Pemikiran Tentang Episode Dua Belas Anime “Gimai Seikatsu (Kesan-Kesan Mikawa Ghost)
・Alasan mengapa Saki dan
Shinjo berada di minimarket
Dalam
animenya, mereka pergi berbelanja begitu
saja setelah jeda iklan tanpa penjelasan apa pun, tetapi dalam novel aslinya
dijelaskan mengapa mereka berdua pergi berbelanja bersama. Di tengah kegiatan belajar kelompok, ada yang
mengatakan, “Aku mulai
lapar,” dan Saki dengan sukarela
menawarkan diri untuk pergi berbelanja. Ada beberapa orang yang berpendapat
sebaiknya semua pergi bersama, tetapi Saki menghentikannya dengan mengatakan
bahwa jika mereka pergi beramai-ramai, maka
itu akan merepotkan toko. Jadi, orang-orang yang tersisa mengambil peran untuk
membagi makanan yang dibeli dan memasak sedikit dari bahan yang ada di rumah
untuk mengirim Saki berbelanja. Di sini, Shinjo segera berkata, “Meskipun begitu, jika kita
membeli makanan dan minuman untuk jumlah orang sebanyak ini, bawaanmu pasti berat, jadi kita
perlu satu orang lagi untuk membawa barang,” dan akhirnya dirinya ikut pergi.
・Tentang pengisi suara pegawai minimarket
Mungkin
ada yang menyadari di kredit akhir, tetapi... pegawai minimarket itu, suaranya, itu aku... Aku
dipaksa untuk tampil...
Izinkan aku
memberikan alasan.
Serius!
Sungguh! Aku bersumpah! Aku tidak berusaha untuk mencolok.
Sebenarnya,
aku juga tidak diberitahu sebelumnya. Pada hari rekaman episode 12, aku hanya
hadir untuk supervisi penulis, seperti biasa... Setelah semua selesai, dalam
suasana “kerja bagus, terima kasih atas kerja
kerasnya,”
tiba-tiba, sutradara suara Konuma berkata:
“Aku
lupa mengatur pengisi suara untuk peran figuran! Tolong bantu aku untuk tampil!”
Dan dia memberiku penawaran...
“Tapi, bukankah semuanya di sini!
Di sebelah sana ada Amasaki-san dan Nakashima-sam!
Kalian semua ada di sini! Kalian bisa mengambil peran itu, kan!?”
Setelah
melalui momen konyol (tertawa), aku dibawa ke ruang rekaman.
Awalnya, aku
merasa canggung untuk tampil dalam dunia karya yang begitu profesional ini
sebagai orang awam... tetapi, kupikir, ya sudahlah,
kalaupun aku menghalangi, yang penting ada Saki dan Shinjo yang ada di depanku,
jadi tidak jadi masalah besar (tertawa).
Meski begitu,
karena aku sudah terlibat, aku memutuskan untuk melakukannya dengan sepenuh
hati, dan entah bagaimana, aku belajar cara memegang naskah dari para pemeran
yang sedang memperhatikan di belakang, serta cara mengeluarkan suara untuk
mikrofon dari sutradara suara Konuma... Meskipun hanya satu kalimat, aku
berusaha keras.
Ngomong-ngomong,
pada percobaan pertama, sutradara suara Konuma memberi kritik, dan pada
percobaan kedua, aku berhasil mendapatkan hasil
yang oke.
Pada awalnya,
aku berpikir aku harus mengeluarkan suara keras agar terdengar di mikrofon dan
mengucapkan “Terima
kasih banyak!” dengan
nada naik di akhir. “Itu
terdengar seperti pegawai izakaya yang berkata 'terima kasih banyak',” dia menunjukkan, dan aku
menyadari, “Oh,
ternyata itu sangat berbeda”.
Jadi,
suara “terima
kasih banyak” yang
terdengar santai dan nada turun adalah suara pegawai minimarket.
Yah, bukan berarti segala sesuatunya
akan berjalan mulus hanya dengan arahan
itu. “Bagaimana cara mengeluarkan suara
dengan nada malas sambil berbicara dengan jelas?” aku bingung, tetapi tetap mencoba dan akhirnya berhasil mendapatkan
persetujuan.
Aku
sangat mengagumi para pengisi suara yang terus melakukan hal-hal seperti ini di
tingkat yang lebih tinggi.
Ini
adalah pengalaman yang sangat berharga bagiku.
・Mengenai Shinjo Keisuke
Aku pikir
ia adalah karakter yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati dalam adaptasi anime. Karakter yang jatuh cinta pada
heroine sering kali berada dalam posisi yang tidak disukai dalam karya-karya
romantis di seluruh dunia, dan dalam karya yang ditujukan untuk pria, mereka
biasanya digambarkan secara eksplisit sebagai “karakter
yang menyebalkan”.
Dalam [Gimai Seikatsu], baik
dalam novel aslinya maupun animenya,
penggambaran karakter ini sengaja menghindari penyebutan “baik” atau “buruk”. Ini adalah bentuk penghormatan
dari pihak produksi kepada Yuuta
dan Saki yang berusaha untuk tidak memberi label pada orang lain, dan cara
penggambaran yang mudah dipahami seperti itu bertentangan dengan arah yang
ingin dicapai oleh karya ini.
Anime TV [Gimai Seikatsu], secara tegas
menghindari “memaksakan
kesan karakter kepada penonton ke arah tertentu”. Aku percaya bahwa hal ini
terhubung dengan “rasa keberadaan” yang lebih dalam, bukan hanya
sekadar realistis atau tidak realistis. Shinjo tidak boleh digambarkan sebagai
“karakter baik” atau “karakter yang dibenci”. Tidak
perlu juga menggambarkan dirinya
dengan cara yang menunjukkan cinta sepihak. Dia hanya menjalani kehidupannya sendiri, menyukai Saki, dan
mengungkapkan perasaannya sebagai teman sekelas. Hidupnya adalah miliknya
sendiri. Dia tidak mengungkapkan perasaan untuk mengubah hubungan Yuuta dan Saki, dan meskipun
ditolak, dirinya tidak
melakukan hal-hal buruk.
Pengarahan semacam
itu juga diberikan selama proses rekaman, dan hasilnya aku rasa
benar-benar luar biasa dalam kesederhanaan yang tepat.
Ngomong-ngomong,
ada kejadian yang dipotong dalam anime tetapi ada dalam novel aslinya.
Ternyata, Shinjo mengetahui bahwa Yuuta dan Saki
merupakan kakak beradik saat pertemuan tiga pihak. Dalam
satu adegan di kolam renang, Shinjo merasa ada suasana baik antara Yuuta dan Saki, dan dirinya mulai berpikir bahwa mungkin
mereka sudah berpacaran dan ia tidak memiliki kesempatan. Namun, pada hari
pertemuan tiga pihak,dia mengetahui bahwa mereka adalah kakak beradik, dan kedekatan serta
keakraban itu berasal dari hubungan saudara, sehingga ia berpikir mungkin dirinya juga memiliki kesempatan dan
mulai mencari kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
・Alasan Saki Menolak Pengakuan Cinta
Shinjo
Shinjo
cukup populer. Ia adalah
seorang atlet yang menyegarkan, cukup modis,
dan bersikap sopan serta baik kepada gadis-gadis. Inilah “anak
laki-laki menarik lainnya" yang disebutkan oleh Asosiasi Profesor Kudou.
Ia merupakan
pria berspesifikasi tinggi yang perhatian, dan
jika hanya melihat dari permukaan, ia memiliki perhatian yang mirip dengan Yuuta, ditambah lagi dirinya sangat cerdas.
Namun,
sebenarnya dalam novel aslinya, saat itu Saki menyadari bahwa meskipun dia
berbicara dengan Shinjo, dia terus-menerus memikirkan Yuuta dalam pikirannya.
Misalnya,
meskipun sama-sama pandai memperhatikan, ada perbedaan halus antara Shinjo dan
Yuuta, dan dia memikirkan perbedaan
kecil tersebut.
Shinjo
menyadari hal-hal kecil dan berusaha agar beban berat datang ke arahnya. Namun,
meskipun ini adalah sikap yang baik, itu bukanlah hubungan yang diinginkan
Saki. Saki pernah berkata, “Dalam hubungan timbal
balik, aku harus lebih banyak memberi,” tetapi ini tidak hanya berarti
perhatian kepada orang lain, melainkan juga mengandung arti “itu membuatku merasa lebih nyaman”.
Yuuta tidak berusaha untuk memikul
beban secara paksa. Pada dasarnya, ia menghormati apa yang ingin dilakukan Saki
dan memberi ruang. Selain
itu, ketika Saki tampaknya tidak dapat menahan beban lagi, atau ketika
pemberian terlalu tidak seimbang—pada saat-saat tepat seperti itu, Yuuta akan dengan tegas melangkah
maju dan mendukungnya. Itulah cara dukungan yang paling nyaman bagi Saki.
Mungkin
lebih mudah dipahami jika diibaratkan dengan permainan. “Karena kamu pemula, pasti rasanya sulit! Tidak apa-apa, aku akan
membantumu!” Jika dia
dibantu dari awal hingga akhir, itu tidak akan menyenangkan. Meskipun mungkin
ada jebakan di sana, lebih menyenangkan untuk terjun dengan rasa ingin tahu
sesuai kehendak sendiri dan mengalami kegagalan. Dia ingin diajari hanya ketika
dia benar-benar tidak bisa maju lagi setelah mencoba dengan keras. Begitulah
rasanya. Jika Saki melakukan siaran permainan, mungkin dia sangat membenci
orang yang memberi petunjuk.
Dengan
demikian, meskipun Shinjo baik dan pasti menarik, dia merasa tidak cocok... dan
Saki menyadari sekali lagi bahwa dia mencintai Yuuta dan memiliki perasaan
padanya.
・Mengenai
Fujinami
Kaho
Siapa
sebenarnya Fujinami Kaho,
dan mengapa dia menyemangati
Yuuta yang baru saja
ditemuinya?
Sebenarnya,
dalam novel aslinya, meskipun ada petunjuk yang tersebar, tidak ada penjelasan
yang jelas tentang “begitulah yang terjadi”.
Aku juga tidak berniat untuk menjelaskannya. Tidak menjelaskan terlalu banyak
tentang sisi belakang karakternya juga diperlukan untuk menjaga gaya penulisan [Gimai Seikatsu].
Namun,
bagi semua orang yang telah menikmati adaptasi
animenya sampai saat ini, dan bagi mereka
yang membaca tulisan aneh dari penulis seperti ini, rasanya tidak enak jika
tidak memberikan informasi sama sekali. Jadi, aku akan sedikit mengungkapkan
latar belakang yang belum pernah aku ceritakan tentang Fujinami Kaho.
Meskipun
mungkin sudah terlihat tanpa dijelaskan, pertama-tama, Fujinami Kaho adalah mantan siswa berandalan dan gadis yang kabur dari rumah.
Di usia remaja, dia hidup di pusat kota yang ramai atau di sisi belakang,
terlibat dalam hubungan yang tidak bisa dipuji, dan melakukan tindakan yang
tidak terpuji. Dia telah berinteraksi dengan sisi kotor dan keinginan manusia
pada jarak yang sangat dekat, dan memiliki keinginan yang merusak diri sendiri,
sehingga terkadang dia sengaja menempatkan dirinya di tempat berbahaya. Lubang tindik di telinganya adalah bekas dari masa itu.
Setelah kehilangan orang tuanya dan dititipkan kepada kerabat yang tidak
disukainya, dia memberontak, melarikan diri, dan berjanji untuk hidup mandiri.
Saat ini,
berkat “tante” yang mengasuhnya, dia sedang
berusaha untuk memperbaiki diri dan kembali ke jalan yang lebih baik... namun, “tante” tersebut juga bisa dibilang
dekat dengan dunia bawah tanah. Dia adalah sosok yang sepertinya menjangkau
orang-orang yang hanya bisa hidup di zona abu-abu.
Fujinami Kaho tentu saja ada sebagai
individu yang kokoh, tetapi dia juga merupakan sosok yang mengisyaratkan seperti apa “Yuuta dan Saki jika tidak ada yang
bisa mengisi kekosongan mereka”.
Yuuta dan Saki telah kehilangan
salah satu orang tua mereka setelah mengalami pengalaman yang membuat mereka
tidak bisa mempercayai manusia. Di sisi lain, Fujinami Kaho kehilangan kedua orang
tuanya sekaligus dan mengalami pengalaman yang membuatnya tidak bisa
mempercayai manusia. Yuuta dan
Saki masih memiliki satu orang tua yang tersisa, dan pertemuan mereka melalui
pernikahan kedua mengisi kekosongan tersebut, sehingga mereka tidak harus
mengambil langkah yang fatal.
Namun,
Fujinami Kaho adalah seseorang yang
sudah melangkah lebih jauh. Bisa
dibilang diia telah
mengalami masa depan yang paling tidak diinginkan bagi Yuuta dan Saki. Tentu saja, bukannya berarti bahwa dia sepenuhnya
tidak bahagia. Dia telah bangkit dari situasi tersebut dan sekarang dapat
belajar dengan perspektif yang bijak berkat pengalaman luar biasa yang
dimilikinya, sehingga ke depannya dia akan menjalani kehidupan yang sangat baik.
...Nah,
dengan kehidupan seperti itu, mengapa Fujinami
Kaho begitu peduli pada Yuuta?
Kalian pasti
bertanya-tanya mengapa orang tuanya ditentang oleh seluruh
kerabat dalam pernikahan mereka? Apa dari
pihak suami atau istri, salah satu dari mereka memiliki latar belakang yang
sangat mencurigakan? Tidak diragukan lagi ada sesuatu yang memicu reaksi
penolakan dari kerabat. Ngomong-ngomong, percakapan antara Yuuta dan Fujinami Kaho sering kali berlangsung
bersamaan dengan percakapan antara Saki dan Asosiasi Profesor
Kudou... Mengapa pada saat ini mereka
membahas etika?
Aku menyerahkan sisanya pada imajinasi kalian, tetapi yang pasti, orang tua
Fujinami Kaho memiliki sesuatu yang
membuat mereka dihindari secara etis oleh kerabat, dan karena itu, mereka tidak
bisa mendapatkan dukungan dan terisolasi. Mungkin saat dia dinyinyiri oleh
kerabat, dia berusaha menerima dengan mengatakan “apa
boleh buat”. Ada juga kemungkinan bahwa orang tuanya memiliki
sisi buruk. Namun, di dalam hatinya, dia tetap mencintai orang tuanya dan merasa
marah ketika dinyinyiri. Dia akhirnya bisa merasakan dengan jujur bahwa keadaan
ini bukanlah kesalahan orang tuanya, melainkan kesalahan orang-orang di
sekitarnya yang tidak menerima orang tuanya.
Itulah
sebabnya, dia ingin memiliki sikap sebagai sekutu terhadap “hubungan yang dihindari oleh
orang-orang di sekitar atas dasar etika”.
・Mau tak mau jadi mulai
berharap
Aku
benar-benar berpikir bahwa orang yang tidak bisa memahami perasaan Yuuta, Saki, dan Fujinami Kaho adalah orang yang sangat
beruntung.
Orang
yang sering terluka, yang telah mengalami pengalaman yang membuat mereka tidak
ingin mempercayai orang lain, akan lebih mudah memahami perasaan untuk
melindungi diri dengan tidak berharap pada orang lain.
Namun,
mencapai keadaan di mana kita benar-benar “tidak
berharap” itu sangat sulit. Itu adalah
tingkat pemahaman yang dicapai melalui pengalaman hidup yang panjang, seperti
yang dicapai oleh seorang biksu setelah pelatihan yang lama. Orang biasa,
meskipun berusaha untuk “tidak
berharap,” pada
dasarnya tetap akan berharap di dalam hati mereka.
Kupikir
sutradara Ueno menjadikan kesimpulan ini sebagai pesan sepanjang satu musim
anime, dan membangun setiap adegan berdasarkan satu poros tersebut.
・Rangkaian kejadian
setelah pengakuan Yuuta
Setelah
episode 9, ini adalah momen favoritku dalam anime TV [Gimai Seikatsu]. Aku menyukai semua adegan dalam rangkaian
ini, merasa
berdebar, lega, dan bahkan sampai meneteskan air mata.
Meskipun
alurnya hampir sama dengan novel aslinya, ada beberapa ekspresi yang unik untuk
anime TV.
Setelah
Saki membalas bahwa perasaan Yuuta
bukanlah perasaan cinta, melainkan perasaan kasih sayang
terhadap keluarga sebagai adiknya, Yuuta
kehilangan kata-kata untuk membantah. Di sini, dalam novel aslinya, setelah itu
percakapan saat makan tidak ada lagi dan waktu untuk pergi ke sekolah tiba,
Saki yang berusaha keluar dari rumah dikejar hingga ke pintu masuk oleh Yuuta──di sana Saki berbisik “karena aku tidak membencinya,” menarik tangan Yuta dan
membawanya ke kamarnya.
Namun,
dalam anime TV, Saki mengatakan, “Mungkin
perasaan terhadap saudarinya hanya sedikit lebih kuat?” Setelah melihat Yuuta terdiam, dia berkata “maafkan aku” dan melarikan diri ke
kamarnya.
Dengan
ini, dalam anime, Yuuta
mendapat satu tantangan lagi untuk
mengambil langkah terhadap Saki. Tantangan tentang bagaimana bereaksi terhadap
pintu yang tertutup.
Ngomong-ngomong,
apa kalian ingat? Saat menjelaskan episode 6, aku menulis, “Dalam karya ini, ruang tertutup
adalah metafora untuk pikiran (dalam kepala)”.
Ketika kedua karakter tidak hanya bersentuhan secara permukaan, tetapi
berinteraksi di tingkat yang lebih dalam, sering kali itu terjadi di ruang
tertutup.
Di
episode 12 ini, tentu saja, itu adalah kamar Saki. Mereka melakukan interaksi
di ruang yang lebih pribadi bagi Saki.
Jika kita
mempertimbangkan hal ini──
Saki yang
mengambil tindakan “melarikan
diri” terhadap pengakuan Yuuta, terjebak dalam pikirannya,
dan memikirkan berbagai hal.
Yuuta yang dengan lembut (atau
dengan hati-hati) mengetuk pintu hati Saki, menggigit bibirnya karena tidak
ada jawaban, dan mulai menyesali pengakuannya.
Dengan
adanya rangkaian peristiwa ini tepat sebelum pintu terbuka, ditekankan bahwa
mereka akan segera memasuki kedalaman satu sama lain dan berinteraksi.
Mengingat adegan ini merupakan
klimaks penutup dari adaptasi animenya, kurasa ini adalah arahan yang luar
biasa.
Suara
ketukan di pintu ini juga sangat mengesankan... Yuuta
mengetuk, dan setelah beberapa saat, Saki membalas dengan ketukan kecil. Di
sini, bukan sekadar suara. Meskipun keduanya tidak mengucapkan sepatah kata
pun, mereka sedang berakting. Aku sangat menyukai ekspresi
yang halus ini, dan kupikir ini adalah hasil teknik yang luar biasa.
Ekspresi
orisinal dalam anime TV berlanjut setelah ini. Setelah Saki menarik Yuuta ke dalam kamarnya dan memeluknya
sambil bertanya, “Apa kamu
merasa tenang?”, mereka
kemudian berdiskusi tentang hubungan seperti apa yang seharusnya mereka jalani.
Saat Saki tidak bisa mengungkapkan semuanya dan tiba-tiba menangis──Di sini,
dalam novel aslinya, dia tidak menangis.
Dalam
ulasan episode 4, aku menyatakan bahwa [Gimai
Seikatsu] adalah sebuah novel autobiografi
yang kutulis seolah-olah Yuuta
dan Saki itu nyata. Selain itu, aku juga mengatakan bahwa sutradara Ueno
mengamati kedua karakter ini dan mengadaptasikannya menjadi anime. Menurutku hal ini tercermin dalam cara
Saki mengekspresikan emosinya yang berbeda antara novel asli dan anime TV.
Saki yang
kulihat melalui filterku tidak menangis, tetapi Saki yang terlihat melalui
sutradara Ueno menangis. Begitulah adanya.
──Aku
berpikir demikian, tetapi setelah aku bertanya kepada sutradara Ueno, ternyata
dia juga awalnya tidak berpikir bahwa Saki akan menangis di sini. Saat membuat
storyboard, dia secara alami melihat Saki menangis.
Dalam [Gimai Seikatsu], staf
produksi menghindari ekspresi yang mengarahkan
pandangan atau emosi penonton ke satu arah.
Hal ini berlaku baik untuk novel asli
maupun animenya. Jadi
jika air mata yang ditampilkan di sini adalah berdasarkan niat “karena ini episode terakhir, mari
kita buat penonton terharu”
atau “karena ini bagian klimaks, sebaiknya kita
buat mereka menangis,” aku pasti akan merasa tidak nyaman. Meskipun aku tidak akan mengeluh
hanya karena berbeda dari yang asli, aku hanya akan merasa, “Oh, ini berbeda,” dan mungkin aku tidak akan
terjebak dalam anime TV [Gimai
Seikatsu] hingga sejauh ini.
Namun,
air mata Saki ini terlalu alami. Memang, melalui filter sutradara Ueno, Saki
yang digambarkan dari episode 1 hingga 11 dalam anime ini menangis di adegan
12.
Bukan
karena niat untuk memanipulasi penonton atau sugesti yang dipaksakan, tetapi
Saki menangis karena memang seharusnya demikian. Itulah sebabnya, meskipun itu ekspresi yang berbeda dari novel
asli, aku sebagai penulis juga dengan senang hati menerima perkembangan ini dan
merasa terharu.
・ “Aku
berharap. Mulai sekarang, aku akan berharap
kepada Ayase-san. Jadi, aku juga ingin Ayase-san berharap padaku.”
Yuuta mengucapkan
kalimat itu sambil dengan hati-hati menggenggam tangan Saki.
Betapa lembut dan meyakinkannya kata-kata itu.
Ngomong-ngomong,
kalimat ini juga merupakan orisinal dari anime TV. Ini adalah pengambilan
kalimat yang diperlukan untuk merangkum karya dalam satu musim, tetapi terlihat
bahwa mereka berusaha untuk mengambilnya dari novel asli sebanyak mungkin,
bukan hanya sekadar menyesuaikan dengan kebutuhan anime.
Dalam
novel aslinya, ketika mendengar cerita dari Fujinami Kaho, Yuuta memikirkan hal berikut:
------------------------------------------------------
Karena
kita manusia, ya?
Yang
terlintas di pikiranku adalah percakapan malam pertama kali aku bertemu
Ayase-san.
Ayase-san
mengatakan itu kepadaku ketika kami sedang sendirian waktu itu,
“Aku
tidak berharap apa-apa darimu, jadi aku berharap kamu juga tidak berharap
apa-apa dariku.”
Aku
teringat ekspresi Ayase-san yang mencari-cari saat itu. Dia mengatakannya
kepadaku yang tinggal bersamanya, dan aku merasa sangat tenang mendengar
kata-katanya.
Karena
aku berpikir dia adalah orang yang sama sepertiku.
Mungkin
kata-kata itu bisa dianggap sangat tidak sopan jika diucapkan kepada seseorang
yang baru ditemui, tetapi dia tetap berani mengucapkannya dengan penuh
ketulusan. Apa sebenarnya maksudnya saat itu...?
Apa
mungkin karena aku tidak
melihatnya?
Apa dia
benar-benar tidak berharap apa-apa?
Dan kalimat tersebut kembali
kepadaku.
Aku
berpikir kalau
ayahku cuma akan
menikah. Aku ingin berpikir begitu, tetapi apa aku benar-benar tidak berharap
apa-apa?
※
Kutipan: 'Gimai Seikatsu' Volume 4
------------------------------------------------------
Dalam
novel aslinya, salah satu alasan mengapa Yuuta
memutuskan untuk mengakui perasaannya
juga mengingat janji pertama dengan Saki.
Mengharapkan
= berharap agar orang lain memberikan kasih sayang
seperti yang diinginkan. Mengharapkan bahwa mengekspresikan emosi akan
diizinkan. Pada awalnya, mereka berjanji untuk tidak melakukan itu satu sama
lain untuk menjaga jarak dan menghindari kemungkinan terluka karena pengharapan
yang dikhianati... tetapi sekarang, mereka saling ingin berharap. Jadi, mereka
mengusulkan untuk menganggap pengharapan itu diperbolehkan... inilah alur pikiran
dalam novel aslinya.
Meskipun
tidak ditulis sebagai “Aku
berharap kepada Ayase-san, jadi aku ingin Ayase-san juga berharap padaku,” secara emosional, Yuuta dalam novel aslinya berpikir tentang hal yang sama
dan melangkah maju seperti dalam anime TV.
Ini juga
merupakan bagian yang membuatku merasa bahwa klimaks anime TV [Gimai Seikatsu] bukan sekadar orisinal anime.
・ “Dan”
Kekosongan
di subjudul ini tampaknya membuat para penonton cukup gelisah. Aku menikmati
melihat berbagai prediksi yang muncul dari semua orang mengenai apa artinya,
apakah ada yang sesuai, dan sebagainya.
Bagi yang
sudah menonton episode 12, kurasa kalian
sudah bisa menebak jawabannya, yaitu “besok dan besok” dan
juga “dan” itu sendiri.
Kesimpulan
yang dicapai Yuta dan Saki sepanjang episode 12 adalah── “hubungan
yang bukan sepasang kekasih, tapi juga bukan kakak beradik” atau “hubungan yang merupakan sepasang kekasih
sekaligus kakak beradik”.
Jika boleh dibilang, sebagai saudara tiri yang sangat akrab. Mari kita jalin
hubungan yang tidak bisa diberi label──aku memahami bahwa kekosongan ini
melambangkan hubungan yang tidak memiliki nama.
Kemudian,
kata-kata yang diisi di akhir. Besok dan besok. Hari demi hari. Kupikir ini adalah pesan harapan
dari sutradara Ueno, supata kehidupan sehari-hari Yuuta dan Saki terus terjalin selamanya.
Ada
harapan bahwa kehidupan mereka akan terus berlanjut, dan aku rasa kata-kata ini
mencerminkan perasaan tersebut.
・Cerita yang terhubung dari
episode 1 hingga 12
Akhirnya.
Anime TV [Gimai
Seikatsu] merupakan satu karya yang dirangkum dari
episode 1 hingga 12 dalam satu musim. Sebagai penulis asli, sebelum siaran, aku
menonton 12-episode secara bersamaan di Shirobako.
Berkat itu, aku dapat menikmati kreativitas yang dituangkan oleh sutradara Ueno
dan tim produksi anime dengan cara yang paling ideal.
Dari
episode 1 hingga 3, aku bertemu dengan Saki yang misterius dan sedikit
berbahaya, kemudian dari episode 4 hingga 6, hubungan Yuuta yang sudah ada bercampur
dengan hubungan baru yang menunjukkan tanda-tanda perubahan besar. Dari episode
7 hingga 9, emosi yang meningkat membuat hatiku bergetar, dan dari episode 1
hingga 8, sisi kekanak-kanakan Saki perlahan-lahan terukir, hingga meledak di
episode 9. Di episode 10 dan 11, Yuuta
dan Saki mencari hubungan baru dan menghadapi apakah perasaan mereka itu nyata,
dan di episode 12, semuanya terwujud. … Semua alur ini terjalin dengan indah,
menciptakan pengalaman menonton yang luar biasa.
Sebenarnya,
setelah menonton 12 episode di Shirobako, aku merasa
terharu sampai-sampai aku merasa kembali ke masa remaja, sehingga
aku berkata kepada editorku, “Jika ini terasa aneh, tidak
apa-apa jika tidak dikirim. Jika terasa baik, silakan kirimkan ke pihak anime,” dan meminta mereka mengirimkan
komentar panjang dan ucapan terima kasih kepada tim produksi anime. Motivasi
untuk memberikan penjelasan dan komentar panjang selama masa siaran juga muncul
sebagai kelanjutan dari perasaan saat itu.
Tentu
saja, aku berharap bagi mereka yang menyukai tayangan ini, untuk menontonnya
secara keseluruhan. Selain itu, jika kalian
dapat menyimpan karya visual yang indah ini dalam berbagai bentuk dan
menjadikannya salah satu kenangan berharga dalam hidup, aku akan merasa sangat
senang sebagai penulis asli dan sebagai penggemar anime [Gimai Seikatsu].


