MrJazsohanisharma

Kimizero Jilid 10 Prolog Bahasa Indonesia


Prolog

 

Aku mempunyai mimpi yang begitu panjang. Aku, seorang anak introvert penggemar streamer KEN yang biasa-biasa saja, mengaku cinta kepada Shiraikawa-san, gadis tercantik di angkatanku sebagai hukuman, dan dia ternyata menerimaku. Meskipun ada banyak liku-liku yang terjadi, setiap kali masalah muncul, kami semakin mempererat ikatan dan menumbuhkan cinta.

Kami yang saling mencintai dengan tulus, akhirnya bersatu… dan akhirnya menikah.

Saat itu, aku terbangun.

Ketika aku bangun, aku masih seorang penggemar KEN yang introvert, dan tentu saja tidak punya pacar. Shiraikawa-san, yang sangat aku kagumi, kini berpacaran dengan cowok tampan yang ceria. Semua itu hanyalah khayalan yang diciptakan oleh otakku saat tidur.

“Sial… sial…!”

Tanganku terasa sakit ketika aku meninju dinding. Ini tidak mungkin, kan? Kami telah saling berbagi cinta. Kenangan itu semua ternyata hanya mimpi.

“Luna…!”

Aku terkejut dan bergumam, sementara itu Shiraikawa-san yang bergandeng tangan dengan pacarnya melintas di sampingku.

Luna’…?  Apa ia temanmu?”

Bukan.”

Shiraikawa-san melihat sekilas ke arahku dan menggeleng.

“Maksudku, aku bahkan tidak tahu namanya. Kira-kira siapa orang itu?”

 

◇◇◇◇

 

Kemudian, aku terbangun lagi.

“...Mimpi...?”

Dari mana sampai mana? Aku sejenak bingung.

Aku menyingkirkan selimut dan duduk di atas tempat tidur. Dengan elastisitas kasur yang keras ini, aku kembali menyadari bahwa aku sedang berada di tanah asing.

Di samping tempat tidur, ada bingkai foto yang menampilkan foto berdua antara Luna dan aku. Luna memberikannya kepadaku sebagai hadiah ketika aku pergi meninggalkan Jepang dan memintaku untuk memajangnya.

Syukurlah. Itu bukan mimpi.

Luna dan aku mulai berpacaran sejak bulan Juni kelas 2 SMA... dan minggu depan, kami akan menikah. Dengan hati-hati mengonfirmasi kenyataan itu di dalam pikiranku, aku mulai bersiap-siap untuk pagi.

Aku hanya memakan sereal untuk sarapanku, mengganti pakaian dengan kaos lengan pendek dan celana pendek, lalu keluar rumah. Meskipun penampilanku tidak terlihat seperti orang yang akan bekerja, di kantorku semua orang berpakaian santai, jadi jika aku datang dengan jas, aku akan terlihat aneh, dan sejak hari kedua bekerja, aku memilih gaya ini.

Ketika aku keluar dari apartemen yang ber-AC menuju cuaca yang mendung, hawa panas musim panas tropis menyelimuti seluruh tubuhku. Musim panas pertamaku di negara ini akan segera tiba.

 

◇◇◇◇

 

Sekitar tiga bulan yang lalu, pada akhir Maret... dua minggu setelah upacara wisuda, aku mendatangi kota Jakarta. Aku bekerja sebagai editor di perusahaan yang dikelola Fujinami-san. Kantor tempatku bekerja berada di satu lantai menengah dalam gedung pencakar langit di kawasan perkantoran Jakarta.

Apartemen yang aku sewa juga menyediakan layanan sopir, tapi aku tidak suka merepotkan orang lain, dan di daerah perkotaan seringkali terjadi kemacetan yang membuat waktu tempuh berjalan kaki tidak jauh berbeda. Jadi, setiap hari aku berjalan kaki selama lima belas menit menuju kantor. Saat di Jepang, aku membayangkan suasana Asia Tenggara yang semrawut, tetapi kota ini lebih modern dan penuh kehidupan daripada yang kubayangkan.

Aku sudah bersiap menghadapi panasnya musim panas di negara dekat garis khatulistiwa, tetapi jika ditanya apakah itu lebih melelahkan dibandingkan dengan hari-hari panas di Jepang, jawabannya tidak terlalu. Sekarang adalah musim kemarau, jadi aku merasa lebih nyaman dibandingkan dengan panas lembap di Jepang yang menempel di kulit. Meskipun setelah berjalan lima belas menit aku sudah berkeringat cukup hingga bajuku basah, aku merasa diselamatkan oleh udara dingin saat memasuki gedung kantor.

“Selamat pagi.”

Setelah tiba di kantor dan dalam perjalanan menuju mejaku, aku menyapa rekan-rekan yang kutemui. Semua karyawan di sini adalah orang Jepang, jadi kami lebih banyak menggunakan bahasa Jepang di dalam kantor. Ada beberapa staf lokal, tetapi banyak dari mereka yang sedang belajar bahasa Jepang dan meskipun terbata-bata, mereka mau berbicara dalam bahasa Jepang.

“Kashima-kun.”

Setelah duduk di mejaku, Fujinami-san datang menghampiriku. Sejak datang ke Indonesia, Fujinami-san sedikit terkena sinar matahari. Sekarang, ia sudah sangat beradaptasi dengan lingkungan lokal sehingga tidak terasa aneh berdiri di samping penduduk lokal.

“Selamat pagi, Fujinami-san.”

“Selamat pagi. Kashima-kun, mulai besok kamu akan berangkat ke Jepang, kan?”

“Ah, ya. Aku akan berangkat setelah jam kerja hari ini.”

Hari ini aku akan banyak berada di luar untuk rapat, jadi aku ingin menyapamu sekarang. Sampaikan salam untuk pacarmu. Oh, maksudku, istrimu yang sekarang.”

“Tidak, kami baru akan mendaftar nanti.”

“Oh, begitu. Maaf aku tidak bisa hadir di pernikahanmu. Aku benar-benar tidak bisa meninggalkan sini.”

“Tidak apa-apa, aku sudah menerima ucapan selamat… terima kasih banyak.”

“Sebetulnya, aku berharap bisa pulang dengan alasan pekerjaan. Di sini kekurangan orang, dan aku ingin merekrut lebih banyak editor. Kashima-kun, jika ada koneksi yang baik, bisakah kamu membawa mereka dari Jepang?”

Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar permintaan yang tidak masuk akal itu.

Kurasa itu cukup sulit… Karena aku hanya akan bertemu keluargaku.”

“Ya, benar, kamu pulang untuk mengadakan pernikahan.”

Fujinami-san juga tersenyum kecut.

“Maafkan aku, meskipun aku karyawan baru, aku sudah meminta cuti selama dua minggu.”

“Tidak, tidak, sebenarnya aku ingin memberimu cuti sekitar sebulan. Kamu berencana bulan madu di musim panas, ‘kan?”

“Ya. Aku ingin pergi ke Bali.”

“Bali memang bagus, tetapi kepulauan Kai juga kabarnya menarik! Ando-san baru saja pergi ke sana saat libur sebelumnya, dan dia bilang lebih murah daripada Bali dan lebih nyaman karena sedikit turis. Meskipun agak jauh, rasanya seperti permata yang tersembunyi.”

Hee, kalau begitu aku akan memberitahu pacarku.”

“Baiklah, nikmati pernikahanmu.”

Setelah mengucapkan itu, Fujinami-san kembali ke mejanya. Di kantor kami ada divisi penyuntingan manga dan novel, dan Fujinami-san adalah kepala penyunting untuk manga. Ando-san yang disebutkan adalah wakil kepala penyunting, dan ia datang ke sini bersama istri dan anaknya. Jika tinggal di sini bersama keluarganya, dia akan menjadi panutan yang baik.

Di kantor ini, orang-orang yang kutemui hanya puluhan saja, tetapi ada juga yang tidak masuk kerja, dan kabarnya ada puluhan karyawan yang berada di Jepang. Aku pikir ini adalah perusahaan kecil yang lebih sederhana, tetapi setelah mulai bekerja, aku menyadari bahwa ini adalah perusahaan yang cukup besar.

Selama tiga bulan ini, aku tidak tahu seberapa banyak aku telah berkembang, tetapi berkat bimbingan Fujinami-san, pekerjaan sehari-hariku terasa memuaskan. Saat ini, aku berkomunikasi dengan seorang komikus Jepang dan bekerja pada pembuatan karya yang bersifat internasional, terutama untuk pembaca di Asia Tenggara. Mungkin jika aku bekerja sama dengan penulis Jepang, aku bisa saja tetap berada di Jepang, tetapi aku merasa senang bisa merasakan suasana di tempat ini.

Banyak orang di Asia Tenggara yang mencintai Jepang, jadi meskipun mereka tidak keberatan dengan manga dan anime Jepang, saat membaca cerita yang diterjemahkan, jika ada adegan di mana tokoh utama dengan santainya makan onigiri, itu adalah budaya makanan yang tidak biasa di sini, sehingga sejenak pikiranku melayang ke arah makanan apa ini? Meskipun itu bukan inti dari cerita.

Fujinami-san memiliki visi untuk menciptakan manga yang memungkinkan pembaca di sini merasakan dunia manga secara murni… dengan kata lain, manga yang bisa membuat pemuda Indonesia merasa itu adalah cerita mereka sendiri. Untuk itu, penting bagiku sebagai editor untuk memahami budaya lokal dan membagikannya kepada penulis… itulah prinsip dasarnya. Namun, alasan sebenarnya mengapa aku diminta untuk bekerja di Indonesia mungkin karena Fujinami-san berharap bisa membimbingku dari dekat. Aku menyadari bahwa aku menerima bimbingan yang sangat serius.

Hari ini juga, aku melaporkan hasil pertemuan online dengan komikus dan mendapatkan umpan balik, serta berkomunikasi erat dengan Fujinami-san hingga waktu kerja berakhir. Jam kerja di Indonesia hampir sama dengan di Jepang.

Setelah jam lima sore, saat matahari mulai terbenam dan suasana sore mulai terasa, aku berjalan cepat di jalanan. Biasanya aku membeli makan malam di warung dekat kantor, tetapi hari ini aku merasa lebih nyaman makan di bandara, baik dari segi waktu maupun kebersihan, jadi aku langsung mempercepat langkah pulang.

Sambil berjalan, aku menjadi tidak sabar menunggu lebih lama lagi sehingga menelepon Luna. Selisih waktu dengan Jepang adalah dua jam, jadi sekarang seharusnya sudah lewat pukul tujuh malam.

“Halo, Luna?”

“Ryuuto! Kamu sudah selesai kerja?”

“Ya. Aku sedang dalam perjalanan pulang untuk mengambil barang dan pergi ke bandara.”

“Begitu. Aku juga lagi ada di rumah.”

“Begitu, ya.”

Dari sisi lain telepon, terdengar suara anak-anak kecil yang ribut dan suara ceria seperti video untuk balita.

Sejak April, Luna telah kembali ke rumah orang tuanya, keluarga Shirakawa. Apartemen sewa yang kami tinggali di Kota K selama setahun itu sudah kami tinggalkan.

Besok pagi aku akan tiba di Jepang, kataku dengan semangat. …Oh ya, pagi ini aku bermimpi aneh, tambahku.

Eh, mimpi seperti apa?

Luna bertanya dengan nada antusias, jadi aku mulai bercerita dengan tenang.

Bahwa semua yang terjadi antara aku dan Luna itu hanyalah mimpi, dan saat aku bangun, aku adalah siswa kelas dua SMA tanpa pacar… itulah mimpi yang aku alami tadi pagi.

Lucu banget! Kamu bermimpi dalam mimpi?

Iya, benar.

Ketika bangun, kamu pasti kebingungan mana yang nyata!

Benar sekali, aku sempat merassa panik. Tapi setelah melihat bingkai foto yang kamu berikan, hal uty membuatku lega.

Hehe, senang aku memberikannya! Hari ini bermimpi makan wanko soba berdua dengan Ryuuto!

Ahaha, kenapa malah wanko soba?

Entahlah, lucu banget, ‘kan! Padahal aku belum pernah memakan di dunia nyata!

Sebelum berpacaran dengan Luna, aku jarang berbagi cerita mimpi dengan orang lain. Jika ingin bercerita, biasanya aku hanya berbagi dengan keluarga atau teman dekat, tetapi meskipun mimpiku terasa menarik, pada akhirnya itu bukan kenyataan, dan aku bisa melihat ekspresi orang lain yang menunjukkan itu cuma hal sepele.

Namun, Luna ingin mendengar cerita mimpiku, dan ketika aku bercerita, dia mendengarkan dengan antusias dan juga menceritakan mimpinya. Baik mimpi yang muncul saat tidur maupun yang diimpikan saat terjaga.

…Suatu hari, aku ingin makan wanko soba di dunia nyata juga~

Benar. Kira-kira di mana ya? Itu makanan khas dari daerah Tohoku, kan?

Eh, masa? Jadi kita tidak bisa memakannya di Tokyo?

Ehmm, aku belum pernah melihat ada restoran wanko soba di sekitaran tokyo.

Kalau dicari pasti ada, kan? Karena di Tokyo bisa menikmati hidangan dari seluruh Jepang!

Tanpa kusadari, satu-satunya suara yang dapat kudengar di ujung telepon adalah suara Luna. Mungkin dia sudah masuk ke kamarnya di lantai dua.

Kalau begitu, saat aku kembali ke Tokyo, ayo pergi makan wanko soba?

“Asyikk!

Luna bersorak gembira.

Ketika bersamamu, semua mimpiku seolah-olah terwujud satu per satu.

Setelah mengatakannya, dia menurunkan nada suaranya sedikit.

“Minggu depan nanti… kamu juga akan mewujudkan mimpi terbesarku.

Luna mengatakannya dengan penuh perasaan.

Terima kasih telah menjadikanku istrimu, Ryuuto.

…………

Suaranya yang merdu terasa menggelitik telingaku, dan aku tertawa tanpa suara di telepon.

Sama-sama, aku juga terima kasih.

Karena telah menjadikanku pacarmu, dan memutuskan untuk menjadikanku suamimu.

Aku tidak sabar untuk segera bertemu dan mengatakannya langsung. Besok pagi, aku akan bertemu Luna setelah tiga bulan. Aku sudah menunggu begitu lama, dadaku terasa sesak.

Kalau begitu, sampai jumpa besok.

Ya! Kamu naik pesawat sesuai rencana, kan? Aku akan datang menjemput di bandara!

Ya. Terima kasih, Luna.

Setelah memutuskan telepon, aku kembali mempercepat langkah menuju apartemen. Pohon-pohon tinggi khas negara tropis berdiri di sepanjang trotoar, seolah menjadi petunjuk jalan, sementara keringat mengalir di dahi dan napasku terengah-engah.

Sejak datang ke negara ini, aku selalu merasa hembusan angin terasa sepi dan asing, tetapi hari ini aku merasakannya berhembus lembut di kulitku, seolah memberkatiku bagaikan seorang sahabat.

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

Lebih baru Lebih lama