Prolog
Keesokan
harinya setelah Acara Game Manajemen berhasil diselesaikan dengan baik.
Suasana
di Akademi Kekaisaran terasa
semakin santai.
“Hei,
Tomonari. Kamu punya cerita yang menarik
enggak~...?”
“Enggak
ada sih~...”
Waktu
istirahat. Aku menjawab pertanyaan Taisho
yang terlihat mengantuk sambil memandang keluar jendela. Percakapan kami
terputus-putus, tapi Taisho terlihat
tidak keberatan.
“Tomonari-kun. Aku baru saja makan macaron
yang sangat enak lho~..."
“Wah,
enak ya~...”
Asahi-san
berusaha mengangkat topik sambil menahan
menguap dan menggerakkan bibirnya, tapi itu tidak
terlalu menarik perhatianku, jadi aku hanya memberi tanggapan seadanya. Asahi-san
juga tampak tidak keberatan,
dan bersama-sama dengan aku dan Taisho, dia
juga terlihat melamun.
Musim
sudah berganti ke musim gugur. Pertengahan Oktober. Cahaya matahari yang hangat
dan lembut membuat rasa kantuk jadi semakin
menguat.
Bukan
hanya kami bertiga saja, tapi
Hinako, Suminoe-san, Kita, dan semua siswa di kelas
itu juga tampak sama. Saat Game
Manajemen berlangsung, setiap jam istirahat selalu dipenuhi dengan diskusi
sengit, tapi sekarang tidak ada lagi. Ada siswa yang tertidur di atas meja, ada
yang hanya bersandar di kursi sambil memandang langit-langit tanpa suara,
semuanya terlihat malas-malasan.
Suasana
ini... jujur saja, sudah selesai.
Ini yang
disebut sindrom kelelahan.
Murid-murid Akademi Kekaisaran
memang biasanya orang-orang yang rajin, tapi kali ini mereka benar-benar
kehilangan semangat.
Dan
tampaknya para guru juga menyadari hal itu, sehingga mereka sedikit menurunkan
tempo pelajaran. Saat Game
Manajemen berlangsung, para guru juga terlihat bersemangat. Tapi sekarang,
hanya ada kecocokan kepentingan antara siswa dan guru, sehingga seluruh akademi
diselimuti suasana yang santai.
Entah
kenapa, aku jadi teringat dengan suasana sekolah SMA
yang dulu pernah aku masuki, dan itu sedikit membuatku merasa nostalgia.
“Permisi,
Konohana-san. Ada bagian dari
pelajaran tadi yang tidak kupahami...”
Seorang
siswi perempuan berbicara kepada
Hinako. Di tengah suasana yang santai ini, dia
masih mempertahankan sikapnya yang rajin. Mulai dari istirahat selanjutnya, aku
juga harus berusaha.
Saat
siswi itu membuka buku pelajarannya, Hinako memperhatikan halaman yang ditunjukkan,
lalu berkata,
“Hmm...
merepotkan...”
“Me-Merepotkan...?”
Oh,
gawat.
Karena terbawa
suasana yang santai, sifat asli Hinako sampai ikutan
muncul segala.
Aku
menepuk-nepuk kedua pipiku pelan, lalu berdiri.
Tugas
pengasuh, siap dilaksanakan!