
Chapter Bonus — Bagaimana Jika Hoshine Melayani Eito?
“Bagaimana
jika aku berada dalam posisi untuk melayani Eito?”
Pada
suatu sore yang tenang di hari libur, Ojou itu tiba-tiba bergumam begitu, seolah-olah ide tersebut baru saja terlintas di benaknya.
“Rasayna sulit
membayangkan diriku tidak melayanimu, Ojou."
“Aku
tahu, ‘kan? Sejujurnya, aku juga merasa
sulit untuk membayangkannya. Tetapi bukannya
itu hipotesis yang menarik? Menarik, bukan? Bagaimanapun, aku telah
melakukannya. Lihatlah, 'Mesin Mimpi-Mimpi-Kesukaanmu'!”
“Tolong
jangan mengumumkannya seolah-olah
kamu baru saja selesai membuat model plastik.”
“Bukannya
begitu. Itu hanya produk sampingan dari tujuanku yang
sebenarnya.”
“Dan
tujuanmu yang sebenarnya itu apa...?”
“Alat
Pemicu Keberuntungan si Mesum.”
“Aku
akan berpura-pura tidak mendengarnya.”
Sebuah
mesin yang memungkinkan seseorang
memimpikan apa pun yang diinginkan
terdengar seperti penemuan yang luar biasa, tetapi fakta bahwa itu hanyalah
produk sampingan dari sesuatu yang absurd seperti Alat Pemicu Keberuntungan si Mesum merupakan
sesuatu yang tragis. Benar-benar menggelikan. Dan tunggu, apa
dia masih mengerjakan benda itu?
“Menurutku
'Mesin Mimpi-Mimpi-Kesukaanmu' akan lebih sulit dibuat daripada ‘Alat Pemicu Keberuntungan si Mesum’.”
“Kenyataan
tidak selalu berjalan sesuai keinginanmu.
Dibandingkan dengan itu, mengutak-atik otak justru lebih
mudah.”
“Ojou,
kamu mulai terdengar sangat marah.”
“Sembarangan saja kalau bicara. Dan
menurutmu ini salah siapa, hmm? Siapa?”
Kenapa
aku yang mendapat tatapan menuduh itu? Aku tidak bisa menerima ini.
“Baiklah,
pokoknya, mari kita berbagi mimpi
bersama. Mimpi yang didasarkan pada asumsi 'aku menjadi pembantu, dan Eito menjadi majikan’.”
“Jika
itu atas perintahmu, Ojou, aku akan dengan senang hati menjadi sukarelawan
sebagai subjek uji coba...
tetapi kamu juga
akan bergabung denganku, ‘kan?”
“Tentu
saja, aku sudah membuat fitur yang memungkinkan banyak orang untuk mengalami
mimpi yang sama.”
Tunggu—apa
dia baru saja dengan santai mengatakan sesuatu yang keterlaluan lagi? Aku
seharusnya tidak terkejut lagi.
“Kita
akan tidur bersama. Di ranjang yang sama. Sekarang. Bersama. Aku benar-benar meniatkan itu—bersama.”
“Uh...
baiklah... baiklah, kalau begitu.”
Mengapa
dia begitu menekankan pada ‘bersama’?
“Aku
sudah mengintegrasikan mesin ke dalam ranjang ini, jadi yang harus kita lakukan
hanyalah berbaring dan tertidur.”
“Aku
mengerti itu, tapi Ojou yakin
tidak apa-apa? Bagiku untuk mengganggu ranjangmu, Ojou?”
“Tentu
saja. Benar sekali. Bahkan... mungkin lebih baik jika kau terbiasa dengan itu.”
“Terbiasa
dengan itu?”
Apa
maksudnya dia berencana untuk membiarkanku memiliki ranjang ini dengan mesin
yang terpasang di dalamnya? Tapi membiasakan diri dengan itu... Oh, begitu. Itu
pasti cukup besar untuk dua orang tidur dengan nyaman. Jika dia memberikannya
padaku, mungkin butuh waktu untuk merasa nyaman dengan ruang sebesar ini.
“Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah
dilatih untuk tidur di lingkungan manapun tidak
peduli di mana tempatnya.”
“Sekarang
aku mengerti—kamu membuat
kesalahpahaman konyol lagi, seperti biasa.”
Kami
berdua berbaring berdampingan di ranjang.
Ini
terasa... aneh. Kami selalu bersama, tentu saja, tapi berbaring di ranjang yang
sama? Ini baru yang pertama.
“...............................”
“Ojou?”
“Aku
benci mengakuinya, tapi ini mungkin cacat desain. Aku tidak bisa tidur seperti
ini...”
“Benarkah?
Sepertinya tempat tidur ini sangat nyaman bagiku.”
“Kenapa
kamu bisa begitu tenang tentang ini?”
“Lagipula,
sekarang waktu yang tepat untuk tidur
siang.”
“...........”
Rupanya,
tanggapanku tidak menyenangkan baginya. Dia mulai memukul dadaku pelan dengan
tinjunya. Tidak sakit—lembut, hampir seperti main-main,
dan sedikit menggelitik.
“Ugh...
Aku akan tidur. Aku akan tidur. Begitu aku tidur, ini benar-benar akan menjadi
mimpi yang jadi kenyataan...”
Sambil bergumam
pada dirinya sendiri, Ojou menutup matanya seolah meyakinkan dirinya untuk
tertidur.
Rasanya sungguh
menggemaskan melihatnya berusaha keras untuk tertidur.
Kehangatannya
yang samar. Rambutnya yang panjang dan keemasan, sehalus dan berkilau seperti
benang sutra.
Aku
berusaha keras menahan rasa sakit yang membuatku ingin meraih dan menyentuhnya.
“Selamat
malam, Ojou. Mari kita bermimpi indah bersama.”
Mengikuti
arahannya, aku juga memejamkan mata, membiarkan kesadaranku tenggelam ke dalam
dunia mimpi.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
Pembantuku
adalah orang yang memiliki segalanya. (TN: Kembali kayak prolog :v)
“Wah,
lihat ini! Tendou-san kembali unggul
di setiap mata pelajaran lagi dan mendapat juara pertama.”
Peringkat
teratas di kelas.
“Bukannya dia baru-baru ini dilirik oleh
klub tenis? Sesuatu tentang mengalahkan pemain tingkat nasional dalam
pertandingan latihan.”
Berbakat
dalam bidang olahraga.
“Dengar-dengar
katanya
ada agensi bakat yang mencoba merekrutnya. Rupanya, dia
bahkan mendapat tawaran iklan.
Maksudku, dengan wajah dan bentuk tubuh yang membuat para idola malu, kurasa itu
tidak mengherankan.”
Paras cantik
mempesona.
“Dia itu pembantu keluarga Yagiri, ‘kan?”
Dia
adalah tipe manusia sempurna yang benar-benar memiliki segalanya. Itulah pembantuku—Tendou Hoshine.
“Selamat
pagi, Eito-sama.”
“Selamat
pagi, Hoshine.”
Meskipun
rumah tangga kami tidak memiliki aturan berpakaian yang ketat, Hoshine
bersikeras mengenakan seragam pembantu. Tampaknya itu menjadi kebanggaan
pribadi baginya.
“Hari
ini hari yang indah. Kurasa cuacanya
akan sangat menyenangkan.”
“Ramalan
cuaca mengatakan akan turun hujan sore ini...”
“Aku
tidak yakin akan turun.”
Hoshine
punya insting yang luar biasa. Aku tidak
pernah salah melihatnya sebelumnya. Kemungkinan besar, hujan memang tidak akan turun.
“Intuisimu
biasanya tepat, Hoshine. Aku akan mengingatnya.”
“Apa
kamu mau secangkir teh lagi, Eito-sama?”
“Aku
akan sangat menghargainya, terima kasih.”
Dia
mengisi ulang cangkirku yang kosong dengan teh hangat. Caranya selalu membawakan apa yang aku
inginkan, tepat saat aku menginginkannya, pasti juga berkat instingnya yang
luar biasa.
“Hoshine,
teh yang kamu buat
selalu yang terbaik. Aku sudah mencoba membuatnya sendiri beberapa kali, tapi
aku tidak bisa menandingi keahlianmu...”
“Fufufu,
yah, itu memang profesiku.”
“Belum
lagi, kamu sangat berbakat.”
“Pujianmu
terlalu berlebihan, Eito-sama.”
“Bahkan
bintang-bintang pun tidak akan cukup untuk menghitung semua kata-kata yang bisa
memuji kemampuanmu. Itu tidak berubah sejak kita masih anak-anak.”
Hoshine
selalu berbakat, bahkan saat masih anak-anak. Terkadang, aku merasa sedikit
bersalah karena memonopolinya
untuk diriku sendiri sebagai pembantuku.
“Sekarang
setelah kupikir-pikir, kita sudah menjadi anak SMA.
Banyak yang telah berubah... terutama baru-baru ini. Aku benar-benar
merasakannya.”
“Memangnya
ada sesuatu yang berubah?”
“Sebenarnya...
aku pernah ditembak oleh
seorang gadis dari kelas lain.”
--- Prankkk! ---
Karena kaget, aku menoleh ke arah suara
itu. Teko di tangan Hoshine telah tergelincir, pecah dengan keras saat jatuh ke
lantai dan menumpahkan teh ke mana-mana.
Meski
begitu, Hoshine tetap membeku, masih mempertahankan postur seolah-olah teko itu
masih utuh. Seolah-olah waktu telah berhenti.
“Hoshine!?
Kamu baik-baik saja? Apa kamu terluka?”
“Jadi?
Apa yang kamu lakukan?”
“Hah?”
“Aku
bertanya, bagaimana tanggapanmu terhadap pengakuan itu?”
Apa...
ini? Walaupun wajah Hoshine tampak
tersenyum, tetapi entah bagaimana, itu tidak terasa seperti tersenyum sama
sekali.
“Tentu
saja aku menolaknya...”
“Benarkah?”
“Ya...”
“Kamu tidak berbohong, kan?”
“Tentu
saja tidak.”
“................”
“................”
“...Begitu ya.”
Hoshine
mendesah pelan, bahunya kelihatan santai.
Ah, bagus. Dia kembali menjadi dirinya yang biasa.
“Hoshine,
kamu yakin tidak terluka?”
“Tidak
perlu khawatir. Yang lebih penting... Aku harus minta maaf.”
“Jangan
khawatir tentang teko itu. Kamu
jauh lebih penting.”
“...Meskipun begitu...”
“Apa?”
“Bagaimana
pengakuan itu berkaitan dengan
apa yang Eito-sama katakan
tentang perubahan keadaan?”
“Oh,
itu... Yah, maksudku, aku tidak
pernah mendapat pengakuan sesering
ini dalam waktu sesingkat ini sebelumnya...”
--- Prankkk! ---
“Tunggu
sebentar.”
“Hoshine!?
Apa kamu terluka? Apa tanganmu terkena sengatan air panas?”
“Itu
sama sekali tidak penting
sekarang.”
“Tidak,
itu jelas-jelas sangat penting!
Bagaimana dengan pecahan cangkir itu?”
“Pecahan
camgkit? Aku tinggal menendangnya saja.”
“Tolong
jangan lakukan itu, itu berbahaya!”
Aku
segera memanggil pembantu lain untuk membersihkan pecahan-pecahan itu. Hoshine
jelas-jelas bertingkah sangat aneh sekarang.
“...Jadi.
Apa maksudmu dengan 'sering sekali' mendapat
pengakuan cinta? Mau menjelaskan lebih lanjut?”
"Hah?
Maksudku persis seperti yang kukatakan. Ada rentang waktu di mana aku
terus-menerus mendapat pengakuan cinta hari demi hari. Karena masih SMA, kurasa
itu adalah pengalaman baru.”
“Kapan
tepatnya itu?”
“Saat
kamu sakit dan harus mengambil cuti.”
“Cih...!
Waktu itu... aku lengah...!”
Luar
biasa. Aku belum pernah melihat Hoshine sepanik
ini sebelumnya.
“...Apa
kamu menolak semua pengakuan cinta?”
“Ya.
Rasanya memang sulit, tapi...”
“...Kenapa?”
“Alasannya...
karena ada orang lain yang kusukai.”
“〇※☆@■△×◎!?”
“Hoshine,
Hoshine. Bahasamu kacau.”
“Who
does Eito like!?” (TN: Dari sananya sudah bahasa Inggris)
“Hampir.
Bahasa Inggrismu lancar.”
“Si-Siapa yang disukai Eito-sama!?”
Siapa
yang kusuka, ya... Itu sudah diputuskan sejak lama.
“Kamu
penasaran? Tentang siapa yang kusuka?”
“Te-Tentu saja!”
Biasanya dia pembantu yang sempurna, tapi
sekarang dia jelas gemetar.
...Imut sekali. Meskipun aku tahu aku
tidak boleh, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menggodanya.
“Ini
petunjuknya: 'Seumuran denganku.'”
“...Terlalu
banyak siswa yang mempersempitnya...!”
“'Rambut
emas yang indah.'”
“Apa
kita berbicara tentang seseorang dari luar negeri!? Tidak, itu juga bisa
diwarnai...”
“'Mata
seperti batu permata biru yang berkilau.'”
“Pasti
seseorang dari luar negeri... Atau mungkin lensa kontak berwarna...?"
“'Seorang
pembantu.'”
“Seorang
pembantu, seusia dengan Eito-sama, dengan rambut pirang dan mata biru... Yang
tersisa hanya... aku...?”
“'Dan
namanya Tendou Hoshine.'”
“Ya,
Tendou Hoshine adalah... tunggu, apa?”
Hoshine,
yang beberapa saat lalu tampak gugup dan panik, tiba-tiba membeku di tempatnya.
“Aku...?”
“Ya.
Orang yang telah merebut hatiku selama ini... adalah kamu, Hoshine.”
Akhirnya
aku mengatakannya. Aku berencana untuk menunggu sampai aku lebih memperbaiki
diri sebelum menyatakan perasaanku.
Tapi aku
tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Perasaanku meluap-luap. Mungkin aku seharusnya
menjalani pelatihan khusus untuk saat ini.
“Tendou
Hoshine.”
“Y-Ya...”
“Aku akan mengatakannya sekali lagi. Aku... jatuh cinta padamu――――”
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
“Rasanya
seperti terbangun di bagian mimpi yang sangat indah!”
Hal
pertama yang keluar dari mulut Ojou setelah bangun adalah teriakan langsung
dari jiwanya.
“Hmm.
Aku juga merasakan hal yang sama. Ada juga... rasa malu yang masih tersisa
karena suatu alasan.”
“Ugh!
Aku sangat marah pada diriku sendiri karena tidak mengingat detail sekecil apa
pun dari mimpi itu!”
“Ya,
itu mengejutkan. Walaupun kamu tahu kalau kamu
bermimpi, tapi kamu tidak
dapat mengingat apa pun tentangnya,”
tambahku.
“Tapi
itu sangat membuat frustrasi dan mengecewakan ketika aku bangun sehingga itu
pasti mimpi yang luar biasa indah!”
“Tapi bukan berarti kamu
mengingatnya.”
“Arrrghhh...!”
Suara
yang dikeluarkannya tidak menyerupai suara manusia apa pun. Itu lebih mirip
dengan teriakan serangga aneh.
“Meninggalkanku
tergantung di saat yang paling penting setelah membangun begitu banyak
antisipasi! Sungguh mesin yang kejam dan jahat! Aku ingin melihat wajah orang
yang merancangnya!”
“Jika
Ojou menginginkan cermin,
aku bisa mengambilkannya untukmu.”
“Apa
yang kamu lihat di sana mungkin adalah
kecantikan jenius yang menakjubkan.”
Pokoknya,
Ojou itu tampak sangat frustrasi. Sambil berteriak tentang ‘revisi’ dan ‘perbaikan yang mendesak’, dia mengalihkan perhatiannya ke
beberapa data dan mulai melotot tajam.
(...Aku
merasa kasihan padanya, tapi mau tak mau aku
merasa lega.)
Mengetahui
bahwa dia tidak dapat mengingat mimpinya membawa rasa lega yang tak terbantahkan
ke dalam hatiku.
Mimpi
hanyalah mimpi.
‘Perumpamaan’ hanyalah
‘perumpamaan’.
Mungkin
mimpi itu, dan bahkan itu hanyalah perumpamaan,
itu terlalu cepat untuk menjadi kenyataan.