Bab 1 — OSIS
Pada waktu sepulang
sekolah.
Aku, yang
telah sedikit demi sedikit memulihkan semangatku dengan membantu Hinako yang
terlihat lesu, sedang merapikan buku-buku pelajaran ke dalam tas untuk bersiap
pulang.
“Ah,
Tomonari-kun. Boleh minta tolongmu
sebentar?”
Aku
dipanggil oleh Fukushima-sensei.
Sambil
menolehkan kepalaku, aku
mendekati meja guru yang ada di
depan kelas.
“Iya, ada
apa?”
“Maaf,
bisakah kamu
menyerahkan berkas-berkas ini kepada
wali kelas yang ada di kelas lain?”
Sensei menyerahkan setumpuk kertas kepadaku.
“Yah,
tidak masalah sih...”
Sepertinya
raut wajahku menunjukkan pertanyaan “Kenapa
harus aku?”,
Fukushima-sensei pun tersenyum geli.
“Jika
kau ingin mencalonkan diri menjadi anggota OSIS,
membangun reputasi yang baik dengan para guru juga penting lho~”
Ah,
begitu rupanya.
Tanpa disadari, kabar bahwa aku ingin
mencalonkan diri untuk bergabung menjadi
anggota OSIS sudah tersebar di berbagai tempat. Yah, memang
kadang aku sendiri yang membicarakannya saat mengobrol dengan teman sekelas,
jadi tidak aneh jika informasi tersebut sampai
ke telinga para guru.
Sekilas,
aku melihat ke belakang. Aku bertukar pandang dengan Hinako, dan dia mengangguk.
Sebaiknya
aku menyuruh Hinako menunggu sebentar di kelas.
“Baiklah.”
Aku
menerima berkas-berkas itu dan keluar dari kelas.
Seperti
yang dikatakan Fukushima-sensei, jika aku akan mencalonkan diri dalam pemilihan
OSIS nanti, kesan yang baik dari para
guru juga pasti akan menjadi hal yang penting. Aku harus terus berusaha dengan
tekun seperti ini.
... Tapi
aku bukan hanya sekedar jadi
pesuruh saja, kan?
Aku
memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu.
◆◆◆◆
Angkatan kelas
2 di Akademi Kekaisaran
terdiri dari 6 kelas, dari kelas A hingga F. Kelas A yang dimasuki aku dan Hinako berada di lantai
2, dan di lantai yang sama juga terdapat kelas B dan C.
Aku
awalnya berniat menuju ke kelas B yang paling dekat, tapi...
(... Aku perlu menenangkan diriku dulu)
Karena
berbagai alasan, saat ini kelas B adalah tempat yang sulit bagiku untuk masuk.
Aku
menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu masuk ke dalam kelas.
“Permisi.”
Saat aku memasuki ruang kelas, ada beberapa siswa yang memperhatikanku.
Karena
kami sekelas dalam pelajaran olahraga, jadi aku
mengenal beberapa siswa di kelas B. Ada beberapa yang menyapaku dengan ramah,
jadi aku juga menganggukkan kepala sambil berjalan menuju meja guru.
“Saya
datang untuk menyerahkan berkas-berkas ini.”
“Oh,
terima kasih banyak.”
Wali
kelas B adalah seorang Wanita yang berpenampilan dewasa. Berbeda dengan Fukushima-sensei yang terkesan seperti hewan
kecil, guru ini memberikan kesan tenang dan intelektual.
“Kamu Tomonari-kun, ‘kan?”
“Eh?
Iya, benar...”
“Tidak
apa-apa. Terima kasih atas bantuannya.”
Sepertinya
guru itu hanya ingin memastikan kesesuaian antara wajah dan namaku, karena
setelah melihatku lekat-lekat, dia
tidak mengatakan apa-apa lagi.
Selanjutnya
aku beranjak menuju ke kelas C.
Aku
berusaha berjalan lurus menuju luar kelas tanpa terlalu banyak memperhatikan
sekitar, tapi--
“...
Ah”
“...
Ah”
Hanya
sekilas, aku melihat ke dalam kelas.
Itu sudah
cukup untuk saling bertatapan.
——Narika.
Alasan
mengapa aku merasa sulit untuk masuk ke kelas B adalah keberadaan Narika.
Aku masih
mengingat dengan jelas
interaksiku dengan
Narika setelah Game Manajemen selesai.
Tidak
bisa kulupakan. Mana mungkin aku bisa melupakannya.
Aku
masih bisa mengingatnya dengan jelas perasaan
canggung yang kurasakan di pipiku.
——Itu
karena Itsuki lah yang menyuruhku untuk
melakukannya dengan sepenuh hati!
Narika mengatakan
hal itu dengan wajah memerah, dan kemudian—— berlari pergi.
...
Karena dia berlari pergi, aku sama sekali
tidak tahu bagaimana seharusnya aku bertemu lagi dengan Narika. Aku memikirkannya sepanjang
malam tapi tidak menemukan jawabannya. Jujur saja, itulah sebabnya hari ini aku
merasa lesu dan suasana hatiku jadi kendur.
Aku
memahami perasaan Narika. Tapi
sayangnya, aku sendiri belum bisa menata perasaanku.
Jadi
mungkin, sekarang aku terlihat sangat
canggung.
Tapi ketika melihatku yang seperti itu, Narika justru terlihat sedikit
gelisah dan mengalihkan pandangannya ke sekeliling, lalu dia tersenyum malu-malu mirip seperti bunga yang mekar.
“Ugh”
Ekspresinya
itu lebih berkesan daripada apa pun.
Seolah-olah ingin menyembunyikan detak jantungku
yang semakin cepat, aku bergegas keluar dari kelas.
“Mi-Miyakojima-san tersenyum lembut...!!”
“Dasar bodoh.
Akhir-akhir ini Miyakojima-san
tersenyum begitu sekitar
tiga hari sekali!”
Aku
mendengar suara pembicaraan siswa-siswa
kelas B dari belakang.
Mungkin
beberapa saat lalu aku akan tertawa dan berkata “Dasar Narika, kamu selalu canggung begitu”,
tapi sekarang aku tidak punya kesempatan untuk berpikir seperti itu.
Narika sudah menjadi sosok yang
begitu besar di dalam
diriku.
(... Aku harus menenangkan diriku)
Selanjutnya
ke kelas C.
Setelah
detak jantungku kembali normal, aku masuk ke dalam kelas.
“Permisi.”
Walaupun aku jarang sekali masuk ke dalam kelas C, tapi bukan berarti kami
tidak punya kontak sama sekali.
Di kelas
ini ada siswa perempuan berambut pirang roll
panjang—— Tennouji-san.
“Oh,
Itsuki-san. Ada apa?”
Tennouji-san
menyadari kehadiranku lebih cepat daripada guru.
Dengan
sengaja memotong obrolan dengan teman sekelasnya, Tennouji-san berjalan menghampiriku.
“Fukushima-sensei
memintaku menyerahkan berkas-berkas ini kepada guru
wali kelas C.”
“Berkas?
...Ah, begitu rupanya. Hanya Tomanari-san yang
satu-satunya mencalonkan diri di kelas A, dan Fukushima-sensei memang orang yang cekatan.”
Apa
maksudnya?
Saat aku masih merasa bingung, Tennouji-san berkata kepada seorang
guru yang berada di depan kelas.
“Sensei,
katanya dokumennya sudah datang!”
Tennouji-san nerkata dengan suara yang
terdengar jelas. Seperti yang diharapkan,
Tennouji-san sama sekali tidak ragu
untuk berbicara keras di dalam kelas.
Guru wali
kelas C mengangkat wajahnya dari pekerjaan administrasinya ketika dipanggil Tennouji-san. Aku dan
Tenjouji-san mendekati meja guru untuk menyerahkan dokumen.
“Ah,
maaf sudah merepotkanmu untuk mengantarkan
ini.”
Guru wali
kelas dari kelas C adalah pria bertubuh tinggi
kurus.
Kesan
garis-garis yang tipis, tapi tidak terlihat lemah. Setelan jasnya yang rapi dan sesuai dengan bentuk tubuhnya itu
membuatnya terlihat elegan.
“Ia adalah
Tomonari Itsuki-san desuwa, siswa dari kelas A.”
“Ah
ya, aku tahu. Ia cukup
terkenal, 'kan?”
Tennouji-san berusaha memperkenalkanku, tapi sepertinya
guru itu sudah mengenalku.
“Ngomong-ngomong,
sama seperti aku, ia juga sedang mencalonkan diri untuk menjadi anggota OSIS.”
“Begitu
ya. ...Ah, ya, aku ingat pernah mendengar hal itu.”
“Kelebihdan
dari Tomonari-san ialah ia memiliki
semangat yang tinggi dan kemauan untuk maju. Setelah memeriksa riwayat
prestasinya, itu jelas-jelas
terlihat.”
Apa-apaan ini... Apa Tennouji-san sedang mempromosikanku?
Saat tatapan mata kami bertemu, dia mengedipkan matanya padaku.
Sepertinya dia sedang berusaha membuat kesan yang baik tentangku di hadapan
guru dalam persiapan pemilihan OSIS mendatang.
Dia
benar-benar bisa diandalkan.
Tentu
saja, jika ini hanya basa-basi, aku akan menghentikannya. Tapi Tennouji-san yang terus terang ini
tidak mengatakan hal-hal yang berlebihan untuk mempromosikanku.
Setelah
mendengarkan semuanya, guru wali kelas
C menatap Tennouji-san
dengan pandangan hangat.
“Untuk saat
ini aku memahami kalau Tomonari-kun adalah favoritnya Tennouji-san.”
“Bu-bukan
begitu!”
Tennouji-san menjawab dengan wajah
memerah.
Yah, wajar-wajar saja kalau ada orang yang berpikiran begitu dalam
situasi ini... Aku hanya tersenyum getir dan pergi.
Sekarang,
selanjutnya tinggal kelas D, E, dan F.
Kelas-kelas
itu berada di lantai tiga, berbeda dengan kelas A. Aku tidak terlalu mengenal
orang-orang di sana.
Saat aku
akan menaiki tangga ke lantai tiga...
“...Hm?”
Aku
merasakan ada seseorang yang
memperhatikanku, lalu menoleh ke belakang.
Tapi.... tidak ada siapa-siapa di sana.
Mungkin
karena dikenal banyak orang, aku jadi terlalu sadar diri. Dengan sedikit rasa
malu, aku kembali menaiki
tangga.
Setelah
itu, aku menyerahkan berkas dokumen
kepada wali kelas D dan E.
Terakhir,
aku pergi untuk menyerahkan dokumen ke wali kelas F.
Aku
tidak mengenal siapa-siapa di
kelas D dan E. Tapi di kelas F, ada satu orang yang kukenal. Mumpung sekalian ada di sana, aku bisa
menyapanya dengan ringan.
Saat melihat-lihat,
aku menyadari ada seorang siswa laki-laki yang memperhatikanku. Ia adalah Ikuno, orang yang menjalankan
perusahaan ‘Wedding
Needs’ dalam game manajemen.
Begitu
Ikuno menyadari kedatanganku, dia segera mendekat.
“Tomonari-kun,
ada apa?”
“Aku
datang untuk menyerahkan dokumen ini ke guru
wali kelas F.”
“Kamu memang suka menolong orang ya.”
“Bukan
hal besar begitu, kok.”
Kami
saling tertawa dengan ringan. Dalam game
manajemen, Ikuno bukan hanya mitra bisnis yang penting
bagiku, tapi juga orang yang akhirnya aku percayakan perusahaanku. Hubungan
kepercayaan itu masih berlanjut, dan sepertinya ia juga merasakan hal yang
sama, jadi kami sudah menjadi teman dekat.
“Sensei,
ada tamu datang untuk Anda.”
Bersama
Ikuno, kami menghampiri wali kelas F.
“Oh,
Tomonari-kun. Ada perlu apa?”
Wali
kelas F adalah pria berbadan besar. Sesuai penampilannya, dia adalah guru
olahraga. Otot-ototnya yang menonjol dan potongan rambut pendek memberikan
kesan seorang olahragawan yang segar.
“Saya
diminta Fukushima-sensei untuk menyerahkan dokumen ini. ...Apa Anda mengenal
saya?”
“Tentu
saja. Kamu 'kan orang yang membuat heboh saat game manajemen itu.”
Sepertinya
popularitasku memang meningkat karena game
manajemen itu. Usahaku tidak sia-sia, meskipun tidak sepenuhnya karena
kemampuanku sendiri.
Setelah
menyerahkan dokumen kepada guru wali kelas F, dan beranjak dari ruang kelas.
“Kalau
begitu, Ikuno-kun. Aku
permisi dulu.”
“Baik.
...Tomonari-kun, jika
ada masalah apa-apa, jangan
ragu untuk meminta bantuanku.”
“Ah,
terima kasih. Tapi soal permainan itu, kamu
tidak perlu merasa berhutang budi padaku.”
“Tidak
bisa begitu. Berkatmu, aku bisa menikmati game
manajemen itu dengan tulus.”
Saat aku membicarakan kerja sama dengan ‘Wedding Needs’, aku tahu kalau Ikuno awalnya hanya mengikuti
keinginan orang tuanya. Tapi, demi bisa melanjutkan
negosiasi, aku mendorongnya untuk mempertimbangkan kembali apa yang
benar-benar ingin ia lakukan.
Hasilnya,
Ikuno sepertinya mulai menganggapku sebagai
penyelamat yang membebaskannya dari dirinya yang selalu menuruti perkataan
orang tuanya. Jadi, ia sangat berterima kasih padaku. Tapi sebenarnya, akulah
yang banyak dibantu oleh Ikuno, jadi aku merasa sedikit tidak enak.
(...
Ikuno benar-benar seperti siswa laki-laki Akademi Kekaisaran, ya.)
Terkadang
aku melupakannya karena selalu berinteraksi dengan Taisho,
tapi pada dasarnya siswa laki-laki di akademi ini memang seperti itu. Tapi di
antara mereka, Ikuno terlihat sangat sopan dan ramah.
Mungkin karena ia adalah pewaris perusahaan industri pernikahan yang menjunjung
tinggi etika, ya.
Saat
berbicara dengannya, aku merasa kembali menjadi siswa Akademi Kekaisaran.
Setelah
meninggalkan ruang kelas F, aku berniat kembali ke kelas A
tempat Hinako menunggu.
Tapi di tengah perjalanan... Tiba-tiba aku merasakan adanya tatapan lagi, dan berbalik.
“Oh?”
Kali ini
ada seseorang di sana.
Dia adalah seorang
siswi yang tidak kukenal. Dia berbadan tinggi
dengan rambut hitam yang lurus.
Sikapnya terlihat dewasa, dan matanya memiliki pancaran yang kuat.
“Umm,
apa jangan-jangan kamu
mengikutiku?”
“Umu,
sepertinya aku ketahuan ya.”
Siswi itu
tertawa tanpa adanya rasa
bersalah.
“Tomonari
Itsuki-kun. Apa kamu bersedia
ikut denganku?”
“Kamu
memintaku untuk ikut? Ke mana?”
“Kamu akan mengetahuinya begitu sampai tujuan.”
Usai
mengatakan itu, dia berbalik dan mulai memimpin jalan.
Aku tidak
mengerti apa yang sedang terjadi,
tapi untuk saat ini aku akan mengikutinya. Mungkin ada pembicaraan penting yang
ingin disampaikan.
“Umm,
kamu ini...”
“Kamu bebas
mengajukan pertanyaan tentangku setelah kita sampai tujuan.”
Dia
berkata tanpa menoleh ke belakang.
“Tomonari-kun.
Kamu ingin menjadi anggota OSIS, ‘kan?”
“Begitulah
rencanaku.”
Ternyata
info semacam ini sudah tersebar sampai ke orang asing seperti dirinya.
Siswi itu
tersenyum melihat reaksiku yang sedikit terkejut.
“Bagus.
Kalau begitu, izinkan aku memberikanmu
akses ke ruangan ini.”
Dia
berhenti berjalan setelah mengatakan itu.
Sepertinya
kita sudah sampai di tempat tujuan. Aku melihat plakat yang terpassang di atas pintu ganda di
depanku, untuk memastikan nama ruangan tersebut.
“Ini...”
“Masuklah.
Yang lain sudah berkumpul di sini.”
Dengan
agak memaksa, aku didorong masuk ke dalam ruangan.
Ruangannya
hampir sama luasnya dengan ruang kelas.
Tapi jumlah kursinya terbatas. Di tengah ruangan ada dua sofa kulit besar, dan
di dekat jendela ada satu set meja dan kursi. Semua perabotannya terlihat
berkualitas tinggi, dan karpet di lantai juga terasa lembut dan mahal. Seperti
perpaduan antara ruang
tamu dan ruang kerja.
Di
sofa-sofa itu, duduk orang-orang yang sangat kukenal.
“Lho,
kalian semua...?”
Hinako,
Tennouji-san, Narika,
Taisho, Asahi-san... Anggota yang sering disebut sebagai [Perkumpulan Teh Bangsawan] itu semua berkumpul.
“Ternyata
Tomonari-kun juga dipanggil, ya!”
“Yah,
kami semua ada di sini, sih.”
Asahi-san
dan Taishou mengangguk paham.
“Tomonari
Itsuki-kun.
Silakan duduk di sofa sebelah sana.”
Tanpa
berkata apa-apa, aku langsung mengikuti
instruksinya dan duduk di sebelah Hinako.
...aku entah bagaimana mulai
paham situasinya.
Ketika melihat
para anggota lain di ruangan
ini, aku bisa menebak alasan kami dikumpulkan di sini. Dan aku juga bisa
menebak identitas siswi yang mengantarku tadi.
Siswi
yang mengantarku tadi duduk di kursi dekat jendela, lalu membuka mulutnya dengan raut wajah yang terlihat senang.
“Selamat
datang di Ruang OSIS. Aku Minato Maki, Ketua OSIS Akademi Kekaisaran saat ini.”
◆◆◆◆
Saat aku duduk di sofa, ada secangkir teh yang tiba-tiba diletakkan di depanku.
Siswi lain yang sepertinya anggota OSIS yang mengantarkan teh itu.
Aku
menyesap teh itu sedikit.
“Seminggu
lagi, masa pemilihan pengurus angggota OSIS
di Akademi Kekaisaran akan
dimulai.”
Minato-san
mulai berbicara.
“Tentu
saja, sepertinya kalian semua sudah tahu. Tomonari-kun sendiri juga sudah
berkeliling memberi salam, ‘kan?”
“Memberi
salam...?”
Aku tidak
bermaksud melakukan hal seperti itu... tapi saat aku masih kebingungan, Tennouji-san angkat bicara.
“Demi
memperlancar proses pemilihan nanti, para calon kandidat biasanya menyempatkan
diri memberi salam kepada guru-guru kelas masing-masing sebelum masa pemilihan.
Itu sudah menjadi kebiasaan, biasanya dengan alasan menyerahkan dokumen.”
“Begitu
ya...”
“Kalau
kandidat sudah cukup terkenal, acara itu tidak terlalu diperlukan. Tapi
sepertinya Fukushima-sensei menganggap Tomonari-san
perlu melakukannya.”
Fukushima-sensei...
Terima kasih.
Aku minta
maaf karena sudah meragukan itu hanya tugas pesuruh.
“Kembali
ke topik, saat masa pemilihan nanti, para kandidat pasti akan sibuk. Jadi
sebelum itu, kami ingin mengumpulkan siswa yang tertarik dengan OSIS, untuk
sekedar berbincang. Lagipula, ada
satu hal yang ingin kami minta dari para kandidat.”
Isi
permintaannya pasti menarik, tapi aku sudah paham alasan kami dikumpulkan di
sini.
Di antara
kami, aku, Tennouji-san, dan Narika
berencana menjadi kandidat OSIS.
Minato-san pasti tahu itu, jadi dia
mengundang semua anggota [Perkumpulan
Teh Bangsawan] yang
mungkin juga tertarik dengan OSIS.
Walaupun aku
baru menyadarinya sekarang, tapi
siswi yang mengantarku tadi adalah kakak kelas.
Bukan
Minato-san, tapi Minato-senpai. Atau mungkin harus kupanggil Ketua Minato karena dialah ketua OSISnya?
Ketika aku
melihatnya duduk di kursi khusus Ketua OSIS dekat jendela,
aura kepemimpinannya terasa begitu berwibawa, dia tak
terlihat seperti hanya beda setahun dengan kami. Aku merasa seperti sedang
berhadapan dengan Takuma-san dan Kegon-san.
Sepertinya
dia bisa melihat keteganganku. Ketua Minato
tersenyum lembut.
“Jangan
terlalu tegang. Ini hanya perkenalan biasa, bukan pemeriksaan. Sebagai Ketua
OSIS saat ini, aku hanya ingin tahu siapa saja yang akan menjadi pengurus OSIS
selanjutnya.”
Semakin tegang seseorang, suasananya malah akan
semakin kaku. Terkadang, merasa tegang juga bisa dianggap tidak sopan.
Aku
sengaja menggerakkan leher dan mengendurkan bahu, memberi tahu Ketua Minato bahwa aku sudah rileks.
Ketua Minato pun tersenyum.
“Kalau
begitu, pertama-tama, aku
ingin mendengar posisi
yang kalian incar dan aspirasi
kalian.”
Orang yang
pertama merespons perkataan itu adalah Tennouji-san.
“Namaku
Tennouji Mirei dari
kelas 2-C. Aku bertujuan ingin
menjadi ketua OSIS.”
Tennouji-san
terus melanjutkan.
“Jika
aku menjadi ketua OSIS, aku akan membuat akademi ini menjadi
tempat di mana semua orang bisa hidup dengan bebas dan bermartabat.”
“Bebas dan bermartabat, ya. ...Hmm, itu ide yang
bagus. Itu adalah masa depan yang menyenangkan.”
“Kamu
tidak ingin mendengar rencana konkretnya?”
“Aku
bilang ini hanya perkenalan, bukan? Rencana konkretnya akan kusimpan sampai
hari pelaksanaan.”
Tennouji-san
sepertinya sudah memikirkan rencana konkretnya,
tapi setelah dikatakan begitu oleh Ketua Minato,
dia langsung diam dengan bibir terkatup rapat.
...Tempat di mana semua orang bisa hidup dengan bebas dan bermartabat, ya. Aku
hanya bisa membayangkannya samar-samar, tapi pasti akan menjadi lingkungan yang
nyaman bagi semua orang.
Selanjutnya,
giliran Narika
yang buka suara.
“Namaku
Miyakojima Narika dari
kelas 2-B. Aku juga
ingin menjadi ketua OSIS.”
Dibandingkan
sebelumnya, percakapan Narika
sudah lebih baik, tapi sepertinya dia masih sedikit
tegang dengan situasi ini karena
suaranya sedikit bergetar.
“Sejujurnya,
aku masih belum memiliki
visi yang terlalu jelas... Tapi aku ingin menciptakan lingkungan di
mana orang-orang bisa mengubah diri mereka sendiri.”
“Hmm...
Jadi perubahan dirimu sendiri adalah pemicunya, ya.”
Narika membuka matanya lebar-lebar sekilas, seolah bertanya-tanya bagaimana
Ketua Minato bisa tahu.
Tapi
kemudian dia kembali memasang wajah serius.
“Persis seperti
yang Anda katakan.”
Narika menjawab afirmatif, dan Ketua Minato mengangguk puas.
“Seperti
yang kukatakan pada Tennouji-san, tidak apa-apa jika visinya belum terlalu
jelas. Karena pertemuan ini begitu mendadak
setelah kalian selesai bermain game manajemen,
jadi kalian juga belum punya banyak waktu untuk memikirkannya."
Setelah
Narika selesai bicara, sekarang giliranku.
“Namaku
Tomonari Itsuki dari
kelas 2-A.”
Posisi di
OSIS yang ingin kuraih adalah—
“Aku
ingin menjadi wakil ketua.”
Tatapan mata
ketua Minato sedikit bergetar.
Apa dia merasa terkejut? Tapi ini kesimpulan
yang kuraih setelah berpikir sungguh-sungguh.
“Aku
memang tidak punya visi yang luar biasa... Tapi aku
ingin menjadi konsultan di masa depan. Jadi, posisi yang seharusnya saya tuju
bukan posisi terdepan, melainkan posisi yang bisa mendukung orang di posisi
terdepan.”
“Begitu
ya. Memang, jika kita memandang Akademi Kekaisaran
ini sebagai sebuah perusahaan, posisi ketua OSIS itu setara dengan direktur
utama.”
Jika aku
menjadi ketua, aku tidak akan bisa berperan seperti konsultan.
Yah,
sebenarnya aku juga tidak yakin bisa menjadi ketua OSIS, sih...
“Secara
pribadi, aku juga berpikir kalau Tomonari-kun mencoba menjadi ketua OSIS pasti akan lebih menarik.”
Ketua Minato
tiba-tiba berkata begitu.
“Aku
juga memulai dari mendirikan perusahaan saat bermain game manajemen, jadi aku
merasa dekat denganmu.”
“...Begitu
ya.”
“Yah,
dalam kasus-ku sih, itu karena kebijakan keluargaku.”
Keluarga...
Aku jadi penasaran, Ketua Minato berasal
dari keluarga mana ya?
Seolah-olah dia bisa merasakan rasa
penasaranku, Ketua Minato
menambahkan.
“Kamu pasti pernah dengar 'Rakuou
Group', ‘kan? Itu
perusahaan yang dijalankan oleh keluargaku.”
Tentu
saja aku pernah mendengarnya—
Rakuou
Group Co., Ltd. Perusahaan besar yang terutama bergerak di
bidang layanan internet yang hampir dikenal oleh
semua orang Jepang.
Selain di bidang komunikasi dan keuangan, Rakuou
Group juga memiliki berbagai perusahaan di bidang lain seperti olahraga,
dan bahkan memiliki tim bisbol profesional. Meskipun sejarahnya jauh lebih
pendek dibandingkan Konohana
Group atau Tennouji Group, mereka dengan agresif
melakukan akuisisi sehingga dengan cepat mencapai posisi saat ini. Perusahaan
yang gesit.
Tampaknya
ketua Minato merasa dekat denganku,
tapi setelah mendengar ini, aku sadar betapa berbedanya latar belakang kami. Ketua Minato pasti sengaja memulai dari
nol dalam game manajemen agar bisa menjadi pemimpin Rakuou Group yang
besar itu. Latar belakangnya jauh berbeda denganku.
“...Aku merasa terhormat, tapi aku akan dengan berat hati menolak
untuk mencalonkan diri sebagai ketua.”
“Hmm,
sayang sekali.”
Orang
yang sulit ditebak...
Sikapnya
yang santai ini, rasanya familiar dengan seseorang...
“Jadi
hanya tiga orang ini yang mencalonkan diri. ...Konohana-san,
Asahi-san, Taishou-kun. Bagaimana dengan kalian?”
Ketua Minato
mengalihkan pandangannya ke tiga orang lainnya.
Asahi-san
mulai membuka suaranya untuk menjawab pertanyaan apakah
mereka akan menjadi pengurus OSIS atau tidak.
“Umm,
aku dengan enggan untuk
mencalonkan diri. Setelah mengalami game manajemen itu, aku jadi menemukan apa yang ingin kulakukan.”
Asahi-san
berkata dengan nada meminta maaf.
“Aku juga
sama seperti Asahi. Aku ingin melakukan apa yang sudah kulakukan di dalam game
di kehidupan nyata...”
Lalu
Taishou juga menyatakan hal yang sama.
Namun,
setelah mendengar pernyataannya
itu, Asahi-san membelalakkan matanya.
“Eh,
jangan-jangan Taishou-kun juga...?”
“Asahi
juga...?”
Mereka berdua saling bertukar pandang dan berbicara pada saat yang bersamaan.
““Menjual
alat elektronik secara keliling...””
Mereka
berdua mengucapkan kata-kata yang sama persis.
“Benar banget, ‘kan?!
Iya kan?! Ide bagus semacam itu
sayang sekali kalau hanya berakhir di dalam game saja!”
“Iya!
Dan aku juga sudah lama ingin memperbaiki bahan kemasan, jadi aku ingin
mewujudkannya di dunia nyata setelah berhasil dalam game!”
Asahi-san dan Taishou tampak bersemangat saling menanggapi.
Melihat reaksi mereka berdua, ketua Minato juga paham.
“Begitu
ya, jadi kalian berdua ingin fokus pada urusan keluarga dulu.”
““Iya!””
Jawab
Asahi-san dan Taishou dengan kompak.
“Menakjubkan.
Game manajemen itu memang bertujuan untuk mensimulasikan situasi nyata. Jika
kalian sudah menemukan tujuan yang ingin kalian wujudkan, aku akan mendukung
sekuat tenaga.”
Setelah mendengar
perkataan ketua Minato,
Asahi-san dan Taishou mengangguk senang.
Segera setelah itu, Asahi-san menatapku.
“Ngomong-ngomong,
Tomonari-kun juga akan kami libatkan nanti, oke? Yah, mungkin setelah kami sudah siap semua sih.”
“Baik,
aku mengerti.”
Aku yang
mengusulkan bisnis penjualan secara keliling,
jadi tidak ada masalah. Sebaliknya, terus memberikan posisiku adalah bukti
bahwa aku dipercaya, dan itu adalah hal yang membanggakan.
Walaupun
game manajemen adalah dunia virtual, tetapi hubungan
kepercayaan yang dibangun di sana masih ada hingga sekarang.
Aku
kembali berpikir. Permainan itu adalah titik balik besar bagiku.
“Lalu,
bagaimana denganmu, Konohana-san?”
Ketua
Minato menoleh ke arah Hinako.
“Aku
juga dengan berat hati akan
menolaknya. Urusan
dalam keluargaku sudah sangat sibuk, jadi aku akan menahan diri untuk ikut berpartisipasi.”
“…Apa
benar-benar tidak bisa? Meskipun seharusnya aku tidak boleh mengatakannya, pasti banyak
orang yang berharap kamu bergabung dengan OSIS.”
Mengingat
bahwa yang diajak bicara adalah Hinako, Ketua Minato tampaknya sangat ingin
menahannya.
Meskipun
begitu, Hinako tetap
menggelengkan kepalanya.
“Maaf.
Aku merasa kalau ini terlalu sulit bagiku…”
“…Begitu
ya. Kalau begitu, kurasa aku tidak perlu memaksakannya. Sebenarnya, banyak siswa
seperti kamu yang menolak karena urusan
keluarga mereka yang sibuk. Meski sedikit sedih, tapi itu sudah
terduga.”
Siswa-siswa
di Akademi Kekaisaran hidup
dalam belenggu besar yang disebut keluarga.
Oleh karena itu, meskipun populer di akademi, ada banyak
kasus siswa yang tidak bisa bergabung dengan OSIS.
…Yah,
dalam kasus Hinako, dia sebenarnya hanya tidak ingin melakukannya saja.
Pada darnya,
dia adalah gadis yang malas. Tentu saja dia tidak ingin
bergabung dengan OSIS. Dalam
hal ini, Kagen-san
tampaknya juga memakluminya, dan setelah mempertimbangkan risiko kebocoran
informasi serta keuntungan menjaga citra sebagai Ojou-sama
yang sempurna, dia tampaknya menyimpulkan bahwa Hinako tidak perlu bergabung dengan OSIS.
"Baiklah,
mari kita akhiri pertemuan ini. Maaf telah memanggil kalian secara mendadak meskipun
sudah sore begini.”
Ketua
Minato sedikit menundukkan kepala.
“Apa
hanya kami saja yang
ingin bergabung dengan OSIS?”
“Tidak,
masih ada yang lain juga. Hanya saja,
jika semangat persaingan dibangkitkan sebelum periode pemilihan, mereka mungkin
akan kehabisan semangat pada saat yang penting. Kami tidak ingin OSIS dianggap mendorong persaingan,
jadi kali ini kami sengaja memanggil kalian secara kelompok. Jujur saja, aku
sedikit ragu untuk
memanggil Tennouji-san
dan Miyakojima-san
secara bersamaan, tetapi sepertinya kalian akrab di luar sekolah, jadi itu
pengecualian.”
“…Terima
kasih atas perhatiannya.”
“Ah,
aku sarankan untuk bersaing dengan keras di setiap kubu setelah periode pemilihan
dimulai.”
Meskipun
Tennouji-san menyukai kompetisi, rasanya pasti melelahkan jika harus terus
bersemangat hingga periode pemilihan. Aku merasa perhatian Ketua Minato sangat
tepat.
“Dan
sekarang, saatnya untuk permintaan.”
Ucap Ketua
Minato.
Ngomong-ngomong,
dia mengatakan di awal bahwa dia memiliki permintaan.
“Aku
ingin melakukan liputan wawancara mengenai kalian hingga periode pemilihan.”
“Liputan wawancara…?”
Narika mengangkat alisnya dengan penuh tanda tanya.
“Itu
semacam acara baru yang akan dimulai pada periode pemilihan berikutnya. …Aku
menamainya, 'Sudut Intip Kehidupan Sehari-hari Calon Ketos dan Waketos'!!”
Mungkin
itu memang isi yang sama persis…
“Setiap
tahun, ketika periode pemilihan dimulai, para calon biasanya pertama-tama
membagikan selebaran yang berisi visi mereka. Tapi aku merasa itu tidak cukup. Jadi,
dalam pemilihan OSIS
berikutnya, aku ingin
membuat artikel tentang kehidupan sehari-hari para calon dan membagikannya
kepada semua orang.”
Ternyata
isinya memang sama, tetapi tampaknya ada pengalaman Ketua Minato di dalamnya.
“Di
game manajemen, kamu pasti pernah
berpikir, 'Apa mitra bisnis ini dapat dipercaya?' …Ketika hanya melihat
pada filosofi, keraguan semacam itu pasti muncul. Oleh karena itu, aku ingin agar kehidupan sehari-hari
mereka ditampilkan apa adanya.”
Dia tidak
hanya ingin adanya slogan
yang indah, tetapi juga menunjukkan kehidupan pribadi para calon.
Sayuran
yang dijual di supermarket sering kali menyertakan foto produsen. Aku bisa
mengerti perasaan nyaman saat melihat itu. Ini mungkin memiliki esensi yang
sama.
“…Ya, mungkin hal semacam ini tidak diperlukan bagi Tomonari-kun.”
Pernyataan
itu terasa seolah-olah dia bisa membaca pikiranku.
Sebenarnya—aku
tidak membutuhkannya. Aku bisa merasakan apakah seseorang berbohong hanya
dengan membaca teks… data. Karena itu, aku bisa mempercayai orang hanya
berdasarkan filosofi mereka.
Tapi itu
adalah cerita ketika aku berada di posisi sebagai pemilih.
Sekarang,
aku berada di posisi yang dipilih… yaitu, aku harus mendapatkan kepercayaan
dari semua orang. Jika aku merasa itu tidak perlu, tetapi orang lain
membutuhkannya, maka acara ini seharusnya tetap dilaksanakan.
Namun,
itu terlepas dari masalah ini…
(…Kenapa
ketua tahu tentang diriku?)
Dia
tampaknya mengetahui semua gerak-gerikku
di game manajemen, tetapi memangnya apa itu saja sampai cukup untuk mengetahui
bakatku?
“Ngomong-ngomong,
wawancara dan penulisan artikel akan dilakukan oleh kami sendiri dari pihak OSIS.
Dalam beberapa hari ke depan, kami mungkin akan mengikuti kalian dan melakukan liputan wawancara, jadi tolong jawab
sebisa mungkin.”
Setelah
Ketua mengatakan itu, para anggota dewan siswa yang berdiri di dekat dinding
membungkuk masing-masing. Ada juga seorang siswi yang menyajikan teh tadi.
Ketika
mendengar kata wawancara, aku merasa seolah-olah itu adalah tugas klub koran, tetapi di Akademi Kekaisaran tidak
ada klub. Jadi, tampaknya para anggota OSIS
yang akan langsung bergerak.
“Apa
itu hanya dilakukan pada hari kerja?”
“Hmm,
pertanyaan yang bagus.”
Ketua
Minato menunjuk Tennouji-san
dengan tegas.
“Aku
juga akan menyiapkan artikel untuk hari libur. Namun, aku tidak bermaksud
mengganggu privasi kalian. Untuk hari libur, kalian sendiri yang akan menulis
artikel. Mirip seperti buku harian.”
Jika mirip seperti buku harian, maka beban kami akan lebih
ringan.
Kami
bertiga, Aku, Tennouji-san,
dan Narika saling memandang dan
mengangguk.
“Baiklah, kami mengerti.”
Ketika
aku mengangguk dan mengatakan itu, Ketua Minato tersenyum dengan senyum yang
puas.
“Baiklah!
Maka hari ini kita akhiri pertemuan ini. Wawancara akan dimulai besok. Aku
berharap sifat baik kalian bisa terlihat.”
Terakhir,
Ketua berkata demikian sambil
tertawa dengan senang.
◆◆◆◆
Setelah semua orang berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing,
aku naik mobil keluarga Konohana
setelah beberapa saat keluar dari akademi.
“Terima
kasih atas kerja kerasnya.”
Shizune-san yang duduk di kursi penumpang
depan menyapaku, dan aku mengucapkan terima kasih kepada Shizune-san dan sopir.
Di
sampingku, Hinako duduk dengan wajah yang tampak
mengantuk.
“…Itsuki.”
“Ya?”
“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan Miyakojima-san…?”
Hinako
yang mengajukan pertanyaan dengan ketulusan membuatku terdiam sejenak.
“Eh,
kenapa?”
“Karena kamu terlihat canggung…”
Memang,
saat di ruang OSIS tadi, aku
berusaha sebisa mungkin untuk tidak bertatap mata dengan Narika. Aku pikir aku sudah melakukannya dengan santai,
tetapi tampaknya Hinako menyadarinya.
“…Yah,
itu bukan masalah besar, jadi kamu tidak
perlu khawatir.”
“Ya…
baiklah.”
Sebenarnya,
itu adalah masalah yang sangat besar…
Jika
hubungan canggung ini berlanjut, jujur saja, aku juga akan merasa lelah. Jadi,
aku perlu menyelesaikan hubunganku dengan Narika.
(…Sudah kuduga,
sebaiknya aku harus
memberikan jawabanku,
‘kan?)
Dia
mencium pipiku. Tentu saja, aku mengerti perasaannya.
Lalu,
bagaimana perasaanku tentang itu?
Setelah
dicium, aku dipenuhi dengan perasaan terkejut. Sekarang aku sudah sedikit
tenang, tetapi tetap saja, ketika memikirkan saat itu, kepalaku mulai terasa kosong.
Setelah
masuk Akademi Kekaisaran, aku
pikir cinta akan menjadi urusan orang lain untuk sementara waktu.
Mungkin
itu sebabnya aku begitu terguncang.
Bukan
hanya meniru Hinako, tetapi… apa aku juga seharusnya membaca manga romantis
setiap hari untuk membiasakan diri dengan cinta?
“Itsuki-san,
sepertinya kamu tampak sangat khawatir.”
Shizune-san yang duduk di kursi penumpang
depan melihat ke arahku melalui kaca spion.
“…Sebenarnya,
karena wawancara OSIS akan
segera dimulai, aku berpikir tentang bagaimana cara bersikap.”
Karena
ini adalah hal yang sulit untuk dibicarakan, aku segera mengalihkan perhatian.
Lalu
Shizune-san mengangguk dengan mengerti.
“Aku
sudah mendengar tentang wawancara dari Ojou-sama, tetapi sepertinya kamu bisa
bersikap seperti biasanya.”
“Seperti
biasanya, ya?”
“Berbeda
dengan saat kamu baru menjadi pengurus, sekarang kamu pasti bisa menjalani
hidup di Akademi Kekaisaran
dengan alami. …Oleh karena
itu, sesekali, mungkin kamu bisa santai dan menghadapi kehidupan sehari-hari
yang biasa.”
Santai…
ya.
Menurut
Yuri, itu adalah hal yang sulit bagiku.
“Aku
juga… berpikir begitu.”
Hinako
yang ikut mendengarkan dari sampingku juga berkata.
“Dibandingkan
dengan dulu, Itsuki telah berubah. …Akhir-akhir ini cukup sibuk, jadi aku rasa
kamu bisa menikmati kehidupan akademis dengan santai sampai masa pemilihan… *hoamm*”
Hinako
menguap.
Sepertinya,
sejak masuk semester kedua, game
permainan dimulai segera, jadi jika dihitung termasuk liburan musim panas, aku
sudah lebih dari dua bulan tidak kembali ke kehidupan akademis yang biasa.
Dan dalam
kasusku, seminggu lagi masa pemilihan akan dimulai dan aku akan kembali sibuk.
(Jika aku
ingin bersantai, sekarang adalah satu-satunya kesempatan…)
Tennouji-san juga mengajarkan agar aku
tidak terlalu menekan diri sendiri.
Jika
terburu-buru, pandanganku akan menjadi sempit.
“…Yah,
sepertinya aku akan mencoba untuk bersantai sampai masa pemilihan.”
Ini
adalah kesempatan yang tepat.
Sambil
menerima wawancara, aku juga akan menghadapi kehidupanku yang biasa dengan cara
yang baru.