, mungkin ada sedikit rasa malu sebagai adik perempuannya.
“Ah~...
yah, sepertinya dia menikmati itu juga...”
“Ya,
sih...”
Maria sepertinya menyadari bahwa Yuki sedang mengelus kucing dan mendekatinya. Dia
kemudian berkata sesuatu kepada Yuki, dan saat Maria mengulurkan tangan ke
kucing yang ada di tangan Yuki──kucing itu langsung berdiri dan melarikan diri.
Dengan ekspresi “Ah!” dia melihat kucing itu pergi, dan Maria menundukkan
kepala kepada Yuki.
“...”
Alisa
menaruh tangan di dahi dan memejamkan mata. Sambil tersenyum canggung, Masachika
dengan cepat kembali ke tempat ia meletakkan minuman, lalu duduk di atas
karpet. Saat ia membawa café au lait ke mulutnya, tiba-tiba ia menyadari sesuatu.
(Oh iya, ngomong-ngomong, di mana Ayano...?)
Mencari-cari
sosok sahabat masa kecilnya yang semakin menghilang, Masachika mengalihkan
pandangannya. Dan di sudut ruangan, ia menemukan sosok Ayano yang duduk dengan
tenang. Setelah menemukannya, ia terkejut dan melihatnya sampai dua kali untuk memastikannya.
Mungkin
dia mengikuti semua aturan dengan disiplin, melenyapkan
semua suara dan menyembunyikan keberadaannya. Akibatnya... sekarang Ayano telah
berubah menjadi menara kucing manusia.
“…………! ……!?”
Ayano tidak bergerak atau mungkin
tidak bisa bergerak, memperlihatkan ekspresi gelisahnya.
Di atas paha yang bersila, ada satu kucing. Di atas bahunya, ada satu kucing.
Di atas kepalanya, ada satu kucing. Mengelilinginya, ada tiga kucing.
“Bagaimana
bisa jadi begitu??”
Inilah
yang disebut kemenangan tanpa pamrih. Atau mungkin, dia terlalu menyembunyikan
keberadaannya sehingga dianggap sebagai mainan baru. Oh, ada satu kucing lagi yang datang.
Seekor kucing
yang berjalan di atas sofa di samping Ayano menatap tajam kucing yang ada di
bahunya. Setelah beberapa detik saling menatap, mungkin karena menyerah atau
mengalah, kucing di bahu Ayano melompat ke lantai. Namun, ia tidak pergi begitu
saja, melainkan berbaring di samping Ayano, seolah ingin berkata, “Apa yang
harus dilakukan dalam situasi ini...?”
Sementara
itu, kucing yang ada di sofa melompat ke bahu Ayano, dan Ayano sedikit
terguncang. Namun, kucing yang meringkuk di kepalanya bergerak sedikit dengan
telinga dan kaki yang tampak tidak senang, membuat Ayano berhenti
bergerak.
“Manusia
yang menjadi budak kucing... benar-benar terwujud...”
Masachika
membisikkan kata-kata itu dan segera mengambil foto pemandangan tersebut. Di
tengah proses itu, ia merasakan tatapan Ayano yang meminta bantuan, tetapi ia
penasaran sampai sejauh mana jumlah kucing ini akan bertambah jika dibiarkan,
jadi ia berpura-pura tidak menyadari tatapan itu.
Tiba-tiba,
ia merasakan keberadaan lain dan menurunkan pandangannya. Di sebelah lutut
kanannya yang bersila, ada seekor kucing putih yang mendekat.
(Hmm?
Kucing ini... bukannya ini
kucing yang tadi tidur di tempat seperti keranjang?)
Ia
melirik ke arah rumah berbentuk keranjang di dekat jendela dan memastikan bahwa
tempat itu kosong sebelum mengalihkan pandangannya kembali. Saat itu, ia bertemu
tatapan kucing putih yang baru saja mengangkat wajahnya.
(Oh,
menakjubkan. Mata birunya terlihat sangat indah.)
Kucing itu
memiliki bulu putih yang berkilau dan mata biru yang
cerah.
Ia merasa
ingin segera mengambil foto, tetapi berpikir jika ia melakukannya, kucing itu
pasti akan melarikan diri, jadi Masachika hanya menatap kembali mata kucing itu
dalam diam.
(Yah, meskipun tidak mengambil foto
pun, mungkin kucing itu tetap akan melarikan diri...)
Masachika
yang sedang menatap kucing putih itu dengan penuh perhatian, terkejut karena
kucing tersebut tidak melarikan diri seperti yang ia duga. Meskipun masih
tampak sedikit waspada, kucing itu tetap menatap Masachika tanpa bergerak dari tempatnya.
(Hmm?
Apa jangan-jangan
ini kesempatanku?)
Ia
teringat apa yang dikatakan Yuki dan mengangkat telapak tangan ke atas, lalu
dengan hati-hati mengulurkan tangan kanannya ke depan kucing putih. Kucing itu
menundukkan kepala, menghirup aroma jari-jarinya, lalu menjilati bagian kuku
jari tengahnya.
(Oooohh)
Merasa
sensasi lidah kasar yang menyentuhnya, Masachika sedikit bergetar di bahunya
saat kucing putih itu duduk dengan tenang.
(Ehmm... apa ini berarti aku boleh
mengelusnya?)
Melihat
kucing putih yang tidak menunjukkan tanda-tanda ingin melarikan diri, Masachika
dengan hati-hati mengulurkan tangan dan mulai mengelus punggungnya. Kucing
putih itu kemudian berdiri dan menggoyangkan kepalanya.
“Eh!”
Masachika
segera menarik tangannya, merasa mungkin kucing itu tidak suka. Namun, kucing
putih itu justru menatap Masachika dengan mata biru, lalu melompat ke atas kaki
kanannya. Kucing itu berjalan di atas kakinya dan meringkuk seperti bola di
tengah pangkuannya.
Masachika
terkejut dengan perkembangan yang tidak terduga ini, tetapi ketika kucing putih
itu membuka matanya dan menatapnya, ia dengan hati-hati kembali mengelusnya.
“Wah,
luar biasa~~”
Masachika
merasa sedikit terharu saat akhirnya
berhasil berinteraksi dengan kucing. Sembari mengelus punggung kucing putih, ia
berpikir, “Ternyata lebih kasar dari yang aku kira~,” ketika seorang
pegawai perempuan yang lewat melirik dengan mata terbelalak.
“Eh, luar
biasa banget. Aria-chan bisa naik ke pangkuanmu!”
“Aria...chan?”
“Iya.
Kucing ini bertingkah seperti seorang putri, dan saat dia tidak mood,
bahkan manajer pun tidak bisa menyentuhnya. Woahh,
luar biasa. Bolehkah aku mengambil foto?”
“Eh? Ah,
ya. Asalkan wajahku jangan sampai terlihat...”
“Terima
kasih~”
Mungkin
kejadian tersebut jarang terjadi, karena
pegawai itu mengabaikan pekerjaannya dan mengeluarkan ponsel
untuk mengambil foto kucing putih yang melingkar di atas kaki Masachika. Tak
lama kemudian, dua wanita yang terlihat seperti mahasiswa juga mendekat.
“Uwahh,
benar sekali. Wah~~~~ luar biasa! Rupanya Aria-chan bisa naik ke atas pangkuan!”
“Ehmm, maaf, apa kami juga boleh mengambil foto?”
“Ah, ya.
Baiklah, silakan...”
“Terima
kasih~. Kami adalah pelanggan tetap di sini dan sudah datang sekitar dua puluh
kali. Tapi kami belum pernah bisa menyentuh Aria-chan
sama sekali.”
“Ah,
begitu ya...”
Sambil
tersenyum samar melihat reaksi terkejut di sekitar, Masachika menoleh ke arah
dinding dan melihat profil dengan tulisan “Putri terhebat di dunia!” di
kolom kepribadian. Saat melihatnya, tingkah laku
Aria yang menggoyangkan kepala dengan ekspresi angkuh tampak seolah berkata, “Tidak
buruk, kan?”
“Terima
kasih banyak~. Maaf atas kedatanganku yang begitu
mendadak ini.”
““Terima
kasih~””
“Ah,
tidak masalah.”
Masachika
mengantarkan pegawai dan dua wanita itu yang terus-menerus membungkukkan badan
sebagai ucapan terima kasih, lalu ia menatap kucing putih di atas kakinya.
“... Jadi kamu seorang putri ya?”
Ia
bertanya begitu, tetapi tentu saja kucing itu
tidak menjawab. Masachika pun mencoba mengelus bagian tubuh kucing selain
punggungnya.
Karena
ekornya tampak seperti tidak suka disentuh, ia mencoba menggaruk di belakang
telinga dan lehernya, tetapi kucing itu tidak menunjukkan tanda-tanda
keberatan. Meskipun demikian, tidak ada tanda-tanda kegembiraan yang terlihat,
kucing itu tetap diam dengan ekspresi tenang. Namun, ketika Masachika berhenti
mengelus, kucing itu menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu.
(Ah,
mungkin kucing ini
memang putri... atau warna dan nama ini, ditambah dengan sebutan putri...
rasanya mengingatkanku
pada seseorang)
Saat Masachika
mengelus kucing putih itu dengan pikiran yang melayang, tiba-tiba ekor kucing
itu menyentuh lengannya. “Oh?” pikirnya sambil menurunkan pandangan, dan
melihat Aria-san
menatapnya dengan mata seolah-olah
menyalahkan. Wajahnya mengingatkan Masachika pada Alisa yang pernah menatapnya
dengan marah dan bertanya, “Apa kamu sedang memikirkan wanita lain?”
(Ah,
bagian ini juga benar-benar...)
Belum
sempat berpikir lebih jauh, tiba-tiba ia melihat ujung kaki yang mengenakan
kaus kaki putih muncul dalam pandangannya.
(Oops)
Ketika Masachika
mengangkat wajahnya, ia melihat Alisa yang sedang memandanginya dari atas.
Tatapannya tertuju pada kucing putih yang melingkar di atas kaki Masachika.
Kucing putih itu pun menatap Alisa dengan mata bulat seolah berkata, “Oh,
ada apa?”
Tatapan
antara satu manusia dan satu
kucing bertemu... Alisa kemudian duduk dan tersenyum sambil berkata,
“Jadi ada
kucing yang mau dekat denganmu,
ya? Bukannya itu bagus.”
“Ah,
oh...”
“Boleh
aku ikut mengelusnya juga?”
“Eh? Hmm,
aku tidak tahu... sepertinya kucing ini punya sifat seperti putri.”
“... Hmm~.”
Setelah mendengar
itu, entah kenapa senyum Alisa sedikit memudar. Tatapan antara mereka berdua,
satu manusia dan satu kucing, tampak
tegang.
(Eh,
ada apa? Apa ini? Apa ini kebencian terhadap sesama?)
Masachika,
yang merasakan ketegangan antara Alisa dan kucing putih, berkata dengan
hati-hati,
“Ah,
dan... sepertinya lebih baik jika kamu mulai dengan mengulurkan tangan dari
bawah dan membiarkannya mencium aroma jarimu.”
“Begitu?”
Sesuai
petunjuk, Alisa mengulurkan tangan kanannya ke arah kucing putih. Kucing itu
pun segera menjulurkan lehernya—
“Aduh!”
Dalam
sekejap, kucing itu menggigitnya. Alisa segera menarik tangannya dan dengan
panik mengamati jarinya, tetapi tampaknya tidak ada luka atau darah yang
keluar.
“Ka-Kamu baik-baik saja, Alya?”
Meskipun
terlihat seperti digigit cukup kuat, Alisa tidak menjawab dan hanya menatap
kucing putih sambil bergumam,
【Dasar kucing garong... 】
Kucing
putih itu tampak ingin menjawab dengan mengangkat hidungnya, seolah berkata,
“Oh, kamu mau berkelahi denganku?”. Melihat situasi yang semakin
tegang antara satu orang dan satu kucing, Masachika merasa harus segera
bertindak dan berusaha menurunkan kucing putih ke lantai. Namun, kucing itu
menghindar dan malah melompat ke bahu Masachika.
“Whoa,
oh!”
Tiba-tiba,
berat kucing itu membuat Masachika sedikit terhuyung. Memanfaatkan momen itu,
kucing putih melangkahi leher Masachika dan berdiri di kedua bahunya, menatap
Alisa dari depan.
Dari tatapan
itu, Alisa merasa menerima tantangan, seolah berkata, “Mau sampai kapan kamu akan
memandangiku seperti itu? Masachika adalah
milikku.” ... secara sepihak.
【Bertingkah sok... 】
“Shahhhh!”
Dan akhirnya,
pertempuran antar spesies antara dua wanita dimulai di sini—
“Wah~ Kuze-kun,
luar biasa banget~!
Kucingnya bisa naik ke bahumu?”
Saat itu,
Maria mendekat dengan merangkak. Seketika, Alisa dan Aria merasakan
kehadirannya.
Tatapan Masachika
yang terpaksa menunduk... jelas tertuju pada dada Maria yang terlihat dari
kerahnya saat dia merangkak mendekat.
Sekejap,
ekor Aria yang melentur seperti cambuk menyentuh mata Masachika.
“Aduh!? Mataku!?”
“Ara, ara, Kuze-kun, kamu baik-baik saja?”
Masachika
terkejut dan melengkungkan tubuhnya, sementara Aria melompat dari bahunya
dengan anggun, menatap Masachika dengan ekspresi sedikit mengejek, lalu
berpaling dan berjalan pergi dengan santai. Saat mereka berpapasan, ekor Aria
dengan lembut menyentuh punggung tangan Alisa.
“!”
Sentuhan
ringan itu membuat Alisa merasakan pesan, “Kamu juga mengalami hal yang sulit,
ya.” Tanpa melihat Alisa yang terkejut, Aria melanjutkan langkahnya,
melintasi ruangan, dan meringkuk
di dalam keranjang yang menjadi tempat favoritnya. Ketika seekor kucing jantan
mencoba mengganggunya, Aria segera mengusirnya dengan pukulan kucing. Setelah
itu, dia menatap tajam kucing-kucing di sekitarnya sebelum kembali meringkuk dengan tenang.
Melihat
pemandangan itu, Alisa tersenyum kecil dan berbisik,
【Kamu juga, ya. 】
Entah
Aria mendengar atau tidak, ekor putihnya yang terangkat perlahan bergerak
seolah melambaikan tangan.
Ini
adalah awal dari persahabatan antara satu manusia
dan satu kucing, dan setelah itu, Alisa sering mengunjungi toko ini untuk
menjalin persahabatan dengan putri putih yang anggun.
Hasil
akhir jumlah kucing yang disentuh
Peringkat terendah
(0 ekor): Maria, Chisaki
Peringkat
kelima (1 ekor): Masachika, Alisa
Peringkat
keempat (3 ekor): Touya (berbayar)
Peringkat
ketiga (4 ekor): Yuki (tidak berbayar)
Peringkat
kedua (6 ekor): Elena
(dompet jebol)
Peringkat
pertama (17 ekor): Ayano (justru dia
yang disentuh kucing)
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya

