Chapter 2 — Masa Depan Akademi Kekaisaran
Hari kedua
masa pemilihan. Pada hari pertama, para calon ketua memperkenalkan diri mereka
melalui poster dan selebaran, tetapi mulai hari kedua, kegiatan pidato
diizinkan. Kegiatan pemilihan secara resmi dimulai hari ini.
Aku berangkat ke sekolah sedikit lebih awal dari biasanya dan menuju ke koridor lantai satu gedung sekolah. Di papan pengumuman koridor, poster para calon ketua masih dipasang seperti kemarin. Namun, di samping poster itu, ada pameran baru yang dipasang hari ini.
“Yaa, Tomonari-kun.”
Aku
mendengar suara dari belakang yang memanggilku, dan berbalik.
“Ketua
Minato.”
“Aku sudah bukan
ketua lagi. Jadi panggil aku sebagai Senpai saja.”
Begitu
kegiatan pemilihan tahun ini dimulai, anggota OSIS pada masa sebelumnya
langsung dibubarkan. Pemungutan suara yang dilakukan pada hari terakhir masa
pemilihan akan menentukan anggota OSIS tahun ini. Untuk memastikan transisi
anggota berjalan lancar, OSIS tahun lalu dibubarkan lebih awal. Namun, ketika
Ketua Minato membicarakan hal itu, aku merasa sedikit sedih.
Ketua Minato
adalah orang yang langsung terlihat layak menjadi ketua OSIS hanya dengan
sekali lihat. Namun, pasti ada banyak kesulitan yang dia alami sebelum mencapai
titik itu.
Aku bergumam
di dalam hatiku sendiri, “Terima kasih atas kerja kerasmu.” Namun, sementara
aku merasa demikian, Ketua Minato tampak senang dan tertawa.
“Bagaimana
menurutmu, berita mading baru yang aku buat ini?”
Ketua
Minato... Minato-senpai berkata dengan bangga.
Di samping
poster itu ada satu selembaran besar yang merangkum profil masing-masing calon
anggota. Judulnya 'Sudut Intip Kehidupan Calon Anggota'. Berita Mading
yang ingin dibuat oleh Minato-senpai untuk pemilihan OSIS berikutnya. Ternyata
dia berhasil mewujudkan rencananya.
“Kurasa ini
kelihatan bagus. Isinya menarik dan membuat kita lebih peduli terhadap
pemilihan.”
“Jika orang
yang terlibat mengatakan seperti itu, rasanya usaha yang dilakukan tidak
sia-sia.”
Aku juga
merasa usaha untuk membantu wawancara terbayar.
(... Jika
dilihat dari sini, kehidupan Tennouji-san dan Narika benar-benar berbeda.)
Ada gambaran
kasar tentang bagaimana kedua orang itu menghabiskan hari-hari mereka.
Sepertinya
Narika bangun lebih awal ketika pagi hari. Aku
tidak terkejut karena tahu kalau
Narika berlatih di dojo pagi-pagi, tetapi mungkin siswa lain merasa terkejut.
Jika hanya melihat prestasi akademis, Narika memang
kalah dari Tennouji-san, tetapi bukan berarti Narika
menjalani kehidupan yang tidak serius.
“Eh?
Komentar satu kalimat yang ditulis di akhir ini, apa sebelumnya memang sudah ada di situ?”
“Oh,
aku sengaja menulisnya setelah
melihat laporanmu. Sayang sekali kalau tidak dimasukkan.”
Di akhir
profil masing-masing calon, ada kolom komentar satu kalimat.
Di
profilku tertulis komentar seperti ini: “Sikap
yang jujur memberikan dampak positif pada sekitarnya. Ketika melihat usahanya, kita bisa mendapatkan
kesempatan untuk merenungkan diri." ...Aku
tidak ingat pernah menulis komentar seperti itu dalam laporanku.
Namun,
itu adalah komentar yang menyenangkan.
Setelah
datang ke Akademi Kekaisaran, aku telah berusaha keras di bawah pengaruh oleh berbagai orang. Rasanya menjadi suatu kebanggaan tersendiri jika
usaha yang aku lakukan bisa berdampak pada orang lain,.
“Ngomong-ngomong,
ini juga akan aku bagikan.”
Setelah
mengatakan itu, Minato-senpai
memberikanku sesuatu yang mirip dengan koran.
“Apa
ini?”
“Ini
berita pemilihan OSIS. Setiap
tahun, OSIS melakukan aktivitas seperti klub
koran ketika pemilihan berikutnya dimulai. Sampai hari terakhir masa pemilihan,
kami membagikan hasil survei opini publik di akademi.”
Aku
melihat sekilas isi di dalamnya.
Informasi
tentang pemilihan dirangkum dengan jelas. Janji-janji dari masing-masing calon
ketua dan mengenai pidato yang dimulai hari ini juga disebutkan secara singkat.
“Jika
dibagikan pada hari pertama, informasinya terlalu banyak sehingga siswa bisa
bingung. Mungkin ini adalah perhatian yang tidak perlu.”
“Tidak,
ini justru sangat membantu.”
Pada hari
pertama, pengumuman calon anggota dan janji-janji mereka. Memberi siswa sedikit
waktu untuk berpikir juga lebih baik. Aku juga berpikir bahwa lebih baik
mengeluarkan informasi secara bertahap.
Dalam
berita pemilihan, ada juga informasi tentang tingkat dukungan tiga calon ketua.
Begitu ya...
jika membaca ini, pergerakan dukungan akan terlihat jelas.
(Saat
ini, Tennouji-san dan Narika menempati posisi dua
teratas.)
Tennouji-san
dan Narika masing-masing mendapatkan 40%,
sementara satu calon lainnya mendapatkan 20%.
Namun, ini hanya tingkat dukungan dari orang-orang yang berpartisipasi dalam
survei. Tingkat partisipasi survei adalah hampir lima puluh persen dari seluruh
siswa, dan masih separuh siswa yang belum memutuskan kepada siapa mereka akan
memberikan suara.
Lima
puluh persen suara mengambang dapat berubah drastis tergantung ke mana
arahnya.
“Ah,
maaf. Aku harus pergi sekarang.”
“Apa ada
urusan penting yang harus dilakukan?”
“Aku
berpikir untuk melakukan pemeriksaan akhir naskah pidato.”
Itulah
sebabnya aku berangkat sedikit
lebih awal ke sekolah. Aku
ingin memeriksa kandidat lain juga, tetapi saat ini aku tidak mempunyai banyak waktu.
“Aku
sudah mendengar rumornya. Kamu
akan mendukung Tennouji-san dan Miyakojima-san secara bersamaan, ‘kan?”
“…Rumor
bisa menyebar begitu cepat, ya?”
“Itu
karena kamu menjadi sorotan. Kecepatan penyebaran rumor meningkat seiring
dengan seberapa menonjol seseorang yang terlibat. Semua orang pasti sangat
memperhatikan setiap gerakanmu.”
Entah
kenapa, itu terdengar seperti cara yang sengaja untuk memberikan tekanan. Keringat dingin mulai mengalir di punggungku. Tiba-tiba, aku jadi
lebih memperhatikan tatapan orang-orang di sekitarku.
Begitu ya…
menjadi sorotan dan diharapkan berarti kegagalan juga akan terlihat lebih
jelas. Ini adalah ketakutan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
“Apa kamu mulai merasa takut?”
Melihat
ekspresiku yang sempat menegang,
Minato-senpai bertanya dengan nada seolah bisa
membaca pikiranku.
“Para
pemegang kekuasaan selalu dibayangi oleh ketakutan itu. Jika kamu tidak bisa
menahannya, lebih baik kamu mengundurkan diri sekarang.”
Dulu jika aku gagal, mungkin itu
tidak akan terlalu terlihat.
Tapi
sekarang, jika aku gagal, kenyataan itu akan segera diketahui. Jika tidak
hati-hati, itu bisa menjadi alasan untuk menandai bahwa aku tidak pantas berada
di samping Hinako.
Semakin aku menonjol, semakin besar
risikonya.
Sedikit demi
sedikit aku mulai memahami tentang apa yang dihadapi
Hinako, Tennouji-san, dan Narika. Hinako merasakan
tekanan ini, Tennouji-san memiliki masa lalu yang terlalu
kaku karena menghadapi hal ini, dan Narika merupakan
orang yang paling penakut.
Apa yang
aku hadapi sekarang mungkin jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa yang dihadapi mereka.
Itulah
sebabnya aku tidak bisa berhenti di sini.
“Mana
mungkin. Aku tidak mempunyai banyak waktu luang untuk merasa ketakutan.”
“…Begitu
ya.”
Perkataanku
tadi hanyalah gertakan sok kuat, tapi aku merasa harus
menjadikan kata-kata itu nyata.
“Semangat. Kegiatan pemilihan baru dimulai dari sini.”
Setelah
melihat punggung Minato-senpai yang berjalan pergi, aku menepuk pipiku
dengan kedua tangan untuk memberi semangat pada diriku sendiri.
◆◆◆◆
Pada saat
jam istirahat siang, di atap gedung
bekas OSIS seperti biasa.
“…Terima
kasih atas makanannya!!”
Setelah
selesai makan dengan cepat, aku segera membereskan kotak makan siang dan
berdiri.
“Hinako,
maaf! Aku harus pergi sekarang!”
“Mm…
Selamat jalan.”
Selama
periode pemilihan OSIS, aku
harus bekerja sebagai asisten Tennouji-san dan yang lainnya selama
istirahat makan siang dan
setelah sekolah. Hal itu
berarti waktu yang aku habiskan bersama Hinako akan berkurang untuk
sementara.
Namun, hal ini semua dilakukan demi bisa berdiri di samping Hinako
di masa depan, jadi jika dilihat dari jangka panjang, aku seharusnya bisa
menghabiskan lebih banyak waktu bersama Hinako. Shizune juga mengerti itu, jadi
dia mengizinkanku, sebagai pengurus, untuk berpisah dengan Hinako.
Dengan
begitu, sekarang aku akan pergi mendengarkan pidato Tennouji-san
dan yang lainnya…
“…Kamu beneran baik-baik saja? Apa kamu
bisa menunggu di sini dengan baik? Aku akan kembali setelah melihat kedua
pidato, jadi jangan bergerak sampai saat itu tiba,
ya?”
“Mm…
Itsuki, kamu terlalu curiga. Aku
hanya akan tidur di sini dan menunggumu, jadi tidak perlu khawatir.”
“Tapi…
bagaimana dengan toilet? Jika kamu benar-benar tidak bisa menahan diri, kamu
bisa melakukannya diam-diam di pojokan
sana…”
“Ma-Mana
mungkin aku akan melakukan hal seperti itu…!!”
Apa dia
baik-baik saja…?
Kecuali
saat dalam mode Ojou-sama,
Hinako masih sering tersesat
di rumah dan pekarangannya sendiri saat dia sedang santai. Aku juga khawatir
apa dia bisa pulang sendiri ke kelas dari sini. Mungkin dia bahkan tidak tahu
di mana letak toilet.
Meski ada banyak kekhawatiran yang tersisa,
tapi waktu yang kumiliki terbatas, jadi aku segera
menuju ke lapangan.
(Mula-mula,
aku akan pergi mendengarkan pidato Tennouji-san.)
Pidato
Tennouji-san
diadakan di depan lapangan yang terletak di luar gedung sekolah. Kami memutuskan bahwa tempat itu bisa dilihat
semua orang di jendela kelas, jadi kupikir ini adalah tempat yang baik untuk
menarik perhatian.
Saat aku
menuju lokasi pidato, meskipun jam istirahat
siang baru berlalu beberapa saat,
aku bisa melihat bahwa ada hampir
lima puluh siswa sudah berkumpul. Mereka mungkin menyelesaikan makan lebih awal
untuk mendengarkan pidato Tennouji-san.
Di atas
panggung yang telah dipasang sebelumnya, Tennouji-san berdiri. Panggung tersebut
adalah perlengkapan sekolah, dan aku sudah mendapatkan izin dari Fukushima-sensei kemarin untuk
menggunakannya.
Tatapan mataku bertemu dengan mata Tennouji-san.
Aku
mengangguk sebagai jawaban tanpa kata atas pertanyaan tak terucap apa kami
harus memulai pidato. Dengan lima puluh orang yang berkumpul, itu sudah cukup
baik. Jika terlalu lama menunggu, itu bisa dianggap sebagai persiapan yang
buruk, jadi lebih baik segera mulai.
“Terima
kasih sudah datang dan berkumpul di sini!”
Tennouji-san
berkata dengan suara keras.
Dia tidak
menggunakan mikrofon. Meskipun izin untuk menggunakannya sudah didapat, Tennouji-san
memutuskan untuk tidak menggunakannya. Dia merasa suara langsung lebih mampu
menyampaikan kekuatan.
“Karena
sekarang masih memasuki waktu
istirahat siang dan waktuku yang
terbatas, kali ini aku akan
menyampaikan pandanganku dengan
singkat!”
Semua
orang melihat Tennouji-san.
Di bawah tatapan semua orang, Tennouji-san
dengan percaya diri mengumumkan.
“Kali
ini, aku, Tennouji Mirei, akan mencalonkan
diri sebagai ketua OSIS! Janji-janji yang aku
ajukan dapat diringkas dalam satu kalimat—membuat akademi di mana semua orang
dapat menjalani kehidupan yang mulia!!”
Akademi
di mana semua orang dapat hidup dengan mulia. Ini akan menjadi slogan Tennouji-san.
Selanjutnya
adalah penjelasan konkretnya.
“Saat
ini, di Akademi Kekaisaran, terdapat kasta sekolah yang ditentukan oleh latar
belakang keluarga. Akibatnya, siswa dari keluarga terpandang berperilaku dengan percaya diri,
sementara siswa dari keluarga rendah terlihat cenderung merasa tertekan. Ini
adalah masalah yang aku rasakan
sendiri dan sudah aku usahakan
untuk diperbaiki sejak kelas satu.”
Setelah mendengar
pembicaraan Tennouji-san, ada beberapa
orang mengangguk. —Aku juga salah satunya.
Ketika
pertama kali bertemu Tennouji-san, aku disuruh untuk lebih percaya
diri dan bermartabat.
Kata-kata itu memberiku dorongan untuk membusungkan dada dengan bangga.
“Tentu
saja, aku juga menyadari betapa sulitnya
berbicara dalam posisi yang setara. Keluarga kami biasanya menjalankan
perusahaan yang mengelola kehidupan banyak orang. …Jika teman sekelas di
depanmu adalah anak dari klien penting, kalian pasti merasa sulit untuk berperilaku seperti
biasa.”
Tennouji-san
menunjukkan pemahaman terhadap siswa yang merasa tertekan.
Ini
adalah masalah yang khas di Akademi Kekaisaran. Tidak
peduli sejauh mana mata memandang, kamu
pasti bisa melihat anak-anak dari keluarga politisi dan pengusaha. Dalam
lingkungan ini, hanya ada sedikit
orang yang bisa benar-benar merasa bebas.
“Tetapi,
hal itu bisa diatasi dengan
etika!"
Tennouji-san
berkata dengan tegas.
Di
sinilah inti dari pernyataan Tennouji-san.
“Kita
tidak boleh bersikap kasar pada seseorang.
Kita tidak boleh menimbulkan ketidaknyamanan. Perasaan seperti itu justru
membuat kita merasa tertekan! Jadi, terlepas dari seberapa penting lawan bicara
kita, kita harus mengasah keterampilan… yaitu etika!”
Rambut keemasan Tennouji-san bersinar indah di
bawah sinar matahari yang cerah.
“Kemuliaan
terletak dalam perilaku yang percaya diri! Dan kondisi
mental untuk berperilaku percaya diri dapat diperoleh melalui
keterampilan etika! Oleh karena itu, ketika aku
menjadi ketua OSIS, aku berjanji
akan menyediakan kursus etika yang serius di akademi ini! Selain etika dalam
jamuan makan, aku juga
akan mengadakan kursus tentang penampilan dan tarian agar tidak memalukan di
mana pun kita berada!”
Menyediakan
kursus etika yang serius. Inilah janji konkret Tennouji-san.
Bagi
siswa Akademi Kekaisaran, hal ini
akan sangat dibutuhkan. Sebenarnya, aku juga memiliki pengalaman yang sangat
terbantu setelah diajari etika oleh Tennouji-san.
Ngomong-ngomong,
kursus yang ingin dilaksanakan oleh Tennouji-san bersifat sukarela dan
direncanakan akan diadakan sepulang
sekolah, jadi tidak akan mengganggu rencana pelajaran akademi. Rencana ini telah dibahas sebelumnya
dengan para guru dan disetujui dalam bentuk ini. Rincian akan dibahas dalam
pidato setelah sekolah.
“Demikianlah
janji yang aku ajukan…
Namun, terakhir, aku ingin
menjelaskan kepada kalian semua mengapa aku
memikirkan janji ini.”
Tennouji-san
melirik ke arahku.
…Hah?
Ini bukan
bagian dari naskah pidato.
Apa yang
ingin dia bicarakan?
“Suatu
hari, aku bertemu dengan seorang teman
sekelas.”
Tennouji-san
mulai bercerita.
“Kesan pertamaku saat melihat siswa tersebut ialah ia mirip seperti anak anjing yang
ketakutan. Punggungnya
membungkuk, dan tatapannya berkeliaran ke kiri dan kanan… Ia terlihat sangat
tertekan. Jadi, aku memberitahunya
untuk menegakkan punggungnya.”
Tennouji-san
menceritakan peristiwa di masa lalu.
Samar-samar
aku merasa mengenali episode itu.
“Karena
ada ikatan yang aneh, aku mulai
sering menghabiskan waktuku dengan
siswa itu. Kami mengembangkan hubungan di mana kami saling mendukung satu sama lain… dan
tanpa kussadari, siswa itu tumbuh menjadi
sosok yang sangat mengesankan.”
Tennouji-san
mengatakannya dengan senyuman tulus.
“Ketika aku
melihatnya, aku mulai
berpikir. —Jika dia bisa melakukannya, maka orang lain juga bisa.
Kemuliaan bukanlah sesuatu yang didapat dari kelahiran, tetapi dari usaha.”
Menyadari
perasaan sebenarnya yang tersembunyi di balik kata-kata Tennouji-san… mau tak mau aku menahan agar wajahku
tidak memanas.
Jika
kemuliaan hanya bisa didapat dari kelahiran… maka Tennouji-san, yang merupakan
anak angkat, seharusnya tidak memilikinya. Tennouji-san berbicara seolah cuma aku satu-satunya yang bisa dijadikan contoh,
padahal tidak. Dia adalah orang pertama
yang mendapatkan kemuliaan melalui
usaha.
Aku hanya
meniru apa yang dilakukan Tennouji-san.
“Itulah
sebabnya, aku mulai memutuskan! Aku akan menyediakan panggung bagi
kalian semua untuk berusaha! Aku
akan menjadikan akademi ini tempat di mana siapa pun bisa hidup dengan mulia!”
Saat Tennouji-san
mengakhiri pidatonya, tepuk tangan yang meriah menggema.
Sempurna.
Karisma Tennouji-san benar-benar terpancar dalam pidato ini.
(…Sudah kuduga,
mengandalkan karakter Tennouji-san adalah keputusan yang tepat.)
Menggunakan
kata ‘kemuliaan’ dalam pidato mungkin terasa
samar dan sulit dipahami, tetapi jika mempertimbangkan bahwa pembicaranya
adalah Tennouji-san, kurasa itu tidak menjadi masalah. Bagaimanapun juga, Tennouji-san adalah simbol
kemuliaan di akademi ini. Apa itu kemuliaan, apa itu etika… meskipun ada
pertanyaan seperti itu, jawabannya bisa langsung terlihat pada sosok Tennouji-san
di depan kita.
Dengan
kata lain, janji yang diajukan oleh Tennouji-san adalah untuk memenuhi harapan
orang-orang yang ingin menjadi seperti dirinya.
Oleh
karena itu, satu-satunya hal yang perlu kupikirkan untuk mendukung Tennouji-san
adalah membuat semua orang mengagumi sosok Tennouji
Mirei.
“Terima
kasih atas kerja kerasmu, Tennouji-san.”
Setelah Tennouji-san selesai menyapa
semua siswa yang berkumpul, aku memberikan kata-kata penghargaan
kepadanya.
“Tomonari-san!
Bagaimana menurutmu tentang pidatoku!”
Karena
baru saja selesai berpidato, dia terlihat sedikit bersemangat.
Dia pasti
merasakan respons yang baik. …Aku pun merasakannya.
“Kupikir
itu sempurna. Hanya ada beberapa bagian yang berbeda dari naskah, jadi aku sedikit panik di sana…”
Aku
membicarakan apa yang dia katakan di akhir.
Jika aku tidak terlalu baperan… bagian terakhirnya itu menceritakan
tentang aku dan Tennouji-san.
Wajah Tennouji-san tampak memerah dan dia mengalihkan tatapannya.
“Ka-Karena
itu adalah perasaanku yang
sebenarnya desuwa.”
“Umm,
aku merasa terhormat. Aku tidak pernah menyangka kamu akan menganggapku seperti
itu.”
“…Hmph,
jangan mengatakan kebohongan yang begitu jelas. Kamu pasti menyadari
seberapa besar pengaruhmu terhadap diriku…”
Karena Tennouji-san
mengatakannya dengan malu-malu, aku
juga merasa sedikit malu.
Ini bukan
sekadar merasa terhormat. Aku tidak menyangka bahwa aku menjadi pemicu lahirnya
janji ini…
Rasanya membuatku merasa senang sekaligus
geli.
Karena
pidatonya berjalan dengan baik, aku hampir terjebak dalam percakapan panjang,
tetapi setelah ini, aku harus pergi mendengarkan pidato Narika. Saatnya untuk masuk ke pokok
bahasan.
“Menurutku
pidato itu sangat sukses. Hanya saja, suasana sepertinya belum cukup
menyampaikan gambaran konkret tentang kursus etika dan pelajaran tari, jadi
mari kita gunakan proyektor seperti yang sudah
direncanakan dalam pidato sepulang
sekolah.”
“Baiklah.
Itu adalah strategi untuk menyampaikan isi pelajaran melalui gambar.”
Benar
sekali. Video untuk setiap pelajaran sudah disiapkan. Ketika kursus etika
terlaksana, Tennouji-san berencana untuk mengundang pengajar khusus dari luar
dengan menggunakan koneksinya sendiri. Hasil dari koneksi tersebut, kami
berhasil mendapatkan video sebagai referensi.
“Tomonari-san, setelah ini kamu akan pergi
mendengarkan pidato Miyakojima-san, ‘kan?”
“Ya.”
Setelah aku balas mengangguk, Tennouji-san
tersenyum penuh percaya diri.
“Silakan
dukung dia sepenuh hati. Karena itu
akan membuatku semakin bersemangat.”
“…Baiklah.”
Tennouji-san
menginginkan persaingan yang adil. Dia benar-benar
orang yang mulia. Aku kembali berpikir demikian.
◆◆◆◆
Kegiatan pidato
Narika akan diadakan di depan gymnasium. Lebih tepatnya,
lokasi pidatonya berada di posisi yang berlawanan dengan tempat Tennouji-san,
dipisahkan oleh gedung sekolah. Di depan lapangan, orang-orang bisa melihat dari jendela kelas,
tetapi di depan gymnasium, ada jendela di koridor yang memungkinkan untuk
melihatnya dengan baik.
Saat aku
berjalan cepat menuju depan gymnasium, ada banyak
siswa yang sudah berkumpul. Waktu istirahat
sudah dimulai dan sudah lebih dari empat puluh menit. Mungkin banyak yang sudah
selesai makan siang, jumlah yang berkumpul lebih banyak dibanding saat Tennouji-san,
aku bisa melihat kalau jumlahnya sekitar
enam puluh orang.
“Namaku
Miyakojima Narika dari kelas 2-B! Terima kasih telah berkumpul
hari ini!"
Narika
memulai pidatonya. Dia
juga tidak menggunakan mikrofon. Dia percaya diri dengan kapasitas
paru-parunya, jadi dia merasa kalau dia tidak memerlukan mikrofon, dan suaranya memang
terdengar jelas. Tubuh dan jiwa yang terlatih dalam seni bela diri sangat
berpengaruh dalam pidatonya.
“Jika
aku terpilih menjadi ketua OSIS, aku ingin menjadikan akademi ini
sebagai tempat di mana kita bisa mengubah diri kita!”
Narika
menyampaikan janji yang memuat harapannya.
“Sama
seperti diriku, aku merasa bahwa siswa-siswa di Akademi Kekaisaran menjalani kehidupan yang sudah
terencana. Mengambil alih usaha keluarga, menikah, memilih karir… masa depan
kita sudah sebagian besar ditentukan, yang merupakan kelebihan yang memberi
kita rasa aman, tetapi juga merupakan kekurangan yang membuat kita terjebak.”
Siswa-siswa
yang mendengarkan pidato menunjukkan ekspresi yang lebih serius. Mungkin mereka
menemukan poin yang relevan dalam pembicaraan Narika. Ini mungkin tentang diri
mereka sendiri atau tentang teman dekat mereka.
Para siswa
di Akademi Kekaisaran menjalani kehidupan di atas
rel yang kokoh. Ironisnya, semakin tinggi status keluarga seseorang, semakin
sulit untuk melompat dari rel tersebut.
“Pernahkah
kamu merasa harus menyerah pada sesuatu karena 'masa
depanku seperti
ini'? Menurutku itu
sangat disayangkan. Meskipun di lubuk hati kita ingin berubah, rasa putus asa
sering kali mendahului kita, dan itu adalah masalah yang hanya kita alami
karena masa depan kita sudah terlihat
jelas."
Saat
membaca naskah pidatonya, aku
juga berpikir mungkin benar demikian.
Sekarang kalau diingat-ingat kembali… justru
karena aku tidak memiliki rel dalam hidupku, aku bisa berjuang sejauh ini dalam
jalan hidupku. Setelah orang tuaku pergi, aku tidak bisa pergi ke sekolah, dan
karena tidak melihat masa depan, aku harus berubah. Saat aku ingin mengubah
diriku, tidak ada satu pun hal yang mengikatku.
Aku
merasa diriku adalah contoh yang sangat ekstrem, jadi aku tidak berpikir semua
orang harus memiliki kebebasan seperti ini. Namun, aku sedikit tahu tentang kebebasan
yang tidak ada di atas rel.
“Dulu,
aku merasa kalau aku harus
berubah.”
Narika mulai menceritakan tentang keadaan
dirinya.
“Tetapi,
aku tidak tahu bagaimana cara
mengubah diriku dan
telah berjuang cukup lama.
…ada banyak orang yang membantuku. aku
didukung oleh banyak orang, dipercaya, dan akhirnya bisa mengumpulkan
keberanian untuk berubah. …Oleh karena itu, aku
ingin orang lain juga mengalami hal ini.”
Narika
melihat siswa-siswa yang berkumpul.
Tatapan
tajamnya yang bermartabat langsung
menyentuh hati kami yang mendengarkan pidato.
“Jika
aku terpilih menjadi ketua OSIS, ali akan membuat salon di akademi
ini!"
Narika
menjelaskan rincian janjinya.
“Interaksi
dapat mengubah orang! Itulah pemikiranku!
Untungnya, di akademi ini ada banyak orang yang ahli di berbagai bidang. Dengan
berinteraksi dengan orang-orang seperti itu, kita bisa mempertimbangkan kekurangan kita dan
belajar cara menutupi kekurangan tersebut! Mengatasi bidang yang kurang kita
kuasai dan tantangan ke bidang baru… aku
akan menciptakan lingkungan yang memudahkan hal-hal seperti itu!”
Akademi Kekaisaran adalah tempat berkumpulnya
anak-anak dari perusahaan besar yang memimpin berbagai industri. Artinya, ada
banyak calon ahli dari berbagai bidang. Di antara mereka, mungkin ada yang
sudah berada di garis depan. Manajemen permainan adalah acara yang benar-benar
mengungkap hal itu.
Semua orang
bisa membanyangkan kalau berdialog dengan mereka pasti sangat
berarti. Oleh karena itu,
mengaktifkan dialog tersebut memiliki nilai yang besar.
“Ketika
kita berbicara tentang mengubah diri, kita
tidak perlu menganggapnya dengan cara yang berlebihan. Ingin meningkatkan
nilai, ingin bisa berolahraga, ingin memperluas relasimu…
itu juga merupakan bagian dari mengubah diri. Kupikir
salon bisa digunakan untuk mencari teman yang memiliki keinginan yang sama
untuk berubah."
Narika
berbicara dengan semangat, dan para siswa benar-benar mendengarkan.
“…Aku akan mengatakannya dengan jujur.
Sebenarnya aku tidak pandai berinteraksi
dengan orang lain.”
Narika
menyentuh pipinya dengan kedua tangan dan mengangkat sudut bibirnya.
“Aku
tidak pandai dalam percakapan, dan ketika aku merasa gugup, wajahku cenderung tegang. …aku dulu sering disalahpahami banyak orang karena hal
tersebut. Mungkin kalian pernah mendengar sekali dengan rumorku, bahwa Miyakojima Narika adalah anggota geng motor
atau anak berandalan.”
Banyak
siswa menunjukkan ekspresi canggung.
Narika
tidak menyalahkan orang lain atas rumor masa lalu, dia melainkan mengakui bahwa
ketidakmatangannya adalah penyebabnya. Melihat Narika yang sekarang, tidak ada
yang masih percaya pada rumor lama itu.
“Namun,
seperti yang sudah kukatakan
sebelumnya, aku telah
diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain dan sedikit demi sedikit
bisa mengubah diriku.
Mencalonkan diri sebagai ketua OSIS adalah sesuatu yang tidak akan aku pikirkan setahun yang
lalu."
Siapa
yang bisa memprediksi bahwa Narika akan berdiri di sini enam bulan yang
lalu?
Narika
yang dulu dikenal karena rumor buruknya, justru bisa menunjukkan perubahannya
kepada banyak orang karena perhatian yang dia dapatkan.
Pernyataan
Narika memiliki daya tarik yang kuat.
“Orang
bisa berubah. Dasarnya adalah diriku
sendiri. …Kepada mereka yang belum bisa mengambil langkah pertama, aku ingin bertanya. Maukah kalian
berani mencobanya bersama denganku?”
Akhirnya,
Narika mengucapkan kata-kata seolah berbicara kepada semua orang—
“Demikian,
aku mengakhiri pidato ini.”
Setelah
menyelesaikan pidato, Narika mendapatkan tepuk tangan meriah.
Itu
adalah pidato yang bagus. Aku
merasa demikian tanpa adanya bias. Setelah
Narika menyelesaikan salam ringan kepada para pendengar, aku mendekatinya.
“Narika.”
“…Itsuki.”
Ketika Narika
menyadari kehadiranku, dia memiliki ekspresi yang aneh.
“Itsuki,
mari kita pindah tempat ke tempat lain.”
“Hmm?
Oh, baiklah.”
Kupikir
rasanya memang lebih untuk berbicara ketika keadaan sudah sedikit tenang, aku mengikuti Narika
untuk berpindah tempat. Di
belakang gymnasium… setelah berpindah ke tempat yang tidak terlihat oleh orang
lain, Narika menoleh ke arahku.
“Kerja bagus,
Narika. Aku sudah mendengarkan pidato
sejak awal, tapi—"
“Ta-Ta-Ta-Ta-Tadi
itu sangat menakutkan sekali!!”
Narika
hampir menangis dan memelukku.
Ah… jadi
itulah alasan dia ingin pindah tempat.
Orang
tidak bisa berubah dengan mudah. Seperti yang Narika katakan dalam pidatonya,
dia sedang dalam proses berubah saat ini.
Namun,
justru karena itu, Narika memutuskan untuk menciptakan lingkungan di mana orang
bisa berubah.
Dia ingin
menjadikan akademi ini sebagai tempat di mana kita bisa mengubah diri kita. —Ini
adalah janji yang unik dari Narika, yang tahu betul tentang keindahan dan
kesulitan dalam perubahan.
“Kamu
tadi kelihatan sangat keren sekali.”
“Ap-Apa iya?
Aku bahkan tidak ingat apa yang sudah aku
katakan…!!”
“Kamu
bisa menyampaikan semua yang perlu diketahui dengan
baik, jadi tidak apa-apa.”
Tidak,
sebenarnya pidatonya lebih baik daripada naskahnya.
Kurasa
dia tidak terlalu sadar mengenai
hal itu, tetapi gerakan Narika yang santai selaras dengan pidatonya, sehingga
isi pidatonya mudah dicerna. Misalnya saja saat
dia mengangkat sudut mulutnya dengan kedua tangannya saat membicarakan
keadaannya.
Mungkin
karena Tennouji-san sudah terbiasa di atas panggung,
dia menambahkan improvisasi di akhir yang tidak ada dalam naskah, tetapi itu
bukan teknik yang mudah ditiru. Tennouji-san memiliki gayanya sendiri, dan Narika juga
memiliki keunikan tersendiri, sehingga pidato masing-masing mencerminkan
kepribadian mereka.
Keduanya
sedang berjuang untuk dipilih sebagai ketua OSIS, bukan bersaing dalam keahlian
berpidato. Namun, ketika mendengarkan pidato secara langsung, hanya dengan
kemampuan berpidato yang baik saja bisa menarik perhatian. Karisma yang terpancar
dari pidato memiliki daya tarik yang tidak hanya mengandalkan akal sehat,
tetapi juga naluri.
Pilihan
untuk memberikan suara berdasarkan akal atau naluri sepenuhnya diserahkan
kepada setiap siswa. Oleh karena itu,
untuk siswa yang mengikuti naluri mereka, semakin baik pidatonya, semakin
baik.
Aku juga
harus belajar lebih banyak tentang pidato…
Aku tidak
boleh terlalu berharap bahwa siswa hanya akan memberikan suara
berdasarkan akal sehat mereka.
“Itsuki,
aku akan berusaha lebih keras!”
Narika
menunjukkan semangatnya.
“Aku
sudah mengumumkannya di depan semua orang. Mari kita ubah diri bersama. …Aku
tidak ingin pernyataan itu menjadi palsu!”
Melihat
semangat juang di matanya, aku merasa terharu.
“…Sungguh,
kamu telah berhasil mengubah dirimu sampai sejauh
ini.”
Narika
mungkin menganggap kalau dirinya masih dalam
proses perubahan. Namun bagi aku, Narika sudah mencapai perubahan yang luar
biasa.
Aku
menekan area di antara
alisnya, berusaha menahan air mata.
Melihat reaksiku yang seperti
itu, Narika tersenyum pahit.
“Aku
sudah merepotkanmu dengan berbagai hal, Itsuki.”
“Ah…
aku jadi mengingat
saat kamu menyamar jadi gyaru.”
“To-Tolong
lupakan yang itu…!!”
Wajah Narika
langsung memerah, mungkin itu adalah sejarah kelam bagi dirinya. Padahal, aku merasa dia cukup cocok dengan
penampilan itu… tapi aku memilih untuk tidak mengatakannya.
“Sepertinya
waktu istirahat makan
siang akan segera berakhir,
jadi aku akan segera memberitahumu beberapa poin yang perlu mendapat perbaikan.”
Ekspresi
wajah Narika berubah serius.
“Kadang-kadang
kamu menunduk, jadi lebih baik jika kamu melihat ke depan sedikit lebih banyak.
Dan meskipun aku menghargai bahwa kamu menjaga waktu pidato, kurasa akan baik
jika kamu memberi sedikit jeda tergantung pada suasana audiens. Bagian 'Aku
kesulitan berinteraksi dengan orang lain' mungkin bisa jadi momen untuk
bernafas.”
“Begitu ya. …Terima kasih, kamu benar-benar
memperhatikanku.”
“Ya.
Aku juga masih pemula dalam hal pidato, jadi
jujur saja, ini adalah saran yang masih coba-coba.”
Namun,
terkait dengan janji, ada beberapa poin yang bisa dijelaskan karena berkaitan
dengan pengalaman konsultasi yang aku pelajari di permainan manajemen, jadi aku
bisa memberikan beberapa pembicaraan yang lebih konkret.
Penjelasan
tentang janji sebenarnya adalah presentasi rencana bisnis.
Jika
begitu, aku sudah berpengalaman dalam hal ini melalui permainan manajemen.
“Mengenai
salon yang menjadi rencana konkret dari janji, sebaiknya kamu menjelaskan lebih
banyak. Di mana akan disiapkan, seberapa besar skalanya, apakah ada makanan dan
minuman, jam operasionalnya dari jam berapa sampai jam berapa… informasi
seperti itu harus disampaikan dengan urutan yang membuat pendengar merasa
bersemangat.”
“Baiklah.
…Sebenarnya, aku berpikir akan lebih banyak orang yang berkumpul, jadi aku
sedikit menunda waktu mulai. Akibatnya, aku melewatkan beberapa penjelasan.”
“Mau
bagaimana lagi, menurutku
keputusan tersebut memiliki
pro dan kontra. Hari ini aku mendengarkan Tennouji-san terlebih dahulu, tetapi
besok aku akan mendengarkan dari Narika, jadi selanjutnya aku juga akan memikirkannya Bersama denganmu.”
Karena
aku tidak ada di lokasi sejak awal, aku tidak tahu apakah keputusan Narika
tepat atau tidak. Nyatanya, karena waktu mulai ditunda, mungkin ini yang
membuat banyak orang berkumpul.
“Itsuki,
sepulang sekolah…”
“Seperti
yang direncanakan, aku akan menyelidiki calon ketiga. …Dua orang lainnya akan
ditugaskan untuk mendukung seperti saat membagikan pamflet, jadi tidak masalah.”
Tennouji-san
akan dibantu oleh Suminoe-san, dan Narika akan dibantu oleh Kita, mereka bertugas untuk menggantikanku.
Poin-poin perbaikan yang kurasakan setelah
mendengarkan pidato kali ini harus dibagikan kepada Suminoe-san dan Kita.
Karena aku ingin segera mulai menyelidiki sepulang
sekolah, aku akan menyampaikannya pada waktu istirahat berikutnya.
Dalam
perjalanan menuju ruang kelas,
aku melihat poster di koridor lantai satu gedung sekolah.
Di
belakang poster Tennouji-san dan Narika,
ada satu poster lagi.
Calon
ketua ketiga――――Jouto
Ren.
Tadi
pagi, ada sesuatu yang tertulis tentang dia di buletin pemilu yang dibagikan oleh Minato-senpai.
Jouto Ren tampaknya adalah anak dari
seorang politisi.
◆◆◆◆
Sepulang sekolah, ketika aku menuju depan
gerbang sekolah, sudah ada kerumunan besar orang yang berkumpul di sana.
(…Di sini tempatnya)
Tempat
pidato yang tertulis di selembaran
adalah di sini.
Ada banyak kerumunan
orang-orang. Berbeda dengan saat istirahat
siang, setelah sekolah siswa memiliki lebih banyak waktu luang, jadi rasanya bisa dimengerti jika kerumunan
lebih besar dibandingkan saat pidato Tennouji-san dan Narika.
Ditambah
lagi, meskipun aku sudah mengetahuinya,
di sini adalah lokasi yang sangat
baik untuk pidato setelah sekolah.
Di depan
gerbang sekolah, semua siswa yang pulang pasti akan
melihatnya.
Tempat
pidato ditentukan setiap kali oleh
calon ketua dan asisten mereka yang mengajukan permohonan kepada guru, tetapi jika ada calon meminta izin tempat yang sama,
maka yang mengajukan lebih dulu lah yang
akan mendapatkannya. Kami terlambat dalam langkah awal, dan tempat di depan
gerbang sekolah hari ini sudah diambil.
Hari ini,
saat pidato dimulai, minat siswa terhadap pidato juga paling kuat. Seandainya
aku tidak merasa bimbang tentang
siapa yang akan kubantu, mungkin aku bisa mendapatkan tempat ini…? Aku tidak
bisa menahan rasa penyesalan.
Aku
menarik napas dalam-dalam dan mengubah pikiran. Menyesali hal yang telah
berlalu tidak ada gunanya. Setidaknya, aku harus berusaha untuk menebusnya di
tempat lain.
Aku
bergabung dengan kerumunan untuk mendengarkan pidato.
Tentang
calon ketua ketiga――Jouto Ren,
aku mengorganisir pengetahuan yang aku dapatkan dari berita pemilu di dalam
pikiranku.
Ia berasal
dari kelas 2-E.
Tampaknya ia adalah anak sulung yang lahir
dari keluarga politik yang besar. Kakeknya adalah menteri ekonomi yang juga
hadir di upacara pembukaan permainan manajemen, dan ayahnya juga telah memasuki
dunia politik.
Jika
hanya melihat latar belakang keluarganya, ia terkesan sebagai orang yang
cerdas.
Namun,
meskipun begitu, aku tidak banyak mendengar mengenai
dirinya di antara teman-teman
sekelas.
Untuk
mengetahui lebih banyak tentang kepribadian Jouto
Ren, aku berusaha mendekati bagian depan kerumunan.
Kemudian,
aku melihat punggung seorang gadis kecil di depanku.
“Loh,
Asahi-san?”
"Eh,
Tomonari-kun?”
Asahi-san
yang berbalik terlihat terkejut dengan mata bulatnya.
“Rupanya kamu ikut datang ya.”
“I-Iya.
…Kamu sendiri kenapa ada di sini, Tomonari-kun?
Kupikir pidato Tennouji-san dan Miyakojima-san sudah dimulai sekarang.”
“Aku menyerahkannya kepada orang lain, aku datang
untuk menyelidiki.”
“Be-Begitu
ya…”
Entah
kenapa, ada yang aneh dengan sikap Asahi-san. Biasanya dia akan berbicara lebih
tegas, tetapi sekarang tampaknya dia agak canggung.
Apa itu hanya perasaanku saja…?
“Jumlah
orangnya banyak ya. Meskipun begitu, aku tidak melihat orang yang aku kenal…”
“…Tidak
mengherankan. Menurutku
sebagian besar orang yang berkumpul di sini adalah anak-anak kelas satu.”
Asahi-san
berkata demikian sambil melihat
kerumunan dengan pandangan luas.
Oh,
begitu. Namun, jika iya begitu,
aku penasaran mengapa jumlah orang yang hadir
lebih banyak terdiri dari murid kelas satu.
Janji Jouto sudah pasti terkonfirmasi
dalam berita pemilu, tetapi seharusnya itu bukan sesuatu yang sangat berarti
bagi anak-anak kelas.
Justru,
janji Joto adalah――sesuatu yang dianggap aneh oleh semua angkatan kelas.
“Aku
pergi mendengarkan pidato Tennouji-san saat istirahat siang, dan itu sangat
bagus. Orang yang menulis naskahnya adalah
Tomonari-kun, kan? Aku rasa itu disusun dengan jelas.”
“Terima
kasih. Jika kamu ada di sana, seharusnya kamu bisa menyapaku.”
“Ah,
aku khawatir mengganggu. Ngomong-ngomong, Taisho-kun
sepertinya pergi untuk mendengarkan pidato Miyakojima-san,
dan ia memiliki pendapat yang sama denganku.”
“Aku
sangat menghargainya.”
Aku
merasa ada yang aneh dengan tingkah lakunya
Asahi-san, tetapi saat kami berbicara, Asahi-san kembali ke
dirinya yang biasa.
Namun,
tampaknya Asahi-san dan Taisho juga tidak berani menyapaku, mereka sepertinya hadir di tempat
pidato. Kebaikan mereka sangat dihargai, tetapi lain kali, sebaiknya mereka
tidak ragu untuk mengajakku bicara. Mungkin itu juga akan membuat Tennouji-san
dan Narika senang.
“Tomonari-kun.
Apa pekerjaan sebagai calon wakil ketua itu sulit?”
“Ya,
benar. Meskipun hanya mendukung satu orang, itu masih
tetap sulit.”
“…Begitu
ya. Ya, pasti begitu.”
Asahi-san
terdiam.
Ternyata,
dia memang terlihat sedikit berbeda dari biasanya.
Aku tidak
tahu apa penyebabnya…
“Terima
kasih telah berkumpul di sini.”
Suara itu
menggema, dan kami semua menghadap ke depan.
Suara itu
menggunakan mikrofon. Meskipun aku tidak bisa melihat dengan jelas karena adanya kerumunan, pembicaranya pasti berada di depan.
“Aku,
Jouto Ren, telah memutuskan untuk
mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.”
Di atas
panggung berdiri seorang siswa laki-laki dengan rambut sedikit lebih panjang
yang dibiarkan acak-acakan.
Ia
adalah saingan Tennouji-san dan Narika――Jouto Ren.
“Janji
yang aku buat adalah――”
Joto yang
memegang mikrofon dengan tegas mengumumkan kepada audiens.
“――――Membiasakan Akademi
Kekaisaran dengan budaya orang biasa.”
◆◆◆◆
Setelah
pidato Jouto Ren
selesai.
“…Fyuh.”
Aku tanpa
sadar menghela napas. Siswa-siswa lain juga terlihat
sama. Napas mereka mungkin karena kekaguman, atau mungkin kelelahan, atau
bahkan kebingungan, atau ketidaksukaan… Bagaimanapun, tidak diragukan lagi
bahwa setiap penonton terkejut
oleh pidato Jouto.
Pernyataan
Jouto bisa dianggap sebagai bom bagi
siswa Akademi Kekaisaran.
“…Itu
luar biasa."
“…Iya.”
Asahi-san
tampaknya juga terkejut, dan kami berdua tetap terdiam di tempat setelah
kerumunan dibubarkan.
“…Bolehkah
kamu membantuku mengatur informasi?"
“Ya,
silakan saja jika aku bisa
membantu.”
Untuk
mengatur pikiranku, aku memutuskan untuk mengeluarkan informasi satu per
satu.
“Pertama-tama, janji yang diajukan Jouto membiasakan Akademi
Kekaisaran dengan budaya orang biasa.”
Asahi-san
mengangguk.
“Masalah
yang disebutkan adalah… ketidaktahuan siswa-siswa di akademi ini.”
Asahi-san
mengangguk lagi.
“Entah
bagaimana, rasanya ada
kejutan yang terasa seperti dipukul keras. …Jouto-kun berpendapat bahwa kita tidak
akan diterima di masyarakat luar.”
Jouto juga tidak mengatakan lebih jauh bahwa kita sama sekali tidak akan
diterima.
Lebih
tepatnya, dia mengatakan seperti ini.――Siswa Akademi Kekaisaran yang tidak tahu
dunia luar terkadang bisa menghambat orang biasa ketika mereka terjun keluar ke dalam masyarakat.
Hanya
dengan pernyataan ini saja, perkataannya masih
sangat sulit diterima bagi siswa Akademi Kekaisaran.
“Dirinya
juga menyentuh masalah yang benar-benar terjadi. Lulusan Akademi Kekaisaran
yang memperlakukan bawahannya seperti pelayan dan akhirnya dianggap sebagai
pelecehan kekuasaan dan dipecat…”
“Aku
juga terkejut saat mendengar itu. Karena aku belum pernah mendengar cerita
seperti itu sebelumnya. …Tapi jika itu dimuat di surat kabar, mungkin peristiwa itu benar-benar terjadi.”
Jouto menunjukkan surat kabar yang
dipegangnya kepada kami saat menjelaskan berita
tersebut. Surat kabar itu masih diletakkan di podium
tempat Jouto
berdiri. Jika ada yang penasaran, mereka bisa memeriksa dengan bebas.
Kemungkinan
untuk pemalsuan sangat rendah. Semua siswa Akademi Kekaisaran sangat cerdas.
Pasti lebih dari setengah siswa yang mendengar pidato Jouto hari ini akan menyelidiki
peristiwa yang tertulis di surat kabar ini. Aku sendiri juga berencana untuk
mencari tahu setelah pulang ke rumah.
Jouto menyatakan bahwa penyebab penyelewengan kekuasaan ini ada dalam
pendidikan Akademi Kekaisaran.
Apa itu
hanya alasan yang dipaksakan atau tidak, hal
tersebut masih perlu dipertimbangkan… Namun, yang penting
adalah apakah itu meyakinkan atau tidak.
Pidato Jouto memiliki janji yang konkret
dan mudah dipahami, sehingga memberi kekuatan pada argumennya.
“Demi
memperbaiki ketidaktahuan, siswa Akademi Kekaisaran harus dikenalkan dengan
budaya rakyat biasa. Itu
adalah apa yang ingin dilakukan Jouto.
Rencana konkretnya adalah
pengenalan kegiatan ekstrakurikuler, pelaksanaan pengalaman kerja, dan…”
“…Menghapus
syarat keturunan dari persyaratan masuk akademi.”
Aku
mengangguk setuju.
Dengan kata
lain, janji Joto tentang membiasakan Akademi
Kekaisaran dengan budaya orang biasa
adalah――Memahami perasaan orang biasa dengan melakukan hal yang sama
seperti mereka! Ini adalah klaimnya.
(…Ini
buruk.)
Sebagai
asisten Tennouji-san dan Narika, aku seharusnya tidak berpikir seperti
ini.
Aku
seharusnya tidak boleh
berpikir seperti itu, tapi mau tak mau aku jadi
memikirkannya.
Karena anji
Jouto Ren――ada benarnya.
Ada
bagian dari diriku yang merasa bahwa janji-janji itu sangat masuk akal.
Itu pasti
karena identitasku sebagai orang
biasa.
Aku yang
lahir dan dibesarkan di masyarakat rakyat biasa, semua kejutan yang kurasakan
sejak datang ke akademi ini masih jelas teringat. Arti finansial, perilaku yang menganggap
adanya pelayan… Sekarang aku sudah terbiasa, tetapi pada awalnya aku bingung
dengan segalanya.
Pernyataan
Joto menusuk langsung ke dalam hatiku.
Aku meyakini
perkataannya sangat mengena di hatiku dibandingkan dengan
siapa pun di akademi ini.
Namun――.
“…Asahi-san,
apa kamu pernah mendengar sesuatu tentang Jouto-kun?”
“Mendengar apanya?”
“Misalnya,
sama seperti Konohana-san atau Tennouji-san, atau Narika,
memiliki sesuatu yang sangat mencolok di akademi ini… seperti rumor.”
“Uhmm,
aku belum pernah mendengar cerita seperti itu tentang Jouto-kun.”
Asahi-san
yang ceria dan ramah memiliki banyak teman. Jika Asahi-san mengatakan kalau dirinya tidak pernah mendengar sesuatu, pasti orang lain juga
sama.
Aku
menjauh dari isi pidato dan mulai memikirkan tentang Jouto Ren, salah satu calon
ketua.
Pernyataan
yang dia buat memang sangat mengejutkan. Namun, ini hanya kesan pribadiku,
tetapi setelah mendengar pidatonya, gambaran tentang dirinya adalah…
(…entah
bagaimana, dia terlihat lebih murung
dari yang aku harapkan.)
Suara Jouto tidak menunjukkan semangat,
dan ekspresinya tidak begitu mendalam.
Jouto berbicara dengan tenang.
…Sejujurnya, aku tidak merasakan keyakinan tertentu
dari pidato Jouto seperti yang ada pada Tennouji-san atau Narika.
“Dari
segi karisma, mungkin ia kalah dibandingkan Tennouji-san dan yang lainnya.”
Sepertinya
Asahi-san memiliki kesan yang mirip denganku.
“Meski
begitu, ia sudah
mempersiapkan janji yang seperti bom… dalam hal popularitas, kurasa dirinya tidak kalah dari Tennouji-san
dan Narika.”
“Ya,
aku juga berpikir begitu.”
Asahi-san
setuju.
“Pada
kenyataannya, aku juga berpikir janji Jouto-kun
ada benarnya――”
“――Memangnya kamu berpikir kalau itu bukan urusanmu?”
Seorang
siswa laki-laki yang tidak dikenal menyela perkataan
Asahi-san.
Siapa laki-laki itu?
Aku
melihat ke arah laki-laki itu yang tiba-tiba muncul di dekatku. Ia memiliki rambut yang dibagi di
tengah dan kacamata bingkai perak yang memberikan kesan cerdas. Tubuhnya kurus,
dan tingginya sedikit lebih pendek dariku.
Laki-laki
itu menatap Asahi-san dengan tajam.
“Ini
mungkin pertama kalinya kita berbicara di akademi.”
“…Ya.”
“Seperti
biasa, kamu masih orang yang pengecut. Apa kamu berencana
untuk terus bersikerass bahwa
itu bukan urusanmu?”
“Bukan
begitu maksudku…”
Laki-laki
berkacamata perak itu menghela napas melihat Asahi-san yang menunduk.
Kemudian,
laki-laki itu menatapku.
“Kamu
adalah Tomonari Itsuki-senpai,
‘kan? Aku sudah mendengar rumor
tentangmu."
“Haah…”
Kira-kira rumor
macam apa ya?
“Senang
bertemu denganmu, Perkenalkan, namaku
Asahi Rintaro, asisten Jouto-senpai.”
Bersamaan
dengan salam perkenalannya, laki-laki itu mengulurkan
tangannya untuk bersalaman.
“Sebagai
sesama calon wakil ketua, mari kita bekerja sama ke depannya.”
Saat aku
membalas jabat tangan itu, laki-laki itu tersenyum dengan tenang.
Setelah
membalikkan badan, aku mengamati punggungnya yang
berjalan pergi, sambil mengingat informasi yang kutahu
tentang calon wakil ketua kedua.
Taisho
pernah berkata. Menurut rumor, calon wakil ketua lainnya berasal dari kalangan anak kelas satu.
Dari caranya
memanggil kami dengan sebutan Senpai, tampaknya rumor itu benar.
Namun
sekarang, yang membuatku penasaran adalah…
“…Asahi-san,
apa jangan-jangan ia…”
Asahi-san
mengangguk dengan ekspresi yang agak canggung.
“Asahi Rintaro.
…Ia adalah adik laki-lakiku.”
◆◆◆◆
Hari
Sabtu berikutnya. Di
ruang tamu keluarga Konohana,
anggota yang sama berkumpul.
“――Jadi
begitulah!”
Melihat
teh yang disajikan di meja, Tennouji-san tersenyum dengan ekspresi tidak
sabar.
“Hari
ini, kita akan mengadakan penjamuan
teh di rumah Konohana
Hinako~~!!”
“Ma-Maaf mengganggu!”
“Yeayy~!!”
“Kita
berhasil!!”
Narika,
Asahi-san, dan Taisho masing-masing tersenyum ceria.
“Semua,
silakan bersantai dengan bebas.”
Hinako
juga tersenyum lembut.
Taisho
dan Asahi-san terpesona oleh gerakan anggun Hinako. Kupikir Tennouji-san akan merasa
cemburu saat melihat itu, tetapi
hari ini dia tampak bahagia dan menikmati suasana.
“Aku
ingin berterima kasih kepada Konohana Hinako yang telah
menyediakan tempat untuk pertemuan teh ini. Dan juga… terima kasih kepada
Tomonari-san yang telah merencanakannya.”
Ketika Tennouji-san
mengucapkan itu, semua orang bertepuk tangan.
“Tidak,
itu berlebihan….”
Sungguh
berlebihan, tetapi aku juga merasa senang telah merencanakan acara ini.
Alasan
kami mengadakan pertemuan teh di rumah Konohana
adalah… agar tidak berdampak buruk pada pemilihan kami.
Anggota
yang ada di sini, termasuk diriku sendiri, memiliki nama kelompok yang
sedikit memalukan, yaitu Pertemuan Teh yang Mulia. Nama itu berasal dari
pertemuan teh yang biasa kami lakukan, tetapi hanya selama periode pemilihan
kami merasa ragu untuk mengadakan pertemuan tersebut.
Tennouji-san
dan Narika, dua orang yang
seharusnya bersaing dalam pemilihan, sedang bersikap akrab di pertemuan teh… hal tersebut bisa menimbulkan
kecurigaan adanya kolusi. Jika rumor menyebar bahwa mereka sebenarnya bekerja
sama di belakang layar, pasti dukungan untuk keduanya akan terpengaruh secara
negatif. Oleh karena itu, pada awalnya kami membahas untuk menahan diri dari
mengadakan pertemuan teh sampai pemilihan selesai.
Namun,
jujur saja, aktivitas pemilihan itu cukup melelahkan. Menjaga jarak dari
teman-teman sambil menjalani kampanye bisa membuat tekanan mental yang
berlebihan dan justru berdampak buruk pada aktivitas pemilihan. Kami menahan
diri untuk tidak mengadakan pertemuan teh demi pemilihan, tetapi ini menjadi
terbalik.
Selama
periode pemilihan, aku ingin Tennouji-san dan Narika dalam kondisi terbaik
mungkin… Selain itu, Asahi-san, Taisho, dan Hinako juga tampak sedih ketika
pembicaraan tentang menahan diri dari pertemuan teh muncul.
Oleh karena
itu, aku berpikir bahwa mengadakan pertemuan teh secara
sembunyi-sembunyi seperti ini seharusnya diperbolehkan. Masalahnya hanyalah
pandangan curiga dari orang-orang di sekitar, dan sebenarnya tidak ada
kemungkinan Tennouji-san dan Narika akan terlibat dalam kolusi. Keduanya adalah
orang-orang yang memiliki integritas, jadi mana
mungkin mereka akan bekerja sama untuk menjatuhkan Jouto.
Mereka
berdua cukup bijaksana mengenai hal
itu. Bahkan, jika dibandingkan dengan orang lain di sekitar, mereka adalah
orang-orang yang sangat berhati-hati dan sopan.
“Sebenarnya,
aku tidak yakin apa keputusan ini sudah benar…
tetapi saat permainan manajemen, Tennouji-san pernah menegurku untuk tidak
terlalu memaksakan diri. Kita juga perlu istirahat. Kita harus diizinkan untuk
melakukan ini.”
“Hehehe…
rasanya teguran itu memang berharga.”
Tennouji-san
minum teh dengan ekspresi bangga. Kami
merasa kembali menyadari kesulitan yang dialami oleh teman-teman yang terlibat
dalam pemilihan yang sama.
Bagaimanapun,
kami merasakan kenyamanan di pertemuan teh ini. Demi
bisa melewati tiga belas hari yang penuh gejolak, kami
ingin menyimpan tempat ini.
(Asahi-san…
tampaknya sama seperti biasanya.)
Saat ini,
Asahi-san menunjukkan ekspresi ceria seperti biasanya.
Pada akhirnya,
aku tidak bisa bertanya kepada Asahi-san tentang adik laki-lakinya. Meski penasaran, aku merasakan
suasana yang membuatku tidak bisa sembarangan bertanya.
“Namun,
dalam pemilihan kali ini… jujur saja, yang paling rumit posisinya adalah
Tomonari.”
Taisho
melihatku dan berkata.
“Apa
ada hal yang perlu diperhatikan saat menjadi asisten untuk dua orang sekaligus?
Misalnya, informasi yang hanya diberikan kepada salah satu dan dirahasiakan
dari yang lain…”
“Tidak,
tidak ada yang seperti itu.”
Aku
menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Asahi-san.
“Sebagai
langkah pencegahan, aku juga sudah mengonfirmasi dengan guru wali kelas, tetapi sebenarnya alur di mana
satu calon ketua didampingi oleh satu calon wakil ketua itu hanya kebiasaan
belaka. Tidak ada aturan yang jelas, dan aku diberitahu bahwa semuanya bisa
dilakukan dengan bebas, jadi aku akan fokus untuk memaksimalkan performa
keduanya. …Jadi, kurasa akan ada saat-saat di mana aku berbagi pengetahuan yang
didapat dari satu pihak kepada yang lain.”
“Kalau
dipikir-pikir dengan tenang, tidak ada yang salah dengan itu. Dalam hal
manajemen perusahaan grup, kita menjaga kerahasiaan masing-masing perusahaan,
tetapi informasi yang bermanfaat untuk semua perusahaan akan dibagikan, ‘kan?”
“Memang.”
Dengan
perbandingan perbandingan
manajemen, jelas Taisho juga merupakan siswa dari Akademi Kekaisaran. …Ya, aku juga sering
menggunakan perbandingan dengan konsultan, jadi mungkin aku juga mulai
terdengar seperti siswa Akademi Kekaisaran.
“Lagipula,
hanya ada satu orang yang bisa menjadi
ketua, jadi tidak ada kemungkinan untuk berkolusi.”
Kecuali
jika ini adalah pertarungan untuk merebut seluruh posisi yang sejajar, Tennouji-san
dan Narika hanya mengejar satu kursi ketua. Bagaimanapun, pada akhirnya pasti
akan menjadi perebutan.
Itulah
yang ingin aku sampaikan, tetapi… aku merasa ada ketegangan yang muncul di
antara Tennouji-san dan Narika.
Sial. Apa itu justru menimbulkan
ketegangan aneh…?
“Fufufu.”
Tennouji-san
tertawa dengan senyum yang menyenangkan.
“Kamu tidak
perlu merasa canggung begitu. Menjadi sahabat yang tak tergantikan dan rival
yang tidak ingin kalah bisa berjalan beriringan.”
“Persis seperti
yang dikatakan Tennouji-san. Demi
berkompetisi dengan cara yang bersih dan menyegarkan, aku ingin menjaga
hubungan kita yang biasa.”
Keduanya
tampak tenang, meskipun aku merasa cemas.
Hanya
satu orang yang akan menang pada akhirnya. Sepertinya keduanya sudah lama
menghadapi kenyataan itu.
Melihat
mereka berdua, kami yang ada di sana menghela
napas lega.
“Miyakojima-san,
kamu sudah banyak berubah, ya.”
“Terima
kasih. …Aku merasa lebih percaya diri saat Tennouji-san
mengatakan itu padaku.”
“Oh,
aku telah memberi garam kepada musuh.”
Perubahan
Narika juga diakui oleh anggota pertemuan teh.
Percakapan
sekarang ini, jika dibandingkan dengan Narika yang dulu, dia pasti akan bertanya dengan ragu, “Be-Benarkah?” Pengalaman sukses yang
terakumulasi perlahan-lahan menjadi tanda bahwa rasa kepercayaan diri Narika sedang tumbuh.
Setelah
meneguk teh, Tennouji-san melihat ke arah Hinako.
“Konohana
Hinako! Aku adalah sainganmu,
tetapi saat ini aku akan fokus pada Miyakojima-san!
Mungkin kau akan merasa kesepian, tetapi mohon maafkan aku!!”
“Ya,
aku benar-benar memaafkanmu.”
Hinako
berkata dengan senyuman
lembut.
Senyumannya itu menunjukkan seolah-olah meminta agar dia selalu seperti
itu.
“…Ngomong-ngomong,
apa kalian semua mengetahui tentang janji kampanye Jouto-kun?”
“Tentang
itu, aku juga ingin membicarakannya.”
Tennouji-san
merespons pertanyaanku.
“Aku meyakini kalian semua juga berpikir hal
yang sama di dalam hati… aku merasa ada benarnya pendapatnya.”
Semua
orang mengangguk setuju.
“Bukannya Miyakojima-san, Asahi-san, dan Taisho-san,
pasti berpikir demikian, kan?”
“…Ah.
Karena bisnis keluarga kami adalah BtoC.”
Narika
mengangguk dengan ekspresi serius.
BtoC
adalah singkatan dari Business to Consumer. Ini adalah model bisnis di
mana perusahaan menjual barang kepada konsumen umum. Perusahaan Jaze
Holdings milik Asahi-san menjual produk elektronik yang diproduksi kepada
konsumen umum, dan perusahaan Taisho
Moving juga menyediakan layanan pindahan untuk konsumen
umum, sehingga keduanya termasuk dalam kategori BtoC. Perusahaan Narika,
Shimax, juga menjual peralatan olahraga kepada konsumen umum.
Sebaliknya,
perusahaan perdagangan umum atau produsen industri berat yang ada di dalam Grup Konohana adalah Business to
Business… yaitu model bisnis di mana perusahaan menjual barang kepada
perusahaan lain, yang disebut BtoB. Perusahaan Horizon yang aku kunjungi saat
permainan manajemen juga merupakan perusahaan yang fokus pada pengembangan
perangkat lunak untuk perusahaan, jadi itu termasuk BtoB.
Pada
dasarnya, BtoB lebih mudah menggerakkan uang dalam jumlah besar. Hal ini wajar
karena anggaran perusahaan jauh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran
konsumen umum. Meskipun ada beberapa perusahaan yang membeli roket, tidak
banyak pelanggan individu yang ingin membelinya.
Namun,
jarak antara BtoC dan konsumen umum jauh lebih dekat. Mereka biasanya
memikirkan konsumen saat memproduksi dan menjual barang. BtoC adalah model
bisnis yang tidak dapat berdiri tanpa perspektif konsumen umum.
Itulah
yang ingin disampaikan oleh Tennouji-san.
Orang-orang
dari keluarga BtoC, di antara siswa Akademi Kekaisaran,
relatif lebih akrab dengan budaya masyarakat biasa. Itulah sebabnya, pendapat Jouto pasti menggugah hati
mereka.
“Sejujurnya,
aku telah merasakan kesenjangan dengan masyarakat luar berkali-kali. Keluargaku
menjual peralatan olahraga di Akademi Kekaisaran, tetapi jelas harga produknya
berbeda dibandingkan dengan produk untuk sekolah lain. Entah dalam artian baik atau
buruk, tidak diragukan lagi bahwa Akademi Kekaisaran
itu istimewa.”
“Aku
pernah mengikuti perjalanan karyawan saat liburan
musim panas… cara orang-orang memperlakukanku pada awalnya terasa terlalu baik.
Aku berpikir mungkin karena aku anak presiden, tetapi sekarang setelah
dipikirkan lagi, sepertinya mereka khawatir karena menganggap kalau aku anak naif yang tidak
tahu dunia.”
Narika
dan Taisho mengungkapkan pemikiran mereka masing-masing.
Namun—semua
orang tidak mengetahuinya.
Aku yang
benar-benar hidup di masyarakat biasa merasakan kesenjangan yang luar biasa
bahkan dengan Narika dan Taisho.
Aku masih
ingat ketika diundang untuk perjalanan luar negeri sehari dalam acara
penyambutan siswa pindahan. Kesenjangan ini lebih besar dari
yang dipikirkan semua orang.
Setelah
memastikan pemikiran semua orang tentang masyarakat biasa di Akademi Kekaisaran, aku menyebutkan
satu hal lagi yang menjadi perhatian.
“Apa
ada yang mengetahui tentang Jouto-kun?”
“Aku dulu
sekelas dengannya tahun lalu.”
Tennouji-san
mengatakan sambil menatap mataku.
Akhirnya,
sepertinya aku bisa mengetahui lebih banyak tentang sosok Joto.
“Jouto-san adalah… orang yang
misterius.”
Tennouji-san
mulai berbicara sambil mengingat kembali setahun yang lalu.
“Ia
awalnya adalah siswa yang sangat berprestasi. Sampai
semester kedua kelas satu,
nilai akademisnya hampir bisa sejajar
denganku dan Konohana Hinako. …Benar, ;kan?”
Hinako
yang ditatap Tennouji-san balas mengangguk.
“Ya.
Aku belum pernah berbicara langsung dengannya, tetapi aku ingat nilainya yang hampir sama. Ia
sangat unggul dalam ilmu politik, dan saat itu, ayahku
sering menyuruhku untuk mencontohnya.”
Apa ia
adalah orang yang begitu hebatnya…
Narika,
Asahi-san, dan Taisho juga terkejut mendengar cerita ini.
Ia adalah
sosok yang sampai membuat Kagen-san menyuruh Hinako
untuk
mencontohnya. Dirinya pasti telah menghasilkan hasil
yang sangat baik. Sejauh yang aku ketahui, satu-satunya orang lain yang
pernah disuruh Kagen-san
untuk dicontoh oleh Hinako adalah Narika.
Ilmu politik
bagi Jouto tampaknya sama dengan olahraga
bagi Narika, sesuatu yang dikuasainya.
Meskipun secara lahiriah dia adalah seorang gadis sempurna, bahkan Hinako pun tidak
dapat menjangkau sesuatu yang dimiliki oleh orang tersebut.
“Namun,
itu semua adalah cerita hingga semester kedua.”
Tennouji-san mengangguk mendengar
kata-kata Hinako.
“Setelah
semester ketiga kelas, nilai
Joto-san menurun drastis. Perilakunya
di dalam kelas pun berubah dari yang
sebelumnya penuh semangat menjadi sangat tenang, seolah-olah dirinya telah kehabisan energi.”
Dari
cerita yang didengar, ini adalah perubahan yang cukup besar. Mungkin ia merasa
terkekang dalam mempertahankan nilai
tinggi? Aku juga kesulitan untuk meningkatkan nilai, tetapi untuk mencapai
level yang setara dengan Hinako dan yang lainnya, dibutuhkan usaha yang sangat
keras.
“Oleh karena
itu, aku terkejut saat mengetahui bahwa dia akan mencalonkan diri dalam
pemilihan OSIS. Mungkin
ada perubahan dalam pikirannya, dan ia kembali bersemangat seperti sebelumnya.
Apalagi dengan janji-janji seperti itu… jika memikirkan tentang keluarganya,
aku merasa kalau ia
memiliki keberanian yang luar biasa.”
“Keluarga…?”
Memangnya
ada sesuatu tentang keluarga Jouto?
“Keluarganya
sangat menjunjung tinggi tradisi. Ayahnya adalah seorang politikus yang sangat
konservatif dan terkenal karena menghindari konflik dengan sangat ketat.”
Politikus
harus berhati-hati terhadap skandal, tetapi jika sampai disebutkan seperti itu,
ia pasti adalah tipe yang sangat konservatif di antara para politikus.
“Di
tengah keluarga yang kuno, ketat, dan menjunjung tinggi tradisi, mendirikan
slogan yang mencolok seperti itu, aku merasa Jouto-san
memiliki semacam pencerahan…”
Tennouji-san
menatapku.
Ketika
aku berbicara tentang kesan terhadap Jouto berdasarkan apa yang kudengar
saat pidatonya…
“…Sejujurnya,
tidak ada suasana yang seperti
itu. Bisa dibilang kalau suasananya tampak datar-datar saja.”
Ketika
aku melihat ke arah Asahi-san, dia mengangguk ringan seolah-olah setuju dengan perkataanku. Sepertinya Asahi-san juga merasa
demikian. Mungkin Jouto juga
menghadapi berbagai hal saat mengikuti pemilihan…
“Ngomong-ngomong,
Itsuki, aku mendengar rumor bahwa
satu kandidat wakil ketua lainnya berassal
dari kelas satu. Aku mendengar kalau dirinya membantu Jouto-kun, apa kamu sudah bertemu dengannya?”
Narika
menatapku dan bertanya.
“Ah,
kandidat wakil ketua kedua adalah adiknya
Asahi-san.”
“Eh!?
Benarkah!?”
Bukan
hanya Narika, tapi semua
orang tampak terkejut.
“Jadi, kamu mempunyai adik laki-laki ya?”
“Ahaha… ya, begitulah.”
Asahi-san
tersenyum pahit dan meneguk teh.
“Seperti
apa orangnya? Apakah ia ceria seperti Asahi?”
Taisho
bertanya dengan rasa penasaran, dan
Asahi-san berpikir sejenak sebelum menjawab.
“Secara
harfiah, ia berkebalikan
dariku. Ia memang
tidak ceria, tetapi ia mempunyai
orak yang pintar, tenang, dan terasa seperti adik yang
sangat berbakat. Oh, dan… ia sedikit ambisius.”
“Oh…
kedengarannya bagus, karena ia memiliki ambisi. Tidak ada yang
kurang untuk lawan.”
Semangat
bersaing Tennouji-san menyala.
Bagi Tennouji-san,
saingannya adalah Narika dan Jouto, tetapi karena Joto didukung
oleh adik Asahi-san, mereka juga bersaing satu sama lain.
Pada saat
itu, pintu ruang tamu diketuk.
“Aku
membawakan kue yang baru dipanggang.”
Yuri
datang bersama Shizune-san, membawa kue-kue yang baru saja dibuat.
Di atas
troli kafe bergaya Eropa yang mewah, terdapat kue kering dan financier. Aroma
mentega yang menyengat membuatku hampir meneteskan air liur.
“Jika
Hirano-san tidak keberatan, bagaimana kalau kamu juga
ikut bergabung?”
“Eh?
Tapi aku tidak ingin mengganggu kalian.”
Yuri
melihat dengan ragu-ragu saat Tennouji-san mengundangnya.
Melihat
tatapan Yuri yang ingin mendengar pendapatku, aku berpikir sejenak.
“…Justru
ini mungkin waktu yang sangat pas.
Kami sedang membahas tentang membiasakan Akademi
Kekaisaran dengan budaya orang biasa.”
“Budaya
orang biasa…?”
Mumpung
sekalian, mari kita dengarkan pendapat dari orang biasa
selain diriku
sendiri.
Bersama
Yuri yang tampak bingung, kami melanjutkan pembicaraan tentang janji-janji Jouto.
◆◆◆◆
“Hyaa~, tadi itu seru sekali~!”
“Karena ada
banyak kue yang enak, aku jadi sedikit
berlebihan memakannya!”
Pukul
enam sore. Setelah pertemuan teh selesai, kami sudah sampai di pintu masuk
rumah. Taisho tertawa riang, sementara Asahi-san mengusap perutnya yang sedikit
kekenyangan, melewati taman menuju gerbang.
“Lah,
kamu masih belum pulang, Tomonari?”
“Umm, sepertinya penjemputnya sedikit
terlambat…”
Di depan
gerbang rumah terdapat beberapa mobil, tetapi melihatku yang tidak mau naik ke
mobil mana pun, Taisho tampak kebingungan.
Setelah
Taisho memahami jawabanku, ia masuk
ke mobil, diikuti oleh yang lainnya satu per satu.
“Konohana Hinako!
Selanjutnya, aku harap kita bisa mengadakan pertemuan teh di rumahku!”
“Ya,
aku akan mempertimbangkannya.”
Kelihatannya,
pertemuan teh berikutnya akan diadakan di rumah Tennouji-san.
“Itsuki, tolong sampaikan rassa terima kasihku kepada Hirano-san.”
“Baik, aku akan menyampaikannya.”
Narika
mengucapkan terima kasih kepada Yuri yang tidak ada di tempat ini.
Mungkin
untuk kue dan… berbagai pendapat yang ada.
Ngomong-ngomong,
karena Yuri ikut serta dalam pertemuan teh tadi,
diskusi kami menjadi lebih bermakna seperti yang diperkirakan.
Sudah kuduga,
Yuri juga memiliki pandangan yang sama denganku bahwa siswa Akademi Kekaisaran, meskipun keluarganya
menjalankan bisnis BtoC, masih belum bisa beradaptasi dengan perasaan
masyarakat umum. Pada satu titik,
Tennouji-san mencoba melawan sedikit dengan berkata, “Memangnya kita tidak beradaptasi dengan
baik?” tetapi saat Yuri mengatakan sambil
membengkokkan jari telunjuk dan jari tengahnya, “Tidak
banyak orang yang memegang pengupas seperti ini,”
semua perdebatan pun berakhir. Aku teringat saat liburan musim panas, ketika
kami mengadakan barbeque di pantai. Baik aku maupun Yuri jelas mengingat betapa
minimnya pengetahuan memasak para gadis bangsawan.
Kami
mengantar Narika, Tennouji-san, dan Asahi-san yang naik mobil untuk
pulang.
Kemudian,
Taisho keluar dari mobilnya dan
kembali ke arah kami.
“Taisho-kun,
apa ada sesuatu yang ketinggalan?”
“Aku cuma
berpura-pura melupakan sesuatu untuk kembali.”
“Berpura-pura?”
Karena
aku sudah memastikan tidak ada yang tertinggal saat keluar dari ruang tamu, aku
merasa heran, dan semakin heran ketika mendengar kata “pura-pura”.
“Tomonari,
kamu sudah pernah berbicara
dengan adiknya Asahi, ‘kan?”
“Ya.”
Setelah aku balas mengangguk, Taisho memilih
kata-katanya sejenak
sebelum melanjutkan berbicara.
“…Tolong perhatikan Asahi.”
Taisho
melanjutkan dengan wajah serius.
“Sepertinya
hubungan antara kakak beradik itu
tidak berjalan dengan baik.”
“…Apa maksudmu?”
“Tidak,
aku sendiri juga tidak tahu secara rinci.
…Rumahku dan rumah Asahi cukup dekat, jadi kadang-kadang
kami pulang bersama, dan dalam perjalanan itu, aku mendengar beberapa cerita
tentang adik laki-lakinya.”
Ngomong-ngomong,
Taisho adalah yang pertama kali bertanya tentang karakter adiknya Asahi-san di pertemuan teh tadi.
Sepertinya
ia mencoba mendengarkan dengan santai.
“Aku
tidak tahu apa yang terjadi, tetapi sepertinya mereka sedang bertengkar cukup
serius. Aku rasa kamu bisa menangani ini dengan baik, Tomonari. Tapi tolong perlakukan
dengan hati-hati.”
“…Baiklah.”
Sepertinya
hanya itu saja yang ingin disampaikannya, dan Taisho kembali ke
mobil.
Sebagai saingan yang ingin menjadi wakil ketua,
aku berharap bisa mendengar banyak penjelasan tentang Rintaro dari mulut
Asahi-san, tetapi jika begitu, sepertinya aku harus lebih berhati-hati.
(Perkelahian
antara kakak beradik…
jadi itu sebabnya Asahi-san sering terlihat aneh?)
Kalau
dipikir-pikir lagi, aku merasa Asahi-san
tampak sedikit tidak nyaman ketika topik tentang keluarganya muncul.
Sebenarnya,
saat permainan manajemen baru saja dimulai, aku pernah merasakan ketertarikan dari Asahi-san. Kalau tidak salah, saat kami
semua mengumumkan posisi awal.
Ketika
dia mendengar bahwa aku akan memulai bisnis dari nol, Asahi-san terkejut dan
berkata, “Meskipun
kamu memikirkannya di kepala, itu bukan hal yang mudah dilakukan!”
Menilai dari
cara berbicaranya,
aku mersa penasaran apakah Asahi-san juga
pernah memikirkan hal serupa.
――Apa Asahi-san juga memikirkan hal yang
sama?
――…Ah,
lupakan saja tentang
aku!
Aku masih
ingat bagaimana dia menghindar dengan jelas.
Pada waktu itu, topik pembicaraan tidak
hanya tentang permainan manajemen, tetapi juga mengenai kebijakan
keluarga.
Sekarang
aku memikirkannya kembali,
sepertinya Asahi-san sudah mulai membangun dinding tipis untuk menyembunyikan
sesuatu sejak saat itu.
“Itsuki… apa ada sesuatu yang kamu bicarakan?”
“…Tidak,
itu hanya obrolan santai.”
Hinako
yang sedikit jauh memperhatikan percakapan antara aku dan Taisho, tetapi
mengingat ekspresi serius Taisho, aku memutuskan untuk menyimpan hal ini dalam
hati.
Setelah
Taisho pergi, Hinako mengendurkan perhatian dan menguap.
“Fyuh… terima kasih sudah menemani
hari ini. Ini hari libur, jadi sebenarnya kamu ingin bersantai, kan?”
“Tidak…
aku juga suka mengadakan pesta teh
dengan semua orang.”
Di depan
mereka yang biasanya bersamaku, Hinako tampak lebih nyaman dibandingkan dengan
orang lain. Meskipun dia tidak bisa sepenuhnya melepaskan aktingnya, pasti ada
tempat di mana dia bisa bersantai dengan caranya sendiri.
“Tapi…
aku mulai mengantuk.”
Sepertinya
dia tidak bisa mengalahkan rasa kantuk.
Hinako
biasanya akan bermalas-malasan di akhir pekan, jadi hari ini
dia terlihat lebih aktif.
“Aku
akan mengantarmu ke kamarmu.”
Aku
membawanya ke kamarnya sambil mengangguk seperti biasa.
Setelah
itu, aku kembali ke ruang tamu yang kami gunakan untuk pertemuan teh.
“Ah,
Itsuki. Aku sudah mulai membereskan.”
“Ah,
maaf ya. Aku juga akan
membantu."
Aku
bergabung dengan Yuri yang sedang membereskan peralatan
pesta teh dan mulai membantunya.
“Narika
mengucapkan terima kasih. Mungkin untuk makanan dan pendapat darimu.”
“Untuk
makanan sih tidak masalah, tetapi pendapatku tidak sepatutnya mendapatkan
ucapan terima kasih.”
“Bagi
siswa Akademi Kekaisaran, berinteraksi dengan
orang-orang seperti kita adalah sesuatu yang berharga.”
Aku
meletakkan cangkir dan piring di atas troli.
Pekerjaan
seperti ini biasanya dikecualikan selama masa pemilihan, tetapi aku merasa
tidak nyaman jika tidak membereskan barang-barang yang telah aku gunakan, jadi
aku secara sukarela membantu.
Lagipula,
aku merasa tidak enak jika hanya membiarkan Yuri yang bekerja. Meskipun dia
pasti tidak mempermasalahkannya.
“Kamu
juga cukup sibuk, ya. Setelah permainan manajemen berakhir, sekarang pemilihan OSIS?”
“Benar.
Ngomong-ngomong, setelah pemilihan OSIS,
selanjutnya ada acara festival budaya.”
“Jadi kamu
memang sangat sibuk, ya… Apa aku juga bisa pergi ke
festival budaya Akademi Kekaisaran?”
“Karena acaa
sendiri menerapkan sistem undangan, jadi jika aku mengundangmu,
kamu bisa datang.”
“Kalau
begitu, tolong undang aku, ya. Aku ingin melihat seperti apa penampilan dirimu
saat di akademi.”
Aku merasa
sedikit gugup ketika dia mengatakan itu…
Ketika
aku melipat serbet meja, Yuri menggantinya dengan yang baru.
“Ngomong-ngomong,
bukannya kamu pernah direkrut dalam
acara pesta social Grup Konohana, ‘kan? Bagaimana dengan itu?”
“Ah, mengenai itu ya. Aku sudah berusaha bernegosiasi berbagai hal, tetapi akhirnya kami
memutuskan untuk menunda.”
“Begitu
ya… setelah mendengar itu, rasanya sedikit
disayangkan.”
“Mereka
menawarkan berbagai pilihan seperti bekerja di cabang Jepang,
ada tawaran untuk tinggal, dan berbagai alternatif lainnya juga muncul. Tapi
ketika aku melihat tempat kerjanya… jujur saja, rumah Konohana-san jauh lebih berkualitas. Mungkin
berbeda dengan kantor pusat di luar negeri.”
“Ah….”
Yah, kupikir memang itulah masalahnya.
Makanan yang disajikan di rumah ini benar-benar enak.
Menunda
berarti hubungan tetap terjalin. Jika dipikir-pikir, ini mungkin pilihan
terbaik untuk Yuri saat ini. Ketika dia benar-benar ingin mengembangkan toko
keluarganya secara nasional, hubungan itu bisa sangat berguna. Sekarang aku
yang sudah belajar tentang manajemen bisa memahaminya.
“…Hei.
Ceritakan lebih banyak tentang apa yang sedang kamu lakukan.”
Setelah
selesai mengganti serbet meja, Yuri berkata dengan nada sedikit ragu.
“Ada
apa? Sepertinya hari ini kamu tampak sangat
tertarik.”
“Bukan
apa-apa… Aku hanya berpikir ingin melangkah maju.”
“Melangkah
maju?”
Saat aku
memiringkan kepalaku, Yuri
menatapku dengan pipi yang memerah.
“Aku
ingin tahu lebih banyak tentang dunia tempat kamu hidup.”
Aku tidak
menyangka akan mendapatkan perhatian yang begitu langsung, dan aku merasa
sedikit canggung.
Perubahan
sikap Yuri yang berbeda dari biasanya membuatku merasa gugup.
“Baiklah.
Jadi, pertama-tama…”
Sambil
berpura-pura tenang, aku menjelaskan kepada Yuri tentang pekerjaan yang aku
lakukan sebagai calon wakil ketua.
Melihat Yuri yang terus mendengarkan dengan antusias, tanpa sadar aku juga merasa senang, dan kami tidak pernah kehabisan topik hingga selesai membereskan ruang tamu.
◆◆◆◆
Pada pagi hari Senin, di Akademi Kekaisaran. Aku mengambil buletin pemilihan yang sedang dibagikan dan wajahku langsung berkerut saat melihat isinya.
(Hmm... sepertinya ini bakalan memanas.)
— Konservatif vs Reformis.
Judul utama berita terkini dimulai dengan kalimat seperti itu.
Dengan dimulainya pidato para kandidat ketua, persaingan untuk mendapatkan dukungan semakin intens. Berita mengenai pemilihan OSIS yang dibuat oleh mantan anggota OSIS tersebut tampaknya membagi tiga kandidat ketua menjadi dua kubu, konservatif dan reformis, untuk menunjukkan konflik dengan jelas.
Tennouji-san dan Narika, yang aku bantu, adalah kubu konservatif yang berusaha membuka jalan baru sambil tetap menjaga tradisi Akademi Kekaisaran tetap ada.
Di sisi lain, Jouto dan yang lainnya berusaha untuk merombak Akademi Kekaisaran saat ini dan menjalankannya dengan nilai-nilai baru sebagai kubu reformis.
Aku meyakini bahwa Tennouji-san dan Narika seharusnya tidak sepenuhnya condong ke konservatif. Jika janji kampanye mereka terwujud, akan ada acara dan fasilitas baru yang tidak ada di Akademi Kekaisaran saat ini. Namun, jika dibandingkan dengan janji kampanye Jouto, rasanya tidak bisa dihindari jika mereka disebut konservatif. Bukan karena kami konservatif, tetapi karena pemikiran pihak lain yanng terlalu berani.
Tentu saja, keberanian itu juga memiliki kekurangan.
Tingkat dukungan hampir sama dengan sebelumnya, di mana Tenouji-san dan Narika masing-masing didukung oleh sekitar empat puluh persen siswa. Tampaknya masih ada banyak siswa yang belum bisa mengikuti janji kampanye Jouto yang terlalu berani.
Setelah selesai membaca berita tersebut, aku mengetuk pintu ruang guru.
“Permisi. Apa Fukushima-sensei ada di sini?”
“Oh, Tomonari-kun. Ada apa?”
Fukushima-sensei, yang sedang mengerjakan dokumen, menoleh ketika mendengar suaraku.
Aku mendekati meja Fukushima-sensei dan menyampaikan maksudku.
“Aku datang untuk mengajukan permohonan penggunaan mikrofon untuk pidato. Mohon dua unit.”
“Kelihatannya kamu tidak menggunakan itu sebelumnya, tapi apakah hari ini akan digunakan?”
“Aku belum memutuskan untuk pasti menggunakannya, tetapi aku ingin bersiap-siap. ... Aku berpikir bahwa berbicara dengan suaraku sendiri akan memberikan kesan yang lebih baik, tetapi aku juga perlu memperhatikan seberapa mudah pesan itu disampaikan.”
“Memang. Jika jumlahnya banyak, suara juga menjadi sulit terdengar.”
Begitulah adanya.
Meskipun aku ingin memberikan kesan yang baik, jika kata-kata tidak tersampaikan, maka itu tidak ada artinya. Aku berpikir bahwa menggunakan mikrofon tergantung pada jumlah pendengar di masa depan juga bisa menjadi pilihan.
“Permohonan telah diterima. Semoga sukses!”
“Terima kasih.”
Aku mengucapkan terima kasih dan keluar dari ruang guru. Dengan ini, aku seharusnya bisa menggunakan mikrofon saat jam istirahat makan siang.
“Tomonari-senpai.”
Ada suara yang memanggilku dari belakang.
Ketika aku menoleh, junior dengan kacamata bingkai perak menatapku.
“Bukannya kamu adiknya...?”
"Rintarou saja, tidak perlu ribet. Kamu tidak perlu menggunakan bahasa formal segala.”
Berkali-kali disebut “adiknya Asahi-san” terasa merepotkan, jadi aku merasa terbantu dengan ucapan itu.
Namun, terlepas dari cara memanggilnya, aku masih bingung tentang penggunaan bahasa formal...
Sebenarnya, meskipun aku berada di samping Hinako sebagai pengurus, cara bicaraku dibuat-buat agar tidak terlihat aneh di mata orang-orang di sekitarku... tetapi belakangan ini, aku merasa tidak lagi dalam tahap itu. Saat ini, aku ingin berada di samping Hinako bukan karena kepura-puraan, tetapi karena prestasi. Dan jika dipikir-pikir, sejak bertemu Narika, cara bicaraku sudah mulai berubah.
“...Baiklah.”
Mungkin tidak ada salahnya menggunakan cara bicara asliku ketika berhadapan dengan Kouhai.
Rasanya sudah cukup lama sejak aku datang ke Akademi Kekaisaran. Mungkin sudah saatnya untuk meninjau kembali aturan pengurus. Aku akan berkonsultasi dengan Shizune-san kapan-kapan.
“Kamu memutuskan untuk menggunakan mikrofon, ya? Apa kamu berubah pikiran setelah melihat pidato kami?”
“...Ah.”
Itu benar. Setelah melihat Jouto menggunakan mikrofon untuk berpidato pada Jumat sore, aku menjadi lebih positif tentang penggunaan mikrofon.
Suara yang diperbesar oleh mikrofon tidak hanya sampai ke pendengar, tetapi juga ke telinga orang-orang yang kebetulan lewat. Dengan kata lain, tergantung pada volume pidato, kita bisa menarik orang yang seharusnya tidak menjadi pendengar menjadi bagian dari audiens. Faktanya, dalam pidato Jouto pada hari Jumat, aku melihat beberapa siswa yang jelas-jelas seharusnya pulang, tiba-tiba mampir untuk mendengarkan pidatonya.
“Hebat. Cara berpikirmu, memang seperti yang aku duga tentang dirimu.”
Rintarou tersenyum dan memujiku.
Menurutku tidak sepatutnya hal tersebut dipuji sampai sejauh itu... tetapi Rintarou tampak benar-benar mengagumi tindakanku. Meskipun itu hal kecil, seharusnya ia bisa merasa tidak suka karena teknik yang digunakannya ditiru.
“Jika kamu ingin menggunakan mikrofon, sebaiknya perhatikan juga posisi speaker. Speaker di akademi ini memiliki kabel yang pendek, jadi ada batasan pada arah dan tempat pemasangannya. Sebaiknya kamu perlu melakukan latihan dulu sebelum menggunakannya.”
“...Terima kasih. Kamu memang tahu banyak tentang peralatan.”
“Karena keluargaku memiliki toko elektronik.”
Tentu saja, itu mungkin berkat hal itu, tetapi fakta bahwa ia sudah memastikan semua pemeriksaan sebelum hari pidato menunjukkan bahwa dirinya telah membayangkan kemungkinan kesulitan dalam penempatan speaker. Ia tidak menunggu masalah muncul, tetapi sudah mengambil langkah untuk mencegahnya.
Dirinya bahkan mencalonkan diri sebagai wakil ketua saat masih menjadi siswa kelas satu. Aku pikir ia pasti sangat percaya diri, dan ternyata memang kemampuan yang dimilikinya sangat mengesankan.
Di satu sisi, aku berpikir, ‘Aku tidak bisa meremehkannya’, namun di sisi lain, ia adalah lawan yang bisa mengganggu konsentrasiku.
Kami adalah saingan, tetapi mengapa dia memberikan saran yang begitu tulus? ...Mungkin hanya hatiku yang kotor.
“Masih ada waktu sebelum pelajaran dimulai, ya... Tomonari-senpai. Bolehkah aku meminta sedikit waktumu sekarang? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”
Usulan yang tiba-tiba ini membuatku berpikir sejenak.
Aku memutuskan untuk datang lebih awal selama periode pemilihan OSIS, jadi masih ada tiga puluh menit sebelum pelajaran dimulai.
Aku berencana untuk membagikan selebaran di lapangan sebelum pelajaran dimulai, tetapi akan sangat disayangkan jika melewatkan kesempatan untuk menyelidiki tentang Jouto. ...Meskipun agak menyesal, mungkin aku akan meminta Kita dan Suminoe-san untuk membantu membagikan selebaran nanti. Sepertinya mereka berdua akan senang untuk membantu.
“Baiklah.”
Setelah aku menyetujui ajakannya, Rintarou tersenyum cerah.
◆◆◆◆
Kami berdua lalu berpindah tempat di dalam kafe dan duduk berhadapan.
“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”
Rintarou melihatku tanpa memperhatikan cangkir yang diantar ke meja.
“Tomonari-senpai sepertinya lebih nyaman jika tidak menggunakan bahasa formal. Rasanya lebih alami.”
“...Apa aku harus bilang terima kasih?”
“Lebih tepatnya, aku berniat memuji.”
Sebenarnya, cara bicaraku memang lebih alami...
“Tomonari-senpai yang sekarang, terlihat seperti siswa biasa yang kami tuju.”
Setelah mengatakan itu, Rintarou menatapku dengan serius.
“Tomonari-senpai. ―― Apa kamu mau bergabung dengan kubu kami?”
“...Eh?”
“Singkatnya, ini adalah tawaran untuk bergabung. Mari kita dukung Jouto-senpai bersama-sama.”
Aku menatap Rintarou yang sedang menyesap kopi dengan diam.
Meskipun ada banyak pertanyaan muncul akibat tawaran mendadak ini, hal yang pertama kali kupertanyakan adalah...
“...Mengapa aku? Meskipun kamu membutuhkan orang, aku adalah sainganmu, dan aku berasal dari kubu yang berbeda dengan Jouto-kun, ‘kan?”
“Ada beberapa alasan.”
Rintarou meletakkan cangkir di atas piring kecil.
“Salah satunya adalah aku percaya pada kemampuan Tomonari-senpai. Menjadi asisten untuk Tennouji-senpai dan Miyakojima-senpai secara bersamaan tidaklah mudah. Selain kemampuan kerjamu, kepribadianmu yang dapat dipercaya oleh para wanita juga sangat dihargai.”
“...Tapi, pemilihan baru dimulai tiga hari yang lalu.”
“Apa yang aku lihat adalah akumulasi dari pengalaman Tomonari-senpai sebelumnya. ...Sepertinya kamu sangat berperan dalam permainan manajemen.”
Hasil permainan manajemen tampaknya sudah diketahui oleh para junior.
Jadi, dia menilaiku berdasarkan semua prestasi yang kumiliki hingga saat ini. Hal itu sendiri adalah suatu kehormatan.
“Tapi, permainan manajemen dan pemilihan OSIS itu berbeda, kan? Supaya bisa bergabung dengan kubu lain, aku harus terlebih dahulu merasakan kesamaan pemikiran dengan Jouto-kun—”
“Ya, di situlah letak masalahnya! Justru itu adalah alasan terbesar mengapa aku memilih Tomonari-senpai!”
Rintarou berbicara dengan semangat.
“Tomonari-senpai, memangnya kamu tidak pernah merasakan bahwa Akademi Kekaisaran ini aneh?”
Rintarou menunjuk ke cangkir yang ada di tangannya.
“Cangkir teh dan piring ini harganya sepuluh ribu yen. Sebagian besar peralatan teh yang digunakan di kafe harganya sekitar segitu. ...Apa kamu tidak merasa kalau itu sangat mahal?”
“Itu...”
“Pastinya mahal sekali, ‘kan? Terutama bagi Tomonari-senpai yang merupakan murid pindahan.”
Dari caranya berbicara, aku bisa menangkap pemikirannya.
Begitu ya....ternyata, alasan terbesar Rintarou mengajakku ialah karena aku murid pindahan, sehingga aku merasakan perbedaan dalam lingkungan Akademi Kekaisaran.
“Tomonari-senpai, ketika kamu baru saja pindah, apa kamu tidak terkejut dengan lingkungan di akademi ini?”
“...Sejujurnya, aku cukup terkejut.”
“Iya, ‘kan? Artinya kita memiliki kesadaran yang sama mengenai masalah ini.”
Mmungkin karena situasi ini sesuai dengan harapannya, Rintarou semakin lancar berbicara.
“Kami melihat Tomonari-senpai yang baru saja pindah ke akademi ini. ...Saat itu, kamu pasti merasakan ketidaknyamanan terhadap ketidaknormalan ini, tetapi sekarang kamu terpaksa beradaptasi. Namun, adaptasi itu akan melahirkan apa? Bukannya kamu merasa bahwa hidup dengan menghabiskan sepuluh ribu yen untuk peralatan teh adalah hal yang biasa? Apa orang dengan pandangan nilai yang menyimpang seperti itu seharusnya dibiarkan masuk ke masyarakat?"
Rintarou berdiri dengan penuh semangat.
“Ketika kamu baru pindah, sebenarnya kamu pasti berpikir seperti ini. --- Ini aneh! Rasanya ada yang salah! Akademi ini tidak normal!”
“........Aku tidak bisa membantahnya.”
“Begitu kan! Ah, Senpai pasti memahaminya!”
Memang benar ketika aku baru datang ke akademi ini, aku merasa seperti akan gila. Namun, ada satu hal yang menggangguku. ...Dari setiap perkataan Rintarou, sepertinya ada nuansa meremehkan Akademi Kekaisaran.
“Masih ada alasan lain mengapa aku mengajak Tomonari-senpai."
Rintarou yang kini duduk kembali berkata.
“Tomonari-senpai memiliki sifat yang, dalam arti baik, tidak seperti siswa Akademi Kekaisaran.”
Jantungku berdebar sejenak.
Sebagai seseorang yang menyembunyikan identitasnya di akademi ini, aku merasa keringat dingin mulai mengalir. Karena ia mengatakan dalam artian baik, aku tahu ia tidak meragukan identitasku, tetapi...
“Misalnya saja, kamu belajar dengan memperhatikan orang lain. ...Siswa di akademi ini memiliki harga diri yang tinggi dan jarang berpikir untuk meniru orang lain. Semua orang secara tidak sadar memiliki keyakinan bahwa mereka adalah pihak yang ditiru. Namun, Tomonari-senpai tidak ragu untuk mengambil referensi dari orang lain. Seolah-olah kamu sudah melakukannya sepanjang waktu. ...Kami percaya, semangat seperti itu sangat diperlukan di masyarakat yang akan datang.”
“...Terima kasih.”
Sebenarnya, karena aku telah mengalami situasi sulit akibat pelarian malam orang tuaku, aku merasa bisa memahami dan setuju dengan penilaian tentang semangat seperti itu.
Kupikir dirinya akan memujiku hanya karena menggunakan mikrofon, tapi ternyata Rintarou memuji bagian di mana aku belajar dari tindakan orang lain.
“Selain itu, atau lebih tepatnya, karena itu, sikap rendah hati juga luar biasa. Dalam pemilihan kali ini, Tomonari-senpai pasti sudah berperan aktif, tetapi kamu tidak menjadikannya sebagai keuntungan, ‘kan? Seolah-olah semua ini adalah hasil kerja calon ketua.”
“Karena itu memang benar adanya.”
“Karena kamu berada dalam posisi yang harus membuat ketua menang, kamu tidak bisa tidak mengatakannya——tapi pasti bukan hanya karena itu saja, kan, Tomonari-senpai? Kata-kata itu keluar dari hatimu, dan itu sangat menarik.”
Ada apa ini?
Mengapa Rintarou begitu menyanjungku?
“Apa ini juga berkaitan dengan isi janji kampanye?"
“Kurang lebih. Janji dasar ditentukan oleh mereka sendiri, tetapi aku pernah memberikan beberapa usulan.”
“Oh, seperti apa?”
Apa dirinya mencoba meningkatkan rasa percaya diriku untuk mendapatkan informasi?
Sayangnya, aku tidak akan menjadi mudah bicara hanya karena dipuji. Sebenarnya, selama aku berada di akademi ini, mana mungkin aku merasa terlalu percaya diri di tengah orang-orang hebat di sekitarku.
Namun, aku bisa menjawab pertanyaan ini.
“Aku berencana membahasnya di pidato berikutnya, tetapi contohnya, aku pernah berbicara tentang usulan aturan berpakaian sebagai bagian dari janji kampanye Tennouji-san. Aturan berpakaian itu berubah sedikit tergantung pada tingkat sosial, jadi aku pikir itu akan berguna.”
“Kupikir itu ide yang bagus. Terutama bagi kita sebagai siswa, kadang-kadang sulit untuk mengetahui apa yang pantas dikenakan.”
Rintarou tampak benar-benar terkesan.
Sepertinya aku terlalu curiga.
“Aku ingin bertanya beberapa hal juga.”
“Tentu saja. Aku akan menjawab apa pun.”
Aku mulai bertanya kepada Rintarou yang mulai terbuka.
“Pertama-tama, mengapa Rintarou berpikir bahwa Akademi Kekaisaran ini tidak normal? Keluarga Rintarou juga dianggap kaya menurut standar umum, ‘kan? Berbeda denganku yang murid pindahan dan tahu tentang sekolah lain, Rintarou seharusnya sudah terbiasa dengan lingkungan akademi ini dari awal.”
“Seperti yang kamu tahu, keluargaku memiliki bisnis BtoC. Jadi, aku sering berinteraksi dengan orang biasa, sehingga aku bisa merasakan ketidaknyamanan. ...Tapi, aku tidak tahu dengan pemikiran Nee-san sih.”
...Aku akan menghindari membahas kalimat terakhir tentang Asahi-san untuk saat ini.
Meskipun aku merasa penasaran...
“Pertanyaan kedua adalah lanjutan dari yang pertama... Apa Rintarou memiliki sesuatu yang ingin dilakukan dengan pengurangan kelas sosial di Akademi Kekaisaran yang merupakan janji kampanye Jouto-kun?”
“Sesuatu yang ingin dilakukan, ya?”
“Tidak, maksudku, aku merasa Rintarou terlihat terdesak. Seolah-olah ada semangat yang mendalam untuk melakukannya...”
Rintarou terkejut dan membuka matanya lebar-lebar.
“....Tomonari-senpai, sepertinya kamu pandai membaca emosi orang, ya.”
Jangan mengatakan seolah-olah aku ini yang bisa mengerti batin orang lain seperti Takuma-san.
“Seperti yang kamu duga, aku memang memiliki sesuatu yang ingin dilakukan. ...Aku ingin berwirausaha di masa depan.”
“Wirausaha? Jadi, kamu tidak akan meneruskan bisnis Jaze Holdings milik keluargamu?”
“Ya. Kupikir kakakku yang akan meneruskannya.”
Sepertinya Rintarou memiliki pola yang mirip dengan Suminoe-san.
Suminoe-san juga sudah ditentukan bahwa kakak laki-lakinya yang akan meneruskan bisnis SIS. Suminoe-san sendiri berencana untuk bekerja di Tennouji Group di masa depan, tetapi Rintarou tampaknya memilih untuk berwirausaha daripada bekerja.
“Aku berniat untuk mendirikan perusahaan BtoC yang berbeda dari keluargaku. Demi mewujudkan itu, aku ingin belajar tentang masyarakat biasa dengan baik sejak masih menjadi siswa. Itulah sebabnya aku bekerja sama dengan Jouto-senpai untuk mereformasi Akademi Kekaisara. ...Pasti ada banyak orang di akademi ini yang sebenarnya ingin belajar tentang masyarakat biasa dengan alasan yang sama seperti aku.”
Ia tampaknya terlibat dalam aktivitas pemilihan kali ini karena memiliki sesuatu yang ingin dilakukan dan percaya bahwa banyak orang lain juga merasakannya. Aku merasa senang karena dirinya tidak hanya memilih jalan yang menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga ingin membuat orang lain bahagia. Sepertinya ia tidak ingin mendorong reformasi secara egois.
“Tomonari-senpai juga memulai dari wirausaha di permainan manajemen, ‘kan? Aku bisa berempati denganmu. Kamu memang tidak terlihat seperti siswa Akademi Kekaisaran.”
Tolong jangan mengatakannya dengan cara yang membuatku berdebar-debar dengan cara yang buruk...
Mungkin Rintarou berpikir ia sedang memujiku.
“Usulan konkretnya ialah mereformasi kegiatan ekstrakurikuler, pengalaman kerja, dan juga reformasi syarat masuk. Apa ada bukti yang menunjukkan bahwa masing-masing reformasi ini akan efektif untuk akademi?”
“Tentu saja. Di akademi ini, kesempatan untuk berperilaku secara kolektif sangat sedikit, jadi kami akan belajar tentang kerja sama tim melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dengan pengalaman kerja, kami bisa belajar tentang struktur masyarakat. ...Dan untuk segera menerapkan reformasi ini, kami akan menghapus latar belakang keluarga dari syarat masuk dan mengundang orang-orang biasa.”
Apa ia benar-benar ingin merekrutku? Rintarou menjelaskan inti dari janji kampanyenya dengan sangat rinci.
Memang benar bahwa para siswa Akademi Kekaisaran yang tidak memiliki kegiatan ekstrakurikuler tampak lebih bergerak sebagai individu daripada sebagai kelompok. Meskipun ada pengecualian saat acara seperti permainan manajemen, pada dasarnya semua orang sibuk dengan urusan rumah tangga mereka sendiri, sehingga tidak ada yang selalu bersama orang lain di akademi.
Itulah sebabnya istilah ‘pertemuan teh yang mulia’ muncul. Karena di Akademi Kekaisaran, konsep berkelompok itu sendiri sudah sangat lemah, maka pertemuan kami menjadi terlihat mencolok.
Tidak adanya kelompok, dalam arti tertentu, aku anggap sebagai kelebihan. Misalnya, sulit untuk munculnya kasta sekolah, sehingga kemungkinan terjadinya perundungan sangat kecil. Selain itu, semua orang meningkatkan kemampuan mereka sebagai individu, sehingga tidak ada suasana akrab yang ada, dan lingkungan yang memungkinkan pembelajaran dengan kesadaran tinggi tercipta.
Namun, aku bisa memahami pendapat Rintarou.
Pendapatku tidak membantah kata-kata ‘itu tidak umum’.
“...Jika tujuan utamanya hanyalah mempelajari tentang masyarakat biasa, bukannya lebih baik melakukan pekerjaan paruh waktu? Mungkin pekerjaan fisik di lokasi konstruksi sulit, tetapi menjadi guru les atau pekerja hotel tampaknya cocok untuk siswa akademi ini.”
“...Haha. Sepertinya senpai seharusnya datang ke kubu kami.”
Sial, aku tanpa sengaja memberikan saran.
“Yah, itu hanya pemikiran sekilas saja...”
“Tidak, aku akan mencatatnya. Aku tidak pernah memikirkan ide pekerjaan paruh waktu.”
Rintarou dengan cepat mengeluarkan buku catatan dari dalam tasnya dan mulai menulis.
Setelah selesai menulis, Rintarou menatapku.
“Mumpung ada kesempatan ini, aku akan mengatakannya dengan jelas. Jika kamu mau bergabung dengan kubu kami, aku tidak keberatan menyerahkan posisi wakil ketua kepada Tomonari-senpai.”
“………………Hah?”
“Walaupun aku memiliki keinginan untuk memperbaiki ketidakseimbangan di akademi ini, tapi aku tidak terlalu terikat pada posisi wakil ketua. ...Bagaimana? Mau bergabung dengan kami?”
Kemungkinan ini adalah tawaran terbesar yang bisa Rintarou berikan padaku.
Setelah ia membuat keputusan sebesar itu, aku pun akan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh.
Fakta yang bisa kupastikan adalah... cara paling pasti untuk mencapai tujuan menjadi wakil ketua ialah dengan menggenggam tangan yang terulur di depanku.
Posisi wakil ketua sedang diperebutkan antara aku dan Rintarou. Jadi, jika Rintarou berjanji untuk mengundurkan dirinya, aku bisa mendapatkan posisi wakil ketua tanpa menunggu pemilihan.
Jika aku bisa masuk ke dalam OSIS Akademi Kekaisaran, aku bisa meraih tujuan berikutnya.
Takuma-san pernah bilang padaku. Jika aku ingin menjadi anggota eksekutif di Grup Konohana, sebaiknya aku masuk ke dalam OSIS Akademi Kekaisaran.
Kagen-san juga memberitahu langsung padaku. Jika aku ingin mendalami masalah yang dihadapi keluarga Konohana, dirinya akan mempertimbangkannya jika aku berhasil bergabung ke dalam OSIS.
Mungkin, jika aku menjadi anggota OSIS, pemandangan yang kulihat akan berubah total.
Setelah memikirkan semua itu—aku tetap memutuskan untuk tetap pada niat awalku.
“...Maaf.”
Aku menolak tangan yang terulur itu.
“Janji kampanye Jouto-kun memang memiliki beberapa kebenaran. Semua orang juga mengakui itu.”
“Jika begitu, mengapa...”
“Sepertinya kamu salah paham mengenai sesuatu, Rintarou.”
Aku menjelaskan kepada Rintarou yang tampak kebingungan.
“Memang benar kalau aku merasakan perbedaan nilai ketika baru datang ke akademi ini. Namun, aku tidak beradaptasi karena terpaksa. Aku beradaptasi dengan sebaik mungkin karena aku merasakan kalau dunia ini luar biasa.”
Saat ini pun aku sedang berusaha untuk beradaptasi.
Namun, aku merasakan bahwa kesulitan itu bukanlah hal yang tak masuk akal.
Aku menganggapnya sebagai sesuatu yang membanggakan.
“Aku lebih mengetahui tentang masyarakat biasa daripada Rintarou. Oleh karena itu, aku bisa dengan tegas mengatakan bahwa di akademi ini ada banyak orang yang tidak mungkin muncul di masyarakat biasa. Tennouji-san juga begitu, Narika juga, dan Konohana-san pun demikian. Aku tidak bisa membayangkan mereka muncul dari masyarakat biasa. Justru karena tempat belajar yang terlalu mulia ini, orang-orang seperti mereka lahir.”
Pada awalnya, aku menganggap lingkungan Akademi Kekaisaran sangat bersih dan sempurna. Namun, belakangan ini aku berpikir bahwa jika ingin mengasah kemampuan untuk memimpin orang lain, mungkin ini adalah tingkat yang tepat.
Ada pemikiran bahwa manusia berkualitas tinggi lahir dari pengalaman dengan yang nyata. Faktanya, karena aku dikelilingi oleh lingkungan rumah keluarga Konohana dan Akademi Kekaisaran, aku bisa menjaga kesadaran yang tinggi. Dengan membungkus diriku dalam pakaian yang mahal hingga membuat mata terpesona, semangat untuk menjadi manusia yang tidak memalukan muncul.
Istilah Noblesse Oblige terasa sangat tepat. Baik beruntung maupun tidak, mereka yang terpilih sejak lahir harus hidup untuk memenuhi tanggung jawab itu.
Masyarakat awam tidak diajari mengenai beratnya tanggung jawab itu, serta cara menghadapinya.
Itulah sebabnya ada tempat belajar seperti Akademi Kekaisaran.
Di sinilah adalah tempat di mana orang-orang terpilih berbagi kepahitan dan kesulitan karena menjadi terpilih.
“Mungkin perkataanku ini terdengar seperti pembicaraan yang kurang menyenangkan, tapi masyarakat biasa tidak bisa disama-ratakan begitu saja. Ada banyak orang yang malas, dan ada juga orang yang cepat marah. Namun, sejauh yang aku tahu, di akademi ini, orang-orang seperti itu tidak ada. Ini adalah keajaiban yang sulit dipercaya.”
Aku terus berbicara kepada Rintarou yang menunjukkan ekspresi tegas.
Aku percaya bahwa kata-kataku akan tersampaikan padanya.
“Ketidakseimbangan dalam pandangan nilai mungkin menjadi masalah. Namun, setelah aku datang ke akademi ini, mengetahui hal-hal yang hanya bisa dipelajari di sini, dan melihat orang-orang mulia yang hidup dalam pembelajaran itu... aku benar-benar ingin hidup seperti mereka.”
Ini bukan adaptasi yang terpaksa, melainkan adaptasi yang diinginkan dari lubuk hatiku.
Aku bukanlah seorang korban.
“Jadi, aku minta maaf. Aku tidak bisa mendukung Jouto-kun bersamamu, Rintarou.”
Setelah sedikit menundukkan kepala, aku menatap Rintarou dengan lurus.
“Aku menyukai Akademi Kekaisaran sekarang.”
Suka pada Akademi Kekaisaran... Kata-kata itu keluar dari mulutku dengan sangat alami sehingga membuat aku sendiri merasa terkejut. Aku menyadari bahwa itu adalah perasaanku yang sebenarnya, dan aku merasa senang.
Aku ingin mengatakan kepada diriku sendiri yang baru saja pindah dan masih bingung.
Aku benar-benar telah belajar untuk menyukai akademi ini.
“…Sepertinya negosiasi kita gagal, ya”
Rintarou berkata sambil menatap cangkir di tangannya.
“Yah, apa boleh buat. Aku benar-benar bersedia menyerahkan segalanya kepada Tomonari-senpai, tetapi... sekarang kita telah memasuki jalan berduri.”
“Aku sudah terbiasa dengan jalan berduri.”
Karena hidupku sebagian besar adalah jalan berduri.
Setelah merasa terkejut, Rintarou menghela napas dalam-dalam.
“Rasanya benar-benar sangat disayangkan. ...Aku berharap kamu bisa berubah pikiran."
◆◆◆◆
Sepulang sekolah.
Setelah berhasil memastikan pidato Tennouji-san, aku pergi untuk mendengarkan pidato Narika.
Hari ini, lokasi pidato Narika berada di depan gerbang sekolah yang sama dengan Jouto sebelumnya. Tempat untuk berpidato biasanya berdasarkan siapa cepat dia dapat, tetapi untuk menggunakan tempat yang sama dua kali berturut-turut, harus ada kandidat ketua lain yang tidak mengajukan permohonan. Kali ini, kami yang menginginkan depan gerbang sekolah, sehingga Jouto harus berpidato di tempat lain.
Pidato Narika yang memegang mikrofon terdengar jauh melalui speaker.
Suara yang diucapkannya juga mudah dipahami. Setelah permainan manajemen, Narika telah beberapa kali berpengalaman dalam presentasi di depan umum. Meskipun masih kalah dibandingkan Tennouji-san, pidatonya perlahan-lahan semakin terasah.
Setelah pidatonya selesai, aku berjalan mendekati Narika.
“Kerja bagus, Narika. Bagaimana rasanya menggunakan mikrofon untuk pertama kalinya?”
“Rasanya efektif sekali! Tempatnya juga menguntungkan, ada banyak orang yang berhenti mendengarkan! Pidato hari ini sangat menyenangkan dan memuaskan!”
Narika berkata dengan riang sambil mengelap keringat yang menetes dengan saputangan.
Dia pasti masih memiliki ketakutan untuk berdiri di depan umum, tetapi tampaknya dia merasakan sesuatu yang lebih dari itu dan tidak membuat hatinya menyusut.
Semuanya berjalan lancar. Jika dia terus mengumpulkan pengalaman sukses, Narika akan bisa tumbuh lebih banyak lagi.
“Itsuki, apa kamu ada waktu sekarang? Aku ingin melakukan sesuatu bersamamu...”
“Tentu. Apa yang akan kita lakukan?”
“Acara pesta teh.”
Aku merasa bingung dengan jawabannya.
“Bukannya ada pembicaraan bahwa acara teh di akademi akan ditunda untuk sementara waktu?”
“Tidak, bukan itu.”
Narika menggelengkan kepalanya.
“Aku berniat mengadakan acara teh yang berbeda.”
◆◆◆◆
Setelah pidato selesai, aku pergi menuju kafe akademi bersama Narika, dan di sana sudah ada tiga siswa yang tidak dikenal berkumpul di satu meja sambil minum teh dan kopi.
Ketika Narika mendekati meja, ketiga siswa itu menyambutnya.
Rasanya sulit dipercaya, tetapi sepertinya ketiga orang ini adalah orang-orang yang dikumpulkan Narika.
Narika, yang tidak bisa membuat teman dan menangis padaku, kini telah mengumpulkan orang untuk mengadakan acara. ...Aku akan menangis saat kembali ke rumah. Hari ini adalah pesta keripik kentang untuk merayakan pertumbuhannya.
“Maaf, aku sudah membuat kalian menunggu.”
Setelah Narika duduk, aku juga duduk di sampingnya.
Ketiga siswa itu menatap ke arah Narika. Narika menerima tatapan itu dan menarik napas dalam-dalam.
Saat melihat Narika yang menarik napas dalam-dalam, aku sejenak teringat pada Hinako.
Kedok yang dikenakan Hinako untuk berperan sebagai Ojou-sama sempurna. Mode gadis bangsawan yang menyembunyikan sifat malasnya. Sesuatu yang mirip dengan itu mulai muncul dalam diri Narika sekarang.
Topeng untuk mengatasi ketakutannya dan bertindak dengan percaya diri.
Namun, berbeda dengan Hinako, Narika dengan sukarela mengenakan topeng itu.
“—Aku Miyakojima Narika, yang mencalonkan diri sebagai Ketua OSIS. Terima kasih telah berkumpul hari ini.”
Dengan sikap Narika yang tegas dan bermartabat, suasananya seakan-akan berubah menjadi lebih serius.
“Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya kepada kalian semua, tapi aku ingin membicarakannya sekali lagi. Acara teh kali ini tidak ada hubungannya dengan kegiatan pemilihan. Ini adalah acara teh yang aku mulai karena minat pribadi.”
Minat? Dengan bingung, anggota lainnya mempertanyakan. Narika melanjutkan penjelasannya.
“Interaksi dapat mengubah seseorang. Dengan keyakinan itu, aku mengumumkan janji untuk membuat salon. Maka, aku harus lebih aktif dalam berinteraksi daripada siapa pun. Dengan pemikiran begitu, aku mengumpulkan orang-orang yang ingin aku ajak bicara.”
“…Apa maksudnya itu kami?”
“Ya. Aku yakin kamu adalah Abeno-san yang bertujuan menjadi bendahara.”
Seorang siswi kecil mengangguk pelan.
Selanjutnya, Narika juga menatap dua orang lainnya, seorang pria dan wanita.
“Yodogawa-kun yang bertujuan menjadi sekretaris dan Nishi-san yang bertujuan menjadi urusan umum datang dengan baik. ...Kalian semua mungkin sudah mengetahuinya, tapi ia adalah asisten yang akan membantuku, Tomonari Itsuki. Ia bertujuan menjadi wakil ketua.”
Karena Narika memperkenalkan diriku, aku sedikit menundukkan kepala.
Saat pertama kali mendengar tentang anggota acara teh kali ini, aku terkejut.
—Semua orang di sini adalah calon anggota OSIS.
Sepertinya Narika telah memeriksa kelas semua orang dan mengundang mereka satu per satu.
“Jadi, mari kita mulai acara pesta teh untuk calon anggota OSIS. Hari ini, aku berharap bisa mengetahui lebih banyak tentang kalian. Misalnya, apa yang ingin kalian lakukan setelah bergabung dengan OSIS... Ada banyak topik yang bisa kita bicarakan, jadi aku meyakini ini pasti akan seru.”
“…Apa itu benar-benar satu-satunya tujuannya?”
“Tentu saja.”
Narika mengangguk dengan percaya diri atas pertanyaan Abeno-san.
“Maksudku, jika dipikir-pikir, rasanya memang aneh. OSIS bukan milik satu orang ketua saja. Namun, menghadapi pemilihan tanpa mengetahui apapun tentang calon anggota lainnya, entah kenapa rasanya tidak pas bagiku.”
Sikapnya menunjukkan bahwa dia tidak memiliki rasa bersalah sedikit pun. Dengan sikapnya yang segar, pernyataan Narika terasa sangat meyakinkan. Aku mengangguk setuju di dalam hati.
“…Baiklah, aku mengerti. Mungkin Miyakojima-san memang tipe yang tidak memiliki niat tersembunyi.”
“Ya. Aku bukan orang yang cukup terampil untuk membuat rencana tersembunyi.”
Aku bisa memahami kekhawatiran Abeno-san. Salah satu calon ketua mengumpulkan calon-calon lainnya. Pasti ada kekhawatiran tentang kemungkinan adanya kesepakatan yang tidak baik.
Namun, sebenarnya, tidak ada ruang untuk kesepakatan di antara mereka.
Misalnya, jika Narika mengatakan, “Jika aku terpilih sebagai ketua, aku akan memilih kalian semua sebagai anggota OSIS. Jadi, tolong kumpulkan suaraku,” usulan semacam itu tidak akan berhasil dengan anggota yang ada, karena posisi bendahara, sekretaris, dan urusan umum hanya memiliki satu calon, sehingga sudah dipastikan mereka akan masuk ke dalam OSIS.
Itulah sebabnya, Narika mengumpulkan semua orang dengan harapan bisa berbincang dengan santai.
“Aku memilih untuk menjadi bendahara karena ingin belajar tentang keuangan."
Abeno-san menjelaskan alasannya ingin menjadi bendahara.
“Kakekku adalah presiden bank Aoba.”
“Eh!?”
Tanpa sadar, aku mengeluarkan suara terkejut.
Setelah menutup mulutku, Abeno-san menghela napas kecil dan melanjutkan.
“…Kakekku adalah presiden bank kota, dan ayahku juga mengikuti jejaknya. Setelah melihat kedua orang itu, aku secara alami ingin bekerja di dunia keuangan. Oleh karena itu, aku ingin belajar tentang keuangan selama aku masih menjadi pelajar dan memilih untuk menjadi bendahara.”
Maaf, tapi aku hanya bisa memahami setengah dari penjelasan Abeno-san.
Oi, oi, oi—.
Bank Aoba adalah megabank yang dikenal semua orang.
Kupikir aku sudah terbiasa setelah berinteraksi dengan berbagai anak-anak kaya di akademi ini, tetapi... kali ini aku terkejut sampai wajahku berkerut.
“Alasanku kenapa aku ingin menjadi sekretaris sangat sederhana, yaitu karena aku tidak bisa bersinar dalam permainan manajemen!”
Yodogawa tampak seperti seorang pemuda yang aktif dan segar. Dirinya juga tampaknya tidak memiliki niat tersembunyi. Karakter yang jujur dan lugas gampang sekali dirasakan.
“Bisnis yang kupikir akan berjalan lancar malah gagal dan membuatku merasa kecewa. ...Tapi! Kemudian aku berpikir kalau aku bisa menebusnya dengan menjadi anggota OSIS!”
“Apa ada alasan khusus mengapa kamu ingin menjadi sekretaris?”
“Aku merasa percaya diri dengan kemampuan menulisku!”
Yodogawa mengatakannya dengan bangga, tetapi segera menundukkan kepala dan terlihat sedih.
“Aku memang merasa percaya diri, tetapi... setelah melihat poster Miyakojima-san, kepercayaan diriku langsung hancur.”
“Ah, tidak, itu... hanya kebetulan saja, itu adalah bidang keahlianku...”
Melihat Yodogawa yang sedih, Narika buru-buru mencoba menghiburnya. Namun, kerendahan hati itu... bagaimana bisa menjadi calon ketua?
Semua anggota yang berkumpul di sini memiliki keberanian untuk menjadi anggota OSIS. Dengan begitu, mereka pasti memiliki daya tarik yang tinggi di akademi.
Jika mereka meragukan kemampuan Narika, teman-teman mereka juga mungkin akan meragukannya.
Narika mengatakan bahwa acara penjamuan teh kali ini tidak ada hubungannya dengan pemilihan OSIS, tetapi aku memiliki misi untuk berusaha sekuat tenaga agar Narika menjadi ketua.
Aku membersihkan tenggorokanku dan memutuskan untuk menambahkan penjelasan.
“Narika telah mempelajari bela diri dan seni sejak kecil. Bukan hanya kaligrafi, tetapi juga seni upacara minum teh dan seni bunga, dia sangat mahir. Tentu saja, seperti yang ditunjukkan di kompetisi, kemampuan bela dirinya juga yang terbaik di sekolah.”
“I-Itsuki? Kamu tidak perlu memujiku sampai sejauh itu, kan...?”
“Karena itu faktannya. Ketika kamu memperlihatkan seni upcara minum teh sebelumnya, penampilanmu terlihat sangat cantik dan mengagumkan.”
“Sa-Sangat cantik!?”
Narika berdiri dengan pipi yang memerah.
“Maksudku gerakannya.”
“Oh, oh... begitu maksudnya, ya.”
Narika duduk kembali. Mungkin aku telah menggunakan kata-kata yang bisa menimbulkan salah paham.
Akhirnya, kami mengalihkan pandangan ke gadis yang ingin menjadi sekretaris.
“Yang terakhir adalah Nishi-san. Meskipun Nishi-san masih kelas satu...”
“Ya. Meskipun begitu, aku tidak merasa memiliki ambisi yang tinggi...”
Nishi-san berkata dengan nada ragu.
“Alasan kenapa aku ingin menjadi anggota urusan umum mirip dengan Miyakojima-san, yaitu karena aku bisa berinteraksi dengan orang lain.”
Narika sedikit membuka matanya.
“Aku mengetahuinya karena kakak perempuanku bertugas menjadi urusan umum di OSIS Akademi Kekaisaran. Sepertinya anggota urusan di akademi ini memiliki banyak tugas. Misalnya, sebagai penghubung, berinteraksi dengan orang-orang dari luar...”
“Oh... jadi ada pekerjaan seperti itu!”
Narika yang tertarik terus mendengarkan Nishi-san menjelaskan tentang pekerjaan urusan umum. Aku juga terkejut karena tidak tahu bahwa pekerjaan urusan umum bisa begitu luas.
Acara pesta teh berlanjut dengan lancar, dan percakapan kami berlima yang seharusnya baru bertemu untuk pertama kalinya, berjalan dengan meriah dan hangat seperti yang diperkirakan Narika.
◆◆◆◆
Setelah acara pesta teh selesai, aku dan Narika menghela napas setelah berpisah dengan ketiga orang yang sudah pasti akan bergabung dengan OSIS.
“Kerja bagus. Itu pertemuan pesta teh yang menyenangkan.”
“Ya. Kurasa aku bisa mengenal banyak tentang mereka.”
Narika tampaknya dalam suasana hati yang senang ketika melihat ke arah tiga orang yang berjalan menuju gerbang sekolah.
“Tapi, jika kamu ingin mengadakan pertemuan pesta teh seperti ini, aku bisa membantumu, lho? Sekarang aku adalah asistenmu, dan mengumpulkan orang seorang diri pasti sulit, kan?”
“Tidak, sebenarnya, pada awalnya aku juga berencana meminta bantuanmu... tetapi. kupikir setidaknya aku akan menangani sendiri bagian dari berurusan dengan orang lain.”
“Apa itu juga bagian demi menjaga janji kampanyemu?”
“Benar sekali. Janji... dengan kata lain, demi menegakkan keinginanku untuk berubah.”
Kalau begitu, membantunya adalah hal yang tidak perlu. Menjadi kekuatan di balik layar juga merupakan tugas asisten. Aku tidak boleh merebut pekerjaan Narika karena aku terlalu ingin membantunya.
“Sepertinya kamu juga sudah bisa berbicara dengan orang yang baru dikenal, ya.”
“Iya sih. ...Tapi, aku cukup terkejut ketika tiba-tiba dibilang cantik.”
“Maaf. Kurasa cara penyampaianku kurang tepat.”
Aku meminta maaf dengan tulus kepada Narika yang mengembungkan pipinya, dan dia sedikit berpikir.
“...Apa beneran cuma gerakannya saja?”
“Eh?”
Narika menggenggam kedua bahuku dengan kuat.
“Apa benar-benar, yang cantik itu hanya gerakannya saja?”
Dekat, dekat, dekat, dekat, kamu terlalu dekat—.
Aku tidak bisa melarikan diri karena bahuku digenggam erat. Aku mengalihkan pandangan dari wajah Narika yang tepat berada di depan mataku.
“Ka-Kamu ini, su-sudah kubilang untuk berhenti melakukan hal seperti ini...!!”
“Kalau aku tidak melakukan begini, Itsuki bisa saja melarikan diri.”
Itu memang benar sih, tapi tetap saja!
“Baiklah, ayo cepat jawab! Apakah yang cantik itu hanya gerakannya!?"
Pertanyaannya itu jelas-jelas menunjukkan bahwa dia sudah tahu jawabannya.
Aku menyerah dan membuka mulut.
“...Narika juga, kelihatan cantik kok.”
“...Fu, fuhehe! Baiklah, itu bagus!”
Narika yang merasa puas segera melepaskan tangannya dari bahuku.
“Mungkin aku akan memakai kimono pada pertemuan pesta teh di akhir pekan nanti.”
“...Tolong jangan.”
Aku menekan area di sekitar jantungku dengan tangan.
Detak jantungku berdegup kencang sekali. ...Aku menyadari bahwa alasan detak jantungku yang cepat bukan hanya karena terkejut, dan aku tidak berani melihat Narika untuk sementara waktu.
“Menyerang dengan kekuatan fisik itu dilarang. Jika Narika mulai menggunakan tubuhnya, aku tidak akan bisa bertahan.”
Jika Narika, yang merupakan ahli bela diri, menggunakan kemampuan fisiknya, aku tidak akan bisa melawannya. ...Itu hanya alasan saja, tapi sejujurnya, jika hal semacam ini terus berlanjut, jantungku tidak akan tahan dalam berbagai arti.
Namun, setelah mendengar kata-kataku, Narika mulai berpikir dengan ekspresi yang sangat serius.
“...Begitu. Jika aku serius, Itsuki tidak akan bisa melawan?”
“Oi.”
Oi. ...Oi?
Oi, oi, oi, oi, jangan! Itu terlalu berlebihan... mengapa dia memiliki ekspresi serius seperti itu?
“............................Ini adalah langkah terakhir.”
Hei, tunggu.
Sepertinya aku mendengar bisikan yang mengerikan.
“Aku hanya bercanda. Aku tidak ingin membuat Itsuki takut.”
“...Sebenarnya, aku tidak takut pada Narika, tetapi jika dilihat orang lain, hal itu bisa menimbulkan salah paham, jadi sebaiknya hentikan.”
“Baiklah, aku mengerti. Itu berarti aku harus pilih-pilih tempatnya, ya.”
Setelah memilih tempat, bukan berarti kita bisa melakukannya sembarangan.
Yah, jika aku melawan, sepertinya Narika akan segera berhenti, jadi aku ingin percaya bahwa dia bisa menyesuaikan diri dengan situasi. ...Aku bisa mempercayainya, ‘kan?
“AAstaga... tidak ada sedikit pun jejak penakut yang dulu kamu miliki.”
“Tidak, aku tetap penakut. Aku takut kehilangan Itsuki karena digaet wanita lain, jadi itulah sebabnya aku menyerang seperti ini.”
“Wanita lain... itu terlalu berlebihan.”
“...Selama Itsuki bisa mengatakan itu, aku masih bisa merasa tenang."
Huff, Narika menghela napas dengan wajah yang putus asa.
Saat itu, smartphone di saku bergetar memberi tahu ada panggilan masuk, jadi aku mengeluarkannya.
“...Ini dari Tennouji-san.”
“Lihat tuh, baru saja kubilang tapi sudah ada wanita lain yang meneleponmu.”
“Berhenti menyebutnya sebagai wanita lain.”
Karena aku juga asisten Tennouji-san, jadi wajar saja jika aku sering berhubungan dengannya.
Aku segera menjawab panggilan.
“Ada apa?”
“Aku minta maaf kalau tiba-tiba mengganggumu. Sebenarnya, aku ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki sesuatu.”
Mencari informasi, ya? Itu mudah bagiku.
Aku mengalihkan pandangan dari Narika yang mengerucutkan bibirnya dan berfokus kembali.
Namun, setelah mendengar apa yang ingin dicarinya.... aku dibuat terkejut hingga kehilangan kata-kata untuk sementara.
◆◆◆◆
Malam itu.
Pada pukul 11 malam, saat Hinako sudah lama tertidur, aku menelepon Tennouji-san sembari menghadap layar depan laptopku.
“Aku sudah menunggumu, Itsuki-san.”
Aku bisa mendengar suara Tennouji-san dari smartphone yang sudah dalam mode speaker. Sepertinya kami bisa berbicara dengan santai, jadi aku sedikit mengendurkan bahuku.
“Aku sudah menyiapkan apa yang kamu minta.”
“...Kamu cukup cepat. Aku tidak menyangka hasilnya akan keluar hari ini.”
“Karena aku mendapat banyak kenalan baru dari permainan manajemen. Aku juga meminta bantuan Suminoe-san, jadi aku bisa mendengar pendapat dari berbagai orang. ...Sekarang, aku akan mengirim datanya.”
Setelah sekolah, aku mengirimkan apa yang diminta.
“Aku sudah menerimanya.”
“Tolong silakan diperiksa. ...Tapi, aku terkejut ketika diminta untuk menyelidiki ini.”
“Tentu saja. Bagiku, itu juga keputusan yang membutuhkan keberanian.”
Tidak diragukan lagi bahwa hal itu membutuhkan keberanian yang luar biasa. Informasi yang ingin diselidiki oleh Tennouji-san adalah—.
“Apa yang sebenarnya diinginkan orang-orang yang mengharapkan Konohana Hinako menjadi ketua OSIS. ...Aku yang mencalonkan diri sebagai ketua OSIS harus menghadapi hal itu.”
Orang yang paling terkenal di Akademi Kekaisaran adalah Hinako. Ada banyak orang yang menginginkan Hinako menjadi ketua.
Namun, Hinako justru tidak mencalonkan diri. Akibatnya, pihak-pihak terssebut merasa terombang-ambing dalam pusaran pemilihan ini.
“Faktanya, dari situlah suara yang paling tidak stabil berasal.”
“Ya. Pasti sekarang, orang-orang yang berharap Konohana Hinako menjadi ketua OSIS telah melepaskan harapan itu dan dengan enggan mengawasi kami, calon ketua lainnya. Namun, aku takkan merasa puas dengan dukungan yang tidak tulus itu. Aku ingin mendengar apa yang sebenarnya mereka rasakan.”
Hal yang dia katakan tentu saja ada benarnya. Namun, mengapa aku terkejut sampai sejauh ini adalah...
“...Aku tidak pernah menyangka bisa mendengar hal itu dari mulut Tennouji-san.”
Aku bisa merasakan kalau sepertinya Tennouji-san tersenyum dengan tenang.
“Karena aku sangat mengetahui kemampuan Konohana Hinako lebih baik daripada siapa pun.”
Karena dia memahami kemampuan Hinako, Tennouji-san memutuskan untuk menyelidiki hal ini.
Dia pasti mengalami gejolak batin. Ada kebanggaan sebagai seorang teman, tetapi saat ini dia juga pasti merasakan kekecewaan. Lagipula, jumlah data yang aku kirimkan sangatlah besar.
Segera setelah Tennouji-san meminta bantuanku, aku membuat kuesioner sederhana dan menyampaikannya kepada orang-orang yang bisa dipercaya untuk ‘menyebarkannya’. Hasilnya, hampir ada seratus siswa yang memberikan tanggapannya hanya dalam kurun waktu setengah hari sepulang sekolah.
Jumlah ini adalah daya tarik Hinako itu sendiri.
Kami sekarang merasakan karisma Hinako yang luar biasa.
“Apa data yang kukirimkan bisa menjadi referensi? Karena aku ingin menyerahkannya hari ini, aku hanya bisa membaca sekilas isinya...”
“Ini sangat membantu.”
Setelah itu, ada sedikit waktu hening yang berlalu.
Mungkin dia sedang memeriksa data dengan serius.... Dia pasti menelan perasaan yang rumit ke dalam perut, dan segera beralih pikiran. Mentalitas ini memang khas Tennouji-san.
“Sepertinya Konohana Hinako diharapkan untuk mengelola organisasi OSIS dengan baik. Ada beberapa harapan khusus seperti meningkatkan peringkat materi ajar, pengelolaan peralatan, dan kebersihan halaman sekolah, serta harapan-harapan kecil lainnya.”
“Tapi sepertinya materi ajar bukanlah bidang yang bisa diatur oleh OSIS.”
“Sepertinya mereka ingin ada kesempatan untuk berdiskusi dengan para pengajar. Sebenarnya, aku juga sering kali berpikir ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada sekarang.”
Pendidikan yang lebih tinggi dari sekarang...?
Apa dia sedang membicarakan sesuatu yang luar biasa...?
...maksud perkataannya terlalu sulit untuk dipahami sehingga pikiranku hampir berhenti, tetapi aku juga ingin sekali mencoba mengikuti kelas ekonomi yang lebih sulit dari sekarang. Sekarang, setelah memutuskan untuk menjadi konsultan, motivasiku untuk belajar ekonomi menjadi semakin tinggi.
“Secara keseluruhan, sepertinya mereka menginginkan peningkatan lebih lanjut di berbagai bidang sambil mempertahankan keadaan Akademi Kekaisaran saat ini. Di sisi lain, ada beberapa orang yang berharap akan adanya perubahan. Misalnya, pengembangan kartu kredit di dalam kampus dan orkestra yang bersifat tetap. ...Orkestra yang bersifat tetap terdengar menarik. Aku bisa membayangkan kehidupan akademis yang elegan.”
Permintaan ini terlalu mewah.
Namun, jika di akademi selalu ada orkestra profesional yang bisa didengarkan, pasti rasanya juga menyenangkan.
“Hal menarik lainnya adalah... penghapusan syarat masuk berdasarkan keturunan.”
“Penghapusan syarat masuk berdasarkan keturunan... sepertinya ada orang yang mengharapkan sesuatu seperti janji politik Jouto-kun dari Hinako?”
“Begitulah.”
Rupanya ada siswa yang mengharapkan hal seperti itu dari Hinako. Entah kenapa rasanya agak mengejutkan.
“Apa yang akan kita lakukan? Apa kita akan menambahkan hal-hal yang baru saja dibicarakan ke dalam janji politik?”
Tentu saja, kita harus mempertimbangkan apa akan menambahkannya atau tidak.
“Bagaimana menurutmu, Itsuki-san?”
“Aku pikir lebih baik kalau kita hanya perlu memasukkan hal-hal yang sejalan dengan kebijakan Tennouji-san. Jika kita memasukkan semuanya, arah kita bisa jadi kacau. Perusahaan yang terlibat dalam segala hal sulit untuk dibayangkan di masa depan dan sulit untuk diinvestasikan.”
“…Benar juga.”
Tennouji-san tampak berpikir keras.
Namun, setelah menunggu beberapa saat tanpa mendengar kata-kata selanjutnya yang muncul, aku merasa keheranan.
“Tennouji-san?”
“…Aku merasa sedikit takut.”
Tennouji-san berkata dengan suara pelan.
“Jika aku memikul beban harapan yang diberikan kepada Konohana Hinako, dan berusaha mewujudkannya... Bukannya itu berarti aku hanya menjadi tiruan Konohana Hinako?”
Kekhawatiran itu sangat beralasan.
Tennouji-san memikul beban harapan yang ditujukan kepada Hinako. Mungkin dia bisa memenuhi harapan banyak siswa, tetapi jika begitu, akan lebih baik jika Hinako saja yang melakukannya.
Orang yang mencalonkan diri sebagai ketua adalah Tennouji-san. Tentu saja ada kekhawatiran bahwa dirinya dianggap sebagai pengganti Hinako...
“Jangan khawatir. Karena aku akan mengawasimu.”
Aku menyatakan dengan tegas.
Peran asisten diperlukan untuk situasi seperti ini.
“Aku akan sangat berhati-hati agar branding Tennouji-san tidak hancur. Aku tidak akan membiarkan Tennouji-san menjadi salinannya Konohana-san.”
Jika perilaku Tennouji-san mulai mirip dengan Hinako, aku akan menariknya kembali setiap saat.
Aku berencana untuk bertindak dengan hati-hati agar itu tidak terjadi. ...Intinya, jika Tennouji-san dapat mewujudkan harapan yang ditujukan kepada Hinako dengan caranya sendiri, itu tidak akan menjadi masalah selama dia tidak menyimpang dari hal tersebut.
“…Kamu sudah menjadi lebih dapat diandalkan.”
“Terima kasih. Semua itu jga berkat dirimu, Tennouji-san.”
Sejak hari itu dimana dia mengingatkanku untuk menegakkan postur badanku, aku telah berusaha keras untuk menjaga postur yang baik.
“Aku mempercayaimu, Itsuki-san, mari kita masukkan beberapa hal.”
Aku sangat menghargainya. Aku akan memantapkan kebijakan sebelum besok.
“Meskipun begitu, sepertinya hal-hal yang sejalan dengan kebijakanku lebih sedikit dari yang aku bayangkan.”
“Benar. Jika kita hanya memasukkan hal-hal kecil, rasanya sulit untuk disampaikan...”
Meskipun orkestra yang bersifat tetap sejalan dengan citra Tennouji-san, itu sedikit menyimpang dari janji untuk mengajarkan etika. Meskipun mungkin untuk menghubungkannya dengan “Ada etika dalam menikmati musik,” itu adalah pendapat yang memerlukan anggaran terlalu banyak untuk dijadikan alasan.
(…Jika Narika, ada beberapa hal yang bisa dimasukkan dalam janji kampanyenya.)
Jika janji Narika yang berencana untuk membuat fasilitas baru, mungkin ada banyak hal yang bisa dilakukan seperti uji coba penggunaan kartu kredit di dalam kampus. Karena itu merupakan lingkungan baru yang belum pernah ada sebelumnya, segala sesuatunya masih mungkin. Itu adalah janji yang bisa memuat banyak impian.
Namun, aku merasa kesulitan untuk mengatakan ini di depan Tennouji-san.
Data yang kulihat sekarang merupakan hasil pengumpulan yang dilakukan Tennouji-san dengan penuh perjuangan. Aku tidak bisa bertanya dengan ringan apa aku boleh membaginya kepada Narika...
“Bagaimana kalau kita membagikan data ini dengan Miyakojima-san juga?”
Aku membuka mataku di depan monitor.
“…Apa kamu yakin?”
“Tentu saja, aku yakin kalau Itsuki-san pasti sudah menyadarinya. Informasi ini juga berharga untuk Miyakojima-san.”
Sepertinya dia bisa membaca pikiranku.
Aku juga merupakan asisten Narika. Jadi, jika aku mendapatkan informasi yang berguna bagi Narika, sudah sewajarnya aku ingin membagikannya.
“Tolong jangan ragu-ragu untuk memberitahuku. Ini bukan hanya sekadar bantuan, tetapi tanggung jawab sebagai orang yang juga bergantung pada Itsuki-san. Bahkan jika ini memberikan keuntungan bagi Miyakojima-san, aku tidak akan menyesali keputusanku untuk bergantung padamu.”
Bagi Tennouji-san dan Narika, berbagi ide yang telah mereka pikirkan dengan kandidat lain pasti merupakan risiko besar.
Namun, jika dipikir-pikir, keduanya mungkin sudah menyadari risiko tersebut sejak awal dan memilihku sebagai asisten. Karena—.
“…Narika juga mengatakan hal yang sama. loh.”
“Hal yang sama?”
“Ya. Sebenarnya, sewaktu pulang sekolah hari ini, aku menghadiri pertemuan pesta teh dengan Narika...”
Tadinya aku berencana membicarakannya nanti, tapi waktunya mumpung pas jadi aku akan mulai menjelaskan sekarang.
Aku menjelaskan tentang acara pesta teh yang kuhadiri bersama Narika hari ini. Anggotanya adalah kandidat anggota OSIS lainnya. Meskipun Narika tidak bertujuan untuk itu, pada akhirnya, isi pertemuan teh sangat berarti dalam upayanya untuk menjadi ketua.
Dan Narika mengusulkan untuk memberitahukan hasil ini kepada Tennouji-san.
“…Begitu ya. Berbagi informasi memang sangat membantu.”
“Kamu bisa mengucapkan terima kasih langsung kepada Narika.”
Meskipun tidak perlu dikatakan, aku rasa dia pasti akan melakukannya...
Saat aku menghela napas kagum pada kebesaran hati keduanya, suara bip dari komputer terdengar.
“Hmm? ...Ada pesan dari Narika.”
“Oh, padahal kita baru saja membicarakannya.”
Apa yang terjadi di tengah malam seperti ini?
Ketika aku mencoba memeriksa pesan yang masuk—.
“Hwaaah!?!”
Aku tidak bisa menahan kekagetanku.
Narika: Ini adalah penampilan yang dipuji cantik sama Itsuki. Kamu bebas melihatnya sesuka hatimu.
Foto Narika yang mengenakan kimono dengan pose provokatif muncul memenuhi layar.
Gadis itu—!!
Dia telah menyatakan akan berusaha merayuku mulai sekarang, tapi aku tak pernah menyangka dia akan melakukan cara yang seperti ini juga.
Raut wajahnya terlihat sedikit memerah, tampaknya dia masih belum terbiasa dengan melakukan rayuan... tetapi ekspresinya malah membuat jantungku berdebar.
Apa bagian dadanya yang terbuka itulah yang menjadi strateginya?
Tolong hentikan...
Karena ini benar-benar sangat berpengaruh padaku...
“Itsuki-san? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Bu-Bukan apa-apa, aku baru saja menerima foto darinya...”
“…Foto?”
Aku secara spontan menjawab pertanyaannya, tetapi aku segera menyesalinya.
Gawat, aku malah keceplosan. Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang tidak perlu...?
“Foto seperti apa yang dikirim?”
“Itu...”
“Itsuki-san? Foto seperti apa yang dikirim Miyakojima-san?”
Aku terjebak dalam situasi yang berputar tanpa akhir jika aku tidak mengatakan sesuatu.
Aku dan Tennouji-san telah berjanji untuk tidak saling berbohong. ...Karena aku pernah menyakiti Tennouji-san dengan menyembunyikan identitasku.
Jadi—.
“…Aku memilih untuk tetap diam.”
Sebagai pengganti kebohongan, jika ada sesuatu yang tidak ingin diungkapkan, kita telah sepakat untuk menyampaikannya dengan jujur.
Diam ini adalah bukti dari janji antara aku dan Tennouji-san. ...Tennouji-san pasti akan mengingat saat kita membuat janji itu dan tidak akan melanggarnya.
“Kalau begitu, aku akan bertanya langsung pada Miyakojima-san.”
“Tunggu dulu sebentar.”
Tanda merah yang aku keluarkan mati-matian diabaikan begitu saja.
Otakku berputar dengan keras. ...Jika sekarang Narika yang ditanya, dia mungkin akan menjawabnya dengan biasa saja.
Meskipun aku tidak bisa menunjukkan foto atau isi pesannya, mungkin tidak masalah jika aku hanya memberitahu apa yang dikirim. Merasa ingin berbagi penampilan yang cantik kepada teman adalah hal yang wajar.
Jika dia bertanya langsung kepada Narika, kemungkina besar akan terjadi kecelakaan, jadi lebih baik jika aku sendiri yang memberitahunya.
“…Narika mengirimkan foto penampilan dirinya yang mengenakan kimono. Dia pasti ingin memamerkannya karena bisa mengenakannya dengan baik.”
“…Meski begitu, sepertinya reaksimu terlihat sangat terkejut, ya?”
“Tidak, itu sih... karena dikirim tiba-tiba...”
“Hmmm....Begitu ya....”
Panggilanku dengan Tennouji-san terputus.
Pada akhirnya, suasananya menjadi canggung...
Aku merasa mengantuk, tapi aku harus mengirimkan revisi janji kampanye kepada Tennouji-san dan Narika. Hari ini sepertinya aku harus mengurangi waktu tidurku sedikit... sambil berpikir seperti itu, aku mendengar pintu kamartku diketuk.
Shizune-san masuk dari pintu yang terbuka.
“Shizune-san? Ada apa?”
“Aku membawa cemilan ringan. Sepertinya kamu bekerja keras hingga larut malam hari ini.”
Shizune-san meletakkan cangkir di atas meja.
Aku segera mengambil satu tegukan. Teh herbal yang hangat. Aromanya yang mirip jeruk mungkin berasal dari kulit jeruk yang ditambahkan. Teh tersebut memiliki rasa yang menyegarkan dan mudah untuk diminum.
“Terima kasih. Rasanya enak.”
“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Tidak ada kafein dan juga tidak ada herbal yang memiliki efek menenangkan, jadi silakan minum dengan tenang.”
Teh hitam mengandung kafein yang dapat mengganggu tidur, sementara teh herbal seperti chamomile memiliki khasiat untuk meningkatkan tidur, jadi aku merasa sulit untuk meminumnya meskipun aku berpikir masih terjaga. Sepertinya Shizune-san dengan mudah membuat campuran tanpa keduanya.
Aku jadi teringat isi kulkas di kamar Shizune-san. Setiap perjalanan panjang dimulai dengan langkah pertama. …Karena aku telah belajar dengan serius belakangan ini, aku mungkin telah memperoleh pengetahuan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi.
“Itsuki-san, apa yang sedang kamu lakukan sekarang?”
“Aku sedang memperbaiki janji kampanye pemilihan OSIS berdasarkan saran Tennouji-san.”
“Sepertinya itu pekerjaan yang sangat teliti. Sekarang, janji seperti apa yang sedang kamu kerjakan?”
“Sekarang ini…”
Karena aku sudah mempunyai data poster di dalam laptopku, mungkin rasanya lebih cepat jika aku menunjukkan itu. Saat aku berniat membuka file, tiba-tiba muncul suara ‘pikong!’ dan pemberitahuan yang menandakan pesan masuk muncul, dan aku secara tidak sengaja mengkliknya.
“Ah.”
Pesan yang diterima pun muncul. Pengirimnya adalah Tennouji-san. Isinya berupa teks singkat dan… foto selfie Tennouji-san.
Mirei: Aku memakai gaya terbaru pakaian musim panas. …Bagaimana menurutmu?
Dia memakai rok mini yang pastinya tidak akan dipakai secara rutin. Seperti yang diperkirakan, pipi Tennouji-san tampak merah padam sambil menahan bagian bawah roknya.
Tapi sekarang, yang perlu kupikirkan bukanlah rok Tennouji-san, melainkan tentang nyawaku.
“………………Oh. Jadi ini janji kampanyenya, ya?”
“Tidak, maksudku, itu berbeda. Cuma kebetulan saja, dalam alur percakapan…”
“Apa kamu sedang berbicara tentang meminta foto yang bersifat menggoda kepada temanmu di malam yang larut seperti ini?”
“Tidak! Aku tidak meminta apa pun!”
Tennouji-san! Itu adalah sesuatu yang dia kirimkan secara sepihak!
Walaupun aku berusaha membantah kalau aku tidak bersalah, tapi tatapan Shizune-san masih sangat dingin.
“Bagaimana kalau kamu membalasnya?”
“Eh?”
“Kamu diminta untuk memberikan pendapat. ...Ayo, cepat balas. Jangan sampai membuat Tennouji-sama menunggu.”
Shizune-san berkata sambil menatap monitor dengan serius.
Apa dia berniat memastikan pendapatku dengan tatapan itu...? Jari-jariku yang terletak di atas keyboard terasa gemetar. Dalam keadaan seperti ini, aku tidak mungkin bisa menulis balasan.
Namun, saat ini aku memiliki—cara untuk membalas!
“…Kalau begitu, aku akan membalas dengan mengatakan bahwa kostummu sama rumitnya dengan kostum cosplay Shizune-san.”
“Eh!? Ugh...!! Da-Dasar licik...!!”
Reaksi Shizune-san yang biasanya tenang benar-benar di luar dugaan. Aku juga tidak ingin memanfaatkan kelemahan orang lain, tetapi... ini adalah situasi darurat, jadi aku akan memanfaatkannya.
“Ak-Aku sudah pernah bilang sebelumnya, aku bukan hanya sekadar menyukai cosplay, tetapi aku juga menggunakannya untuk pekerjaan! Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakannya seperti itu!”
“Duh, ayolah, jangan bercanda lagi. Kamu bekerja di sini karena ingin mengenakan kostum pelayan, ‘kan?”
“Aku tidak bercanda. Pakaian pelayan di rumah Konohana, pakaian yang dikenakan Itsuki-san di acara sosial, dan gaun yang dikenakan Hirano-san di acara sosial Grup Konohana beberapa hari lalu semuanya merupakan pilihan dariku.”
“Aku benar-benar minta maaf.”
Aku langsung melakukan sujud di atas kursi.
Penggunaan hobinya dalam kostum ternyata sangat mengesankan sampai-sampai sulit disadari...
“Aku tidak terlalu mempublikasikannya untuk menghindari hobi ini terungkap... tetapi akulah yang memilih dan menyiapkan hampir semua kostum untuk Kagen-sama dan Ojou-sama.”
“Aku akan melakukan seppuku.”
Aku harus mengambil pisau dapur. Seharusnya ada di dapur.
“…Kamu tidak perlu melakukan seppuku segala, jadi bagaimana kalau kamu membalasnya? Aku tidak akan melihat isinya.”
“…Baiklah.”
Ternyata Shizune-san yang menyiapkan pakaian kami. Dia tampaknya diam-diam ingin mengurangi kemungkinan keterkaitan dengan hobi cosplay-nya.
Shizune-san membelakangiku dan menunjukkan bahwa dia benar-benar tidak melihat layar komputer.
Seandainya saja dia bisa melakukannya dari awal.
“Ah, itu...”
Shizune-san berkata dengan suara kecil sambil tetap membelakangi kami.
“…Jika memungkinkan, tolong tanyakan kepada Tennouji-sama tentang merek pakaian itu.”
“…Baiklah.”
Karena aku sedang bingung dengan isi balasanku, permintaannya cukup membantu. Aku membalas pesan Tennouji-san dengan seaman mungkin.
Itsuki: Pakaian yang indah sekali, kalau boleh tahu itu merek apa?
Mirei: …Apa cuma itu satu-satunya pendapatmu?
Sepertinya aku harus bersiap-siap untuk malam yang panjang.
Aku meregangkan leherku.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya




