
Epilog
Kemudian,
pada saat istirahat makan siang.
Aku sudah berjanji untuk bertemu dengan Ichijou-san
dan tiba di atap. Kunci yang rusak membuatnya mudah untuk dibuka. Hanya kami
berdua yang tahu tentang fakta ini. Jadi, kami bisa memonopoli tempat ini sendirian.
Waktu
ultimatum yang ditetapkan oleh para guru telah berlalu. Ada berapa banyak siswa yang telah
mengajukan permohonan? Itu sedikit menggangguku. Mungkin tidak ada yang
mengajukan permohonan. Jika itu terjadi, para guru pasti akan mulai bertindak,
dan masalah ini akan berlanjut.
Walaupun aku
berharap rangkaian kejadian ini segera berakhir, tapi mungkin akan ada beberapa
luka yang tersisa. Meskipun para guru dan teman-teman menjelaskan tentang
diriku dengan sangat baik, pasti ada orang-orang yang takkan percaya. Dari sudut pandang mereka,
aku mungkin akan selamanya menjadi pria brengsek
yang melakukan kekerasan terhadap pacarnya.
Memikirkan
hal itu, aku merasa agak murung.
Namun,
dalam arti tertentu, aku merasa itu merupakan
suatu hak istimiwa. Dalam masalah perundungan kali ini,
orang-orang yang mengulurkan tangan padaku adalah mereka yang akan terus
bersahabat seumur hidup. Beruntung aku bisa bertemu dengan banyak orang yang
dapat dipercaya seumur hidup.
Semua
orang itu tidak takut mengalami kerugian dan tetap mengulurkan tangan padaku.
Aku juga ingin mengulurkan tangan dan membantu mereka ketika mereka berada
dalam kesulitan. Mungkin ini pemikiran yang sombong, tetapi aku tetap ingin
menghargai orang-orang yang membantuku. Kurasa itu
cara berpikir yang wajar, ‘kan?
Lebih
baik tidak berhubungan lebih lanjut dengan orang-orang yang memutarbalikkan
fakta. Karena mereka hanya bisa menunjukkan niat jahat terhadapku.
Daripada
menghabiskan waktu dengan orang-orang seperti itu, lebih berarti menghabiskan
waktu dengan mereka yang mendukungku di saat-saat tersulit.
Ketika
aku mencapai kesimpulan itu, pintu tua menuju atap terbuka.
Tentu saja, oramg yang
datang adalah Ichijou-san. Berbeda dengan hari itu, cuaca hari ini kelihatan cerah
tanpa awan. Kami berdua tersenyum satu sama lain, mungkin karena kami akhirnya bisa berduaan.
Kemarin,
aku menerima pesan terima kasih untuk ramen, dan dalam percakapan itu, Ichijou-san
berjanji akan membuatkanku bekal makan siang.
Jadi, khusus kali ini, aku tidak membawa bekal.
Ketika
aku bercerita kepada ibuku dan kakakku, mereka hanya berkata, “Oh, begitu ya,” atau “Mengerti,” sambil tersenyum.
“Ini,
semoga kamu menyukainya. Aku
harap ini sesuai dengan seleramu.”
Bungkus
bento dengan pola bunga yang imut. Jika aku membukanya di kelas, pasti akan
menjadi bahan pembicaraan.
“Terima
kasih. Sebagai balasan, makan malam hari ini di rumahku, ya. Ibuku akan
menyiapkan hamburger demi-glace dan kroket krim dengan sangat baik.”
“Apa
itu baik-baik saja? Aku merasa selalu merepotkan
Senpai. Selain itu, aku khawatir bekalku tidak sesuai dengan selera
Senpai yang sudah terbiasa dengan makanan enak.”
Wajahnya
tampak tersipu ketika berusaha bersikap merendah. Namun, bekal Ichijou-san yang
bisa dikerjakan dengan mahir ini membuatku tak bisa tidak merasa antusias.
Selain itu, meskipun dia tidak terlalu mahir memasak, itu justru menambah daya
tarik Ichijou-san. Karena dia terlalu sempurna, sedikit kekurangan di bidang
tertentu membuatku merasa lebih tenang. Mungkin ini hanya keluhan seorang Senpai
yang menyedihkan.
Jika terus
begini, aku mungkin akan diajari belajar oleh Ichijou-san. Karena aku pernah
mendengar dari para guru bahwa Ichijou-san hampir menguasai level bahasa
Inggris dan matematika setara SMA.
Tentu saja,
aku juga harus berusaha lebih keras dalam belajar. Namun, mungkin karena guru
mengajarkanku secara pribadi, aku merasa pemahamanku terhadap pelajaran semakin
dalam belakangan ini.
Sambil
berpikir seperti itu, aku membuka kotak bekal yang lucu.
“Woahh, kelihatannya
enak!”
Tanpa sadar,
kata-kata itu keluar dari mulutku. Menunya sangat rumahan.
Ada telur
dadar yang sangat rapi, salmon panggang, sosis berbentuk gurita, labu rebus,
dan di sampingnya tumis terong dan okra. Ditambah nasi dengan taburan ikan
kering kecil. Mungkin karena memperhatikanku, Ichijou-san menggunakan kotak
bento yang lebih besar dari miliknya.
“Kamu yang
membuat semua ini?”
“Ya. Karena
aku merasa gugup, jadi aku bangun sedikit lebih awal dan membuat terlalu
banyak. Biasanya, aku juga memasukkan makanan yang disiapkan oleh pembantu,
tetapi pada dasarnya aku membuat dua jenis makanan sendiri.”
Memang, ini
adalah pilihan menu yang biasa dikerjakan orang yang sudah terbiasa
memasak.
“Dan
hidangan utamanya adalah ikan.”
Karena
belakangan ini aku hampir selalu makan hal yang sama, dia pasti memikirkan menu
yang tidak tumpang tindih, sehingga memilih menu yang berbasis masakan
Jepang.
“Ya, karena
aku sering makan daging. Apa kamu tidak menyukainya?”
Dia
menatapku dengan khawatir, dan aku menggelengkan kepala.
“Tidak,
sebaliknya. Aku juga sangat menyukai ikan.”
Sebenarnya,
makanan favoritku adalah sushi. Aku sangat menyukai makanan laut, jadi setiap
tahun aku selalu menunggu kerang goreng dari Kitchen Aono yang hanya tersedia
di musim ini.
“Syukurlah.”
Dia
tersenyum lega dari hatinya. Aneh, ya. Meskipun baru sekitar seminggu sejak
kami bertemu… saat pertama kali bertemu, kami berdua sama-sama terpuruk dalam
keputusasaan, tetapi sekarang kami tertawa dari lubuk hati kami.
Pada hari
itu, aku menyadari bahwa kehidupanku telah sepenuhnya berbalik.
Aku telah
didukung oleh Ichijou-san sejak saat itu. Karena itu, terkadang aku merasa
cemas. Seberapa banyak aku bisa menjadi dukungan baginya? Aku tidak tahu
mengapa dia ingin melompat dari sini. Namun, tekadnya sangat serius. Saat aku
berusaha menyelamatkannya, dia melawan dengan sekuat tenaga dari lengan yang
begitu ramping, dan aku tidak mengerti dari mana dia mendapatkan kekuatan itu.
Dia benar-benar ingin mati. Aku tidak tahu seberapa besar dia menderita. Namun,
aku bisa memahami bahwa dia telah mengalami penderitaan yang luar biasa.
Aku ingin
terus mendampinginya, meskipun perlahan.
“Apa kamu
tidak mau makan?”
Saat aku
menguatkan tekad itu, dia anehnya malah mencemaskanku.
“Ah, maaf.
Ini terlihat enak, jadi aku bingung mau mulai dari yang mana.”
“Kamu pandai
sekali menyanjung.”
“Apa ada
yang direkomendasikan?”
“Hmm, tumis
terong dan okra ini masakan andalanku. Ketika pembantu membuatnya, rasanya
enak, jadi aku minta resepnya. Sekarang aku sudah mahir membuatnya.”
Dia sedikit
menunjukkan ekspresi bangga, dan aku merasa tenang melihat reaksinya yang
sesuai dengan usianya. Itu juga membuatnya terlihat imut.
“Kalau
begitu, aku akan mencicipinya dari hidangan itu. Ah, rasanya seperti miso.
Manis dan pedas, cocok dengan nasi.”
Tumisannya
juga menggunakan minyak wijen, jadi aromanya sangat sedap. Dibumbui dengan
lembut menggunakan miso, sake, dan kaldu. Ini adalah bumbu favoritku. Mungkin,
ibuku akan bilang itu juga cocok sebagai makanan pendamping minuman.
“Hehe, benar
sekali. Syukurlaj. Karena keluarga Senpai mengelola restoran, kupikir kamu
sudah banyak makan masakan Barat, jadi kali ini aku fokus pada masakan
Jepang.”
Dia
benar-benar anak yang perhatian. Meskipun dia diperlakukan dengan istimewa,
kekuatan dan kebaikannya yang tidak kehilangan diri membuatku terpesona.
“Ya, aku sangat
senang. Terkadang, aku ingin makan masakan Jepang. Labu ini juga manis dan
lembut. Apa ini juga diajarkan oleh pembantu?”
“Yang ini,
diajarkan oleh ibuku yang sudah meninggal. Aku senang kamu menyukainya.”
“Begitu ya.
Jadi, ini sama dengan kerang goreng di rumahku. Itu juga resep ayahku.
Sebenarnya, ini rahasia, tetapi jika kamu mencampurkan sedikit keju parut saat
melapisinya, rasanya akan menjadi lebih kaya.”
“Benarkah!!
Aku tidak pernah tahu.”
“Itu resep
rahasia keluargaku. Terima kasih untuk labu rebusnya.”
Aku membuat
isyarat rahasia dengan mengangkat satu jari di depan mulutku dan berkata, “Jangan
bilang siapa-siapa ya”.
“Kalau
begitu, aku juga. Sebenarnya, dalam tumisan ini ada sedikit mentega.”
“Ah, jadi
itu sebabnya rasanya begitu kaya.”
Kami saling
berbagi rahasia kecil dan merasa semakin dekat. Kami menghabiskan makan siang
yang lezat itu dalam waktu singkat.
“Kira-kira
apa ada yang mengajukan diri?”
Ternyata, Ichijou-san
juga penasaran.
“Entahlah,
mungkin tidak ada siapa-siapa. Mungkin tidak ada yang berani.”
“Kurasa itu
mungkin. Manusia itu makhluk yang lemah, jadi sudah sewajarnya ingin melarikan
diri.”
“Iya, benar.”
Kami
menghela napas. Agar suasana tidak terlalu suram, kami beralih ke topik
lain.
“Tapi, aku
tidak menyangka akan mendapatkan penghargaan dari pemadam kebakaran.”
Aku hanya
memberitahu namaku kepada perawat, tapi tidak kepada polisi. Aku tidak ingin
membuatnya menjadi masalah besar.
“Tuhan pasti
membalas kebaikanmu. Senpai sudah berusaha keras. Rasanya sungguh menakjubkan
kamu bisa bergerak secepat itu dalam keadaan darurat. Aku terkejut…”
Dia tampak
ragu sejenak, wajahnya kelihatan memerah, dan sambil memainkan rambutnya, dia
melanjutkan dengan suara pelan tanpa menatapku.
“Kamu sangat-sangat
keren.”
Aku pun
merasa malu mendengarnya.
“Te-Terima
kasih.”
Aku juga
tidak bisa menatap langsung wajah Ichijou-san.
“Mulai
sekarang.”
Meskipun
suasananya bahagia, dia berhasil menghilangkan ketegangan yang sedikit
canggung.
“Eh?”
“Mulai
sekarang, pemulihan kehormatan Senpai dimulai. Sejak upacara penghargaan tadi,
kurasa suasananya mulai berubah sedikit demi sedikit. Semua orang mulai menyadari
ada hal janggal dari keributan awal.”
Oh, jadi Ichijou-san
peka terhadap suasana di seluruh sekolah.
“Aku masih
merasa takut. Kurasa neraka itu tidak akan berubah dengan mudah, dan aku terus
memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan.”
“Senpai....”
“Tapi, jika
aku tetap bersama Ichijou-san seperti ini, aku merasa mungkin semuanya akan
baik-baik saja. Terima kasih banyak.”
Setelah aku
mengatakannya, dia menaruh kepalanya di pundakku dengan sedikit ekspresi
cemas.
“Justru akulah
yang harus berterima kasih. Kalau bisa, aku ingin kamu tidak melepaskan
tanganku.”
Tangan kami bertautan
lagi seperti sebelumnya. Aku perlahan menggenggam tangannya kembali dan
terkejut dengan kelembutan tangannya yang lembut. Aku merasa gugup saat upacara
penghargaan tadi, jadi aku secara tidak sadar menggenggamnya. Karena itulah,
aku tidak bisa menikmatinya.
“Bukankah
tanganku terasa dingin?”
“Ah, terasa
sejuk dan menyenangkan.”
“Mou,
tapi tangan Senpai sangat besar dan hangat.”
Kami masih
hanya saling menggenggam tangan dengan lembut, tetapi itu terasa seperti
tindakan yang sangat sakral.
“Ngomong-ngomong,
Senpai. Bagaimana tanggapan tentang novel yang kamu posting kemarin?”
“Ah,
ngomong-ngomong, aku merasa tenang karena tahu sekitar sepuluh orang membaca
malam kemarin, tapi setelah itu aku belum melihatnya.”
“Kalau
begitu, coba deh lihat hasilnya sekarang!!”
“Benar juga,
setelah kamu bilang begitu, rasanya aku jadi penasaran.”
Karena
tangan kananku terhubung dengan tangannya, aku menggunakan tangan kiriku yang
masih canggung untuk mengoperasikan ponsel dan membuka situs novel online.
Meskipun aku belum terbiasa, aku membuka workspace dan memeriksa jumlah
pembaca.
“Eh!?”
Melihat
angka yang muncul di layar ponsel, aku tanpa sadar menggenggam tangannya lebih
kuat.
“Ada apa?”
Usai mendengar
suaranya, aku sedikit tenang dan memberitahunya hasil yang terlihat di
layar.
“Jumlah pembacanya
melebihi 100 ribu, poin dan bookmark luar biasa, dan komentar sudah lebih dari
seratus…”
Suaraku
benar-benar bergetar.
Kami berdua
memang belum begitu paham tentang novel web, tetapi kami tahu bahwa ini adalah
tanggapan yang luar biasa.
“Senpai,
situs seperti ini biasanya punya peringkat, ‘kan? Apa kamu sudah memeriksanya?”
Dia terlihat
senang, tetapi juga tampak sedikit cemas.
“Belum.”
“Ayo coba dilihat!!”
Aku setuju
dan mengetuk peringkat harian.
Tanpa perlu
mencarinya, aku dengan cepat menemukan karyaku. Di salah satu situs posting novel
terbesar di industri, bisa menemukan nama penaku sendiri dengan mudah membuatku
merasa sangat gembira dan bersemangat.
“Peringkat
satu untuk keseluruhan harian.”
Aku hanya
memberitahu Ichijou-san fakta tersebut dengan suara yang terasa tidak nyata…
“Hebat
sekali, Senpai!!”
Bersamaan
dengan kata-katanya, aku bisa merasakan kulitnya yang lembut dan aroma wanginya.
Pelukan darinya membuat hatiku tenang seketika. Aku pun membalas
pelukannya.
“Terima
kasih.”
Cuma itu
yang bisa kukatakan, dan tidak bisa menemukan kata-kata cerdas yang ingin
kusampaikan.
“Kamu memang
luar biasa. Hanya dalam satu hari, postinganmu bisa berkembang seperti ini
hanya dengan postingan pertama. Aku ingin memberi tahu orang-orang di klub
sastra yang membuang naskah Senpai. Mereka berusaha merendahkan orang yang
berbakat seperti ini… Mereka tidak punya pandangan yang baik…”
Aku
memeluknya lebih erat, merasakan kebahagiaannya seolah itu adalah kebahagiaanku
sendiri.
“Terima
kasih banyak, Ichijou-san. Berkat kamu yang menyelamatkan naskah ini dan
mendukungku, banyak orang bisa membacanya. Seharusnya aku berada dalam
keputusasaan, seharusnya banyak orang merendahkan, tetapi sekarang aku diakui
oleh lebih banyak orang.”
Aku
menyampaikan perasaan itu dengan tulus padanya.
Dia sedikit
bergetar sambil berkata, “Syukurlah, aku benar-benar senang,” dengan air mata
di matanya, menunjukkan kebahagiaannya.
“Ini semua
berkat Ichijou-san.”
Aku dari
tadi terus mengucapkan terima kasih. Tanpa sadar, aku tersenyum kecut.
“Terima
kasih. Tapi, bukan itu. karena novel Senpai memang menarik. Aku selalu menyesal
karena novel itu tidak dihargai dengan baik. Jadi, aku benar-benar ikutan senang.”
Berbeda
dengan hari itu, langit biru tak berawan hari ini seakan-akan menyelimuti kami.
Dan begitulah,
kehidupan kami perlahan-lahan mulai membaik.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya