
Epilog
Setelah meninggallkan gedung perkantoran,
Konohana Takuma menaiki mobil yang sudah menunggu dan
melonggarkan dasinya. Ia baru
saja melihat titik terang dalam restrukturisasi manajemen perusahaan asing yang
telah ia kerjakan selama beberapa tahun terakhir. Rencana restrukturisasi yang
telah disiapkan dengan cermat itu berhasil mendapatkan persetujuan dari para
kreditor utama.
“Fyuuh”
Mulai
sekarang, dirinya bisa
menyerahkan sisanya kepada orang lain. Setelah menghela napas sejenak, masih ada banyak proyek berikutnya muncul
di benaknya. ... ada banyak pekerjaan
yang menumpuk dan harus diselesaikan. Tidak
ada waktu untuk beristirahat.
Pokoknya,
saat ini ia membutuhkan rekam jejak.
Demi bisa
menggunakan kekuatan besar yang tidak bisa diabaikan oleh siapa pun saat
dibutuhkan――.
Smartphone
di dalam sakunya bergetar. Setelah melihat nama peneleponnya di layar, Takuma mengernyitkan keningnya dan
menjawab panggilan.
“Sudah
kubilang jangan menggangguku.”
“Maafkan aku. Namun,
aku berpikir kalau aku harus menyatakan peperanganku terlebih dahulu.”
Minato Maki mengatakannya dengan tenang.
“Aku
akan menjadi musuh bagi muridmu.”
Akademi Kekaisaran saat ini sedang berlangsung
pemilihan untuk menentukan pejabat OSIS
berikutnya.
Minato Maki menunjukkan niatannya untuk terlibat di sana. Takuma hanya memikirkan sejenak mengenai apa tujuannya.
“Kamu
cemburu ya?”
“Hahaha...
Aku bisa mengetahui lebih banyak tentang dirimu.
Ternyata kamu
tidak memilih kata-kata untuk orang
yang sudah tidak kamu minati.”
Tentu
saja. Karena itu hanya
membuang-buang waktu.
“Benar
sekali. Aku sangat penasaran
mengapa ia dipilih olehmu. ... Jika tidak, aku merasa seperti akan gila.”
“Hal
yang sulit, ya. ... Lakukan saja apapun sesukamu.”
“Apa kamu yakin?”
“Anak itu
akan tumbuh setiap kali dirinya melewati
rintangan.”
Tiba-tiba,
Minato Maki terdiam dan memutuskan
panggilan.
Apa dia
merasa kesal karena diperlakukan seperti batu loncatan? ... Ya, itu tidak
masalah.
“Itsuki-kun... kamu pasti sudah
sedikit menyadarinya, ‘kan? Bahwa bakatmu memang
mengarah pada hal semacam itu.”
Takuma
bergumam pada dirinya sendiri sambil mengingat wajah polos murid didikiannya.
“Aku
berharap dirinya bisa berubah dalam pemilihan kali ini. ... Koin yang hanya
memiliki satu sisi sama sekali tidak
berguna.”