Bab 3 — Hari Libur Di Keluarga Konohana
Bagian 1
Hari Sabtu.
Setelah
terbangun di atas tempat tidur, aku membuka tirai dan melihat berkas dokumen yang diletakkan di atas meja.
(…
Baiklah. Dalam dua hari ini, aku harus menyelesaikan laporan ini.)
Laporan wawancara
mandiri.
Kemarin,
aku diberikan dokumen ini oleh
Ketua Minato. Aku hanya perlu mencatat secara kasar isi dari dua hari libur
ini, tetapi masalahnya adalah aku tinggal di rumah keluarga Konohana.
(Aku
tidak boleh sampai ketahuan kalau
aku tinggal bersama Hinako…)
Beberapa
penyamaran perlu dilakukan. Misalnya, jika aku menuliskan tentang luas rumah
secara sembarangan, orang mungkin akan bertanya, “Apa rumahmu sebesar itu?”. Secara resmi, aku berperan
sebagai anak dari pemilik perusahaan IT yang terkenal, jadi sebaiknya aku
mengubah deskripsi pekerjaan pelayan dan hal-hal semacam itu sebisa mungkin.
Meskipun
begitu…
(Penyempurnaan
isi bisa dilakukan malam besok, jadi untuk saat ini, aku akan menuliskan apa
yang terjadi apa adanya.)
Ketua Minato
juga mengatakan kalau aku harus menulisnya seperti diari.
Dengan
begitu, akan lebih mudah untuk melihat kepribadianku.
Jadi, aku
mencuci muka dan berganti pakaian pelayan seperti biasa.
———Pukul
enam pagi.
Aku biasanya
melakukan hal-hal yang sudah ditentukan pada pagi
hari di hari libur.
Pertama-tama, aku keluar
dari kamarku dan
membersihkan rumah.
“Selamat
pagi.”
Pelayan
lainnya juga keluar dari kamar mereka, jadi aku menyapa dengan ringan.
Semuanya
lebih tua dariku. Yang termuda pun berada di
awal dua puluhan, dan yang lebih tua ada yang berusia empat puluh atau lima
puluh tahun.
“Tomonari-san,
bisakah kamu sedikit mengangkat vas bunga ini?”
“Serahkan
saja padaku.”
Saat aku
sedang mengelap pegangan tangga dengan kain, seorang pelayan meminta bantuanku,
jadi aku segera menuju ke sana. Di dalam vas bunga itu terdapat bunga kosmos. Kelopak
bunga besar berwarna pink muda yang khas membuat pemandangan terasa lebih cerah
saat bunga ini dipajang.
“Memangnya boleh kalau kita belum
mengganti bunganya?”
“Kalau di sini tidak masalah, tetapi
sepertinya kita perlu mengganti bunga di pintu masuk dan ruang tamu. Tamu hari
ini sepertinya suka siklamen, jadi kita harus menyesuaikannya.”
“Baiklah.
Aku akan mengambilnya dari tukang kebun.”
“Terima
kasih.”
Aku
meletakkan vas bunga di samping dan pergi menemui tukang kebun di rumah ini.
Keluarga
Konohana selalu mengganti lukisan dan bunga setiap kali ada tamu. Ini dilakukan
agar tamu terkesan dan memiliki kesan yang baik.
“Permisi.”
Setelah
keluar dari area mansion, aku memanggil
tukang kebun yang sedang merawat taman.
“Apa aku bisa meminta bunga siklamen?”
“Tentu.
Berapa banyak yang kamu butuhkan?”
“Karena itu untuk tamu, jadi di pintu
masuk dan ruang tamu…”
“Kalau
begitu, mungkin membutuhkkan sekitar
sepuluh pot. Aku rasa vas yang sekarang tidak cocok, jadi aku akan menyiapkan vas bunganya juga. Mungkin yang cocok adalah
dari Meissen atau Herend…”
Meissen
adalah merek yang lahir di Jerman pada abad kedelapan belas, sedangkan Herend
lahir di Hongaria pada abad kesembilan belas. Keduanya adalah merek yang
menangani porselen, jadi bukan hanya vas
bunga, tetapi juga peralatan teh.
Sejak
menjadi pelayan dan tinggal di rumah keluarga Konohana, aku sering berurusan
dengan porselen. Baik vas bunga
maupun peralatan teh, pada dasarnya terbuat dari porselen. Dan ada banyak merek
porselen. Meissen, Herend, Wedgwood… Mungkin menjadi lebih akrab dengan
merek-merek ini adalah hak istimewa kelas atas.
Yah, aku
hanyalah rakyat biasa yang berpegang pada kehidupan kelas atas…
“… Kurasa seperti ini?”
Tukang
kebun membawa bunga siklamen
dalam pot dan dengan cepat menyusunnya di dalam vas.
Di dalam
vas putih, warna merah dan pink dari kelopak siklamen sangat kontras. Saat
melihatnya, aku merasa bahwa kombinasi bunga dan vas ini menciptakan sebuah
seni yang unik, meskipun sebelumnya aku ragu apakah perlu mengganti vas bunganya.
“Luar
biasa sekali.”
“Haha,
terima kasih. Sekarang, aku akan memuat bunga
siklamen dan vas bunga ke
kereta dorong, jadi tolong serahkan ini kepada pelayan bersama dengan contoh
yang sudah ada.”
Beberapa
menit kemudian, aku menerima kereta dorong yang berisi sepuluh pot siklamen dan
vas bunga, lalu membawanya ke dalam mansion bersama dengan vas yang digunakan sebagai contoh.
Setelah
memberikan bunga kepada pelayan yang sedang membersihkan pintu masuk, dia
segera mulai mengganti bunga. Hanya dengan melihat contoh, dia langsung
mengerti cara menghiasnya, menunjukkan bahwa pelayan keluarga Konohana bukanlah
orang biasa-biasa saja.
Sepertinya Shizune-san mendidik mereka dengan ketat.
———Pukul
tujuh pagi.
Aku sarapan di ruang makan para pelayan.
Jika
dibandingkan dengan ruang makan yang digunakan Hinako dan yang lainnya, ruang
makan para pelayan terlihat sedikit membosankan, tetapi tetap jauh lebih mewah
dibandingkan dengan rumah tangga biasa. Beberapa meja antik berjejer, dan
hampir lima puluh pelayan bisa makan sekaligus. Karena waktu makan diatur,
tidak semua pelayan berkumpul, tetapi makan di tengah banyak pelayan dan butler
adalah pemandangan yang cukup aneh. Aku masih membutuhkan waktu untuk bisa terbiasa.
“Ada satu
hal yang perlu disampaikan mengenai pembersihan pintu masuk. Hari ini sebelum
pukul sepuluh, vas bunga—”
Selama
makan, Shizune-san, kepala pelayan, memberikan instruksi dengan tegas kepada
para pelayan. Sepertinya Shizune-san sudah selesai sarapan lebih awal untuk
memberikan pengumuman selama waktu sarapan. Mengingat tanggung jawabnya yang begitu besar, jadwalnya sangat padat.
“Selain itu, kami kekurangan tenaga untuk pengambilan sampah, jadi
siapa pun—”
“Ah, kalau
begitu aku yang akan pergi.”
Setelah
mengangkat tangan untuk mendaftar, Shizune-san mengangguk.
Karena
aku adalah pelayan yang juga bersekolah di akademi pada hari kerja, aku berada
dalam posisi yang sulit untuk menentukan tugas sebagai pelayan. Jadi, aku
sering aktif membantu di tempat yang kekurangan tenaga.
“Itu saja
untuk pengumumannya. Mari
kita semua bekerja keras hari ini.”
Setelah
selesai makan, para pelayan kembali ke pekerjaan mereka secara bergiliran. Setelah sarapan, aku membantu
pengambilan sampah, lalu melanjutkan pembersihan.
———Pukul
sepuluh pagi.
Ketika
ponsel di dalam kantongku membunyikan alarm, aku kembali ke kamarku
sejenak. Setelah itu, aku berganti pakaian dengan seragam pelayan yang baru dan
merapikan diri sebelum keluar.
Aku
berjalan menyusuri koridor panjang dan membuka pintu ruangan yang dituju.
“Hinako, sekarang sudah pagi loh.”
“Ngg…”
Aku
membuka tirai besar dan membiarkan sinar matahari masuk melalui jendela.
Hinako
bergerak di atas tempat tidur.
“Itsukii…”
“Hm?”
“………… Gendong.”
Sambil
tetap memejamkan matanya, Hinako membuka kedua tangannya.
“……
Baiklah, baiklah.”
Aku
mengangkat Hinako yang duduk di tempat tidur dan membawanya ke kamar mandi agar
dia bisa mencuci wajahnya.
Baru-baru
ini aku menyadari bahwa dalam keadaan seperti ini, Hinako sebenarnya belum
sepenuhnya bangun.
Saat
masih mengantuk, Hinako menjadi lebih manja dari biasanya. Pagi hari, kami
sering berpelukan seperti ini, jadi aku selalu datang untuk membangunkannya
setelah berganti pakaian.
“Cuci…”
Aku mengangkat
rambut depan Hinako dengan ikat rambut dan mencuci wajahnya dengan lembut.
“Lap…”
Aku lalu mengelap wajah Hinako dengan
handuk wajah mewah yang ada di samping.
(……
Sepertinya dia akan segera bangun.)
Pada hari
kerja, aku sering berangkat ke akademi dalam keadaan mengantuk, tetapi hari ini
adalah hari libur dan aku sudah tidur dengan cukup. Pada hari-hari seperti ini,
Hinako biasanya mulai terbangun setelah mencuci wajahnya.
Meski begitu,
kulit Hinako... sangat lembut. Kulitnya benar-benar kenyal.
Aku
mencoba menyentuh wajahku sendiri, tetapi rasanya sama sekali berbeda. Kenapa
wajah Hinako bisa selembut ini?
Saat aku
menyentuh pipi Hinako yang kenyal melalui handuk wajah—.
“…………
Aeh?”
“Kamu
sudah bangun, ya?”
Mata
Hinako terbuka lebar.
“……………………………………
Selamat pagi…”
“Selamat
pagi juga. Wajahmu sudah dibersihkan
dengan baik.”
Aku
melipat handuk wajah dan melepas ikat rambutnya.
Dengan
rambut depan yang tergerai, Hinako
berdiri tanpa sempat merapikannya—dan keluar dari ruangan dengan wajah yang
memerah.
Aku
penasaran dia kenapa, jadi
aku mengikuti Hinako keluar dari ruangan, dan di sana ada Shizune-san yang
sedang memeriksa kemiringan lukisan yang dipajang di koridor.
“S-Shizune…”
“Ojou-sama? Selamat pagi.”
“Ke-Kenapa kamu tidak membangunkanku
sebelum Itsuki datang…”
“Saya
sudah membangunkan Anda, Ojou-sama. Namun, Anda mengatakan bahwa anda terlalu mengantuk, jadi tidak
apa-apa hari ini…”
Hinako
memukul-mukul Shizune-san dengan lembut.
Shizune-san
melihat Hinako dengan wajah tenang.
(… Hm)
Belakangan
ini, aku merasa Hinako lebih memperhatikan penampilannya saat bangun tidur, dan
sepertinya dia sudah dibangunkan oleh Shizune-san sebelum aku datang.
Kenapa
dia sampai melakukan itu…?
Jangan-jangan…
dia sudah belajar sejak pagi-pagi sekali?
(… Aku paham. Aku paham loh, Hinako.)
Sebenarnya,
selama periode game manajemen,
aku juga bangun lebih pagi dari biasanya untuk mempersiapkan pelajaran.
Biasanya, aku sibuk dengan game
manajemen, jadi aku harus mencari cara untuk mengatur waktu agar bisa belajar.
“Ughh~… Itsuki mengangguk berkali-kali…!? Itsuki… apa aku ketahuan…”
“… jangan khawatir, Ojou-sama. Menurut
saja raut wajahnya itu mungkin hanya salah paham.”
Salah
paham…?
Aku
penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, tetapi melihat sikap Hinako, sepertinya
dia ingin menyembunyikannya dariku, jadi aku memutuskan untuk mundur dengan
tenang.
“Kalau
begitu, aku pergi dulu…”
“Ya. Biar aku yang akan mengurus Ojou-sama.”
Aku
menyerahkan Hinako kepada Shizune-san dan kembali ke pekerjaanku sebagai pelayan.
◆◆◆◆
———
Siang.
Saat
waktu menunjukkan siang hari, aku
menuju ruang makan untuk makan siang bersama Hinako.
Pada
dasarnya, setelah Hinako bangun, aku lebih memprioritaskan pekerjaanku sebagai pengasuh daripada
sebagai pelayan. Namun, Hinako memiliki rutinitas bangun pada pukul sepuluh,
makan camilan, dan kemudian belajar di kamarnya. Selama waktu itu, tidak ada
yang bisa aku lakukan meskipun aku berada di sampingnya, jadi biasanya aku
menghabiskan waktu dengan pekerjaan pelayan hingga siang. Sebenarnya, tadi aku
membantu menjemur futon.
“Aahh…”
Aku
mengantarkan kerang yang diiris tipis ke
dalam mulut Hinako.
“… Hmm,
enak.”
Saat Hinako mengunyah dengan lahap,
aku juga memakan kerang itu. Aroma jahe segar yang samar terasa sangat pas.
Makan siang hari ini tampaknya bergaya Prancis, dengan penyajian makanan yang
sangat apik.
(… Tapi,
bagaimana
caraku untuk menuliskannya di laporan?)
Aku
teringat kejadian pagi tadi. Apa rasanya
cukup jika aku menulis tentang pembersihan, pengambilan sampah, dan mencuci…?
Aku tidak berbohong, dan bisa mengelak bahwa aku bekerja sebagai pelayan.
Selanjutnya,
ada juga soal membangunkan Hinako dan makan bersama seperti ini…
“Itsuki…”
“Ya, ya.
… Aahh…”
Aku
mengantarkan ikan bonito panggang
ke dalam mulut Hinako.
(Maaf ya,
Hinako, tapi… mungkin
aku akan menulisnya sebagai memberi makan hewan peliharaan.)
Mungkin
aku bisa berpura-pura memiliki hamster dan
memeliharanya… sambil melihat Hinako yang mengunyah dengan
enak.
“Oh, ini
enak.”
“Hmm…
Terima kasih kepada koki…”
Saat aku
juga mencicipi ikan bonito yang sudah dimakan
Hinako, aku terkejut dengan rasanya yang lebih baik dari yang aku duga. Ikan
bonito dipadukan dengan alpukat dan keju, dan saat semuanya dimakan bersama,
teksturnya sangat kaya.
Aku takut
lidahku akan semakin manja.
Apa
lidahku masih bisa merasakan kenikmatan dari mie instan…?
———Pukul
satu siang.
Setelah selesai makan siang, Hinako kembali ke
studinya.
Menurut
Hinako, belajar setelah bangun adalah hal yang ringan, tetapi setelah makan
siang, dia harus benar-benar berusaha. Ini juga merupakan instruksi dari Kagon-san, dan sepertinya perlu
untuk menjaga citra sebagai Ojou-sama
yang sempurna. Mendengar itu, aku hanya bisa berkata, “Semangat ya.”
Di sisi
lain, hal yang akan aku lakukan ialah—.
“... Eh,
masakan itu, dibuat oleh Yuri?”
“Iya. Rasanya enak, ‘kan?”
Sambil
mencuci piring di dapur, aku mengobrol dengan Yuri.
Tentu
saja, aku tidak hanya berbicara, tetapi juga bekerja. Mencuci piring sudah menjadi hal biasa bagiku, dan aku
cukup terampil dalam hal itu.
“Keterampilanmu semakin mahir, ya…”
“Karena setiap hari aku berlatih.”
Yuri
menepuk lengan atasnya dan tersenyum dengan bangga.
Jumlah
piring yang harus dicuci berjumlah sebanyak
tiga puluh orang. Itu termasuk piring yang digunakan oleh aku, Hinako, dan para
pelayan lainnya. Kami berdua harus mencuci semuanya.
Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa semua peralatan makan adalah barang bermerek.
Ada peralatan makan dari bahan khusus, jadi setiap kali aku mencuci, aku harus
mengganti sabun dan spons. Ketika aku pertama kali mendengar ini dari Yuri, aku
sangat terkejut. Dan aku semakin
terkejut lagi melihat Yuri yang dapat melakukannya tanpa kesulitan.
“Akhir-akhir
ini, jika ada waktu dan bahan yang cukup, para koki saling berkompetisi untuk
melihat siapa yang bisa memasak lebih enak. Ini memberikan dorongan yang baik
dan semangat kerja kami meningkat dua kali lipat.”
“Sepertinya
menyenangkan. Persentase kemenanganmu berapa?”
“Aku hampir selalu kalah. Tapi saat
tantangannya adalah masakan kalangan orang biasa,
aku cukup sering menang.”
Para
koki di keluarga Konohana memang hebat.
Para koki
di keluarga Konohana tampaknya saling meningkatkan kemampuan mereka dengan cara
yang mirip seperti pertandingan olahraga. Shizune-san pasti tahu tentang ini, jadi
mungkin dia membiarkannya. Pertarungan yang serius, baik menang maupun kalah,
akan berkontribusi pada pertumbuhan diri. Menurutku, ini adalah cara yang baik.
… Apa jangan-jangan Narika juga tumbuh dengan
cara seperti itu?
Narika
yang biasanya terlihat pemalu, ternyata berlatih seni bela diri setiap hari di
rumahnya. Bagi Narika, kompetisi dan
persaingan pasti selalu ada di sekitarnya. Itulah sebabnya, bahkan Hinako pun
tidak bisa bersaing dalam hal olahraga… dan keberaniannya saat dibutuhkan
sangat luar biasa.
(… Gawat.)
Aku
menatap langit-langit dapur dan
menghela napas pelan.
Saat ini,
aku teringat berbagai hal tentang Narika.
Sambil
mengelap tetesan air di peralatan makan dengan hati-hati, aku mencoba
menenangkan pikiranku.
“...
Itsuki.”
“Hmm?”
“Kamu
kelihatannya sedang memikirkan sesuatu?”
Sepertinya
ada banyak sekali orang di sekitarku yang peka.
Atau
mungkin, aku memang menunjukkan sikap yang mudah terbaca.
“Yah,
sedikit.”
Sepertinya
aku tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari Yuri. Namun, ini adalah masalah yang
sulit untuk dibicarakan
dengan orang lain.
Apa
jawaban yang seharusnya aku berikan kepada Narika…?
Permukaan
sendok yang sudah dikeringkan memantulkan wajahku seperti cermin. Alisku
berkerut, dan aku terlihat sangat bingung.
… Aku
tidak ingin menunjukkan wajah seperti ini di hadapan
Hinako.
Yuri
sudah melihatnya, tapi itu tidak bisa dihindari.
Adapaun mengenai
Yuri, tidak ada yang bisa aku tutupi sekarang…
“Hmm. …
Sekarang aku tidak akan bertanya apa-apa.”
Yuri
berkata demikian sambil menyerahkan peralatan makan yang sudah dicuci.
Aku tidak
bisa menahan diri untuk menatap Yuri.
“Ada
apa?”
“Tidak,
aku kira kamu akan menyelidikiku…”
“Kamu kelihatannya tidak ingin diselidiki.
… Ini adalah masalah yang ingin kamu pikirkan sendiri, kan? Jika kamu merasa kesulitan, saat itu aku akan siap
untuk mendengarkan. Sampai saat itu, aku akan menunggu.”
Aku
menerima peralatan makan dan mengelap tetesan airnya.
Kenapa
Yuri bisa begitu peka terhadap perasaanku? Kadang-kadang dia memang bisa
memaksa masuk, tetapi saat aku tidak ingin seperti itu, dia bisa mundur seperti
sekarang ini.
Apa aku memang terlihat begitu mudah dibaca?
“...
Maaf.”
“Tidak
apa-apa. Aku kan Onee-san mu,
Itsuki.”
“Rasanya sudah lama sekali aku tidak mendengar itu.”
“Kalau
kamu menjadi ceroboh, aku akan mengatakannya
berkali-kali.”
Yuri tertawa sambil bercanda.
“Ngomong-ngomong,
aku juga minta maaf. Kamu selalu
membantuku mencuci piring.”
Yuri
berkata demikian sambil
mencuci bagian dalam peralatan teh dengan hati-hati.
“Biarkan
aku melakukan ini. Kamu tahu seberapa banyak aku terbantu olehmu.”
“Oh, jadi
kamu benar-benar merasakan terima kasih, ya?”
“Tentu
saja. Aku merasa berutang seumur hidup padamu.”
“…………
Hmm.”
Yuri
terdiam sejenak.
“Ka-Kalau begitu… kurasa aku akan membiarkanmu membantuku seumur hidup, ya?”
Yuri
mengatakan itu dengan pipi yang memerah.
Setelah
meletakkan gelas di rak, aku kembali ke samping Yuri dan menjawab.
“...
Tidak, meskipun kamu tiba-tiba bicara hal
berat seperti itu.”
Yuri
langsung menendang tulang kering kakiku.
“Aduh!?”
“Kamu
juga sering membicarakan hal berat, tau?!”
Memang,
mungkin aku sering mengungkapkan hal-hal seperti itu kepada Yuri… tapi jika
dipikir-pikir, mungkin itu juga karena pengaruh
dari Yuri.
