Bab 4 — Hal yang Ingin Dijaga Saat Ini
Bagian 4
Setelah
acara sosial selesai, aku mulai membersihkan tempat bersama para pelayan rumah
Kononoha, sementara Yuri juga
membantu di dapur. Hinako yang kelelahan setelah berakting, kembali lebih dulu
bersama Shizune-san, dan aku
berencana pulang nanti dengan mobil bersama pelayan lainnya.
Setelah
selesai lebih awal, aku meninggalkan tempat untuk berbicara dengan Yuri.
Usahaku yang rajin bekerja selama ini membuahkan hasil, dan para pelayan
lainnya dengan senang hati menyetujuinya.
Setelah
menunggu sebentar di ruang dengan meja dan kursi di lantai dua hotel, Yuri
datang. Namun, karena tidak satu pun dari
kami yang ingin duduk dan melakukan percakapan mendalam, jadi
kami memutuskan untuk berbicara di area terbuka yang menghadap ke lobi.
“Eh,
jadi... apa yang ingin kamu konsultasikan...?”
Yuri
bertanya dengan gelisah, tampak tidak nyaman. Aku menatapnya langsung dan
membuka mulut.
“Sebenarnya,
aku sedang mengalami sedikit masalah—”
“Ya, aku
sudah tahu. Aku sudah menduga itu.”
Yuri
menghela napas sambil berkata.
“Eh,
Yuri...?”
“Tunggu
sebentar. Aku sedang berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini kepada Konohana-san.”
Yuri berkata
sambil memainkan smartphone-nya.
Kesalahpahaman...?
Apa maksudnya...?
Setelah
menunggu beberapa saat, Yuri menyimpan smartphone-nya ke dalam saku.
“...Jadi,
apa yang mengganggumu?”
Meskipun
aku tidak mengerti sepenuhnya, sepertinya dia siap untuk membantu.
Dengan perasaan sedikit lega, aku langsung
menjelaskan situasinya.
“...Akhir-akhir
ini, ada seorang gadis yang menyatakan perasaan sukanya
padaku.”
“Serius!?”
Yuri
terkejut dengan mata terbuka lebar.
“Memangnya itu sesuatu yang mengejutkan?”
“Tentu
sajalah! Mungkin kamu sudah terbiasa,
tapi itu pasti dari siswa Akademi Kekaisaran,
‘kan!? Artinya, kamu diungkapkan
perasaan oleh seorang gadis bangsawan yang murni! Jelas-jelas kebalikan dari pengakuan perasaan yang
biasa!”
Ah, begitu ya.... jadi itu alasannya.
Jika
dipikir-pikir lagi, rasanya memang sangat tidak masuk akal
bagiku yang dulunya seorang pelajar miskin, sekarang mendapat pengakuan perasaan
oleh seorang gadis dari Akademi Kekaisaran.
“Ngomong-ngomong, jadi kamu berbohong, ya?”
“Eh?”
“Ketika
kita pulang bersama, kamu bilang bahwa meskipun ada lebih banyak orang yang
mendekatimu, tidak ada kejadian seperti itu.”
“Ah...
saat itu, aku belum siap untuk berkonsultasi...”
“Setelah
itu, aku merasa kamu sedang mengalami sesuatu, tapi... tidak kusangka kedua hal
ini terhubung.”
Sepertinya
dia menyadari bahwa aku sedang mengalami masalah, tetapi dia tidak mengira itu
terkait dengan kisah percintaan di Akademi
Kekaisaran yang sudah berlalu.
“Eh…
maksudku, siapa gadis itu…!?
Apa jangan-jangan
seseorang yang kukenal… !?”
“...Maaf.
Aku ingin merahasiakannya demi
kebaikan orang itu.”
Aku juga
pernah menanyakan hal yang sama kepada Narika
ketika dia meminta saran, dan saat itu dia menyimpan rahasia dengan alasan yang
mirip. Ketika aku berada di posisi sebaliknya, aku bisa memahami perasaan Narika
saat itu dengan baik. Terutama, Yuri tahu tentang Narika, jadi menyebutkan
namanya di sini terasa canggung.
“…Eh?
Tunggu sebentar, jadi alasan kamu meminta saran tadi…”
Yuri yang
awalnya bersemangat perlahan mulai tenang, tetapi entah kenapa kini dia menunjukkan
keraguan yang mendalam.
“Jadi…
Ii-Itsuki,
apa kamu akan… menerima pengakuan itu…?”
Yuri
bertanya dengan mata yang gelisah. Namun, apa yang ingin aku bicarakan adalah
jawaban untuk pertanyaan itu.
“…Itulah yang sedang aku khawatirkan.”
Hal
yang ingin aku bicarakan bukanlah cara untuk menerima pengakuan, atau cara
untuk menolak, melainkan bagaimana seharusnya aku menghadapi pengakuan ini.
“Uuuuuuu…”
Yuri tiba-tiba membelakangiku, tampak gelisah
sambil memegang kepalanya. Dia tampak seperti sedang bergumul dengan sesuatu,
seolah terombang-ambing antara perasaannya dan tanggung jawab yang seharusnya
dia ambil.
“Ahhhhhhhhhhh————duhhhhhhh——— !!”
Akhirnya,
Yuri mengeluarkan suara keras. Setelah menenangkan napasnya, matanya menyala
dengan tekad.
“Aku tinggal
memberikan saran itu saja, ‘kan!!
Lagipula, aku adalah kakak perempuan Itsuki!!”
“A-Ahh… terima kasih…?”
Yuri
mengatakan ini dengan tatapan setengah putus asa, dan meskipun terkejut, aku
mengucapkan terima kasih.
“Pertama!
Kenapa kamu merasa ragu? Ceritakan padaku!"
Yuri
menunjukku dengan tegas. Namun, aku… bahkan untuk pertanyaan itu, tidak bisa
menjawab apa-apa.
“Apa?
Kamu bahkan tidak bisa menjawab itu juga?”
Aku
hanya mengangguk singkat begitu mendengar
kata-kata Yuri.
Aku
menyadarinya ketika hal itu ditunjukkan.
Aku belum bisa mengatur perasaanku sama sekali. ———— Apa aku memang tipe orang yang sebegitu menyedihkannya?
Aku yang
hanya bisa menunduk, Yuri menghela napas kecil.
“Apa
kamu merasa terganggu dengan pengakuan orang itu?”
“…Aku tidak merasa terganggu.”
“Kalau
begitu, apa kamu berpikir kalau kamu bisa bahagia jika
berpacaran dengan orang itu?”
“…Iya, aku juga berpikir begitu.”
Mana
mungkin aku akan merasa terganggu, dan aku pasti bisa merasa bahagia.
Itulah
sebabnya, aku merasa bingung.
“Apa
kamu… menyukai orang itu?”
Setelah mendengar
pertanyaan Yuri, aku berpikir sejenak sebelum menjawab.
“……………………Aku
menyukainya.”
Sejenak—Yuri
terlihat sangat sedih.
“Tapi…
aku merasa itu bukan perasaan yang cukup kuat dari pihakku.”
Yuri
terkejut.
Sementara
itu, aku… setelah mengucapkannya, aku jadi menyadari
sesuatu.
Ah… benar juga.
Inilah
masalahku.
“Aku
memang menyukai orang itu, tapi… aku merasa tidak yakin bisa membalas
perasaannya dengan tulus.”
Masalah
itu mulai terungkap dan mengalir
dari bibirku.
Yuri
mendengarkan dengan serius dan memikirkan masalahku.
“Kamu
tidak yakin bisa membalas perasaan dengan tulus… berarti kamu mungkin akan
tergoda oleh wanita lain?”
“Tidak,
bukannya begitu… lebih tepatnya, aku mungkin bisa teralihkan oleh pikiran
lain.”
Aku tidak
akan tergoda oleh orang lain.
Namun,
aku merasa bisa teralihkan oleh hal-hal lain.
“…Apa
yang paling ingin kamu prioritaskan sekarang?”
Apa yang
paling ingin aku prioritaskan sekarang.
Itu
adalah…
“…Menang
dalam pemilihan OSIS. Belajar untuk menjadi konsultan. Untuk menjadi orang yang bisa
mendukung semua orang suatu saat nanti…
dan berdiri dengan percaya diri di samping mereka.”
“Ternyata
ada banyak sekali ya…”
Yuri
mengatakannya dengan tenang.
“…Dan kamu serius dengan semua itu.”
Yuri
mengatakannya dengan
nada yang sedikit menyiratkan.
Seolah-olah
dia mengatakan, “Kalau begitu, apa boleh buat deh”,
dengan sedikit rasa putus asa.
“Kamu tinggal mengatakannya saja dengan jujur.”
Yuri
berbicara dengan nada seolah mengatakan bahwa cuma itu satu-satunya
pilihan.
“Mungkin,
orang itu menyukai sisi dirimu yang seperti itu. Jadi, menurutku dia pasti akan mengerti.”
“…Apa
itu baik-baik saja? Dengan perasaan yang tidak jelas seperti ini.”
“Jika
kamu mengungkapkan perasaanmu dalam hubungan
yang dangkal seperti cinta pada pandangan pertama, mungkin tidak akan
tersampaikan, tapi jika kamu populer, orang itu pasti sudah menghabiskan cukup
waktu bersamamu, kan? Jadi, kupikir niatmu
itu akan tersampaikan.”
Memang benar, aku tidak ingat pernah dicintai
pada pandangan pertama…
Tapi
mungkin apa yang dikatakan Yuri itu benar.
Mungkin ini adalah cara berpikir yang nyaman, tetapi jika itu Narika… aku
merasa dia akan mengerti.
“Namun,
bisa memahami dan memaafkan itu
berbeda.”
Yuri
menatap mataku dengan wajah serius.
“Jawabanmu
menunjukkan bahwa kamu lebih memprioritaskan tujuanmu daripada perasaan orang
lain. Jadi, jangan berharap semuanya akan diselesaikan
dengan mudah.”
“…Iya,
benar.”
Aku
mungkin akan melukai perasaannya.
Dia
mungkin akan membenciku.
Aku harus
memikul ketakutan itu.
“Setidaknya,
jika aku yang mendengarnya…”
“…Jika kamu mendengarnya?”
Yuri
terdiam sejenak, tetapi akhirnya membuka mulutnya.
“Pertama-tama, aku akan memukulmu sekali.”
Itu
sangat kejam.
“Aku
juga akan menamparmu.”
Sebuah
serangan tambahan yang tidak terduga.
“Setelah
itu, aku akan melontarkan semua makian yang bisa aku pikirkan…”
Sepertinya
itu juga merupakan serangan mental.
“Setelah
itu…”
Dengan
suara pelan, Yuri mengatakannya.
“Setelah
itu………aku…… pulang ke rumah… dan menangis…”
Suara
Yuri terdengar bergetar.
“…Begitu
ya.”
Aku
mungkin akan membuat Narika merasakan hal seperti itu.
Sekarang,
aku masih bisa mundur.
Namun………….
“…Tetapi,
saat ini aku memiliki sesuatu
yang ingin aku lakukan.”
Perasaan
tidak ingin melukai orang lain kadang-kadang bisa melampaui perhatian dan
menjadi kepuasan diri.
Narika
adalah wanita yang keren. Dia adalah teman sekelas yang bisa kuhormati sebagai seorang
manusia.
Itulah
sebabnya, aku tidak ingin menjadi pacar Narika hanya untuk kepuasan diri.
Kalau
bisa—aku ingin berpacaran dengan perasaan
bangga tanpa ada rasa bersalah.
Membuang
ambisiku demi Narika akan terasa seperti
penghinaan terhadapnya.
“…………Begitu.”
Setelah mendengar
jawabanku, Yuri dengan tenang mengangguk.
“Apa hanya itu saja yang ingin kamu
bicarakan?”
“Ah,
iya. …Terima kasih, Yuri. Kamu sangat membantu.”
Yuri
tersenyum masam seolah
mengatakan “Yare, yare”. Tak peduli
apapun pilihan yang aku buat, hal itu menjadi bukti bahwa dia ikut merasa senang melihatku bisa
melangkah maju.
Ketika aku menoleh ke arah lobi di lantai satu, aku melihat para pelayan keluarga Konohana terlihat berjalan keluar
hotel. Sepertinya mereka sudah menyelesaikan bersih-bersih tempat acara. Aku
harus segera bergabung dengan mereka.
“……Aku
benar-benar sangay menyedihkan.”
Perasaan
terdalamku terungkap dari bibirku.
“Setelah
berbicara dengan Yuri, aku menyadari. …Aku adalah orang yang suka ragu-ragu
seperti ini.”
Dan—karena
aku tidak ingin orang lain mengetahui
tentang itu, aku jadi kesulitan
untuk berkonsultasi.
Aku tidak ingin membagikan masalahku
kepada orang lain karena aku ingin menyembunyikan bagian diriku yang menyedihkan. Aku adalah
orang yang berhati kecil
seperti itu.
Namun,
meskipun begitu—.
“Tidak,
merasa ragu-ragu bukan hal baru bagimu.”
Yuri
mengatakannya dengan santai.
Aku sudah
memprediksi reaksi itu di dalam hatiku, dan aku tidak bisa menahan tawa.
Memang
benar.
Hanya
Yuri… hanya kepada Yuri, aku bisa berkonsultasi tentang apapun.
Bagiku,
Yuri adalah—satu-satunya orang yang paling bisa diandalkan.
Dia
adalah orang yang bisa membuatku nyaman dan paling bisa
dipercaya. Terkuat, tak terkalahkan, dan selalu mendukungku seolah itu hal yang
biasa… dia adalah gadis seperti itu.
“Aku
berharap kamu akan terus membantuku.”
“Aku
akan selalu membantumu."
Yuri
mengatakannya dengan senyum yang dapat diandalkan.
“Karena
aku adalah kakak perempuanmu, Itsuki.”
◇◇◇◇
(Sudut
Pandang Yuri)
Setelah
percakapan selesai, Itsuki
bergabung dengan para pelayan keluarga Konohana
dan kembali ke mansion.
Yuri
berencana untuk bergabung dengan staf dapur dan diantar pulang, tetapi
sepertinya bersih-bersih dapur belum selesai. Dia berpikir untuk segera
membantu, tetapi teringat bahwa kepala koki berkata, “Aku akan mengurus sisanya, jadi
Hirano-san bisa istirahat”. Kepala
koki tampaknya merasa menyesal atas peran pengganti yang tiba-tiba ini, dan
Yuri merasa jika dia mengabaikan perhatian itu, dia akan semakin merasa tidak enakan, jadi dia memutuskan
untuk menunggu sebentar.
“………………Kakak perempuan, ya.”
Dia
teringat kata-kata yang diucapkan kepada Itsuki
sebelumnya.
Isi curhatan Itsuki sebenarnya adalah hal yang biasa… masalah percintaan yang bisa terjadi di mana
saja.
Sungguh,
itu adalah hal yang biasa. Itu
adalah kisah yang akan dialami seseorang
berkali-kali hanya dengan menjalani kehidupan normal...…
Namun,
dia tidak pernah mengira bahwa hal tersebut
datang dari Itsuki.
(Kupikir, itu sudah mustahil…)
Karena
dia adalah kakak perempuannya.
— Kata-kata yang diulang ratusan kali itu kini hanya menjadi sebuah kebohongan
bagi Yuri. Itsuki mungkin belum menyadarinya, tetapi itu hanya masalah waktu saja sampai ia menyadarinya.
Ia
telah mengenali lawan yang tidak bisa dia kalahkan—.
Ia
sadar akan ketertarikannya kepada
lawan jenis—.
Oleh karena
itu, mana mungkin dia bisa
bersikap seperti kakak perempuan di
hadapan orang seperti itu.
“…………Aah.”
Waktu
beralih dari malam ke tengah malam. Lampu di lorong yang sepi padam, dan Yuri
melihat pemandangan hotel yang redup untuk sementara waktu.
Dia
teringat apa yang pernah dikatakan Itsuki.
—Yuri
mungkin memang serakah, tetapi pada akhirnya kamu memiliki kelembutan untuk
mengalah.
Itu
mungkin benar.
Jika dia
benar-benar mementingkan dirinya
sendiri, dia seharusnya bisa berkata dalam curhatan
masalah cinta kali ini, “Orang
itu harus ditolak”. Namun,
dia tidak bisa melakukannya. Akhirnya, dia hanya bisa memberikan saran yang
menurutnya benar untuk menggali perasaan Itsuki.
Pada
akhirnya, sepertinya Itsuki akan menolak pengakuan itu, tapi bukannya berarti itu bisa
membuatnya merasa tenang.
Karena
dia sudah menyadarinya.
Tanpa disengaja—dia sudah mengetahuinya.
(…………Jika
aku menyatakan perasaanku,
jawabannya mungkin sama.)
Yuri merasa
terkejut ketika mendengar bahwa ada gadis yang menembak Itsuki,
dan ketika Itsuki mengatakan bahwa ia juga
menyukai orang itu, Yuri
merasakan kesedihan yang menyentak di hatinya.
Pada
akhirnya, ketika Itsuki memutuskan untuk tidak berpacaran dengan orang itu, dia
merasa sedikit senang.
Tetapi…
pada saat yang sama, dia menyadari.
Mungkin,
aku juga sama.
Sekarang,
jika aku menembaknya sekarang………………
Itsuki akan memberikan jawaban yang sama.
“……Jangan
menangis, diriku.
…Bukan berarti aku yang ditolak…”
Penglihatannya
menjadi kabur.
Dia belum
boleh menangis. Dia belum boleh bersedih.
Jangan
merasa seolah-olah kalau dirinya sudah
ditolak.
Saat ini…
hanya orang yang sudah menyatakan perasaannya
kepada Itsuki yang berhak untuk menangis.
“Daーーーーーーー!!”
Dia
berteriak untuk mengusir kegalauan
di dalam hatinya. Suaranya terdengar lebih
keras dari yang dia duga, tetapi dia tidak peduli dengan hal itu.
(Pada akhirnya… berarti penilaianku terhadap orang-orang itu benar, ‘kan?)
Dia ingin
mengatakan satu hal kepada gadis yang menembak Itsuki.
Akulah
yang pertama kali
menaruh perhatian padanya—.
Tentu
saja, itu bukan hal yang bisa dibanggakan.
—Mari
berpikir positif.
Bagaimana
reaksi gadis yang menyatakan perasaannya
pada Itsuki ketika mendengar jawaban yang diberikan Itsuki? Mungkin dia akan
menyerah pada Itsuki.
Jika itu
terjadi—maka satu pesaing akan berkurang.
Jika dirinya berada di posisi gadis itu,
seperti yang sudah dia katakan
kepada Itsuki sebelumnya, dia
mungkin akan memukulnya sekali, menamparnya, dan melontarkan kata-kata kasar,
lalu pulang dan menangis…
Namun,
meskipun begitu, Yuri pasti
tidak akan menyerah.
Karena
jawaban Itsuki memang tetap mencerminkan dirinya.
(……Aku tidak akan menyerah)
Dirinya
tidak akan menyerah. Yuri
dengan tegas menolak kata-kata Itsuki yang baru saja terlintas dalam pikirannya.
Aku akan
menunjukkan padanya. Bahwa Hirano Yuri memiliki sesuatu yang tidak akan pernah dikalahkan—.
“――Baiklah!!”
Yuri
menampar kedua pipinya untuk
memberi semangat. Meski dia menyadari kalau lain
kali bisa saja dirinya yang ditolak, Yuri menyadari bahwa dia tidak akan menyerah. Jika demikian,
tidak ada alasan untuk merasa depresi.
Yuri mungkin
sedikit merasa kesal. Karena ada
orang yang menembak Itsuki duluan ketimbang dirinya.
Dan
mungkin juga dia merasa
sedikit bersalah. Karena walaupun dirinya
belum mengungkapkan perasaannya kepada Itsuki, tapi
Yuri merasa baru saja mendapatkan jawabannya.
(……Tapi, gadis yang menembaknya pasti
bukan Konohana-san,
‘kan?)
Ketika
mendengar bahwa ada siswi di Akademi Kekaisaran
yang menyukai Itsuki, ada beberapa
nama yang muncul di dalam pikirannya.
Berdasarkan
ingatan Yuri tentang bagaimana suasana saat
berbicara di acara sosial sebelumnya, sepertinya Hinako bukanlah orang yang dimaksud. Jika begitu, mungkin itu adalah
gadis berambut pirang roll yang
menarik atau gadis yang terlihat dingin seperti samurai… atau mungkin siswa
lainnya.
(……Aku penasaran, apa Konohana-san tahu tentang ini?)
Haruskah
aku memberitahunya?
Tidak…
mungkin seharusnya dia tidak
mengatakan hal yang terlalu sembarangan.
Hinako
mungkin dianggap sempurna oleh orang-orang di sekitarnya, tetapi dia sebenarnya
memiliki hati yang sensitif. Jika dia tahu tentang ini, mungkin dia akan merasa
terganggu.
Kami berdua telah jatuh cinta pada
orang yang sulit…
Tanpa
sengaja, dia menghela
napas.
“……Aku
tidak boleh kalah.”
Teman
masa kecilnya yang
tinggal di dekat rumahnya, anak laki-laki yang miskin dan baik hati itu… tiba-tiba telah berubah menjadi pemuda yang disukai oleh
berbagai gadis dari keluarga konglomerat.
Meskipun di suatu tempat di dalam hati Yuri yang sempat berpikir, “Yang benar saja...”
Namun pada
saat yang sama, ada rasa bangga di dalam
dirinya.
