Chapter 10 — Ratu
“Kalau gitu,
bagaimana kalau kita persingkat bagian ini sedikit?”
“Kurasa itu sudah cukup
bagus.”
Pada
sekitaran waktu di mana hasil pemungutan suara rapat besar siswa
diumumkan di auditorium,
Masachika sedang berdiskusi dengan Elena
di ruang musik, dengan partitur di depan mereka.
“Hmm, baiklah,
jadi mari kita coba lagi.”
“Ya.”
“Baik,
semuanya kembali ke posisi semula~. Oh, yang
di sana~? Jangan main ponsel saat latihan~.”
“Ah,
iya.”
“Ayo beriap-siap~
kita tidak punya waktu untuk bersantai~.”
“Ya,
ketua.”
“Begitu
ya.”
“Hehe.”
Sementara
anggota klub orkestra yang sedang berlatih
kembali ke posisi mereka masing-masing, Elena
berbalik dan bertanya kepada Masachika.
“Ngomong-ngomong,
hari ini ada rapat besar siswa, ‘kan? Meskipun aku tahu tidak pantas
mengatakan ini, tapi kamu yakin
tidak perlu menghadirinya, Kuze-kun?”
“Ya,
karena di sana ada partner yang bisa
diandalkan yang akan ikut menggantikannya.”
“Uwoahh~~~...
sungguh ikatan
kepercayaan yang kuat ya.”
“Haha,
dan di sana ada juga... sekutu yang bisa diandalkan.”
“Apa-apaan dengan jeda tadi?
Kemana perginya kepercayaanmu pada sesama anggota OSIS!?”
“Ketua~,
tolong jangan main-main dengan Kuze terus dan kembalilah~.”
“Ah,
iya iya~. Aduh, menjadi orang populer itu
merepotkan ya.”
Sambil
mengatakan hal-hal konyol seperti itu, Elena
juga kembali ke tempat duduknya.
“Baik,
jadi untuk sementara, mari kita mulai dari awal~.”
Dan
sesuai instruksi Elena,
Masachika menghadap piano lagi.
◇◇◇◇
“Ti-Tidak adil! Pemungutan suara ini
tidak adil!!”
Teriakan
yang menggema di dalam aula itu membuat sebagian besar siswa, termasuk Nonoa,
terkejut.
Semua anggota
OSIS juga menatap dengan mata
terbelalak ke arah Aoi. Sementara itu di sisi lain...
Nonoa tersenyum kecil di dalam hatinya.
(Yah, wajar saja bakalan begini~)
Kebanyakan
siswa mungkin akan menganggap kata-kata Aoi sebagai Tindakan nekat yang diambil setelah
terdesak. Dalam pemungutan suara merah-putih ini, apa ada kecurangan dalam
pemungutan suara dapat segera diketahui jika diselidiki. Cukup dengan
mengumpulkan dan memeriksa bola yang tersisa di tangan pemilih. Hal itu bisa
dipahami oleh siapa pun, jadi sulit untuk membayangkan bahwa seseorang akan
melakukan kecurangan secara sengaja.
(Atau
begitulah yang dipikirkan orang normal, ‘kan?)
Namun,
kecurangan tersebut telah
disiapkan. Meskipun targetnya bukan Aoi.... melainkan Alisa yang tertegun menatap
Aoi.
(Sekarang kamu tidak mempunyai waktu untuk tertegun loh, Alissa. Apa kamu menyadari? Ketika kecurangan
dalam pemungutan suara terungkap, siapa yang pertama kali dicurigai?)
Perangkap
yang dipasang Nonoa hampir tidak mungkin diprediksi atau dihindari, tetapi
bukan berarti tidak mungkin untuk keluar setelah terjebak.
Dengan
ketenangan yang tidak hilang meskipun terjebak dalam perangkap, dan kecerdasan
untuk mengungkap kebenaran dengan cepat. Jika memiliki daya persuasi untuk
meyakinkan orang-orang di sekitar tentang jawaban yang ditemukan, maka seseorang bisa melaluinya dengan lancar.
(Yah,
mungkin itu bukan hal yang mustahil jika Kuzecchi atau Yukki jika mereka ada di
sana sih~~ tapi, memangnya Alissa bisa mengatasi niat jahat yang
tiba-tiba ini sendirian?)
Saat pertunjukkan mencapai tahap akhir,
Nonoa mengamati pertunjukan di atas panggung dengan penuh minat... Namun, yang
bergerak selanjutnya bukanlah Alisa maupun Touya, tapi seorang individu di antara penonton.
◇◇◇◇
“Sudah
cukup!”
Seorang
siswi laki-laki menyerbu ke atas panggung dengan suara yang agak dramatis.
Para
penonton menoleh ke arah rangkaian kejadian tak terduga dan melihat sumber suara tersebut...
rupanya, pemilik suara itu adalah Kiryuin Yushou, ketua klub piano. Aoi juga
tampaknya terkejut dan membuka mulutnya lebar-lebar menatap orang yang menerobos ke atas panggung.
Sementara
semua orang menyaksikan dengan wajah tertegun,
Yushou
berteriak keras ke arah penonton dari atas panggung.
“Bukannya
itu sudah cukup! Kalian, mantan anggota klub piano! Apa
kalian masih berencana untuk bersikap acuh tak acuh setelah mendengar jeritan pilu wakil ketua kalian?”
Meninggalkan
banyak siswa di tempat, Yushou terus berbicara.
“Sekarang
masih belum terlambat! Jika kalian memiliki sedikit
pun perasaan terhadap teman-teman kalian yang dulu! Bukankah seharusnya kalian
mengangkat tangan di sini sekarang!?”
Dengan begitu, Yushou mengangkat tangan kanannya
tinggi-tinggi sambil berteriak.
“Di
sini dan sekarang! Siapa yang ingin bergabung dengan klub piano, angkat
tangan!!”
Saat
situasi ini terjadi, siswa-siswa yang akhirnya memahami apa yang ingin dilakukan
Yushou
mulai berbisik... dan dari
kursi penonton, beberapa tangan
mulai terangkat perlahan. Satu, dua, tiga... Setelah memastikan itu, Yushou tersenyum puas dan mengarahkan
wajahnya ke arah Touya yang bertindak sebagai
moderator.
“Ketua
OSIS. Seperti yang Anda lihat, klub piano telah
memulihkan kuota keanggotaannya.
Dengan begini, premis agenda kali ini telah
gugur, bukan?”
“…Oh,
ya, baiklah, sepertinya begitu.”
Sambil
mengangguk dengan kebingungan, Touya berdehem pelan sebelum mengalihkan pandangannya
ke ketua klub musik ringan di
sisi kiri.
“Umm~ pihak Termohon. Meskipun agenda rapat besar ini dimenangkan oleh pihak Termohon, tapi
karena pembubaran klub piano telah dihindari,
aku tidak tahu apakah permintaan kalian akan dipenuhi.
Hasilnya sendiri masih akan dicatat, tapi apa kalian
bisa memahaminya?”
“Eh,
ah, ya. Aku mengerti, jika begitu masalahnya…”
Meskipun
tampaknya masih belum sepenuhnya memahami, ketua klub musik ringan itu terlihat agak lega
saat mengangguk. Pada saat yang sama, sepertinya akal sehatnya akhirnya
terhubung, suara-suara ketidakpuasan mulai muncul dari kursi penonton.
“…Eh,
apa-apaan ini maksudnya?”
“Drama
konyol macam apa ini…”
“Pemungutan
suara tadi itu sebenarnya untuk apaan…”
“Untuk
saat ini, Kiryuin, silakan kembali ke tempat
dudukmu.”
Yushou yang
tiba-tiba mengganggu jalannya
rapat dan melakukan aksi yang sangat dramatis, menerima
banyak kebencian. Namun, tanpa terpengaruh oleh itu, Yushou menoleh ke arah Aoi.
“Sungguh pidato
yang luar biasa, wakil ketua... jeritan hatimu telah menggerakkan mereka. Kamu
bisa merasa bangga.”
Yushou
membungkuk hormat dengan tangan kanannya di dada dan lengan kiri
terbuka.
“Kiryuin...”
Yushou
tersenyum seolah-olah sedang
menenangkan gadis yang berjuang sendirian. Sementara
itu, Aoi berjalan
menghampiri dengan langkah goyah──
“Sejak awal,
semuanya ini karena
salahmu!!”
“Maafkan aku!!”
Tendangan
lutut Aoi langsung menghantam
perut Yushou dengan keras.
◇◇◇◇
Yushou yang terkena tendangan lutut Aoi
(dengan ancang-ancang lari) jatuh
terjerembab ke panggung. Melihat penampilannya yang memalukan dan konyol,
tampaknya penonton yang sebelumnya membenci Yushou
sedikit menurunkan kebencian mereka, dan mulai tertawa kecil satu per
satu.
Suasana di aula menjadi lebih santai dengan suasana yang tiba-tiba
berubah menjadi komedi... Nonoa melihat Yushou
dengan tatapan hampa.
(Tidak
kusangka Yushou
akan mengganggu di sini... padahal
aku sudah mengawasinya.)
Belakangan
ini, tidak ada informasi khusus mengenai Yushou
yang bergerak untuk menghindari pembubaran klub piano. Namun, setelah melihat alur tadi, kemungkinan ia
telah menghubungi mantan anggota klub piano secara diam-diam, meminta mereka
untuk hadir sebagai penonton dalam rapat besar siswa.
Dan jika dirinya bergerak
secara diam-diam, itu berarti ia waspada terhadap gangguan dari
seseorang...
(Aku
tidak ingat pernah membuat kesalahan yang akan membuatnya waspada... Mungkin ia
merasa curiga karena pernah mengalami masalah denganku sebelumnya?)
Tiba-tiba,
pandangan matanya bertemu dengan Yushou yang berdiri sambil memegang
perutnya... atau begitulah yang dirasakannya. Nonoa menyipitkan mata saat
melihat senyum kemenangan di wajah Yushou.
(... Yah~, meskipun aku merasa jengkel karena Yushou bertingkah sok bangga begitu, mungkin aku harus mundur
untuk hari ini. Lagian juga aku tidak
mengalami kerugian sama sekali, dan aku juga mendapatkan
pion baru bernama Ayanono,
jadi masih ada hasil
yang didapat.)
Setelah memikirkan
hal itu, Nonoa entah bagaimana berhasil
menenangkan hatinya yang baru saja merasa kesal,
lalu mengangkat bahu dan berkata tanpa ditujukan kepada siapa pun.
“Rasanya, jadi cuma buang-buang waktu saja ya~.”
“Ah,
ya, memang...”
“Maksudku, kalau
mau angkat tangan di sini, kenapa mereka tidak
kembali ke klub piano lebih awal...”
“Entahlah~ Mungkin wakil ketua itu tidak
bisa mengungkapkan perasaannya sampai sejauh itu, atau mungkin karena di
panggung seperti ini jadi lebih mudah untuk angkat tangan, ada semacam alasan tertentu, kan?”
Menanggapi
pertanyaan Hikaru yang
tampaknya tidak ditujukan kepada siapa pun, Nonoa memberikan dugaan, tetapi dia
sendiri tidak tertarik untuk mengetahui kebenarannya.
(Ahh~~ aku mulai merasa kesal lagi. Aku
harus segera pulang dan menonton video prank ekstrim dari luar negeri, yang
membuat orang terjatuh dan panik.)
Dengan
cepat mencoba menenangkan hatinya
yang kering dengan rangsangan yang mudah, Nonoa
berdiri dari kursinya──
【Ну,посмотри,кактебе?】【Kumohon, awasi
aku dengan benar ya?】
Suara
kecil yang terdengar seperti doa itu samar-samar terdengar. Tak lama setelah
itu,
“Apa
maksudnya dengan ada
kecurangan dalam pemungutan suara?”
Suara
dingin yang memecah suasana santai mulai bergema.
Usai mendengar suara yang sudah familiar
itu, Nonoa menoleh ke arah panggung.
Orang
yang memulai pembicaraan itu ialah Alisa, yang perlahan berdiri dari kursinya. Dengan tatapan tajamnya,
Aoi merasa tegang.
“Eh,
umm, itu...”
“Pernyataan
tadi tidak bisa diabaikan. Itu berarti kamu meragukan keadilan rapat besar siswa yang dijalankan OSIS.”
“Ah,
umm...”
Di bawah
tekanan Alisa, Aoi menundukkan wajahnya dengan ekspresi pucat. Melihat Aoi yang
tampak hampir menangis, tatapan simpatik dari penonton kembali tertuju padanya.
Sementara itu, tatapan penuh tuduhan diarahkan kepada Alisa, dia berbalik ke
arah Touya dan berkata,
“Ketua,
mari kita kumpulkan bola suara yang tersisa dan lakukan penghitungan ulang.”
“Penghitungan
ulang? Itu──”
“Sebagai
orang yang bertanggung jawab atas penghitungan, aku
tidak bisa membiarkan tuduhan yang tidak berdasar ini terus berlanjut. Aku mohon tolong lakukan itu demi
kehormatanku dan Kimishima-san.”
“Umm...”
“Kita
hanya akan mengambil bola yang akan dikumpulkan saat keluar. Jadi itu tidak terlalu merepotkan. Aku akan menanggung semua tanggung
jawab.”
Touya dibuat
terkejut dengan pernyataan Alisa yang lebih tegas dari
biasanya... dan akhirnya ia mengangguk.
“… Aku mengerti. Kalau begitu, aku menyerahkan
hal ini padamu. Tapi aku akan bertanggung
jawab.”
“…Terima
kasih.”
“Baiklah,
semuanya. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, kita akan melakukan penghitungan
ulang suara. Silakan masukkan bola yang tersisa ke kotak suara seperti prosedur sebelumnya.”
Nonoa
tersenyum lebar saat dimulainya babak
tambahan yang tak terduga ini.
(Oya, oya, oya, oya?)
“Eh,
sekarang kita akan melakukan penghitungan ulang?”
“Alya-san...?”
Takeshi
dan Hikaru
mengeluarkan suara bingung, sementara para siswa kembali diarahkan oleh Touya,
banyak dari mereka tampak bingung atau merasa repot, menuju ke panggung.
“Silakan
masukkan semua bola yang kamu pegang ke sini. Bagi yang tadi memasukkan suara
kosong, mohon masukkan kedua bola yang tersisa.”
Sembari mengikuti
instruksi Alisa, bola-bola suara mulai dimasukkan ke dalam kotak suara satu per
satu.
“Terima
kasih buat kerja kerasmu, Alissa~ sepertinya kamu dalam kesulitan, ya~?”
“Iya,
tapi mau bagaimana lagi.”
Meskipun
Nonoa memanggilnya, Alisa tetap menjawab dengan wajah tenang sambil menatap
kotak suara. Dalam ketenangan sikapnya, Nonoa merasakan firasat yang membuatnya
berdebar.
(Hmm?
Baiklah, aku penasaran bagaimana
ini akan berakhir?)
Setelah kembali
ke tempat duduknya, dia menunggu penghitungan ulang
dilakukan. Serangkaian kejadian tak terduga mengejutkan Nonoa, membuatnya
merasa luar biasa senang.
Setelah
pengumpulan bola selesai, bola-bola yang terkumpul ditata di dalam bingkai kayu
di layar. Seiring berjalannya proses tersebut... suara kebingungan mulai
terdengar dari berbagai penjuru kursi penonton.
“Eh?”
“Apa-apaan itu?”
“Eh,
ada yang aneh...”
Ketika
proses penghitungan mendekati akhir, suara
terkejut para penonton mulai
terdengar ketika melihat pemandangan aneh di layar.
“Kenapa...
bola merahnya ada lebih
banyak?”
Kejanggalan tersebut bisa terlihat
dengan jelas. Tidak semua siswa yang
hadir dapat mengingat dengan akurat hasil pemungutan suara sebelumnya. Namun,
meskipun demikian, itu mustahil. Mana mungkin
bola merah klub musik ringan yang
seharusnya menang tadi,
jelas-jelas lebih banyak.
“Eh,
apa-apaan ini?”
“Jumlah
total bolanya... bukannya itu aneh?”
“Dengan
kata lain, jika bola merah lebih banyak sekarang... eh, tunggu, tunggu. Bukannya itu berarti klub piano seharusnya menang?”
Penonton
berseru kebingungan setelah melihat situasi abnormal di mana
hasil bola yang dipilih tidak sesuai dengan bola yang dikumpulkan.
Ya,
inilah jebakan yang dipasang oleh Nonoa kali ini.
Itu bukan
perkara yang rumit. Dia
hanya memberikan (melalui Miyabi) beberapa
bola suara yang diambilnya dari ruang persediaan sebelumnya kepada delapan
rekan yang membantunya.
Saat tiba
waktunya untuk memilih, delapan orang yang membantu itu akan memasukkan bola merah untuk
memilih klub musik ringan.
Dan saat sisa bola dikumpulkan, mereka memasukkan satu bola merah yang telah
disiapkan sebelumnya, bukan bola putih yang seharusnya tersisa.
Akibatnya,
delapan bola putih hilang, dan sebagai gantinya, delapan bola merah muncul.
Selisih enam belas suara ini membuat klub piano membalikkan keadaan terhadap
klub musik ringan, yang mana itu sepenuhnya cuma kebetulan saja, tapi efek visualnya sangat luar
biasa.
“Apa
maksudnya ini!!”
Tiba-tiba,
teriakan seorang siswi dari kursi
penonton membuat siswa yang bingung terkejut dan menoleh ke arahnya. Di sana,
seorang siswi yang berdiri dari kursinya menatap Alisa dengan tajam sambil
mengacungkan jari telunjuknya.
“Setelah
mengatakan hal-hal besar, rupanya memang
ada kecurangan, ‘kan!!”
“Benar banget! Ini berarti klub piano lah yang seharusnya menang, ‘kan!?”
“Jangan-jangan
kamu, karena masalah Festival Budaya kemarin, masih menyimpan dendam kepada klub
piano dan mengatur jumlah bola agar mereka kalah!?”
Setelah perkataan murid perempuan itu, suara-suara
yang menuduh Alisa mulai bermunculan satu per satu. Terpancing dengan suara keras itu,
siswa-siswa lain juga mulai mengarahkan pandangan curiga kepada Alisa, namun...
di sisi lain, Nonoa, yang merupakan otak dari situasi ini, memandang para kolaboratornya
dengan tatapan yang sangat dingin.
(Konyol sekali. Lain lagi ceritanya kalau mereka melakukan serangan
mendadak yang bisa dipaksakan... tapi dalam situasi ini, menyalahkan Alissa dengan tuduhan yang tidak
berdasar adalah hal yang mustahil. Jika ingin menyerang Alissa, seharusnya jauh lebih efektif untuk
memasukkan bola putih dengan jujur daripada memasukkan bola merah pada
penghitungan ulang.)
Dengan
pemikiran seperti itu seolah-olah itu masalah
orang lain, Nonoa melihat gadis
yang pertama kali bersuara... dan menyadari bahwa dia mengenali wajahnya.
(Loh? Sepertinya aku pernah
melihatnya... ah, bukannya dia
yang pernah
mengganggu Alissa
di kantin beberapa waktu lalu? Mungkin itu sebabnya emosinya jadi tersulut~?)
Dalam
alur yang sudah direncanakan, penghitungan ulang bola akan dilakukan atas
permintaan Aoi, dan kecurangan yang terungkap akan dituduhkan kepada Alisa.
Tentu
saja, karena itu tuduhan yang tidak berdasar,
jadi tidak ada bukti. Namun, meskipun hanya berupa dugaan, kecurigaan bahwa ‘memanipulasi hasil pemungutan
suara siswa’ masih berakibat fatal bagi seorang
kandidat dalam kampanye pemilihan.
Siapa
yang mau memberikan suara kepada seseorang yang mungkin melakukan kecurangan
dalam pemungutan suara? Sekalipun dia dijebak oleh seseorang, jika dia tidak bisa menghilangkan kecurigaan itu maka,
kandidat tersebut dianggap tidak layak.
(Dengan
demikian, Alissa
dan Ayanomo
yang bertugas sebagai
panitia pemungutan suara akan terjerat dalam tuduhan kecurangan dan tersisih
dari pemilihan... Sementara Kuzecchi
dan Yukki secara otomatis terpilih, dan Ayano serta Sayacchi akan tersenyum...
meskipun aku tidak berpikir semuanya akan berjalan semulus itu.)
Namun, Alisa
anehnya tetap tenang dan tidak
menunjukkan kemarahan meskipun
dia mendapat tuduhan yang tidak
berdasar. Tanpa gentar menghadapi tatapan curiga dari penonton, Alisa
melanjutkan penghitungan ulang dengan ekspresi tenang. Sikap tenangnya
tampaknya membuat jengkel siswi
yang pertama kali berdiri, dan dia mengangkat suaranya dengan nada
frustrasi.
“Hei!
Kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu—”
“Bisakah
kamu diam sebentar? Kami sedang menghitung.”
Suara itu
dingin dan datar, seolah ingin meredakan semua semangat yang ada.
Sikap
dingin, tegas, namun bermartabat yang belum pernah ditunjukkan oleh Kujou Alisa di tempat seperti ini
sebelumnya. Dirinya tidak goyah sama
sekali meski menghadapi berbagai bentuk permusuhan yang diarahkan padanya, dia
tampak seperti ratu es.
Para
siswi dan siswa lainnya terdiam, menatap Alisa seolah-olah tertegun. Dalam
suasana yang tertekan, Alisa, yang kini sepenuhnya menjadi pusat perhatian di atas panggung, perlahan-lahan membuka mulutnya.
“…Memang,
ada kecurangan yang terjadi. Di sini terdapat 50 bola merah dan 48 bola putih. Jika dihitung dengan benar,
jumlahnya seharusnya 42 bola merah dan 56 bola putih, termasuk suara
kosong... Jadi, ada delapan suara yang telah ditukar antara bola merah dan bola
putih.”
Alisa
berbicara dengan tenang sambil
menatap bola-bola di tangannya. Dia kemudian
mengangkat wajahnya dan memandang penonton dengan tatapan tajam.
“Namun,
tidak perlu dikatakan lagi... bukan aku yang menukar bolanya. Jika aku yang melakukannya, mana mungkin aku mengajukan penghitungan ulang dan
mengungkapkan kecuranganku sendiri.”
Alisa
menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah dengan sangat
tenang. Setelah itu, dia menoleh ke arah Ayano di sebelahnya.
“Demikian
pula, aku mempercayai bahwa Kimishima-san, yang tidak
menghentikanku untuk
mengajukan penghitungan ulang, bukanlah pelakunya. Jadi, kalau begitu...”
Alisa
kemudian
kembali mengarahkan pandangannya kepada
penonton dan... dengan suara yang mantap, dia
menyatakan dengan jelas.
“Ada
seseorang di sini yang
membawa bola merah tambahan, memanipulasi jumlah bola, dan membuat kecurangan
ini.”
Penonton
terkejut mendengar pernyataan ini, yang benar-benar melampaui batas
kehati-hatian dan secara langsung menuduh
penonton sebagai pelaku.
“Eh,
apa maksudnya? Eh, seriusan, apa-apaan sih?”
“Tunggu sebentar, pelakunya
ingin membuat klub piano kalah...? Tapi, eh?”
Takeshi dan Hikaru juga angkat
bicara, masih belum bisa memproses pikiran mereka.
“Jangan
bercanda! Atas dasar apa kamu mengatakan itu!”
“Kalau
kamu bilang begitu, kamu pasti punya buktinya, kan!”
Sementara
itu, mereka yang terpojok mulai berteriak dengan putus asa. Tanpa terpengaruh oleh semua itu,
Alisa kembali menatap Touya.
“Ketua,
mari kita lakukan pemeriksaan barang bawaan semua orang di sini.”
“Pemeriksaan
barang bawaan...!?”
“Kalau
tebakanku benar, kita seharusnya bisa menemukan beberapa orang yang
menyembunyikan setidaknya satu bola
putih."
“Tapi,
itu...”
“Ketua tadi
bilang akan menyerahkan urusan ini padaku.”
“Umm...”
Saat Touya
ragu-ragu dengan usulan radikal Alisa, siswi yang pertama kali berdiri itu
meraih barang bawaannya.
“Aku
tidak mau terlibat lagi...!”
Sambil
mengucapkan itu, siswi tersebut melangkah menuju pintu keluar.
Banggg!!
Suara
yang mirip dengan ledakan menggema di seluruh aula. Pada saat yang sama, Alisa
dan yang lainnya di panggung tergetar karena guncangan mendadak.
Sumber
suara dan getaran itu berasal dari papan yang dipasang di bagian depan
panggung, di mana tinju Chisaki
menghantamnya.
Perhatian
penonton tak terelakkan tertuju pada Chisaki, yang sedang menundukkan wajahnya
dan meninju papan di belakangnya secara menyamping. Saat dia perlahan-lahan mengangkat wajahnya... dari suatu tempat terdengar
jeritan ketakutan yang tertahan.
Wajah bos wanita, yang semakin jarang terlihat sejak
dia mendapatkan pacar bernama Touya,
kembali muncul. Dengan ekspresi yang
membuat sebagian pria ketakutan dan sebagian wanita bergetar dalam kegembiraan,
Chisaki memberikan perintah dengan suara menakutkan yang mengingatkan pada asap
hitam dari gunung berapi yang sedang meletus.
“Semua
orang, letakkan tangan kalian di
belakang kepala dan jangan bergerak dari tempatmu. Siapa pun yang bergerak akan
dianggap musuh.”
Dengan
perintah sepihak itu, tidak ada seorang pun di akademi ini yang menunjukkan
sikap memberontak. Semua
orang dengan diam dan cepat mengikuti instruksi, sementara Chisaki berbalik dan
menunjukkan ekspresi lembut kepada Alisa
di belakangnya.
“Alya-chan, untuk selanjutnya, boleh
aku yang mengambil alih?”
“…Ya,
terima kasih. Aku menyerahkan
sisanya padamu, Sarashina-senpai.”
Setelah
mendapatkan izin dari Alisa, Chisaki mengangguk ringan... lalu dengan ekspresi bos wanita, dia menatap penonton dan
mengeluarkan ponselnya.
“Mulai
sekarang, aku akan memanggil semua anggota komite kedisiplinan yang masih ada di sekolah dan
melakukan pemeriksaan tubuh serta barang bawaan. Jangan berpikir kamu bisa
melarikan diri setelah mempermainkan kami di rapat
siswa!”
Pada saat itulah
nasib para pelaku yang menjebak Alisa berakhir.
◇◇◇◇
“Hah,
hah, haah.”
Setelah rapat besar siswa selesai, Alisa berlari
menuju ruang musik di koridor yang kini sepi.
Ini
adalah tindakan yang tidak biasa bagi Alisa, yang biasanya sangat patuh pada
peraturan sekolah. Namun untungnya, sebelum ditemukan oleh guru, sosok yang
dicari muncul dari ujung koridor.
“Eh,
ohh, kerja
bagus, Alya!?”
Masachika
yang terkejut langsung menghentikan langkahnya, dan Alisa langsung
memeluknya dengan kuat. Dia menggenggam bagian belakang
seragam Masachika dan menempelkan wajahnya di bahunya.
“Uuuuu~~”
“Ad-Ada apa? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi!?”
“Uuu...”
Tanpa
menjawab pertanyaan Masachika yang penuh rasa khawatir, Alisa terus memeluk
tubuh Masachika seolah-olah tidak ingin melepaskannya.
Melihat
keadaan rekannya yang seperti itu.... Masachika sepertinya
merasakan sesuatu dan mulai mengelus punggung Alisa dengan lembut.
“…Begitu, jadi kamu sudah berusaha keras,
ya. Yup, kamu memang hebat.”
“…”
“Kamu
sudah berjuang dengan baik sendirian.”
Tanpa
mengucapkan lebih banyak kata-kata yang tidak perlu, Masachika terus menghibur Alisa
dalam keheningan.
