Chapter 7 — Biar Kuajarkan Bagaimana Melakukan Kejahatan
Suara
piano menggema di ruang musik pertama. Orang yang bermain adalah Masachika.
Para anggota klub musik tiup menyaksikannya
dengan ekspresi terkesan.
Nada yang
mengalun kadang-kadang terdengar kuat dan menunjukkan
keberanian, kadang-kadang juga terdengar ringan dan halus sesuai permainan jari-jemari Masachika.
Kemudian,
saat Masachika memainkan nada terakhir dan melepaskan kaki dari pedal, gema yang tersisa itu menghilang... Setelah neberapa detik kemudian, tepuk
tangan yang meriaj pun bergemuruh memujinya.
“Hebat!
Sangat hebat sekali!”
“Asli,
aku benar-benar terharu!”
“Ini
luar biasa! Aku ingin mendengarnya selama satu jam lagi!”
Setelah
pertunjukan selesai, anggota klub musik langsung mengerumuni Masachika. Merasa
sedikit tidak nyaman di bawah tatapan penuh kasih sayang dan rasa hormat
mereka, Masachika berdiri dan membungkuk. Tepuk tangan kembali menggema, dan
ketika suasana tenang... terdengar tepuk tangan yang aneh dengan jeda yang
tidak biasa, dan saat melihat ke arah suara itu, ia melihat Elena berjalan perlahan dari
belakang anggota klub, tapi tidak ada yang memberi jalan.
“Ah, hei, tunggu, hei~, kenapa kalian bersikap jahat
seperti ini sih~!”
Suara protes
kekanakan dari ketua klub membuat anggota klub lain
tertawa sambil memberi jalan. Kemudian, Elena
kembali memperlihatkan ekspresi bangga, mengangguk sambil memberi tepuk tangan
berlebihan.
“Bravoo!”
“Tapi,
kenapa kamu malah bersikap
seperti master di belakang layar?”
“Karena aku
yang menemukannya.”
“Memang
benar, sih...”
“Sepertinya tidak ada lagi yang bisa aku
ajarkan padamu.”
“Terima
kasih atas kerja kerasnya.”
“Aku
tidak akan membiarkanmu pergi!?”
Saat
Masachika membungkuk dan berbalik untuk pergi, Elena
meraih lengannya dan menghentikannya. Setelah itu, Elena berhenti bersikap dramatis dan
kembali memberi tepuk tangan.
“Tapi
seriusan~, kamu sudah berkembang pesat, itu luar biasa banget loh, Kuze-kun.”
“Sudah
berkembang pesat?..... Memangnya seberapa banyak kamu mendengarkan penampilanku,
Elena-senpai?”
“Aku bisa
tahu kalau seorang pria sudah berkembang pesat hanya dengan melihatnya!!”
“...Apa
kamu sengaja menunggu untuk ditanya begitu?”
“Eh?”
“Eh?”
Sambil
menatap Elena yang terlihat terkejut, Masachika yang curiga sejenak
berpikir apa dia sedang mencoba lelucon
jorok, lalu terbatuk
sedikit canggung.
“Tidak,
jika kamu tidak mengerti, tidak apa-apa.”
“Begitu?
Tapi pokoknya, kamu sudah berkembang pesat dan menjadi sensitif... eh, lebih lembut!”
“Jadi kamu
mengerti maksudnya!!”
Elena
tertawa terbahak-bahak atas tanggapan Masachika, tapi kemudian seorang anggota klub yang
merupakan gadis baik-baik mengajukan pertanyaan sederhana.
“Ketua,
apa maksudnya tadi?”
“Ueee!?”
Elena
terkejut bukan karena cuma mendapat tanggapan, tetapi juga
pertanyaan yang menyenggol. Dia
melirik sekeliling seolah mencari bantuan, tetapi Masachika dan beberapa
anggota laki-laki yang mengerti hanya berpura-pura tidak tahu.
“U-Uugh...”
Elena yang dalam
keadaan terjepit, berusaha
mengalihkan pandangannya dari mata murni gadis bangsawan itu sambil berusaha
mengelak dengan gugup.
“Itu sih... ya, mungkin kamu akan
mengerti saat berusia delapan belas tahun, ya.”
“Begitu
ya.”
“Ufufu.”
“...Eh,
tapi kalian berdua belum berusia delapan belas tahun, ‘kan?”
Ketika Souma
dan Arai memberikan balasan yang santai,
Masachika menatap mereka seakan menyiratkan “Kalian serius sampai blak-blakkan begitu?” dan Elena
kemudian mencoba untuk kembali fokus.
“Pokoknya!
...Kamu sudah banyak berubah.
Aku merasa terharu, Kuze-kun.”
“...Sebagai
referensi, apanya yang
berubah dan bagaimana?”
“Kalau
ditanya apanya sih... mungkin semuanya?”
“Itu sih terlalu samar...”
“Karena
jelas banget kualitas suara yang dihasilkan
berbeda. Entah bagaimana, rasanya sangat bebas.”
Pernyataan
yang tiba-tiba dan tajam itu membuat Masachika terkejut sejenak.
Memang,
setelah bermain duet dengan ibunya, perasaan tertekan yang ia rasakan terhadap
piano sudah menghilang. Namun,
memangnya kelihatan cukup
jelas dalam permainannya? Ia melihat sekeliling, tetapi anggota klub musik
lainnya hanya memberikan reaksi yang samar. Sepertinya
itu memang persepsi unik milik Elena saja.
(Seperti yang diharapkan dari
ketua klub musik... Atau mungkin dia hanya peka terhadap nuansa emosi orang
lain?)
Saat Masachika diam-diam merenungkan hal ini, Elena
kembali bertepuk tangan.
“Baiklah~~ sekarang kita sudah memahami
kemampuan Kuze-kun,
mari kita mulai berlatih bersama!”
““““““Baik!!!”””””””
Dengan
demikian, latihan Masachika yang bergabung dengan klub music orkestra secara resmi dimulai.
◇◇◇◇
“Baiklah,
terima kasih atas kerja kerasnya. Aku permisi dulu~.”
Sesi latihan
telah selesai. Tanpa ada alat musik yang perlu dibersihkan, Masachika memberi
hormat dan keluar dari ruang musik terlebih dahulu... pada saat itu, ia bertemu tatapan Yushou yang bersandar di dinding
koridor dengan ekspresi lesu.
“...Hei,
kenapa kamu masih ada di sini? Memangnya kamu ini
penguntit?”
“Kamu
masih kurang ajar seperti biasa... Aku
mungkin pernah jadi korban penguntit,
tapi aku tidak pernah melakukan hal itu.”
“Begitu
ya.”
Pernyataan
narsis yang diucapkan dengan santai semakin membuat Masachika kehilangan minat
untuk meladeninya, jadi dirinya berusaha cepat-cepat
melewati Yushou.
Namun,
“Tunggu sebentar... Aku datang untuk berbicara
denganmu hari ini.”
“...Apa sih?”
Yushou dengan santai menghalangi jalan Masachika
dengan kakinya yang panjang, melakukan hal yang jarang terlihat bahkan di manga
shoujo. Masachika memberikan tatapan dingin ke arahnya. Namun, Yushou tidak
peduli dengan reaksi Masachika dan melanjutkan sambil menyisir rambutnya yang plontos.
“Sebenarnya,
baru-baru ini klub musik ringan meminta klub piano
kami untuk meninggalkan ruang klub.”
“Ha?
Dari klub musik ringan?”
Masachika
menoleh ke arah Yushou dengan
tatapan curiga saat ia menyebutkan nama klub tempat teman-teman dekatnya dulu bergabung.
“Kenapa?
Bukannya klub musik ringan sudah punya
ruang klubnya sendiri?”
“Aku
juga bilang begitu. Mereka bilang, ruang klub musik ringan terlalu kecil
sehingga hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat musik, dan yang
terpenting, karena berbagi dengan klub lain, mereka jadi tidak bisa berlatih di sana.”
“...Ah,
begitu rupanya.”
Masachika
juga pernah masuk ke ruang klub beberapa kali untuk urusan OSIS, dan memang
benar bahwa ruang klub piano cukup luas dan telah dilengkapi dengan peredam
suara yang baik. Jika mereka bisa menggunakan ruang itu sebagai ruang klub,
mereka bisa berlatih kapan saja tanpa harus menyewa ruang musik... Begitu
pikirnya. Namun, meskipun begitu, apa maksudnya klub musik ringan meminta klub piano untuk meninggalkan ruang
klub? Masachika berpikir dan segera memahami sebagian besar situasinya.
“Apa
klub piano sudah kekurangan anggota
selama hampir sebulan?”
“Ya,
begitulah.”
“Jangan
berbicara seolah-olah itu
bukan urusanmu. Penyebabnya adalah kamu sendiri.”
Di akademi ini, salah satu syarat untuk
mendirikan klub adalah memiliki minimal lima anggota. Jika jumlah anggota turun
di bawah syarat tersebut, dan tidak dapat mengembalikannya dalam waktu sebulan,
klub tersebut akan diturunkan statusnya menjadi kelompok minat. Dalam kasus
klub piano, terungkap bahwa Yushou terlibat dalam masalah selama Festival Seireisai, yang menyebabkan banyak anggota
keluar dan jumlah anggota turun pada pertengahan Oktober. Jadi, minggu depan merupakan batas waktu sebulan itu.
“Bukan itu
bagian pentingnya.”
“Kamu
tidak seharusnya berkata begitu.”
“Berisik...
Yang membuatku penasaran ialah siapa
yang pertama kali mengompori
hal ini.”
“Hah...?”
Kemudian,
pintu geser ruang musik pertama terbuka, dan anggota klub musik orkestra keluar satu per satu. Mereka
melihat Masachika dan Yushou yang sedang berbicara di koridor, dengan sedikit
ekspresi bingung, lalu memberi salam perpisahan kepada Masachika.
Masachika
membalas sambil melihat mereka pergi ke ujung koridor... Sambil merapikan
pikirannya, ia menatap Yushou dan bertanya.
“...Jadi,
maksudmu? Kamu ingin mengatakan bahwa
yang mengusulkan pengambilan ruang klub piano adalah Nonoa?”
“Kamu
memang cepat menangkap maksudku.
Ya, begitulah maksudku.”
Sebelumnya,
Masachika sudah menduga berdasarkan peringatan tentang Nonoa, dan sepertinya
dugaannya benar. Yushou mengangguk dengan santai, dan Masachika mengerutkan
kening.
“...Apa buktinya?”
“Instingku.”
“Berhentilah
bercanda.”
Masachika
menunjukkan kemarahan yang nyata ketika mendengar dugaan yang tampaknya hanyalah fitnah
terhadap Nonoa, seseorang yang
diakuinya sebagai teman. Ia menghela napas
dalam-dalam untuk menenangkan diri sambil menggaruk kepalanya, lalu melirik
wajah Yushou.
“Jadi?
Apa maksudnya? Kurasa tidak
ada yang aneh jika klub musik ringan menginginkan ruang klub piano, dan jika
seandainya... jika Nonoa mengusulkan itu sebagai bentuk gangguan padamu, itu
tidak ada hubungannya denganku, ‘kan?”
“Kamu tidak
sepenuhnya tidak berkaitan sama sekali, tau.”
“Hah?”
“Sebenarnya,
wakil ketua klub kami sedang berencana untuk mengajukan masalah hal ini kepada pihak OSIS. Jika itu terjadi, kamu
juga akan terlibat, ‘kan?”
“......”
Pelaksanaan
dan pengelolaan rapat besar
siswa adalah tanggung jawab OSIS. Jika
itu yang terjadi, memang ada kemungkinan besar Masachika yang sebagai anggota OSIS akan
dilibatkan. Namun, karena terlibat sebagai pengamat dalam pengelolaan, masalah itu masih tetap
terasa seperti urusan orang lain bagi Masachika.
“...Jadi?
Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?”
“Tidak
ada yang khusus? Aku cuma
ingin memberitahumu bahwa temanmu itu,
Miyamae, sedang berusaha melibatkan OSIS
dalam sesuatu.”
“Tapi, wakil ketua klubmu sendiri yang
berusaha mengadakan rapat besar
siswa, ‘kan? Kalau memang begitu, Nonoa
tidak ada hubungannya.”
“Entahlah...
tapi gagasan mengadakan rapat besar siswa itu
sendiri terasa seperti ada jebakan yang terselubung.”
“Imajinasimu
terlalu liar.”
Masachika
menatapnya dengan dingin ketika mendengar
pernyataan Yushou yang semakin tidak berdasar. Namun, Yushou terus berbicara
tanpa memperhatikan reaksi Masachika.
“Imajinasi?
Tidak, bukan begitu.
Sebenarnya, rapat besar siswa ini—”
“Yushou-san...
Apa kamu tidak pergi ke klub piano dan malah membolos
lagi?”
Pada saat
itu, sebuah suara dingin terdengar dari seberang lorong, dan Yushou berbalik dengan panik.
“Su-Sumire-neesan...”
Masachika
juga menoleh ke arah suara itu dan melihat Sumire, yang tampaknya sedang
berpatroli sebagai anggota komite kedisiplinan, mendekati Yushou dengan tatapan
tajam.
“Salam sejahtera, Kuze-san.”
"Terima
kasih atas kerja kerasnya, Sumire-senpai.”
Intensitas
yang dipancarkannya membuat Masachika berhenti memanggilnya Violet-senpai untuk
skali ini. Setelah balas mengangguk, Sumire kembali
menatap Yushou dengan tatapan tajam.
“Yushou-san?
Bukannya belakangan ini klub piano
sedang dalam masalah? Mengapa sebagai ketua, kamu malah menghabiskan waktu di
sini?”
“...Tidak,
bukan berarti aku membolos atau semacamnya.”
“Jika kamu
tidak melakukan kegiatan klub dan malah mengobrol di koridor, bukannya itu sama saja dengan membolos?”
Sumire
memotong alasan Yushou dengan tegas dan mencengkeram telinga Yushou dengan
kuat.
“Cepat ikut
ke sini. Jika kamu begitu tidak ada kerjaan, aku akan membiarkanmu membantu
pekerjaan komite kedisiplinan.”
“Ahh, aduh,
aduh, sakit! Sakit sekali, Sumire-neesan!”
“Kalau
begitu, Kuze-san, aku akan membawa Yushou-san,
tidak masalah, ‘kan?”
“Silakan
saja.”
“Aduduh,
telingaku bisa putus!”
“Telingamu tidak bakalan putus
hanya dengan ini.”
Yushou
dibawa pergi dengan posisi dijewer yang
tampak seperti dari komik lama. Sambil melambaikan tangannya ke arah mereka, Masachika
bergumam pelan.
“Kenapa
ia malah terlihat sedikit senang?”
Entah
kenapa, sepertinya hanya ada satu alasan untuk itu. Namun, Masachika tidak
ingin mengatakan hal tersebut, jadi ia mengangkat bahu dan kembali
berpikir.
(Apa Nonoa
menghasut klub
musik ringan untuk merebut ruang klub piano dan mengaturnya agar dibawa ke rapat besar siswa? ...Yah,
jika dia yang melakukannya, mungkin dia akan benar-benar memaksa klub piano dan
melakukan sesuatu yang dianggap menghiburnya, sih...)
Setelah memikirkannya sampai sejauhitu, Masachika
merasa sedikit menyesal jika itu dianggap tidak sopan terhadap temannya.
(Sebenarnya,
sebelumnya Yushou juga memberi peringatan tentang Nonoa dan aku salah paham
sepenuhnya...)
Kejadian
tersebut masih segar dalam ingatannya saat Alisa pergi ke ruang UKS bersama Nonoa, dan Masachika
mengira Nonoa akan melakukan
sesuatu padanya, padahal dia hanya menemani Alisa.
Dengan adanya contoh tersebut, Masachika tidak bisa mempercayai kata-kata Yushou dengan
serius.
(Yah,
pada upacara penutupan semester dan festival sekolah, aku dan Nonoa dianggap sebagai
orang-orang dari pihak Alya,
‘kan? Jika Nonoa melakukan
kejahatan besar dan hal itu
terungkap, itu bisa mempengaruhi reputasiku dan Alya... api kurasa dia tidak akan
meninggalkan bukti yang mengungkap perbuatan jahatnya.)
Faktanya, baik Masachika dan Yuki tidak
pernah berhasil mendapatkan bukti tentang aktivitas gelap yang diduga dilakukan
oleh Nonoa.
Sejauh
ini, dugaan bahwa Nonoa merencanakan sesuatu hampir sepenuhnya merupakan
khayalan Yushou. Jika dia memang merencanakan sesuatu, perselisihan antara klub
piano dan klub musik ringan bukanlah urusan Masachika sebagai pihak luar.
(Atau,
mungkin menanamkan benih keraguan
tentang Nonoa inilah rencana jahat Yushou?)
Justru
jika dipikirkan dengan tenang, kemungkinan tersebut terasa lebih tinggi. Lalu
untuk apa itu dirinya melakukan itu ...
ketika Masachika mulai berpikir ke arah itu, ia memutuskan untuk menghentikan dugaannya.
(Sudahlah,
memikirkan hal itu hanya
akan membuang-buang waktu. Jika ada sesuatu yang mencurigakan, aku bisa
waspada.)
Dengan
pemikiran itu, Masachika berusaha melupakan pembicaraan Yushou dari
pikirannya dan melanjutkan langkahnya untuk pulang.
◇◇◇◇
Sementara
itu, di dalam ruang kelas kosong, Nonoa, yang baru saja disebut-sebut,
dan Ayano, yang baru saja menyelesaikan tugas OSIS-nya, sedang duduk berhadapan.
“…Jadi begitulah, jika Alisa-san berhasil terpilih,
Masachika-sama bisa kembali ke rumah Suou…”
“Hmm~~, bukannya itu bagus untukmu.”
Nonoa
bergumam demikian setelah
Ayano, yang meneleponnya tadi malam melalui ponsel pintarnya, memberi tahu
keputusan Gensei.
Kemudian dia
mengangkat salah satu alisnya
dan bertanya dengan lugas seperti biasanya.
“Jadi?
Apa yang akan kamu lakukan, Ayanono? Aku sudah mendengar sebelumnya kalau kamu ingin Kuzecchi kembali ke rumah keluarga Suou. Demi mewujudkan itu, sepertinya
lebih baik jika kamu bekerja sama dengan Alissa
dan Kuzecchi, ‘kan?”
“Aku
adalah pasangan dan pelayannya
Yuki-sama. Aku akan memikirkan Yuki-sama terlebih dahulu dan bertindak
untuknya.”
Dia mungkin sudah memikirkan hal itu dan
mencapai kesimpulannya sendiri.
Tanpa ragu, Ayano menjawab pertanyaan Nonoa yang lebih mendalam.
“Hmm~.”
Seperti
biasa, Ayano mempertahankan ekspresi datar yang tenang, sementara Nonoa
mengeluarkan suara yang tidak bersemangat seperti biasanya...
“Beneran cuma itu saja?”
Dia
menyela dengan tenang.
“?”
Ayano
sedikit memiringkan kepalanya, menunjukkan
kebingungan. Nonoa bertanya dengan tenang.
“Sejujurnya,
kamu cuma tidak menyukainya, ‘kan? Karena semua ini berjalan sesuai rencana
Alissa.”
“…Apa
maksudmu?”
Suara
Ayano bergetar. Apa karena dia bingung dengan pernyataan yang tidak jelas,
ataukah terkejut karena ucapan tersebut tepat sasaran?
Nonoa tampak tidak peduli dan tersenyum lebar sambil mengangkat kedua
tangannya.
“Kuzecchi, Yukki, dan Ayanono. Kalian
bertiga selalu bersama sejak kecil. Bagi Ayanono, dunia kalian jauh lebih istimewa dan berharga
daripada apa pun.”
Nonoa
berbicara riang gembira dengan nada yang hampir
seperti bernyanyi. Dan sambil tersenyum kepada Ayano yang menatapnya,
dia melanjutkan dengan nada ceria.
“Lalu
tiba-tiba ada 'benda asing' yang masuk.”
Bahu Ayano
tersentar ketika mendengar kata-kata berbahaya yang dilontarkan dengan nada
riang. Nonoa terus melanjutkan
seakan memanfaatkan ketidaknyamanan yang dialami Ayano.
“Benda
asing itu masuk sebagai pasangan Kuzecchi
dan sebagai rival Yuki, mengisi banyak ruang di hati mereka berdua. Selain itu,
keinginan Ayanono yang
telah lama pupus... di mana Kuzecchi bisa kembali ke rumah Suou. Bahkan itu pun tampaknya bisa segera terwujud.”
Tanpa
ragu dan tanpa ampun, Nonoa mendekati Ayano, seolah ingin menyentuh kedalaman
hatinya.
“!!!”
Mungkin karena
realitas yang dia coba hindari kini dihadapkan di depan matanya, Ayano dengan jelas mengalihkan
tatapan dan menundukkan wajahnya.
Tanpa
memperhatikan itu, Nonoa semakin mendekat, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga
kanan Ayano dan berbisik.
“Kamu pasti
tidak menyukainya, ‘kan.”
Seolah-olah
berempati dengan hati Ayano. Seolah
memahami segalanya dan siap memaafkan. Nonoa bertanya lembut.
“Sejujurnya,
dia benar-benar mengganggu pemandangan, ‘kan? Si Kujou
Alisa.”
“!”
Seketika itu juga, tubuh Ayano yang mundur
dengan cepat menabrak lemari di belakang kelas, mengeluarkan suara keras. Ini
adalah kesalahan yang tidak biasa bagi Ayano yang biasanya tenang dan
diam.
Mungkin
karena terguncang karena fakta tersebut,
Ayano membeku dalam posisi bersandar ringan pada lemari. Nonoa mendekat dan
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri Ayano, lalu berbisik kepada
gadis yang menundukkan kepalanya.
“Kamu
menginginkan hari-hari bahagia bersama kakak beradik
itu lagi. Kamu tidak ingin ada orang asing yang masuk ke dalamnya. Lebih parahnya lagi jika orang
asing itu berusaha merebut tempatmu.”
“Merebut tempatku? Itu tidak mungkin.”
“Apa kamu
beneran berpikir begitu?”
“……”
Bantahan
yang akhirnya terucap tampak lemah di hadapan pertanyaan Nonoa yang kedua.
“Sebelum
Kujou Alisa muncul, kamu adalah lawan jenis yang paling
dekat dengan Kuze Masachika, selain adiknya, Suou Yuki. Tapi sekarang bagaimana?”
Sambil
terus menunduk, Ayano ditanya lebih lanjut oleh Nonoa.
“Pada
hari pesta ulang tahun tempo hari,
siapa yang membuat Kuze Masachika kembali ke rumah Suou? Kamu? Bukan, iya ‘kan?”
Seolah-olah membantu Ayano mencari jawabannya
sendiri. Nonoa menyampaikan kesimpulan yang dihasilkan sebagai fakta.
“Meski
kamu berusaha keras meyakinkan dan membujuknya,
Kuze Masachika tidak bergerak. Orang yang
membuatnya bergerak adalah Kujou Alisa.”
Tangan Ayano
gemetar di bawah tangan Nonoa. Seraya menggerakkan
jari-jarinya di atas tangannya seolah ingin melingkari, menjerat, dan
menggenggamnya, Nonoa melanjutkan.
“Sekarang,
kamu bukanlah gadis yang
mendukung Kuze Masachika. Jika ini terus berlanjut, masa depan yang kamu
inginkan, di mana kalian bertiga bisa hidup bahagia
bersama, tidak akan pernah terwujud.”
Setelah
menyatakan dengan dingin dan tegas,
lalu Nonoa tiba-tiba mengubah ekspresinya
menjadi lembut dan berbicara dengan suara yang ramah kepada Ayano.
“Tapi,
jangan khawatir. Aku adalah temanmu, Ayanono. Aku akan membantumu meraih masa
depan yang kamu inginkan.”
Mendengar
kata-kata itu, Ayano yang awalnya menunduk mengangkat wajahnya. Nonoa menatap
mata Ayano yang bergetar penuh keraguan dari jarak dekat dan tersenyum penuh
kasih.
“Tenang saja oke? Ada cara agar kalian bertiga bisa bersama kembali dan hidup bahagia
bersama. Dan itu sangat mudah.”
“……Apa ada cara seperti itu?”
“Ada.”
Saat dia
menyatakan itu dengan tegas, Nonoa mengangkat
jari telunjuknya di depan bibirnya dan secara rahasia berkata.
“Aku
akan mengajarkanmu.”
Senyumannya itu.
Seolah-olah
dia adalah seorang santo yang bersimpati dengan
keburukan manusia, tapi juga mirip
seperti iblis yang memanfaatkan kelemahan manusia.
◇◇◇◇
Beberapa
hari sebelumnya, di ruang klub piano.
Di dalam
ruangan yang kini sepi jauh lebih dibandingkan sebulan lalu, terdengar keluhan
seorang gadis.
“Sial!
Dasar si brengsek itu!”
Seorang gadis kelas dua yang merupakan wakil ketua klub
piano melontarkan makian yang tidak pantas bagi seorang wanita terhormat. Namanya adalah Tsukamoto Aoi.
Di klub
piano yang sebagian besar anggotanya ialah
penggemar Yushou, dia salah satu anggota yang langka karena
sama sekali tidak tertarik pada Yushou
dan hanya ingin bermain piano dengan tulus.
Karena
keseriusan dan ketulusannya terhadap piano, dia diangkat sebagai wakil ketua
secara tidak langsung. Namun, sekarang klub piano hampir diambang kehancuran. Mereka terpaksa diminta untuk
menukar ruang klub dengan klub musik. Dan ketua klub yang menjadi penyebab
situasi ini, Yushou, entah keluyuran ke mana dan tidak mengambil
tindakan apapun. Dari sudut pandangnya, wajar-wajar
saja jika dia merasa ingin melontarkan makian.
“Dasar
botak keparan! Botak sialan! Mati saja! Jarimu
terjepit di penutup keyboard dan mati sana!”
… Yah,
mungkin ini sedikit berlebihan. Demi
kehormatan dirinya, perlu dicatat bahwa dia bukanlah anak yang biasanya
menggunakan kata-kata kotor seperti ini. Saat ini, dia hanya dalam keadaan sangat marah dalam kehidupannya selama 17
tahun.
Sebenarnya,
dia tidak keberatan dengan pertukaran ruang klub itu sendiri. Sebelumnya,
karena jumlah anggota (dan karena Aoi sendiri merasa terganggu oleh pengikut
Yushou),
kelompok pemain piano yang dipimpin Aoi berlatih di ruang klub, sementara Yushou dan pengikutnya beraktivitas di
ruang musik. Namun, dengan jumlah anggota yang kini hanya tersisa empat orang, jika hanya
mempertimbangkan lingkungan latihan, ruang musik sudah lebih dari cukup. Namun,
ada alasan yang sangat penting bagi Aoi untuk tidak menyerahkan ruang klub
ini.
“Jika
terus begini…!”
Sambil
menggertakkan giginya, Aoi mengarahkan pandangannya ke
arah grand piano yang terletak di dalam
ruang klub. Grand piano
berkualitas tinggi yang dipinjamkan kepada klub piano oleh seorang alumni yang
tergabung dalam Raikoukai,
yang menjadi impian para pianis di seluruh dunia. Jika ingin membeli piano yang
sama sekarang, bisa jadi biayanya mencapai miliaran. Meskipun Aoi dibesarkan
dalam keluarga yang cukup kaya, dia takkan pernah memiliki kesempatan untuk
menyentuh piano ini seumur hidupnya jika tidak datang ke akademi ini. Tidak
peduli berapa harga pianonya, bagi Aoi, piano ini adalah sesuatu yang tak
tergantikan.
Sewaktu SMP, dirinya
pernah diundang oleh temannya untuk mengunjungi Festival
Akademi Seirei, dan kebetulan berkesempatan untuk
memainkan piano ini… dan suara yang dihasilkan sangat mengejutkannya. Peristiwa tersebut merupakan
pengalaman yang mengubah pandangannya tentang piano secara mendasar… dan sejak
saat itu, dia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang piano ini. Dia
membatalkan rencana untuk mengikuti ujian di sekolah tinggi musik yang
seharusnya dia masuki,
dan berusaha keras dalam pelajaran yang sebenarnya tidak dia kuasai untuk bisa masuk ke dalam akademi
ini, semuanya demi bisa memainkan piano ini sekali lagi. Ketika akhirnya dia
diterima di akademi ini dan bisa memainkan piano ini setelah dua tahun, dia
tidak bisa menahan diri untuk menangis di depan orang lain. Pada malam itu, saking gembiranya, dia tidak bisa tidur sama
sekali.
Setahun
kemudian, ketika Yusho yang dalam berbagai arti menjadi
penghancur klub ikut
bergabung, dan setengah dari anggota seangkatannya
mengundurkan diri, meskipun dia dalam hati merasa kesal dengan anggota
perempuan yang lebih tertarik berinteraksi dengan Yushou daripada bermain piano, dia
tidak pernah berhenti dari klub piano,
semuanya demi piano ini. Namun,
“Menurunkan
status menjadi klub minat saja sudah berbahaya… jika ruang klub sampai diambil juga, mereka
pasti akan mengambil kembali Stein-kun…!”
Ngomong-ngomong,
Stein-kun adalah nama julukan
yang diberikan Aoi untuk piano ini. Dan piano Stein-kun ini bukanlah sumbangan,
melainkan hanya dipinjamkan. Jika klub piano tidak lagi berfungsi sebagai klub
dan harus keluar dari ruang klub, tidak sulit untuk membayangkan bahwa
pemiliknya akan mengambilnya kembali.
“Apa
yang harus kulakukan…?
Apa yang bisa kulakukan…!”
Intinya,
jika mereka bisa memulihkan jumlah anggota sebelum tenggat waktu tiba, masalah ini bisa diselesaikan.
Namun, jika mereka bisa menyanggupinya, mereka tidak
perlu
khawatir. Aoi sudah berusaha mencoba menghubungi
sebanyak mungkin orang yang dia kenal, tapi tidak ada yang ingin terlibat
dengan klub yang dipimpin Yushou,
yang sudah memiliki reputasi buruk di seluruh akademi.
Dia juga
mempertimbangkan untuk mendesak Yushou
untuk keluar dari klub dan
memanggil kembali anggota klub piano yang sebelumnya. Namun, dua anggota yang
tersisa sekarang adalah pengikut sejati Yushou
yang tetap bertahan meskipun ada insiden di Festival Akademi Seirei. Jika dia mencoba
mengeluarkan Yushou, dua
orang itu pasti takkan tinggal diam, dan jika ketiga orang itu diusir
sekaligus, satu-satunya orang yang tersisa cuma tinggal
Aoi saja. Jika
dia harus menambah empat anggota lagi, hal itu juga merupakan tantangan yang
cukup besar.
(Pokoknya, kami sudah
tidak punya banyak
waktu lagi…)
Penurunan
status menjadi klub minat dalam sebulan karena kurangnya anggota adalah sesuatu
yang ditentukan oleh peraturan sekolah. Sebenarnya, sudah menjadi kebiasaan
bagi klub untuk diturunkan statusnya jika persyaratan tidak terpenuhi pada
pertemuan kegiatan klub rutin yang diadakan dua kali dalam setahun. Itulah sebabnya dia berpikir masih ada sedikit
waktu. Namun, tiba-tiba ada
permintaan yang datang dari
ketua klub musik ringan.
“Ahhh duhhh~! Apa
yang bisa kulakukan dalam waktu yang tersisa tinggal seminggu lagi…!”
Namun,
jika dilihat secara objektif, kebenaran berada
di pihak klub musik ringan.
Tidak ada yang salah menurut peraturan sekolah, jadi tidak ada ruang bagi Aoi
untuk membantah. Singkatnya, dia terjebak dalam situasi tanpa jalan
keluar.
“Ahhhhhh~ duuhhh! Ahhhhhh~ sudah cukup!!”
Karena
Aoi sendiri menyadari hal itu, dia hanya bisa
mengghentakkan kakinya dengan jengkel dan
mengeluarkan suara frustrasi.
“Permisi.”
“!”
Tiba-tiba,
ada pengunjung yang tidak terduga. Saat dia cepat-cepat berbalik, di pintu
masuk berdiri seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya dan bukan anggota
klub piano.
“…Ada
urusan apa? Jika kamu ingin
bergabung, kami akan menyambutmu, tapi jika tidak, bisakah kamu pergi?”
Merasa
canggung karena baru saja berteriak tidak
karuan, Aoi berbicara dengan nada yang agak kasar.
Namun, gadis itu tampaknya tidak
terganggu dan tersenyum tipis saat menutup pintu, dia lalu mendekat dan bertanya, “Kamu adalah Tsukamoto-san, wakil ketua klub piano, ‘kan?”
“Benar,
tapi kamu siapa?”
“Siapa
aku tidak penting, iya ‘kan? Yang lebih penting ialah kamu
diminta untuk meninggalkan ruang klub ini, bukan?”
Aoi
mengernyitkan dahinya setelag mendengar
sesuatu yang baru saja dia khawatirkan dari orang yang tidak dikenalnya. Masalah pertukaran ruang klub
ini baru saja disampaikan secara internal oleh ketua klub musik ringan, jadi hampir tidak ada
orang yang mengetahuinya. Jika ada yang
mengetahuinya, orang itu
pasti anggota klub musik ringan,
tapi Aoi tidak ingat pernah melihat gadis ini di ruang musik.
(Dia siapa…? Jika dilihat dari warna pitanya, sepertinya dia anak kelas dua…)
Dia
adalah seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang yang berkilau dan
riasan mata yang sempurna. Jika ada wanita secantik ini diangkatan yang sama, seharusnya ada
beberapa desas-desus tentangnya… tapi Aoi sama sekali tidak mengenalnya. Justru
karena kecantikannya lah yang membuatnya begitu
misterius dan menyeramkan.
“Memangnya
kenapa? Seperti yang sudah
kubilang sebelumnya, apa kamu akan bergabung? Jika iya, aku akan menyambutmu dengan senang hati.”
“Aku tidak
keberatan bergabung asalkan dengan satu syarat.”
“Hah?”
Aoi merasa
lebing bingung dan curiga ketimbang senang setelah mendengar jawaban
yang tak terduga. Namun, gadis itu tetap tersenyum dan melanjutkan.
“Jika
wakil ketua bersedia menerima saranku,
aku akan bergabung sebagai anggota
hantu.”
“…Apa
maksudnya?”
Tawaran
yang jelas-jelas mencurigakan ini membuat Aoi waspada, tetapi dia tetap
mendengarkan karena tampaknya ada secercah harapan dalam situasi yang membuatnya benar-benar terpojok.
Sepertinya gadis itu merasa sangat santai dan tertawa kecil.
“Jangan
terlalu curiga begitu. Aku hanya ingin kamu mengadakan rapat besar siswa seperti
yang kukatakan.”
“Rapat besar
siswa…?”
Kata-kata
yang tidak terduga ini membuat Aoi bertanya
balik dengan penuh kecurigaan.
Sebenarnya,
dia tidak pernah menganggapnya sebagai langkah terakhir. Namun, itu adalah
pilihan yang dia buang karena tidak melihat kemungkinan untuk menang.
Wajar saja
jika Aoi berpikir demikian. Walaupun
hal yang dikatakan klub musik ringan
mungkin terkesan sewenang-wenang, tapi tidak ada yang aneh. Secara objektif,
tidak ada alasan untuk menolak pengusiran dari ruang klub meskipun klub
tersebut telah menjadi klub minat yang tidak memiliki hak atas ruang klub. Selain
itu, klub piano sekarang mendapat banyak penolakan dari siswa lain akibat perbuatan Yushou. Jika dibawa ke dalam rapat besar siswa dan
ditanyakan kepada siswa, jelas sekali bahwa
klub piano akan kalah.
“Jangan
khawatir. Kalau kamu
menuruti perintahku, meskipun tidak bisa menang, kita bisa membawa hasil
imbang.”
“Hah?
Imbang?”
Usulan
yang sembrono diikuti dengan pernyataan yang tidak jelas semakin membuat Aoi
merasa curiga. Sebenarnya, dalam rapat besar
siswa, tidak ada hal yang namanya hasil imbang. Jika
dalam pemungutan suara pertama jumlah suara sama persis, maka hanya akan
diadakan diskusi ulang dan pemungutan suara diulang. Namun, gadis itu tetap
tenang dan melanjutkan tanpa terpengaruh oleh reaksi Aoi.
“Bagaimana
jika terjadi kecurangan dalam pemungutan suara?”
“Hah?”
“Jika
kecurangan terjadi dan dianggap bahwa pemungutan suara yang adil tidak mungkin
dilakukan, lalu pertemuan dibubarkan tanpa pemungutan suara yang sah? Itu bisa
disebut hasil imbang, iya ‘kan?”
“…Apa
yang kamu bicarakan?”
Aoi
benar-benar tidak bisa memahami maksud gadis itu dan meragukan kewarasannya,
tetapi gadis itu tersenyum lebar dan menegaskan.
“Kecurangan
pasti akan terjadi.”
“Sudah
kubilang, apa maksudmu—”
“Kecurangan
pasti akan terjadi. Kamu hanya perlu
menunjukkannya.”
“…”
Apa
maksudnya bahwa kecurangan pasti akan terjadi dalam rapat besar siswa yang belum
dipastikan akan diadakan? Pekataannya
sudah mirip seperti ramalan masa depan.
(Bodoh dan konyol sekali. Jika dia benar-benar bisa meramalkan masa
depan, dia pasti
tahu bahwa aku tidak berniat mengadakan rapat
besar siswa, ‘kan?
Dia bahkan repot-repot datang ke sini
untuk meminta bantuan seperti itu…)
Saat
berpikir sampai di situ, Aoi terkejut dan matanya terbuka lebar-lebar karena ketakutan.
Aoi
menyadari ada niat jahat kuat yang tersembunyi
di dalam kata-kata gadis itu.
“Apa
yang akan kamu lakukan?”
“…”
“Seperti
yang sudah kukatakan sebelumnya, jika kamu menuruti apa yang kukatakan, aku jamin ruang klub tidak akan diambil,
loh? Aku
tidak memintamu melakukan hal yang
sulit. Hanya perlu mengadakan rapat besar siswa
dan menunjukkan kecurangan. Cuma itu
saja.”
“…”
Gadis itu
kembali bertanya sambil tersenyum
seolah-olah dia tahu Aoi menyadari sesuatu dan menunggu jawabannya.
Dirinya mengetahui betul. Ini adalah godaan dari iblis. Meskipun dia menerima
tawaran ini dan berhasil, dia takkan mengetahui konsekuensi
apa yang harus dia bayar di kemudian
hari.
(Tapi… memangnya ada cara
lain?)
Tidak
ada. Aoi mengetahui itu dengan sangat
baik.
“…!”
Dia
melihat ke arah piano di belakangnya. Setelah beberapa detik berjuang dengan penderitaan yang mendalam…
“…Baiklah.”
Aoi meraih tangan iblis itu.

