Kimizero Jilid 10 Bab 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1

 

Ryuuto!

Begitu aku berjalan keluar dari pintu kedatangan, Luna langsung melompat ke arahku. 

Wahh! 

Karena gerakannya terlalu mendadak, aku sempat terkejut dan berhenti sejenak. 

Luna...!

Aku melihatmu dari jauh, jadi aku sangat senang! 

Luna menatapku dengan mata yang berkilau. Sudah tiga bulan sejak terakhir kali bertemu Luna. Kami saling bertelepon setiap hari, dan tidak ada hari tanpa memikirkan senyumnya yang kini ada di depan mata… aku merasa terharu dan tidak bisa berkata-kata untuk sementara waktu. 

Ah, sepertinya kita sedikit menghalangi, jadi ayo geser dulu ke samping.

Setelah Luna mengatakan itu, aku buru-buru pindah. 

Dari pintu kedatangan, orang-orang masih terus keluar. Salah satu dari mereka, seorang pria asing yang terlihat memiliki keturunan Eropa-Amerika, memeluk wanita Jepang di sampingku. 

Honey!

Setelah pelukan hangat, mereka saling bertukar ciuman penuh gairah. 

…………

Aku terpesona oleh momen pertemuan dramatis itu, lalu ketika aku mengalihkan pandanganku ke Luna, dia juga menatapku kembali pada saat yang bersamaan. 

…………

Luna terlihat sedikit gelisah, seolah menunggu sesuatu, dan mengalihkan pandangannya dariku. 

…Eh? 

Apa jangan-jangan dia mengharapkan pelukan dan ciuman seperti yang aku lihat tadi…!? 

Tidak, tidak, itu terlalu sulit bagiku yang termasuk tipe pemalu di antara orang Jepang…! 

Fuhaha!

Sementara aku sendiri merasa gugup, Luna tiba-tiba tertawa. 

Walaupun tinggal di luar negeri, Ryuuto masih tetap tidak berubah ya.

…Yah, karena baru tiga bulan juga sih. 

Aku tersenyum kecut sambil menahan rasa malu yang muncul. 

“Lagipula, Indonesia itu bagian dari Asia, jadi tidak ada budaya yang terlalu berapi-api.

Begitu ya? Padahal itu negara berbahasa Inggris?

Bahasa Inggris lebih untuk orang asing, sedangkan orang lokal berbicara dalam bahasa Indonesia atau bahasa lain yang sulit dimengerti.

Ah, kamu memang pernah bilang begitu. Tapi setelah tiga bulan di sana, apa Ryuuto sudah bisa sedikit berbicara?" 

Belum sama sekali. Di perusahaan hanya ada orang Jepang, dan saat membeli makanan di warung, aku bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang kurang lancar.

“Begitu ya." 

Aku tertawa, dan Luna juga menjawab dengan tertawa. 

Jadi, Ryuuto tetap menjadi Ryuuto.

Tentu saja.

Aku menjawab sambil berpikir apa itu baik atau buruk… dan Luna tersenyum bahagia. 

Hehe, syukurlah.

Setelah berkata begitu, Luna mengulurkan tangannya kepadaku. Mungkin karena sudah lama tidak bertemu, dia jadi terlihat sedikit ragu. 

…Selamat datang kembali, Ryuuto. 

Saat Luna menatapku dengan tatapan menengadah, hatiku terasa hangat. 

Aku sudah kembali ke Jepang. 

…Di samping Luna. 

Saat menyadari itu, wajahku otomatis tersenyum. 

“Aku pulang, Luna.

Kami saling menggenggam tangan dan tersenyum, lalu mulai berjalan. Di tangan kananku ada barang bawaan, di tangan kiriku ada tangan Luna. Bisa berjalan selangkah dengan seseorang yang kusayangi setelah tiga bulan terasa sangat berbeda. 

…Oh, tapi aku sudah sedikit terbiasa dengan tokek.

Ucapku sambil berjalan di dalam bandara. 

“Tokek? Oh, kamu bilang sering melihatnya. 

Ya, katanya makhluk ini membawa keberuntungan, tapi mereka bukan makhluk langka, mereka cuma binatang biasa yang bisa saja ada di sekitar kita. Mereka bahkan bisa ditembukan di dinding rumah juga.

Serius!? Apa yang harus kulakukan kalau aku melihat di rumah!?

Kalau kamu tidak mempedulikannya, nantinya tokek itu akan pergi dengan sendirinya.

Eh!? Entah kenapa itu sedikit menakutkan!

Luna berkata sambil tertawa. Aku senang memikirkan bahwa dia sudah membayangkan kehidupan baru kami di Indonesia. 

Tenang saja, kamu akan cepat terbiasa. Awalnya aku juga merasa aneh, tapi kalau diperhatikan, mereka ternyata cukup lucu.

“Masa sih? Kalau begitu, aku mungkin akan menangkap dan memeliharanya." 

Itu mungkin agak sulit. Karena kita mungkin harus menyiapkan makanannya juga.

Eh, begitu?

“Tokek tuh termasuk hewan pemakan daging, kan? Mereka pasti makan serangga kecil.

Eh, serius!?

“Iya, makanya jika ada binatang seperti itu di rumah, mereka bisa membantu mengurangi hama.

“Begitu ya! Kurasa aku tidak perlu memeliharanya! Cukup mengawasinya saja! 

Sambil tertawa, Luna membenamkan wajahnya di bahuku. Aroma parfum yang lembut membuatku kembali merasakan kehadiran Luna. 

Dengan bau Luna yang sudah lama tidak tercium, sesuatu yang hangat tiba-tiba muncul di dalam dadaku, dan aku merasa seharusnya aku sudah memeluknya saja. 

Sebagai orang Jepang yang pemalu, pertemuan di pintu kedatangan seharusnya menjadi kesempatan yang baik untuk memeluknya di depan umum. 

Saat berjalan melintasi lantai bandara yang mulus, aku tiba-tiba diserang penyesalan seperti itu.

 

◇◇◇◇

 

Luna dan aku akan menikah minggu depan.  

Minggu berikutnya, Luna akan menyelesaikan kepindahannya dan kami berdua bisa berangkat ke Indonesia bersama-sama

Dua minggu ini mungkin bisa dibilang sebagai dua minggu paling penuh gejolak dalam kehidupanku. 

Luna baru saja lulus dari sekolah tinggi kejuruan beberapa hari yang lalu dan berhasil mendapatkan sertifikasi sebagai pengasuh anak. Dia sudah berhenti dari pekerjaan paruh waktu di bidang fashion akhir bulan lalu, dan sekarang sedang mempersiapkan pernikahan dan keberangkatan. 

Karena Luna kembali ke rumah orang tuanya, selama dua minggu ini, aku juga memutuskan untuk tinggal di rumah orang tuaku.

 

“Aku pulang. 

Permisi!

Luna-chan, sudah lama tidak bertemu.

Saat aku pulang bersama Luna, ibuku menyambut kami di depan pintu dan menyapa Luna lebih dulu daripada aku. 

Selamat datang kembali, Ryuuto.

Dia menyebutkan namaku dengan nada seolah itu sekadar tambahan, lalu tersenyum padaku. 

Aku bisa merasakan ini adalah cara ibuku menunjukkan perhatian. Meskipun dia orang yang tenang, aku merasa terkejut bahwa dia mungkin juga khawatir tentang masalah menantu dan ibu mertua. 

Aku merasakan sensasi aneh ketika pulang ke rumah orang tua setelah sekian lama. 

Dulu ketika masih tinggal di sini, aku merasakan ketenangan ketika aku pulang ke rumah, tetapi sekarang rasanya seperti aku sedang mengunjungi rumah orang lain. 

Mungkin rumahku sekarang bukan di sini lagi. Aku merasakan emosi yang campur aduk yang terdiri dari perasaan kesepian sekaligus bangga karena sudah menjadi orang dewasa

Maaf jika aku ikut mengganggu. Tapi, aku merasa perlu untuk menyampaikan salam pernikahan yang belum sempat dilakukan... 

Luna mengatakan itu sambil menyerahkan oleh-oleh yang dibelinya di bandara. 

“Kamu tidak perlu melakukan salam segala, karena kita sudah akrab selama ini.

Ibuku menjawab dengan senyuman cerah.

Luna sudah sering mengunjungi rumahku sejak SMA untuk belajar bareng, jadi bagi orang tuaku, ini bukan hal yang baru lagi. 

Setelah diputuskan bahwa Luna akan menemaniku di penugasan di Indonesia musim panas tahun lalu, kami mulai mempersiapkan pernikahan. Karena aku sibuk dengan tugas akhir kuliah dan proses pekerjaan di Indonesia, persiapan pernikahan sebagian besar ditangani oleh Luna. 

Dalam proses tersebut, kami sepakat bahwa kami tidak menginginkan hal-hal formal seperti pertunangan atau acara seremonial lainnya. Meskipun kami melaporkan perkembangan kepada orang tua masing-masing, aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk menundukkan kepala dan meminta, Tolong izinkan saya meminang putri Anda, sebelum aku berangkat ke Indonesia. 

Hari ini, rencananya adalah mengunjungi rumah orang tuaku terlebih dahulu, dan di sore hari, kami akan mengunjungi rumah ayah Luna untuk menyapa. Orang tuaku harus lebih dulu karena aku tidak bisa bergerak dengan leluasa jika belum menaruh barang-barang di rumah. 

Sekarang sudah jam sepuluh pagi. Karena hari Sabtu, seharusnya ayahku tidak ada jadwal bekerja, tetapi mungkin karena sudah diberitahu bahwa Luna akan datang untuk menyapa, ayahku duduk di kursi meja makan dengan mengenakan kemeja. Ada perasaan gelisah yang terlihat dari raut wajahnya, bahkan aku sebagai anaknya bisa merasakannya. 

Selamat datang.

Ayahku berkata demikian kepada kami dalam keadaan gelisah. Kakak perempuanku yang bekerja di bidang pelayanan juga sedang bertugas, jadi kami baru bisa bertemu malam nanti. 

Kami berempat, aku, Luna, dan kedua orang tuaku, berkumpul di meja makan untuk minum teh. 

Ryuuto pernah melakukan praktik mengajar, tapi apa kamu ada praktik magang juga, Luna-chan? 

“Iya, ada, praktik pengasuhan! Aku benar-benar pergi ke taman kanak-kanak dan dipanggil 'Luna-sensei'. Karena aku mengajar kelas anak usia dua tahunan, rasanya menyenangkan seperti bersama adik-adikku yang lebih kecil.

Adik-adikmu sekarang sudah umur berapa?

“Mereka baru saja berulang tahun bulan lalu, jadi mereka sudah berusia empat tahun. 

Jadi, mereka sudah tidak pakai popok lagi dan sudah mulai seperti anak-anak kecil ya. 

Benar sekali! Mereka sudah sangat banyak bicara! Mereka bahkan lebih banyak bicara daripada aku!

Dan begitulah, ibuku dan Luna menjadi pusat percakapan, dan kami berempat mengobrol dengan akrab. 

Kemudian, tiba-tiba ada momen di mana kami berempat terdiam. 

…Ayah mertua dan Ibu mertua.  

Luna memulai dengan nada yang serius. Orang tuaku yang duduk di seberang juga memandang Luna dengan wajah yang sedikit tegang. 

Terima kasih banyak telah mengizinkanku untuk menikah dengan Ryuuto-san.

Aku merasa hatiku bergetar ketika mendengar kata-kata Luna yang sangat formal, seolah-olah aku belum pernah mendengar kata-kata seperti itu bahkan dari guru di sekolah. 

Ryuuto-san adalah orang yang sangat baik, dan menurutku ia bahkan terlalu baik untukku... Jadi, aku ingin membuatnya bahagia seumur hidupku. 

Ibuku menundukkan wajahnya. Matanya tampak berkaca-kaca. Sebagai gantinya, ayahku tersenyum dan membuka suara. 

Jika Luna-san sampai bisa mengatakan hal seperti itu, aku merassa bahwa Ryuuto adalah orang yang paling beruntung di dunia.

Ibuku mengangguk-angguk sambil suara pelan. 

“Kupikir masih ada waktu untuk melakukan banyak hal sebagai orang tua... Tapi, kamu sudah menjadi dewasa begitu cepat...

Suara ibu yang penuh air mata semakin membuat hatiku bergetar. 

Luna juga tampak berkaca-kaca. 

Ibu akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Luna dengan serius. Lalu, dia menundukkan kepala dengan hormat. 

“Tolong haga Ryuuto baik-baik. Harapan kami yang satu-satunya adalah agar Ryuuto dan Luna-san bisa selalu hidup bahagia bersama.

Ayahku yang duduk di sebelahnya juga menundukkan kepala ke arah Luna. 

Luna dan aku pun secara alami menundukkan kepala. 

Terima kasih banyaj...

Suara Luna tampak bergetar. 

 

Bohong rasanya jika aku mengatakan bahwa aku tidak pernah berpikir seandainya lahir dari keluarga yang lebih kaya atau ingin terlahir sebagai orang yang lebih tampan. 

Namun, sekarang aku merasa bersyukur karena dilahirkan di keluarga ini. Karena di rumah ini, aku pasti dibesarkan dengan penuh kasih sayang. 

Aku menyadari hal ini juga berkat Luna. 

 

◇◇◇◇

 

Sekitar siang hari, kami meninggalkan rumah orang tuaku dan menuju rumah keluarga Shirakawa yang berjarak lima belas menit berjalan kaki dari Stasiun A. 

Ayah Luna tidak bekerja hari ini dan berada di rumah. Sejak bergabung sebuah perusahaan, ia selalu bekerja di bidang penjualan. Luna pernah memberitahuku bahwa ayahnya biasanya libur pada salah satu hari kerja atau hari Sabtu. Hari ini adalah hari Sabtu yang kebetulan libur. 

Di rumah Shirakawa, hanya ada ayahnya. Neneknya sedang tidak ada karena urusan keluarga, jadi Luna berkata, Aku akan membuatkan makan siang, dan pergi ke dapur. Misuzu-san masih bekerja hingga siang hari, sementara si kembar di tempat PAUD

Ayahnya mengenakan pakaian santai seperti kaos dan celana olahraga. Jika ia mengenakan pakaian formal seperti ayahku, aku pasti akan merasa sangat tegang. 

Aku sudah merasa tegang. Aku teringat ketika mengunjungi rumah Shirakawa pada masa kelas 2 SMA saat musim dingin. 

Pada waktu itu, aku meminta ayahnya untuk menunggu hingga Luna lulus SMA sebelum mulai tinggal bersama Misuzu-san setelah menikah lagi. Mengingat bagaimana ayahnya merasa tersinggung oleh pernyataanku yang kurang ajar, hatiku masih berdebar hingga sekarang. 

Namun, ayah yang ada di depanku sekarang tampak tenang. Sejak saat itu, kami baru berbicara dengan baik, tetapi mungkin hanya aku yang merasa canggung. 

Jika bukan begitu, mungkin aku harus meminta maaf. Namun, mengangkat kembali cerita lama dan membuat suasana menjadi canggung juga terasa tidak pantas. 

Ryuuto-kun sudah bisa minum alkohol, kan? 

Setelah duduk di depan meja yang tingginya sekitar lutut, ayahnya bertanya padaku. 

“Kalau hanya sedikit saja...

Haha. Anak muda zaman sekarang memang begitu, ya. Anak-anak di tempat kerjaku juga seperti itu.

Ayahnya tertawa, menuangkan sake dari kulkas ke dalam dua cangkir kecil di depannya. Salah satu cangkir itu diberikan padaku. 

“Bersulang!”

Ayahnya berkata demikian, lalu menyatukan cangkir kecil yang dipegangku dengan cangkirnya sendiri dan meminumnya. Aku hanya menyentuh permukaan alkohol dengan bibirku. 

“Kira-kira pekerjaan apa yang dilakukan oleh editor manga?

Ayah Luna segera bertanya hal itu. 

“Umm, yah, aku merencanakan proyek dengan para mangaka tentang manga apa yang akan dibuat, memberikan saran pada karya yang sudah digambar, dan menyelesaikannya agar bisa diterbitkan... serta berbagai pekerjaan terkait lainnya.

Pekerjaan terkait lainnya itu apa?

Ehm, seperti menulis teaser dan sinopsis untuk promosi, jika dipublikasikan di internet, ada pekerjaan untuk itu, jika diedit untuk majalah, ada pekerjaan untuk itu, dan jika dijadikan buku komik, ada pekerjaan untuk buku komik...

Hmm. Jadi, banyak pekerjaan yang berkaitan dengan hal-hal di luar isi manga, ya?

Iya, kami memikirkan isi ceritanya bersama-sama, tetapi yang akhirnya mewujudkannya adalah si mangaka itu sendiri. 

Tapi, bukannya itu biasa yang disebut 'editor penanggung jawab', kan? Kamu bekerja dengan mangaka yang seperti apa? Ada yang terkenal?

...Hhmm, karena aku sendiri baru saja mulai tiga bulan, jadi masih ada banyak karya yang belum diterbitkan...

Walaupun aku merasa sebaiknya tidak membicarakan karya yang belum dipublikasikan, tetapi karena ayah Luna sudah menjadi keluarga, aku berpikir mungkin tidak apa-apa jika berbagi sedikit cerita. 

“...Sebenarnya, aku sedang mendiskusikan karya baru dengan Kamonohashi-sensei. 

Kamonohashi? Jangan-jangan, itu orang yang membuat 'Jangan Kalah, Dragon-kun!'?

Ah, iya, benar.

Aku pernah menonton anime itu sewaktu kecil dulu! Rasanya hebat sekali kamu bisa bekerja dengan orang seterkenal itu. Eh, apa dia masih menggambar manga?

Tidak, sudah lebih dari sepuluh tahun dia tidak menerbitkan karya baru. Tapi, dia tidak berhenti menjadi penggambar manga, dan dia masih memiliki keinginan untuk menggambar.

Karena dia sudah menghasilkan banyak uang dari 'Makedora' sih, jadi ia bisa bersantai saja, ya. Memang, kalau aku punya banyak uang, aku juga tidak mau bekerja. 

Mungkin karena ia sudah minum alkohol, ayah Luna banyak bicara. Awalnya, aku merasa tegang, tetapi suasana ramah ayahnya membuatku semakin merasa nyaman. 

Setelah dipikir-pikir, ayah Luna telah bekerja di bidang penjualan hingga usia ini, dan yang terpenting, ia adalah ayah Luna, jadi wajar jika dirinya ceria dan suka berbicara. Mungkin sifatnya yang tidak menyimpan dendam juga mirip dengan Luna. 

Setelah beberapa saat berbicara tentang pekerjaan, aku mulai gelisah mencari waktu yang tepat untuk menyampaikan hal yang penting. 

Kemudian, saat pembicaraan terputus, aku langsung memulai. 

“Umm, maafkan aku karena terlambat mengatakannya. Hari ini kami datang karena aku berencana mengajukan surat pernikahan dengan Luna, dan aku ingin meminta izin dari ayah mertua...

Ketika aku mulai berbicara serius, ayahnya sejenak menghentikan gerakan cangkirnya dan menatapku. 

Kemudian, ia mengangguk sambil membawa kembali cangkir ke mulutnya. 

Silakan, silakan, selamat ya.

Mata hitamnya yang mirip dengan milik Kurose-san menyipit seraya menatap ke arah kejauhan

Kamu tahu kan, aku bukan tipe ayah yang sekarang bilang 'aku tidak akan memberikan putriku'. 

…………

Aku menatap ke arah dapur.

Luna menghentikan pekerjaannya dan menatap ke arahku. Saat pandangan mata kami bertemu, Luna tersenyum sedikit seolah heran. Wajahnya terlihat bahagia. 

…Dulu, saat Luna kecil, kami sekeluarga sering pergi naik mobil ke taman besar di hari libur. 

Setelah menikmati sake dalam diam selama beberapa saat, ayahnya mulai bercerita seperti menggumam. 

Luna cepat sekali berteman dengan anak-anak yang tidak dikenalnya dan bermain bersama, sementara Maria lebih banyak bermain dengan keluarga. Aku juga sering menjadi teman bermain bola dengannya. 

Sambil membayangkan Luna kecil, aku mendengarkan cerita itu dengan senyuman. 

Suatu ketika, saat aku menggendong Maria di bahuku, Luna datang dan terus-menerus meminta, 'Aku juga mau!' Aku sebenarnya ingin menggendongnya, tapi setelah mengalami cedera punggung saat di klub waktu sekolah, aku tidak terlalu ingin melakukannya. Jadi, aku menolak dan berkata, 'Luna bisa bermain di tempat lain, jadi silakan pergi bermain.'

Ia berkata demikian sambil tersenyum kecil. Senyumnya terlihat seperti olok-olok, dan tampak sedikit sedih. 

aku seharusnya memaksakan diri untuk menggendongnya meskipun sulit. Sekarang sudah tidak mungkin lagi. 

Ayah Luna berkata dengan lembut, tatapan matanya menatap jauh melewati cangkir kecil di tangannya. 

“Pada waktu itu, aku berpikir masih akan ada banyak kesempatan seperti itu. Anak-anak memang tumbuh dengan cepat, ya." 

Setelah tertawa sedikit sedih, ayahnya menatapku dan menunjukkan senyum yang seolah-olah ingin menutupi perasaannya. 

Karena itulah, aku berusaha untuk bermain sebanyak mungkin dengan Haruna dan Haruka. Aku sering menggendong mereka berdua sekaligus dan merangkak di seluruh ruangan. Sambil hampir mengalami cedera punggung. Memiliki anak kembar itu benar-benar melelahkan.

Memang terlihat tanda-tanda kelelahan di wajah ayah Luna yang tersenyum. 

Dan kemudian, tiba-tiba, senyumnya menghilang. 

…Sebagai seorang ayah, aku bisa mengulangi cara mendidik seperti itu, tetapi masa kecil Luna tidak akan pernah kembali.

Ayah Luna mengatakannya dengan suara pelan

Aku tanpa sadar menatap ke arah dapur. Luna sedang bekerja di dekat kompor, dan wajahnya tidak terlihat. 

Jika dipikir-pikir, ada banyak hal lain yang bisa aku sesali tentang Luna... tetapi penyesalan yang selalu muncul di pikiranku adalah tentang saat menggendongnya ketika kecil.

Setelah mengucapkan itu seperti berbisik, wajah ayahnya tiba-tiba tampak sadar kembali dan menatapku. 

Jika Ryuuto-kun juga menjadi ayah, usahakan untuk tidak menyesali cara mendidik anak. Hanya itu saja yang bisa aku katakan. 

Melihat ayah Luna yang tersenyum ketika mengatakan itu, aku merasa sedikit campur aduk. 

 

◇◇◇◇

 

Luna menyiapkan kari udon untuk hidangan makan siang. Setelah menikmati makanan khas Jepang yang sudah lama tidak kutemui, aku selesai makan dan naik ke lantai dua bersama Luna. 

Kamar Luna berada di tempat yang sama seperti saat dia SMA. 

Lihat, penuh sesak, konyol banget kan?

Luna tertawa saat membuka pintu kamarnya

Benar juga.

Sekitar setengah ruangan diisi oleh tempat tidur ganda. Di sampingnya terdapat meja dan sofa, sehingga hampir tidak ada ruang kosong di dalam kamar. 

Perabotan yang dibeli saat mulai tinggal bersama masih terlalu bagus untuk dibuang setelah satu tahun, jadi saat mengosongkan kamar, aku memberikannya kepada Luna. Peralatan elektronik seperti kulkas dan mesin cuci yang berukuran sedang, sebenarnya dibeli secara bekas, jadi aku menjualnya kembali sebagai barang bekas. 

Tempat tidurnya mengganggu, ya… maafin aku ya karena meninggalkannya di sini.

Tidak apa-apa! Tempat tidur lamaku sudah lebih dari sepuluh tahun digunakan, jadi usianya sudah tua. Ini jadi kesempatan yang baik untuk membuangnya. Tempat tidur ini luas, jadi nyaman untuk melakukan peregangan, dan Haruna serta Haruka juga menyukainya, mereka berdua sering bermain di atasnya sebagai alas.

Begitu ya.

Aku tertawa kecil saat membayangkan kehidupan sehari-hari yang ramai di rumah Shirakawa. 

Jadi, mungkin kita bisa terus menyimpannya di sini. Kita tidak memerlukan perabotan di sana, kan?

Ya… hampir semua perabotan sudah ada.

Saat Luna datang ke Indonesia, dia akan tinggal bersamaku di apartemen. Setelah pindah, aku mengetahui bahwa banyak apartemen di sana sudah dilengkapi perabotan, dan apartemen yang kutinggali juga sudah lengkap dengan hampir semua perabotan. Aku merasa sedikit menyesal karena sudah meminta untuk mengambil tempat tidur dan sofa dengan alasan mungkin akan dibutuhkan setelah menikah

“Enggak apa-apa, kok. Setelah kembali ke Jepang, kita tetap akan membutuhkannya, kan?

Memang benar sih.

Ketika Haruna dan Haruka mulai menginginkan kamar mereka sendiri, kami pasti sudah kembali ke Jepang, jadi kupikir kita bisa menyimpannya di sini sampai saat itu tiba.

Begitu ya, terima kasih.

Jika itu memungkinkan, aku akan sangat berterima kasih. Keluargaku tinggal di apartemen, jadi tidak ada ruang yang cukup, dan kamarku sudah semakin menjadi tempat penyimpanan barang-barang keluarga. 

Ngomong-ngomong, aku sibuk dengan persiapan pernikahan, jadi belum sempat mempersiapkan pindahan sama sekali! Padahal waktunya tinggal dua minggu lagi, gawat!

Aku juga akan membantumu buat berkemas-kemas.

Terima kasih! Masih ada banyak barang yang kutinggalkan saat tinggal bersama, jadi memilah barang selama dua puluh tiga tahun itu sulit! Sekarang jaraknya tidak dekat, jadi aku harus memilih dengan baik barang-barang yang perlu dibawa. 

Benar.

Aku juga teringat bahwa seberapa merepotkannya mempersiapkan kepindahan. Luna sepertinya memiliki lebih banyak barang daripada aku, jadi rasanya pasti lebih sulit baginya. 

Ah, biarin saja deh, mari duduk!

Ya.

Didorong oleh Luna, aku duduk di sofa. Luna duduk sendiri di tempat tidur ganda di seberang, dengan kaki terjulur. 

…Ayah, ia masih kelihatan sama seperti biasa saja. 

Luna tiba-tiba menatap langit-langit sambil tersenyum pahit. 

Serius, ia tidak pandai dalam pembicaraan serius. Saat berdiskusi dengan ibu, dia juga cengengesan dan menghindar. 

…Tapi luar biasa, ya, ayah mertua. Karena ia mampu membesarkan lima anak perempuan.

Aku mungkin tidak akan memiliki begitu banyak anak dalam kehidupanku, jadi aku dengan tulus menghormatinya dalam hal itu. 

…Aku harap dirinya bisa membesarkan Haruna dan Haruka dengan baik sampai akhir.

Luna bergumam demikian

………

Saat aku terdiam karena tak bisa berkata apa-apa, Luna menatapku dengan wajah cerah seolah ingin mengubah suasana. 

Ngomong-ngomong, baru pertama kalinya aku mendengar cerita tentang menggendong, loh! 

Ternyata, Luna mendengar semua cerita dari ayahnya tadi. 

“Apa kamu mengingatnya?

“Sebenarnya aku tidak mengingatnya sama sekali, lucu ya!

Luna tertawa, lalu tiba-tiba menunduk. 

…Bagiku, itu mungkin hal sepele yang bisa dilupakan, tapi bagi ayah, itu adalah penyesalan yang masih diingat hingga sekarang.

Aku berpikir mungkin ada hal lain yang seharusnya disesalinya, tetapi aku tidak ingin mengkritik ayahnya, jadi aku memilih untuk diam. 

Ketika aku mengangkat wajah, Luna sedang menatapku dengan serius. 

Ryuuto, apa ada hal yang kamu sesali tentang diriku?

Eh? Hmm…

Aku tidak mengerti mengapa dia bertanya seperti itu, tetapi aku mencoba berpikir. 

Ada beberapa hal yang aku sesali, seperti saat foto aku yang berpelukan dengan Kurose-san dan menyakiti Luna, tetapi jika ditanya apakah aku menyesal, jawabannya berbeda. 

Karena pada akhirnya, hubungan kami saat ini baik-baik saja, dan semua kejadian di masa lalu terhubung dengan ikatan kami sekarang. 

Memikirkan itu membuatku merasa sedikit sedih. 

Aku menyadari bahwa ayah Luna mungkin merasa tidak bisa membangun ikatan yang memuaskan dengan Luna saat ini. 

…Tidak ada.

Saat aku menjawab demikian, Luna tersenyum. 

Ya kan, aku juga sama!

Aku merasa ada sedikit kesedihan di wajahnya, mungkin karena dia juga menyadari hal yang sama seperti yang kurasakan. 

Aku akan berusaha agar tidak menyesalinya nanti di masa depan. 

Aku menatap matanya dan berkata demikian demi menguatkan dirinya. 

Sebagai seorang suami… sebagai keluarga, aku ingin menjalani kehidupan bersamamu tanpa adanya penyesalan sama sekali. 

Ryuuto… 

Mata Luna mulai berkaca-kaca. 

…Aku senang dilahirkan sebagai anak dari ayah dan ibu, dan menjadi bagian dari keluarga Shirakawa.

Luna mengatakannya dengan penuh emosi

Kalau tidak begitu, mungkin aku tidak akan bertemu dengan Ryuuto.

Air mata mulai mengalir dari matanya yang tersenyum tipis. 

 

Ayah mertua, kamu tidak perlu menyesali apapun. 

Aku akan membuat Luna bahagia. 

Terima kasih telah membesarkan Luna yang begitu luar biasa hingga hari ini. 

 

Aku tidak bisa mengatakannya langsung sebelumnya, dan mungkin tidak akan bisa mengatakannya di haapannya di masa depan, tapi di dalam hati, aku berbicara kepada ayah Luna. 

Oh iya, benar juga! Aku sudah menulisnya, formulir pendaftaran pernikahan! 

Perkataan Luna membuatku tersadar dari lamunanku yang sebelumnya terlalu larut dalam emosi

"Oh…! Terima kasih. 

Jreng jreng! 

Luna mengambil selembar kertas yang ada di atas meja, lalu membukanya di depan dadanya. 

Kertas panjang berukuran A3 itu sudah diisi setengah di kolom sebelah kiri. 

 

Calon Istri: Shirakawa Luna.

 

Ketika melihat tulisan itu dan tanda tangan Luna, wajahku terasa memanas karena perasaan malu sekaligus senang. 

Di bawah nama Luna, kolom alamat dan tempat tinggalnya sudah diisi, dan kolom kosong di sampingnya adalah “Calon Suami… yaitu tempat untuk menuliskan informasiku. 

Terima kasih… aku akan menulisnya.

Oh, kalau begitu, sekalian aku akan menaruh mapnya juga ya. Supaya tidak kusut. Oh, dan tolong juga untuk bagian saksi di sebelah kanan. 

Ah, ya, aku mengerti. 

Kami berdua sudah memutuskan untuk meminta ayah Luna dan ayahku yang menandatangani bagian saksi. Setelah memastikan tanda tangan dan cap ayah Luna ada di formulir yang aku terima, aku memperhatikan kertas itu dengan seksama. 

Formulir pendaftaran pernikahan yang ditulis oleh Luna memiliki huruf dan garis berwarna pink cerah. Aku merasa aneh karena biasanya yang aku lihat di drama berwarna lebih sederhana. 

Formulir pernikahan ternyata cukup mencolok, ya. 

Saat aku mengatakan itu sembari menyimpan map itu ke dalam tas, Luna tertawa dan berkata, Ah!

“Karena itu adalah lampiran dari majalah informasi pernikahan! Pink-nya lucu, kan?

Oh, begitu.

Saat melihat tirai pink di kamar Luna, aku menyadari bahwa dia pasti menyukainya. 

Lampiran untuk formulir pernikahan? Apa bisa digunakan dengan baik? 

Benar! Pada awalnya aku merasa sedikit kaget, tapi kita tetap bisa mengajukannya asalkan tertulis dengan jelas, jadi tidak masalah!

Setelah dia mengatakan itu, aku melihat sekeliling ruangan dan menemukan beberapa majalah yang tampaknya adalah majalah informasi pernikahan yang ditumpuk di dekat bantal tempat tidur. 

…Kamu sudah banyak mencari informasi, ya. Terima kasih.

Karena selama tiga bulan terakhir, aku disibukkan dengan pekerjaanku di Indonesia. Sebelum berangkat, kami berdua sempat mengunjungi tempat resepsi pernikahan, tetapi setelah tempat resepsi pernikahan ditentukan, pembicaraan konkret dilakukan oleh Luna dengan pihak perencana, dan hal-hal yang diperlukan dibicarakan dan diputuskan secara jarak jauh, jadi beban Luna pasti cukup besar. 

Sebagai calon pengantin pria yang berada di luar negeri dan hampir tidak punya teman yang pernah menikah, aku merasa sangat berterima kasih dan bersalah ketika memikirkan bahwa dia harus menentukan semua hal tentang pernikahan sekali seumur hidupnya dengan mengacu pada majalah dan sumber lainnya. 

“Aku benar-benar minta maaf karena sudah menyerahkan banyak hal padamu, Luna. 

Saat aku meminta maaf, Luna menggelengkan kepala dengan senyum. 

Tidak apa-apa kok, karena itu menyenangkan! Sekarang aku merasa sedih karena akan menjadi seorang 'lulusan'!

'Lulusan'?

Itu istilah untuk pengantin wanita setelah pernikahan selesai! Tertulis di majalah informasi pernikahan. Pengalaman dari para 'lulusan' sangat bermanfaat!

Begitu ya

Pengantin wanita yang telah 'lulus' dari pernikahan mereka, makanya disebut 'lulusan'. Ini adalah istilah yang menunjukkan betapa pentingnya masa persiapan pernikahan bagi wanita. 

Ngomong-ngomong, Ryuuto.

Saat aku merenungkan hal itu, Luna memanggilku. 

Kenapa kamu duduk jauh-jauh begitu? Padahal kita sudah memiliki kesempatan untuk berduaan saja, loh.

Eh?

Ini sudah tiga bulan, kan? Aku sangat merindukanmu…

Dia menatapku dengan tatapan yang membuatku merasa ingin melindunginya. 

Luna…

Semua pikiran yang ada di dalam kepalaku sebelumnya seolah menghilang, dan aku segera dikuasai oleh api di dalam hatiku.

Aku menuruti ajakannya dan beranjak ke tempat tidur di sebelah Luna, dan dia langsung melompat ke pelukanku. 

Ryuuto… aku sangat merindukanmu…

Aku juga.

Aku memeluk erat-erat punggung Luna dan berbisik, 

Setelah ini, kita tidak akan terpisah selama ini lagi.

Ya…!

Luna semakin menguatkan pelukannya di punggungku. 

Aku bisa merasakan getaran dua jantung yang berdetak dalam irama yang berbeda. 

Ryuuto… hangat… 

Di dalam ruangan yang sejuk dengan pendingin udara, suhu tubuh kami terasa sangat nyaman. 

Luna…

Perasaan pelukan yang tidak bisa kami lakukan di bandara membuat jiwaku dan tubuhku bergetar. Walaupun kami berkomunikasi setiap hari dan merasa terhubung, tapi tetap saja, hubungan jarak jauh itu menyakitkan. Karena aku tidak bisa merasakan kehangatan ini. 

Saat aku memeluk Luna untuk pertama kalinya sejak tiga bulan, aku diliputi perasaan manis dan kuat. 

Mm… 

Luna mengeluarkan suara desahan yang menggoda. 

Aku melonggarkan pelukanku dan menjauhkan tubuh, lalu aku dan Luna saling bertukar pandangan

Mata Luna terlihat sayu, seolah-olah memintaku. 

…………

Aku tidak bisa menahan diri lagi. 

Saat aku berniat menyatukan bibir kami dalam gelora perasaan itu, tiba-tiba…

 

““Nee~~Nee~!!””

 

Suara langkah kaki anak-anak yang berlari menaiki tangga dengan keras semakin mendekat.  Kami saling memandang dan buru-buru menjaga jarak di atas tempat tidur… 

Pada detik berikutnya, pintu kamar dibuka dengan keras. 

““Kami pulangー””

Dua gadis kecil berdiri di sana. Haruna-chan dan Haruka-chan. 

Ketika kami berempat mengunjungi pusat perbelanjaan, mereka masih dalam kereta dorong, kini mereka sudah cukup besar untuk berlari menaiki tangga, membuatku merasa terharu. 

Kedua gadis itu mengikat rambut sebahu menjadi dua dengan gaya kepang yang khas anak-anak. Mata besar mereka yang imut memang mengingatkanku pada masa bayi mereka. 

“Duhh, bukannya sudah bilang kalau kalian harus ketuk pintu dulu sebelum membukanya?

Luna berkata demikian sambil mengingatkan, tetapi keduanya tampak tidak terlalu serius mendengarkan. 

Tatapan mereka terpaku pada diriku yang duduk di samping Luna. 

Ryuuto!

“Ada Ryuuto!

Ha-Halo…

Aku tersenyum canggung kepada mereka berdua.

Sebenarnya, saat aku melakukan panggilan video dengan Luna di Indonesia, mereka berdua sering kali muncul di layar. Kami pernah saling menyapa dan berbincang sebentar beberapa kali. Mungkin karena anak-anak sekarang sudah terbiasa dengan video di YouTube, mereka terkejut bisa berinteraksi dua arah denganku, dan keduanya tampak sangat bersemangat. 

Ryuuto keluar dari video!

“Kamu bukan orang YouTube!? 

Ahaha. Kalian berdua, memangnya kalian mengira kalau Ryuuto itu YouTuber? 

“Habisnya Nee-ne selalu menonton video di smartphone. 

Itu bukan video, itu panggilan telepon! Meskipun aku sudah menjelaskannya berkali-kali, mereka tetap tidak mengerti. 

Di akhir kalimatnya, Luna berkata sambil tersenyum getir ke arahku. 

Ngomong-ngomong, apa kalian berdua sudah cuci tangan?

Belumー!

Papa bilang ada Nee-ne dan tamu, jadi kami datang! 

Baiklah, ayo kita cuci tangan dulu. Tangan yang baru pulang dari luar pasti penuh kuman, jadi kalian harus cuci tangan dulu, oke? Aku selalu bilang begitu, kan?

Luna berkata kepada mereka berdua dan bersama-sama menuruni tangga dengan mereka. Karena tidak ada gunanya aku sendirian di kamar Luna, aku mengikuti mereka. 

Saat sampai di lantai satu, aku melihat ayah mereka sedang mengambil teh barley dari dalam kulkas

“Ayah sudah pergi menjemput? Padahal sekarang masih belum jam dua. 

Saat ditanya Luna, ayahnya menjawab sambil minum teh barley dari gelas. 

“Yah, karena aturan dasar di tempat PAUD adalah mereka tidak bisa menerima penitipan ketika salah satu orang tua tidak bisa hadir, kan? Hari ini Ryuuto datang untuk memberi salam pernikahan, jadi aku menitipkan mereka, tapi setelah pembicaraan selesai, aku pergi menjemput.

“Ah, begitu ya 

Luna tampak mengingat sesuatu dan menoleh sambil tersenyum padaku. 

Aku tidak tahu ada aturan seperti itu di tempat PAUD, tetapi aku mengerti alasan pulangnya si kembar. Dengan kehadiran Haruna-chan dan Haruka-chan, suasana di rumah menjadi ramai, dan itu menyenangkan.

Tapi, api ketidakpuasan karena tidak bisa menghabiskan waktu bermesraan dengan Luna masih berkobar di dalam hatiku.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, kami pergi meniggalkan rumah Shirakawa. 

Untuk saat ini, mari kita akhiri saja sampai segini dulu. Ryuuto, kamu pasti capek, kan?

Ya, mungkin…

Aku menaiki pesawat pada malam hari, berada di dalam pesawat selama sekitar delapan jam, dan tiba di Jepang pagi-pagi sekali. Di dalam pesawat, aku tidak bisa tidur banyak, dan ada juga pertemuan dengan kedua orang tua kami, jadi aku pasti merasa lelah baik secara fisik maupun mental. 

Besok ayo bertemu lagi! Hari ini istirahat yang cukup, ya.

Luna berkata demikian dan mulai berjalan meninggalkan depan rumahnya. 

Aku akan mengantarmu sampai stasiun! 

Tidak, cukup sampai di sini saja. Kamu pasti akan kesulitan pulang nanti. 

Tidak apa-apa kok! Sekarang masih sore, jadi tidak masalah. 

Setelah berkata begitu, Luna mengulurkan tangan kanannya kepadaku. 

Sudah lama kita tidak bergandeng tangan, jadi aku ingin sedikit lebih lama berjalan bersamamu.

Melihat Luna yang tersipu malu ketika berkata demikian membuatku merasakan kasih sayang yang besar padanya, jadi aku menerima tawarannya dan membiarkannya mengantarkanku sampai stasiun. 

Kita sudah sering menempuh jalan ini berdua, ya. 

Luna tiba-tiba melihat sekeliling dan berkata demikian.

Jalan perumahan siang hari yang banyak terdapat rumah kayu ini terasa santai dan sepi dari orang yang berlalu-lalang. Meskipun area di depan stasiun sering berganti penyewa toko, pemandangan di sekitar sini hampir tidak berubah sejak aku masih di SMA. 

Ya. Entah sudah berapa kali kita berjalan di sini. 

…Sepertinya, aku tidak akan berjalan di sini lagi dalam waktu dekat.

Luna berkata pelan. Wajahnya terlihat sedih, dan aku merasa sedikit bersalah. 

Maaf. Karena aku akan ke luar negeri…

Bukan itu. Meskipun aku berada di Jepang, setelah menikah dan pindah dari rumah orang tua, semuanya masih tetap sama saja, kan?

Luna tertawa kecil. Lalu, dia menatapku dengan alis yang sedikit menurun. 

“Kamu jangan mengatakan 'maaf' lagi, oke?. Kita sudah memikirkan dan memutuskan ini bersama, kan? Saat ini, aku hanya punya harapan! Aku sangat menantikan Indonesia! (TN: Mendingan jangan ke Indonsia deh, Luna :v)

Begitu dia mengatakan demikian, suara Luna penuh semangat. 

Aku bahkan sudah membeli buku panduan dengan suasana perjalanan! Aku ingin sekali mengunjungi Candi Borobudur!

Oh, Candi Borobudur? Tempatnya agak jauh. Jaraknya seperti untuk naik pesawat, jadi aku juga belum pernah ke sana. 

Kalau begitu, ayo kita pergi ke sana Bersama-sama untuk bulan madu! Ada tur sehari dari Bali juga! 

Tapi, Borobudur berada di Pulau Jawa, sama seperti Jakarta, jadi bisa juga pergi pulang dalam sehari, kan? 

Oh, benar! Kalau begitu, kita akan menikmati bulan madu hanya di Bali saja!

Aku merasa sedikit lega melihat Luna tampak bersemangat memikirkan Indonesia. Aku jadi teringat perjalanan kami ke Okinawa dan itu membuatku merasa bahagia. 

Dengan semangat berbicara tentang rencana yang menggembirakan, kami berjalan menuju stasiun. 

Baiklah, sampai jumpa besok, Ryuuto.

Luna berhenti di depan pintu masuk stasiun dan melepaskan tanganku. 

Ya, sampai jumpa juga, Luna. Hati-hati di jalan. 

Besok kami berencana untuk mengajukan dokumen pernikahan di kantor pemerintah dan membeli cincin pernikahan kami. Meskipun sibuk, rasanya senang sekali kami bisa bertemu setiap hari. 

Sampai jumpa!

Ya, sampai jumpa… 

Bahkan saat aku berulang kali mengucapkan salam perpisahan, ada rasa enggan untuk pergi, mungkin karena ketidakpuasan yang kurasakan di kamar Luna sebelumnya. 

Namun, di dalam stasiun yang ramai di siang hari ini, tidak mungkin melanjutkan apa yang terjadi di kamar tidurnya

…………

Aku hanya bisa pasrah tersedot ke dalam pintu masuk, dan terakhir, aku mengulurkan kedua tangan kecilku ke arah Luna. 

Seorang pria yang bahkan tidak bisa berpelukan di lobi kedatangan bandara, kini meminta pelukan dari kekasihnya di depan pintu masuk stasiun A. 

…!

Wajah Luna segera berseri-seri dan melompat ke pelukanku. Tanpa sadar, aku memeluk tubuhnya yang ramping dengan erat. Aku merasakan sensasi tulang rusuk kami yang bersentuhan, seolah-olah aku merasakan sentuhan tubuh Luna sepenuhnya. 

……nngh…

Suara Luna yang terdengar kesakitan membuatku tersadar dan melepaskan pelukan. 

Ma-Maaf. 

Karena perut kami yang lembut saling menempel, jadi saat melepaskan pelukan, aku merasakan elastisitas yang mendorong kembali. Sensasi itu menyebar dari perut bawah hingga ke dada, dan aku merasakannya dengan jelas di kulitku. 

Meskipun kami sering berpelukan setiap hari saat tinggal bersama, sensasi Luna setelah tiga bulan tidak bertemu terasa terlalu kuat untuk dinikmati di tempat seperti ini. 

……Ryuuto?

Luna melihatku dengan sedikit rasa ingin tahu karena aku tidak mengatakan apa-apa meskipun telah melepaskan tubuh kami. 

Aku ingin menciumnya

Pelukan saja tidak cukup. 

Aku ingin merasakan semuanya tanpa tersisa. 

…Tapi, aku tahu bahwa itu tidak mungkin dilakukan di sini. 

……Kalau begitu, sampai jumpa besok.

Dengan susah payah menahan hasrat yang membara, aku tersenyum kecil kepada Luna. 

Ya.

Luna juga tersenyum dan mundur satu langkah. Wajahnya terlihat sedikit sedih, dan aku berharap itu karena alasan yang sama seperti yang kurasakan. 

Jadi, sampai jumpa.

Ya, hati-hati!

Setelah melambaikan tangan kepada Luna dan melihatnya pergi, aku melewati pintu masuk stasiun. Saat menyimpan kartu Suica dan menoleh, Luna masih berdiri di tempat yang sama sambil melambaikan tangan. 

Aku berbelok dan terus melambaikan tangan sambil berjalan hingga sosoknya menghilang dari pandangan. 

Rasanya seperti baru mulai pacaran, karena perpisahan ini membuatku merasa berat. 

Padahal kami akan bertemu lagi besok. Kami akan bersama selamanya mulai sekarang. 

Memikirkan hal itu terasa konyol, dan sambil menahan senyum yang muncul di wajahku, aku menaiki tangga menuju peron.

 

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama