
Chapter 9 — Awal Mula
“Permohonan rapat besar siswa dari
wakil ketua klub piano telah diajukan kepada OSIS.”
Segera
setelah rapat dimulai, Touya menyampaikan informasi tersebut, dan Masachika
sedikit mengernyitkan alisnya seraya bergumam, “Ahh,
yang itu”.
(Apa ini yang dimaksud Yushou... bahwa Nonoa sedang
merencanakan sesuatu?)
Mengingat
tuduhan tak berdasar yang pernah diucapkan Yushou, Masachika
mengerutkan bibirnya dengan rasa pahit.
(Tak peduli
seberapa besar ia membenci Nonoa, pria itu benar-benar mengucapkan
hal yang konyol... Maksudku, kenapa pula ia
repot-repot memberitahuku, yang merupakan teman Nonoa?
Apa yang ada di dalam kepala orang itu sih?)
Saat
Masachika semakin frustrasi dengan perilaku Yushou, Alisa bertanya kepada Touya.
“Permohonan
yang seperti apa?”
“Jadi
begini... Sebenarnya, pada hari Jumat ini, klub piano akan diturunkan statusnya
menjadi klub minat karena kekurangan anggota. Dan pada saat yang sama, klub musik ringan mengajukan permintaan untuk pertukaran ruang klub. Mereka ingin
mempertanyakan apakah pertukaran ruang klub itu bisa diterima OSIS.”
“Klub
musik ringan, ya?”
“Ya...
Klub minat tidak memiliki hak untuk memiliki ruang klub, dan dari segi jumlah
anggota, permintaan klub musik ringan memang wajar... Namun bagi klub piano,
diusir dari ruang klub yang sudah bersejarah pasti sangat sulit diterima...”
Meskipun
secara rasional memahami permintaan klub musik ringan, secara emosional Touya
juga bisa memahami penolakan klub piano, sehingga dirinya menyilangkan tangannya dengan ekspresi sulit.
Pada
saat itu, Chisaki yang duduk diagonal di
depannya, menepuk lengan Touya dengan
semangat.
“Tidak
ada gunanya juga kalau terlalu
dipikirkan. Karena permohonan sudah diajukan, kita hanya perlu menjalankan rapat siswa dengan adil.”
“Chisaki...
ya, kurasa ada benarnya juga.”
Hampir
terjatuh dari kursi, Touya mengangguk dalam-dalam atas perhatian
kekasihnya.
“Maaf.
Seperti yang dikatakan Chisaki, apa pun isinya, kita hanya perlu
melaksanakan rapat besar siswa
dengan tenang.”
“““““Baik.”””””
Para
pengurus lainnya serempak menanggapi perkataan ketua dan wakil ketua OSIS.
Seolah mendapatkan semangat oleh
jawaban mereka, Touya menenangkan diri dan melihat formulir pendaftaran.
“Baiklah,
acaranya akan diadakan sehari sebelum
keputusan pembubaran klub piano... yaitu Kamis minggu ini. Sejujurnya, aku berharap mereka mengajukan
permohonan dengan lebih awal...”
“Mungkin
mereka sedang berusaha keras untuk menghindari pembubaran klub hingga detik-detik terakhir, sehingga mereka tidak
bisa melakukan apa-apa dan akhirnya mengajukan permohonan.”
“Ah,
begitu rupanya. Memang benar, jika
mereka bisa memulihkan jumlah anggota, masalah
tersebut bisa diselesaikan... Baiklah, lalu kita bagi
tugas...”
“Maaf,
ketua. Sebenarnya, pada hari itu, aku
memiliki urusan yang tidak bisa ditinggalkan di rumah...”
“Eh,
begitu?”
“Maaf...
Sebagai gantinya, aku akan
bertanggung jawab untuk membuat buletin dan mengumumkannya di siaran istirahat makan siang.”
“Itu
sangat membantu. Maaf karena kita tidak mempunyai
banyak waktu, tapi aku minta tolong padamu.”
“Tidak,
aku bisa membuat buletin dengan
cepat menggunakan template yang sudah ada,
jadi jangan khawatir.”
Saat Yuki
menerima tugas tersebut sambil tersenyum,
Masachika mengangkat tangannya dengan lembut.
“Umm,
ketua. Aku merasa tidak enakan karena harus mengatakannya
dalam situasi ini, tapi... pada hari itu, aku
juga ada latihan dengan klub orkestra.”
“Ah,
tidak, aku sudah mengetahui kalau kamu
tidak bisa ikutan, jadi kamu tidak perlu khawatir, Kuze. Lagipula, karena pemohonnya adalah klub piano, lebih baik
jika kamu tidak ikutan.”
“Ah,
kurasa itu ada benarnya juga~...”
Masachika
adalah orang yang mengalahkan Yushou dalam debat
format khusus yang disebut
duel piano dan menjadi penyebab keruntuhan klub piano.
Jika Masachika ikut serta dalam
rapat besar siswa yang berkaitan dengan masa
depan klub piano, dirinya mungkin
akan dicurigai atau dibenci oleh klub piano yang mengajukan permohonan.
(Hmm~, jika ada kemungkinan Nonoa
melakukan sesuatu, mungkin lebih baik aku ikut sebagai langkah berjaga-jaga...
Tapi jika ingin menghindari masalah, kurasa
memang lebih baik jika
aku tidak ikut. Lagipula, Elena-senpai juga memintaku
untuk ikut latihan klub orkestra karena kami akan membahas bagian
piano pada latihan hari
Kamis.)
Meskipun
ada sedikit rasa cemas, Masachika mengangguk setuju dengan kata-kata Touya.
“Maaf,
aku akan membantu persiapan
sepenuhnya.”
“Ah,
terima kasih. Apa yang lain
baik-baik saja? Rapat besar kali
ini menggunakan pemungutan suara putih dan merah, jadi kita membutuhkan lebih
banyak orang daripada biasanya...”
“Eh,
pemungutan suara putih dan merah, ya?”
Yuki menanggapi dengan nada keheranan, sementara Maria menengok
bingung.
“Apa
itu? Maksudnya mengangkat bendera sebagai
pengganti tangan?”
“Tidak,
bukan begitu... Itu adalah pemungutan dengan
cara para penonton akan diberikan bola merah dan bola putih terlebih dulu, dan mereka akan memasukkan
salah satu dari bola tersebut ke dalam kotak untuk memberikan suara. Pemohon akan menggunakan bola putih,
sedangkan termohon akan
menggunakan bola merah... Ini adalah metode pemungutan suara yang digunakan
ketika ingin mengelola jumlah suara secara ketat. Karena membutuhkan waktu
lebih lama daripada mengangkat tangan, metode ini jarang digunakan dalam rapat
umum yang diperkirakan akan dihadiri banyak pemilih...”
“Begitu
ya. Jadi, apa itu berarti pemohon
berpikir kalau persaingannya akan ketat?”
“...Mungkin
saja.”
Yuki
mengangguk setelah jeda sejenak, tapi Masachika yang memahami alasannya
menambahkan dalam hati.
(Atau jika pihak OSIS yang
menghitung suara tidak dipercaya.)
Karena
sulit untuk mengetahui secara sekilas berapa banyak suara yang ada hanya dengan
mengangkat tangan, sehingga jika diinginkan, anggota OSIS yang menghitung suara bisa saja
memanipulasi jumlah suara. Dalam hal ini, permohonan ini bisa dianggap sebagai
ungkapan ketidakpercayaan pemohon,
yaitu wakil ketua klub piano, terhadap OSIS.
(Hmm~ rasanya
bakal semakin memperburuk keadaan jika aku ikutan, jadi lebih baik aku tidak perlu berpartisipasi)
Sementara
Masachika berpikir demikian, anggota OSIS
lainnya mulai angkat bicara satu per satu.
“Aku
bisa ikut berpartisipasi. Apa aku boleh aku mengawasi penonton saja seperti biasa?”
“Ya,
terima kasih. Jika Chisaki yang
menjaga, kurasa tidak ada murid yang akan berani
berbuat aneh-aneh.”
“Aku
juga sama, apa aku bisa tetap menjadi
sekretaris seperti biasa?”
“Tentu
saja. Jika begitu... maka aku meminta Adik Kujou dan
Kimishima untuk bertanggung jawab sebagai petugas pemungutan suara. Kalian berdua akan mengelola pemungutan
suara dan menghitung bola yang telah diberikan suara.”
“Ketua,
masih ada juga tugas untuk memberikan bola
kepada pengunjung di pintu masuk.”
“Oh
ya, terima kasih sudah mengingatkanku,
Suou.”
“Tidak
masalah.”
“Aku
tidak masalah.”
“Baik,
saya mengerti.”
“Tunggu
sebentar Touya. Bagaimana dengan pencahayaan dan suara?”
“Kita
bisa meminta bantuan seseorang dari klub teater. Beban petugas
pemungutan suara cukup besar, jadi lebih baik jika ada dua orang yang melakukannya.”
Rapat
pembahasan berlangsung dengan lancar,
dan peran untuk hari itu ditentukan dengan mudah.
“Baiklah,
sekarang tentang persiapan hingga hari acara...”
Saat Touya
beralih ke pembahasan berikutnya, Masachika tiba-tiba berpikir.
(Apa seharusnya
aku perlu memberi
tahu Alya bahwa ada kemungkinan Nonoa akan melakukan sesuatu...?)
Namun,
setelah berpikir sejenak,
ia segera mengubah pikirannya.
(Kurasa tidak perlu, toh itu hanya omong
kosong Yushou. Lebih baik tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuat Alya
meragukan karakter
Nonoa)
Masachika
memilih untuk tetap diam, memikirkan tentang rekannya
yang belum pernah merasakan sisi berbahaya Nonoa. ...Dirinya membuat pilihan ini.
◇◇◇◇
“Syukurlah,
semuanya berjalan lancar. Ya... tidak apa-apa, percayalah padaku, oke? Kan sudah kubilang? Aku adalah sekutu Ayanono... hehe, terima kasih. Ya,
sampai jumpa.”
Sambil
berbaring di tempat tidurnya, Nonoa berbicara dengan nada yang sangat lembut
dan penuh perhatian, lalu memutuskan sambungan telepon Ayano dengan ekspresi kosong.
“Tidak,
seriusan... jika dilihat dari sudut pandang orang luar, rasanya cukup menyeramkan. Bagaimana
bisa kamu mengeluarkan suara seperti itu dengan wajah datar?”
Sebuah
suara masam memanggil dari tengah ruangan, dan Nona menoleh ke arah itu. Ada seorang siswi yang mengenakan
seragam Akademi Seirei duduk di atas bantal. Dia
adalah orang yang menghasut
Wakil Ketua Klub Piano, Aoi, untuk mengadakan rapat besar siswa, dan namanya adalah
Shikumagawa Miyabi.
“Lagipula
ini cuma panggilan telepon, jadi aku tidak perlu membuat
ekspresi, ‘kan?”
“Mengesampingkan
memerlukannya atau tidak... biasanya saat membuat suara
lembut, ekspresi juga akan mengikuti loh,
menurut pribadiku sih.”
“Begitu?
Karena aku tidak normal, jadi tidak tahu.”
Miyabi hanya bisa semakin menyeringai getir saat mendengar jawaban acuh tak acuh
Nonoa.
“Jadi,
semua persiapannya sudah selesai?”
“Benar~.
Sekarang, yang harus kita lakukan hanya perlu terus menyebarkan
rumor agar tidak ada orang yang bergabung dengan klub piano, sambil mengawasi
pihak-pihak terkait agar tidak ada gerakan yang tidak terduga, dan menunggu
hari acara. Wah, aku sudah bekerja keras banget.”
Nonoa
berkata demikian tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan, dan
Miyabi menatapnya dengan sedikit rasa cemburu.
“Kamu bilang sudah bekerja keras... padahal seharusnya itu kalimatku.”
“Eh~?”
“Apanya yang
'Eh~?'.
Membujuk wakil ketua klub piano dan
mengamankan pelaku, kamu menyerahkan
semua tugas itu padaku dan kamu hanya bilang 'eh~'?”
Nonoa
memiliki beberapa pengikut yang biasanya dia
manfaatkan untuk membantu dalam mengumpulkan informasi dan
menyebarkan rumor di sekolah. Selain itu, dia memiliki
empat teman fanatik yang diyakini sebagai ‘pasukan
pengawal’ yang
tampaknya tidak memiliki hubungan langsung tetapi diam-diam membantu Nonoa... atau begitulah mereka menganggap mereka demikian.
Namun, Shikumagawa Miyabi tidak
termasuk dalam kedua kelompok tersebut.
Secara
resmi, dia adalah salah satu dari banyak kenalan Nonoa yang memiliki jaringan
luas. Namun sebenarnya, dia adalah sosok yang sepenuhnya memahami sifat asli
Nonoa dan membantu rencananya, bisa dibilang sebagai komplotan penjahat. Dalam hal pemahaman
tentang gadis yang bernama Miyamae Nonoa,
dia lebih unggul dibandingkan Sayaka, dan Masachika. Jika tidak menghitung Nonoa
sendiri, mungkin dialah
orang yang paling memahami Nonoa di dunia ini.
“Maaf,
maaf, aku benar-benar berterima kasih kok.
Karena aku
cukup mencolok, jadi tidak bisa melakukan negosiasi
langsung seperti itu.”
“Aku
memahaminya sih, tapi... dengan wajah
seperti itu, meskipun kau menyamar atau berdandan, pasti ada batasnya. Tapi,
aku merasa tidak nyaman karena selalu dibebani dengan peran yang berisiko
tinggi dan perlu perhatian...”
Ketika Nonoa
merencanakan kejahatan, dia pada
dasarnya tidak pernah turun tangan secara
langsung. Dia memanipulasi
pengikut dan teman-temannya dengan kata-kata yang cerdik, sehingga jejak niat
jahatnya hampir tidak tertinggal. Dan dia hanya memberikan informasi seminimal
mungkin kepada mereka yang dimanipulasinya supaya
mereka tidak merasakan niat jahatnya.
Hal yang
sama berlaku juga dengan Ayano. Instruksi yang diberikan Nonoa
kepada Ayano kali ini hanyalah untuk memastikan
Masachika dan Yuki tidak ikut serta dalam rapat siswa kali ini. Dan untuk
menjadi petugas pemungutan suara bersama Alisa. Cuma
itu saja. Dia sama sekali tidak membicarakan apa yang akan
terjadi di rapat siswa tersebut dan bagaimana hasilnya.
Namun, cuma Miyabi satu-satunya pengecualian
di antara mereka, dan dia bergerak untuk menyiapkan tempat yang diinginkan
Nonoa setelah mendengarkan semua rencananya.
“Makanya
aku berterima kasih padamu~... Aku akan membayarmu
dengan tubuhku dengan baik~”
“Kamu sendiri
yang bilang begitu, oke?
Kali ini aku cukup kesulitan, jadi aku takkan memberikan toleransi, loh?”
“Iya deh, iya,
setelah rapat siswa selesai, ya~”
Nonoa dengan
santai menunda ucapan terima kasih dan tersenyum.
“Baiklah...
Aku sangat penasaran bagaimana reaksi Alissa dan Kuzecchi... aku jadi sangat menantikannya~♡”
Nonoa
tertawa polos mirip seperti seorang anak kecil yang menunggu hasil dari keusilan
mereka. Namun, keusilan itu merupakan
rencana jahat yang menginjak-nginjak
impian Alisa dan menjatuhkannya ke
dalam jurang keputusasaan. Meskipun dia sepenuhnya memahami hal itu, Nonoa
hanya menunjukkan harapan murni di permukaan... Miyabi berkata dengan senyum
pahit.
“Aku senang
melihatmu menikmatinya, Yang Mulia Ratu.”
Sorot matanya
mengandung beragam emosi yang rumit,
beberapa di antaranya kasihan... sekaligus menghormati.
◇◇◇◇
Pada hari
acara dilaksanakannya rapat besar siswa. Aoi, yang ditunjuk sebagai
pemohon, duduk di sisi panggung dengan
perasaan tertekan dan kesepian.
“Baiklah,
kali ini berdasarkan kesepakatan antara Pemohon dan Termohon, kami akan mendengarkan
pernyataan dari pihak Termohon.
Bagi pihak Termohon, silakan.”
“Baik.”
Mengikuti
arahan Touya sebagai pembawa acara, ketua klub musik
ringan menaiki panggung dari sisi
seberang.
“Eh~
Terima kasih semuanya. Namaku Yanai, ketua klub musik ringan. Sebenarnya, aku tidak pernah menyangka bahwa masalahnya akan
menjadi sebesar ini, jadi aku merasa
sangat gugup dan bingung harus berbicara apa, tetapi akulah yang membawa masalah ini
kepada klub piano, jadi mungkin lebih baik jika aku
menjelaskan situasinya terlebih dahulu. Lagipula, aku tidak ingin terlibat
dalam semacam adu argumen, jadi aku
ingin berbicara terlebih dahulu. Baiklah.”
Sambil
tersenyum untuk menyembunyikan rasa gugupnya, Yanai melanjutkan.
“Umm~
Pertama-tama, kami tidak bermaksud
meminta hal yang mustahil. Sederhana saja, kami hanya meminta untuk menukarkan
ruang klub karena klub piano kekurangan anggota dan akan diturunkan menjadi klub minat. Kami tidak
meminta untuk digabungkan, ‘kan?
Kami hanya meminta untuk menukar
ruang... Apa kalian tahu? Betapa sempitnya ruang klub kami. Bersama dengan klub
fotografi, kami bahkan kesulitan untuk menempatkan alat musik. Saat ini, kami
memiliki dua puluh tujuh anggota. Jika bertambah lagi, itu benar-benar masalah.
Tapi, klub piano sekarang hanya memiliki empat anggota, ‘kan? Jadi rasanya wajar jika klub dengan
lebih banyak anggota menggunakan ruang yang lebih luas, bukan?”
Yanai,
yang tidak bisa dibilang terbiasa berbicara di tempat seperti ini, tetapi tetap
dengan cara bercerita yang apa adanya, membuat penonton merasakan empati.
Sepertinya Yanai juga mulai merasa tenang seiring dengan pembicaraannya, dan
dia mulai menutup pembicaraan dengan suasana yang sangat santai.
“Pertama-tama,
aku tidak ingin terlalu mengandalkan
peraturan sekolah seperti ini, tapi klub minat tidak memiliki hak untuk
memiliki ruang klub, bukan? Jadi, sungguh, aku
merasa bingung harus berbicara tentang hal itu
di sini... Aku tidak
pernah menjadi vokalis, jadi menggunakan mikrofon di panggung seperti ini
mungkin merupakan pengalaman berharga, ya? Haha... yah, pokoknya, aku hanya ingin klub piano sebaiknya
merelakan ruang klub mereka sesuai peraturan.
Baiklah, itu saja.”
Ketika
Yanai membungkuk ringan,
tepuk tangan hangat nan meriah memenuhi ruang
auditorium. Pada saat yang sama, terdengar sorakan bercampur ejekan dari
anggota klub musik ringan.
Yanai membungkuk berulang kali dengan senyum malu-malu sambil
kembali ke tempat duduk di sisi bawah panggung.
“Baiklah,
kalau begitu, kita akan beralih ke sesi tanya jawab. Apa ada
pertanyaan dari pihak Pemohon?”
Aoi melompat
kaget dari tempat duduknya saat Touya bertanya.
“Ah,
ka—”
Dia
berusaha menjawab dengan cepat, tetapi hanya suara serak yang keluar dari
tenggorokannya. Dia menelan ludah, tetapi mulutnya terasa sangat kering sehingga dia hanya merasakan sensasi
menelan udara. Namun, karena tenggorokannya terbuka, dia berusaha menjawab
dengan suara yang sedikit bergetar.
“Ti-Tidak ada.”
Ya, mana mungkin ada pertanyaan. Apa yang
dikatakan ketua klub musik ringan
sangat masuk akal, dan sebenarnya tidak ada ruang untuk membantah.
“Baiklah,
kita akan melanjutkannya ke dalam sesi
pernyataan Pemohon... boleh?”
“──Iya”
Aoi
berusaha untuk menyegarkan
tenggorokannya sebelum naik ke atas
panggung, jadi dia
mengambil botol air mineral di atas meja. Namun, tangannya yang bergetar karena
gugup, membuatnya kesulitan
untuk membuka tutupnya, dan dia merasa
kalau itu cuma akan menumpahkan air saja, jadi dalam beberapa detik dia
menyerah dan berdiri.
“Hah,
hah...”
Kakinya terasa lemah karena dirinya terlalu gugup.
Napasnya juga sulit dikendalikan. Waktu yang diperlukan untuk berjalan ke
podium terasa sangat panjang, tetapi juga seperti sekejap.
“...”
Aoi berdiri di podium dan melirik
ke arah penonton. Mungkin karena topik yang dibahas
tidak terlalu menarik perhatian jadi jumlah
penonton yang hadir cukup sedikit.
Wajah-wajah penonton terlihat
gelap dan sulit dikenali karena sorot lampu podium.
Namun... apa itu benar-benar cuma imajinasi Aoi bahwa dia
dikelilingi oleh tatapan yang tidak bisa dibilang ramah, dan lebih seperti dijadikan tontonan?
(Tidak,
mungkin... itu bukan ilusi)
Dia
merasakan atmosfer yang tidak bersahabat. Argumen absurd macam apa yang akan
dilontarkan para anggota klub piano, yang reputasinya kini sudah tercemar? Mereka
sudah menunggu hal itu.
“Hah,
hah...”
Dia
merasa mual. Mulut dan tenggorokannya kering, tapi entah mengapa keringat
dingin terus mengalir. Karena sudah tidak sanggup
menatap penonton lebih lama lagi, Aoi menundukkan wajahnya di
podium... dan dalam posisi itu, dia mulai berbicara.
“Namaku,
Tsukamoto Aoi, wakil ketua klub piano...”
Walaupun
kata-katanya tersendat, Aoi berusaha keras untuk terus berbicara.
“Aku
pertama kali menemukan piano yang saat ini tersimpan di ruang klub piano saat
aku kelas dua SMP...”
Dia bisa
merasakan kebingungan di antara penonton, meskipun dia tidak melihatnya secara langsung. Namun, Aoi tidak
memiliki pilihan lain. Dari
segi logika, dia tidak akan pernah bisa melawan argumen klub musik ringan. Jadi, satu-satunya cara ialah... memancing emosi mereka. Dia tak
punya pilihan selain berbicara jujur tentang perasaannya dan membuat mereka
bersimpati.
“Sebelumnya
aku berniat untuk mendaftar di SMA yang berbeda. Tapi, setelah
bertemu piano itu... aku
benar-benar merasa kehidupanku
berubah. Aku benar-benar berpikir inilah arti persepi
dunia uang berubah......”
Kenangan
bersama Stain, teman pianonya, berputar di dalam pikirannya.
“Aku
belajar dengan sangat rajin.
Guru-guru SMP-ku sering
mengatakan itu mustahil.
Namun, aku benar-benar ingin bermain piano itu
sekali lagi... Aku
benar-benar belajar sampai mengorbankan waktu
tidurku. Aku
berusaha sekuat tenaga
daripada yang pernah kulakukan seumur hidupku. Berat badanku sampai turun enam kilogram. Aku belajar
seperti sedang muntah darah... Dan kemudian, ketika entah bagaimana aku diterima dan bisa memainkan piano itu....”
Aoi secara
alami tersenyum ketika mengingat kembali momen emosional itu.
Dengan senyum canggung yang penuh ketegangan, dia berbicara sambil berlingan air mata.
“Aku
merasa bahwa semua upayaku jadi sepadan. Kalian mungkin berpikir kalau aku terlalu melebih-lebihkannya, tapi sungguh. Piano itu... Stein-kun, merupakan sosok
yang lebih dari sekadar kekasih, dia adalah sesuatu yang sangat berarti bagiku.”
Penglihatannya mulai kabur. Meskipun dia berkali-kali mengedipkan matanya, air mata terus mengalir deras tanpa henti.
“Ak-Aku tidak ingin terpisah darinya. Dia
dipinjamkan oleh alumni Raikoukai. Jika ruang klub piano diambil, dia pasti akan
dikembalikan kepada pemiliknya.”
Hanya
dengan membayangkan masa depan seperti itu, air matanya semakin tidak bisa dibendung. Aoi mulai merasa sesak napas
dan hanya bisa berusaha keras untuk berbicara.
“Aku
menyadari kalau ini
permintaan yang tidak masuk akal. Tapi, tolong, aku benar-benar, mohon...”
Aoi memohon sambil
menundukkan wajahnya yang sudah tertunduk.
“Kumohon jangan
ambil dia dariku...!!”
◇◇◇◇
(Waduduh, ini cukup mengejutkan~)
Nonoa, sebagai anggota klub musik ringan, menyaksikan jalannya rapat dari kursi penonton bersama teman-teman klub lainnya. Dia merasa terkejut dengan permohonan
Aoi yang tampak penuh harapan dan efek yang ditimbulkannya.
Awalnya,
pandangan umum terhadap klub piano di sekolah adalah [Pangeran Piano Yushou dan
pengikutnya].
Walaupun anggota klub piano yang serius,
termasuk Aoi, tidak pernah meninggalkan
ruang klub, sementara Yushou yang sudah mencolok dan pengikutnya, sering beraktivitas di luar ruang klub,
jadi hal ini wajar saja. Dan sejujurnya,
pengikut Yushou tidak diterima dengan baik oleh sebagian
siswa—terutama dari klub musik lainnya.
Karena
mereka
pengagum Yushou, mereka bertingkah arogan dan sering melontarkan kalimat yang
merendahkan siswa laki-laki lain.
Akibatnya, klub piano sendiri dianggap sebagai ‘sekelompok orang yang sombong dan
menjengkelkan’.
Setelah Festival Budaya Akademi Seirei,
siswa-siswa yang sebelumnya diam-diam tidak puas mulai mengeluh secara
bersamaan, ‘Sejak
dulu mereka selalu begitu~~,’ dan hal itu menyebar di seluruh sekolah.
Baru-baru ini, Nonoa juga
diam-diam ikut membesar-besarkan rumor tersebut, sehingga kesan terhadap klub
piano di sekolah sudah sangat buruk.
Hingga
pernyataan Aoi dimulai, sebagian besar penonton memandangnya dengan sinis seakan menyiratkan, “Apa sih yang akan dikatakan klub piano
yang sombong ini?”.
Namun kini semua orang tampak kehilangan dendam
mereka dan saling bertukar pandang dengan kebingungan.
“...Apa
ada pertanyaan dari pihak Termohon?”
“Eh,
tidak, sama sekali tidak ada, ya.”
Bahkan
ketua klub musik ringan
tampak terpengaruh oleh rasa simpati dan terlihat gelisah. Hal yang sama juga
dirasakan oleh anggota klub lainnya, Takeshi
yang duduk di samping Nonoa dan
Hikaru yang duduk di seberangnya, juga menunjukkan ekspresi, “Eh,
bagaimana ini?”.
“Baiklah,
sekarang kita akan melanjutkan pada tahap pembelaan terakhir...”
Mengikuti
prosedur, Touya berhenti sejenak untuk melihat Aoi di atas panggung, lalu
menundukkan pandangannya dan melanjutkan, “Tidak”.
“Kedua
belah pihak tampaknya sudah menyampaikan apa yang ingin mereka katakan, jadi
kita akan melanjutkan pada
persiapan pemungutan suara. Mohon tunggu sebentar.”
Setelah
kata-kata Touya, podium diturunkan
dan digantikan dengan meja panjang yang memuat kotak suara, sementara penonton
masih terlihat bingung.
(Seriusan~~nih~? Kalau
begini sih,
jangan-jangan klub piano malah menang?)
Dengan rasa
penasaran, Nonoa
mengamati Aoi yang telah mengubah alur rapat dalam
sekejap dengan argumen emosionalnya.
Dia tidak
tergerak oleh permohonan Aoi yang dipenuhi air mata, dan isinya sendiri tidak terlalu penting baginya,
tetapi... Tindakan Aoi yang
sepenuhnya tidak terduga itu benar-benar
menarik. Namun,
(Tapi yah, mana mungkin situasinya akan terus berlanjut seperti
ini...)
Segera
setelah Nonoa
berpikir demikian, dari berbagai penjuru kursi penonton, muncul beberapa komentar yang
mengurangi simpati terhadap Aoi.
“Tapi, entah
piano itu akan dikembalikan atau tidak, bukannya itu sedikit
berbeda dari masalah ruang klub?”
“Itu
sih memang masalah pribadi
banget.”
“Ngomong-ngomong,
siapa sih yang dimaksud Stein-kun
itu?”
“Kalau
dibilang kasihan sih, memang
kasihan, tapi... bagaimana dengan anggota klub piano lainnya? Klub piano yang
membiarkannya berjuang
sendirian tidak layak mendapatkan simpati sama sekali.”
Mungkin
terinspirasi oleh komentar-komentar tersebut, salah
satu anggota klub musik ringan
akhirnya angkat bicara.
“Tapi... klub kita
di sini ada 27 orang
yang kesulitan...”
Dimulai
dengan suara itu sebagai
pemicu, beberapa detik kemudian muncul
suara-suara pembelaan dari
anggota klub musik ringan
untuk membenarkan posisi mereka.
“Kurasa
benar juga... sejak awal, justru pihak mereka yang
meminta hal tidak masuk akal.”
“Maksudku,
bukankah pianonya akan segera diambil setelah kegiatan
mereka tidak lagi menjadi kegiatan klub?”
“Kalau
dipikir-pikir lagi... kurasa ini
masalah yang lebih dari sekadar masalah ruang klub.”
“Kalaupun kita menyerah dengan ruang klub mereka, tapi pianonya masih tetap diambil kembali, bukannya kita sendiri yang terlihat jadi bodoh?”
Mungkin karena
merasa tiba-tiba dianggap seperti
penjahat, para anggota
klub musik ringan mulai membela diri dengan
argumen bahwa “pengambilan
piano adalah tanggung jawab klub piano dan
bukan klub musik
ringan yang menjadi
penyebabnya.”
Secara
objektif, argument mereka terdengar
agak dipaksakan, tapi dengan jumlah orang sebanyak ini, tampaknya psikologi
kelompok mulai berperan, dan pemikiran mereka mengalir ke arah mengabaikan
sedikit ketidaklogisan.
(Pertama-tama, dengan
begitu banyaknya
anggota klub musik
ringan, kita jelas-jelas
sangat diuntungkan~.
Yah, meskipun sepertinya ada
beberapa orang dari
klub piano, termasuk Yushou, yang hadir... tapi tetap saja mereka kalah jumlah.)
Nonoa yang tidak terpengaruh oleh
psikologi kelompok berpikir demikian seolah-olah
ini bukan urusannya, sementara Takeshi melihat ke kiri dan kanan seakan-akan ia masih bersimpati terhadap Aoi.
“Begitu,
ya? Eh, bagaimana ya?”
“Hmm~...”
Mendengar
pertanyaan Takeshi, Hikaru menyilangkan tangannya dengan ekspresi serius.
(Ahh~ mereka
merasa bimbang~. Hmmm, jika begini terus~, kedua orang ini mungkin tidak
bisa berpihak pada siapa pun dan hanya memasukkan suara kosong.)
Setelah merasa
demikian, Nonoa
memutuskan untuk memberi sedikit dorongan untuk menghindari situasi yang tidak
diinginkan. Dia membuat wajah yang sama seriusnya seperti Hikaru dan menunjukkan sikap galau.
“Umm,
memang sih~, wakil
ketua itu agak kasihan, ya...”
“Ah,
iya, ‘kan?
Sebenarnya kita tidak harus mendapatkan ruang klub piano, ‘kan...”
Mungkin jauh di lubuk
hatinya ia memang sangat bersimpati
terhadap Aoi, Takeshi
menengok ke arah
Nonoa dengan sedikit lega. Karena itulah, anggota klub ringan lainnya
yang hampir terpengaruh oleh psikologi kelompok juga menatap Nonoa dengan ekspresi seolah-olah
mereka disiram air dingin. Merasakan tatapan itu, Nonoa berpura-pura berbicara kepada Takeshi dan mengucapkan kalimat yang bisa didengar oleh semua orang di
ruangan.
“Tapi,
ya~. Jika dipikir-pikir dengan
tenang, kita tidak perlu terlalu memikirkan tentang
pemungutan suara kali ini, ‘kan?
Karena tidak ada yang mengatakan bahwa
apa yang diputuskan dalam rapat siswa
harus diikuti sepenuhnya.”
“Eh?”
“Habisnya,
memang begitu, ‘kan?
Ada juga penilaian dari pihak
sekolah, dan jika kita menang di sini, hal itu tidak
serta merta berarti 'Baiklah, klub piano harus segera menyerahkan ruang
klubnya'.”
“Ah,
ya... kurasa ada benarnya juga.”
Ucapan
tenang Nonoa menepis prasangka Takeshi
bahwa “memilih
klub musik ringan di sini akan menjadi hukuman mati bagi Aoi,” dan
ekspresinya menjadi sedikit lebih rileks. Nonoa kemudian melanjutkan.
“Jadi,
bukannya lebiih baik jika kita
menganggap bahwa pemungutan suara kali ini merupakan
cara untuk mendapatkan hak menggunakan ruang klub
piano sebagai tempat latihan? Terlepas
kita benar-benar akan bertukar ruangan dengan
klub piano atau tidak, kita bisa membahasnya
di kemudian hari... sebaliknya, jika kita kalah di sini, bukannya Yushou akan menggunakan alasan itu untuk menolak dengam tegas, bukan?”
“Ah...
memang benar.”
Perkataan Nonoa mengingatkan kembali Takeshi bahwa
ketua klub piano adalah Yushou, dan ekspresinya mengerut. Anggota klub musik ringan lainnya juga menunjukkan ekspresi yang serupa dan
menatap Yushou yang duduk di kursi paling depan di depan panggung.
Nonoa
mengangkat bahunya setelah memastikan bahwa anggota klub musik ringan yang sempat terbawa
perasaan kini telah sepenuhnya kembali tenang.
(Maaf
banget ya~, wakil ketua. Rasanya bakalan jadi masalah jika aku
membiarkan klub piano menang~)
Sementara
Nonoa menyampaikan permintaan maaf simbolis dalam hatinya, Touya mengumumkan
beberapa saat kemudian bahwa persiapan pemungutan suara telah selesai.
“Kalau
begitu, silakan melakukan pemungutan suara. Jika kalian ingin memberikan suara untuk
klub piano yang merupakan Pemohon,
masukkan bola putih. Jika ingin memberikan suara untuk klub musik ringan sebagai Termohon, masukkan bola merah. Jika tidak
ingin memberikan suara untuk keduanya, jangan masukkan bola apa pun. Mari kita
mulai dari barisan
depan, silakan dari sisi sana.”
Seraya mendapatkan
arahan dari Touya, para siswa di kursi penonton menggenggam bola berwarna merah
dan putih yang terbuat dari resin dengan diameter sekitar dua sentimeter, yang
diberikan saat masuk. Mereka menuju ke panggung dengan salah satu bola di
tangan atau dengan kepalan tangan kosong.
(Aku sih tentu saja memilih yang
merah.)
Nonoa
juga menggenggam bola merah di tangan kanannya, sementara bola putih dimasukkan
ke dalam saku rok, lalu dia menuju ke atas panggung.
“Silakan
ke sini. Masukkan
bola putih untuk klub piano, sedangkan untuk klub musik ringan, masukkan bola merah. Jika
tidak ingin memberikan suara untuk keduanya, jangan masukkan bola apa pun.
Setelah memberi suara, mohon tunjukkan tangan
kalian.”
Sambil
memantau proses pemungutan suara di depan kotak suara, Alisa terus memanggil
untuk menghindari kesalahan suara, sementara Ayano menghitung jumlah pemilih di
sampingnya.
“Kerja bagus,
Alissa~”
“Iya,
Nonoa-san juga.”
Ketika
giliran Nonoa tiba, dia menyapa Alisa sambil memasukkan
bola merah ke dalam kotak suara. Sementara Alisa
tetap fokus pada kotak suara, dia menjawab
singkat dengan wajah serius, “Tunjukkan
tanganmu”. Dari ekspresi seriusnya yang
bertekad untuk menjalankan tugasnya,
sepertinya dia tidak menyadari bahwa ada rencana jahat yang akan menutup
masa depannya.
“Oke,
oke~.”
Saat Nonoa
menunjukkan tangan kanannya yang kosong, Alisa mengangguk kecil dan berkata, “Kalau begitu, silahkan ke sana,” sambil menunjuk
dengan tatapan matanya ke
arah tangga menuju kursi penonton, lalu beralih ke orang berikutnya. Nonoa
melambai ringan dengan tangan kanannya yang terbuka ke arah Alisa.
(Sampai
jumpa lagi~ Alissa.
Mungkin ini terakhir kalinya aku bertemu
denganmu sebagai anggota OSIS.)
Begitu
bergumam di dalam
hatinya, Nonoa melihat ke arah Ayano
yang menatapnya tanpa ekspresi selama beberapa detik sebelum sedikit
menundukkan pandangannya. Apa itu karena rasa bersalah karena terlibat dalam
rencananya, atau ada alasan lain? Dengan ekspresi yang tetap tidak terbaca, Nonoa
tidak terlalu memikirkannya.
(Yah,
sepertinya dia bergerak sesuai instruksiku dengan baik. Mungkin dia tidak
menyadari bahwa dia juga akan terjebak.)
Sambil
kembali ke tempat duduknya, Nonoa membuka aplikasi obrolan di ponselnya untuk memeriksa apa
ada situasi tak terduga yang terjadi menjelang tahap akhir.
(Yukki
sudah lama pulang, dan Kuzecchi
sedang berlatih di klub orkestra...
Ada informasi bahwa Yushou melakukan
kontak dengan Kuzecchi,
jadi aku sedikit
waspada, tetapi sepertinya tidak ada masalah.)
Lagipula,
meskipun Masachika dan Yuki
ada di sini, mereka berdua masih tetap kesulitan untuk menangani situasi yang akan
terjadi.
Namun, Nonoa
tersenyum kecil karena semuanya berjalan sesuai rencananya, dan dia menunggu saat
penghitungan suara.
Tak lama
kemudian, pemungutan suara selesai, dan penghitungan suara dimulai.
Layar di
atas panggung menampilkan dua papan yang dilengkapi bingkai kayu yang
diletakkan di atas meja panjang tempat kotak suara berada. Bingkai papan ini
memiliki lebar yang pas untuk menyusun sepuluh bola, sehingga bisa mengukur
sepuluh suara dalam satu baris. Alisa dan Ayano bekerja sama menyusun bola-bola
tersebut.
Anggota
klub musik ringan menahan
napas, sementara Aoi melihat dengan penuh harapan, masing-masing mengawasi...
Tak lama kemudian, hasilnya diumumkan.
“Hasil
pemungutan suara: 25 suara
putih, 39 suara merah, dan 17 suara kosong... Dengan demikian,
kemenangan untuk pihak Termohon.”
Dengan
pengumuman Touya, anggota klub musik ringan tampak
lega tetapi juga sedikit canggung, sehingga menunjukkan
ekspresi yang rumit. Di
antara mereka, Nonoa memperhatikan Aoi yang menunduk dalam-dalam di sisi
panggung.
(Sekarang,
Wakil Ketua~.
Semuanya sudah
berakhir. Kamu
tahu apa yang harus dilakukan untuk melindungi piano kesayanganmu, ‘kan~?)
Karena
posisi Nonoa yang jauh, dan karena Aoi menundukkan wajahnya, jadi ekspresinya tidak terlihat sama
sekali. Namun, Nonoa bisa merasakan pergerakan emosinya dengan jelas.
Keputusasaan,
kesedihan, kegelisahan, kebimbangan, dan—
Saat Aoi
sedikit mengangkat wajahnya, bibirnya terkatup rapat, dan seketika itu juga....
“In-Ini tidak sah! Pemungutan suara
ini tidak sah!!”
Jeritan
Aoi menggema di dalam auditorium.