Chapter 5 — Bintang-Bintang di Langit dan Sayap Biru
Eito sudah kembali ke keluarganya. Persis sesuai perintahku. Ketika aku
melihat ke dalam kamar pelayan yang pernah digunakan
oleh Eito, tidak ada jejaknya yang tersisa di sana. Seperti kabut tipis, ia menghilang tanpa
meninggalkan apapun. Mungkin wajar saja
karena ia memang bukan orang yang memiliki banyak barang.
“…………”
Kamar
yang kosong tanpa ada apa-apa.
Tempat di mana seharusnya ada orang, kini kosong.
“Bu-Bukan apa-apa kok? Ia hanya
sedikit menjauh. Bukan berarti kita tidak akan bertemu lagi seumur hidup.”
Meski aku
berkata demikian, tapi aku sudah berkali-kali melihat ke
dalam kamar yang digunakan Eito. Kuakui aku
masih merindukannya. Aku
bahkan tidak bisa berbicara baik dengannya di
sekolah. Padahal ia
akan pergi ke luar negeri.
Aku
tidak tahu harus berbicara apa saat bertemu dengannya.
Aku tidak
bisa menatap wajah Eito dengan langsung.
Padahal,
kami tidak bertengkar atau sedang bermusuhan.
“Ojou-sama. Sekarang
sudah waktunya.”
“……Ya.
Aku akan pergi sekarang.”
Biasanya, orang yang menemaniku adalah Eito,
tapi kini Oikawa yang menggantikannya. Dia
juga sangat baik. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tidak ada
kesulitan.
Dunia
pasti seperti itu. Ketika seseorang pergi, pasti ada yang menggantikan.
“Apa
rencana setelah ini?”
“Anda dijadwalkan untuk menghadiri
makan malam sebagai wakil dari Tuan Besar.”
“Oh iya... ngomong-ngomong, begitu
ya.”
Ayah dan
ibuku sibuk dengan pekerjaannya. Karena itulah, kadang-kadang aku diundang
untuk menghadiri makan malam seperti ini. Dalam acara makan malam yang
tiba-tiba seperti kali ini, terutama aku yang banyak berperan.
Biasanya,
aku merasa malas dan lebih suka berdiam diri di rumah membaca dokumen atau
melanjutkan penelitian, tetapi sekarang aku tidak merasa seperti itu.
Aku naik
mobil bersama Oikawa, menuju restoran yang ditentukan oleh pihak lain.
Kebetulan,
itu adalah ruang pribadi di restoran yang baru saja kugunakan bersama Miu beberapa hari lalu.
Aku masih
ingat bagaimana mereka sampai repot-repot memesan seluruh tempat dan
menyebabkan begitu banyak gangguan. Aku
merasa sedikit lebih tenang karena ini tempat yang familiar dan baru kukunjungi
baru-baru ini.
Tentu
saja, pihak lain tidak tahu tentang situasi tersebut...
(…Ngomong-ngomong.
Aku belum menerima dokumen dari pihak lain.)
Biasanya,
Eito yang menyerahkan dokumen tentang orang yang
akan makan malam bersamaku.
Ketika Eito
tidak ada di rumah karena menjalankan misi,
orang lain seharusnya membawa dokumen itu. Namun kali ini, aku tidak ingat
menerima informasi tentang pihak lain.
(Apa ini
kesalahan Oikawa? Ya sudah... kadang-kadang, hal seperti itu memang terjadi.)
Sejujurnya,
saat ini aku tidak dalam keadaan untuk bisa menunjuk kesalahan orang lain.
Meskipun tidak jarang ada peserta yang tidak terduga muncul karena masalah
kesehatan, aku cukup percaya diri bisa menangani siapa pun yang datang.
“……?”
Tiba-tiba,
aku merasakan ketidaknyamanan melihat pemandangan di luar jendela mobil. Aku mengingat jalan dan pemandangan
menuju restoran yang ditentukan oleh Miu.
Namun sekarang, tempat yang dilalui mobil berbeda dari rute sebelumnya.
Aku
mencoba mencari informasi dengan ponselku,
tetapi tidak ada informasi tentang penutupan jalan atau kemacetan. Ini bukan
jalan pintas menuju restoran.
Jelas
sekali. Dengan sengaja. Mobil ini melaju di jalan yang berbeda dari tujuan yang
seharusnya.
“Oikawa, kita mau ke mana?”
“Ke
tempat yang telah dijanjikan sebelumnya.”
“Jangan
berpura-pura denganku. Aku
tahu kita menuju tempat yang berbeda.”
“Tidak,
ini sesuai rencana.”
Artinya,
tujuan yang disampaikan padaku dari awal adalah palsu. Dalam situasi ini,
sebagai satu-satunya putri keluarga Tendou, pengkhianatan mungkin menjadi
pertimbangan, tetapi instingku mengatakan bahwa ini ‘tidak benar’. Aku
tidak sombong, tetapi insting seperti ini tidak pernah salah.
Suara
Oikawa juga terdengar tenang,
dan ini bukan hal yang perlu dikhawatirkan... setidaknya, aku ingin berpikir
begitu.
“Apa aku
membuatmu khawatir?”
“……Ya,
bisa dibilang begitu.”
“Jawaban
yang lemah untukmu, Ojou-sama.
Biasanya, di situ kamu akan berkata, ‘Hah? Khawatir? Aku?’”
“Ugh,
suara itu menjengkelkan. Nol poin.”
“Ahaha. Terlalu galak.”
Bertingkah sedikit
santai adalah ciri khas Oikawa. Sepertinya dia tidak sedang dicuci otak atau semacamnya.
“Aku minta maaf jika sudah membuat Ojou-sama khawatir. Memang benar ini
berbeda dari tujuan yang disampaikan sebelumnya, tetapi kita tidak akan pergi
ke tempat yang aneh. …Jika saja Eito ada di sini, aku yakin ia bisa membuatmu merasa
tenang.”
“…………”
Dia
menyentuh titik yang menyakitkan. Jika saja Eito ada di sampingku, pasti aku
takkan merasa sepatah kata pun kecemasan.
“Aku bukannya tidak mempercayaimu. Hanya saja...
aku...”
“Aku
mengerti.”
Dengan
nada lembut, Oikawa berani memotong kata-kataku.
“Aku
mengerti. Jadi tolong jangan buat
wajah seperti itu.”
“Wajah
seperti apa...?”
“Belakangan
ini, wajah Ojou-sama terlihat
sangat buruk.”
“Eh?
Bagaimana bisa kamu bilang ‘wajah
buruk’ kepada majikanmu?”
“Karena
memang wajah Ojou-sama terlihat
buruk.”
Aku
menyadari hal itu. Atau lebih tepatnya, orang lain juga sudah
memberitahuku.
“Semua
pelayan sangat khawatir. Beberapa dari mereka bahkan tidak bisa bekerja dengan
baik.”
“Bukannya itu terlalu berlebihan?”
“Itu sama sekali tidak
berlebihan. Ojou-sama, semua
orang sangat mengagumimu. Selain itu, jika majikanmu memiliki wajah yang suram,
para anjing kecil itu akan merasa terganggu.”
“Kalau mereka anjing kecil, mereka seharusnya tidak menyimpang dari jalur.”
“Ya, itu
karena aku cuma anjing yang nakal.”
“Memangnya kamu perlu
mengatakan itu sendiri?”
Jika dia
benar-benar hanya anjing yang buruk, dia tidak seharusnya berada di sampingku. Jadi, jika Oikawa bergerak
seperti ini, pasti ada niat atau tujuan tertentu.
“Baiklah,
nikmati jalan-jalan yang berbeda dari biasanya. Untuk anjing buruk yang merasa
terganggu.”
“……Karena
apa boleh buat, aku akan menemaninya.
Sebagai majikan.”
Seolah pasrah,
aku menatap kosong ke luar jendela. Di
dalam pemandangan yang berlalu dan berubah. Wajahku terpantul di kaca jendela.
(Memang...
wajahku mungkin kelihatan ‘mengerikan’.)
Dari pantulan kaca jendela, aku melihat
seorang wanita yang tidak menyenangkan, dengan ekspresi seolah-olah aku sangat tidak bahagia.
Wajahku
yang tidak mirip dengan Tendo Hoshine yang penuh keraguan dan penyesalan.
“Ojou-sama, ada siaran yang ingin kutonton, boleh aku menontonnya sekarang?”
“Itu bukan pernyataan yang pantas saat sedang bekerja. Tapi, ya
sudah.”
“Terima
kasih banyak!”
Oikawa
meraih tablet yang disediakan di mobil, membuka situs siaran. Sepertinya ini adalah program
musik yang disiarkan secara langsung.
Rasanya tumben sekali bagi Oikawa.
Dia lebih suka menonton pertandingan seni bela diri atau dokumenter tentang
petarung.
“……Jika
kamu mau menonton, setidaknya
pakailah earphone.”
“Tidak masalah, ‘kan? Ayo kita tonton
bersama.”
Dengan
volume sedikit lebih keras, pembawa
acara yang menghangatkan suasana memperkenalkan artis yang tampil di program
tersebut.
“Sekarang,
mari kita sambut tamu spesial!”
Dengan
pengaturan waktunya yang tepat, membuat perhatian
penonton tetap tertuju. Dengan
gestur yang diselingi oleh keahlian pembawa acara yang mumpuni, tamu spesial
itu memasuki ruangan.
“――――Habataki
Otoha-san!”
“…………Eh?”
Pandanganku
teralihkan dari kaca jendela, tertarik pada layar tablet
di tangan Oikawa.
Dalam
siaran langsung yang berlangsung secara bersamaan, memang terlihat sosok teman
yang sangat kukenal.
Kemunculan
penyanyi yang seharusnya sudah hiatus, membuat kolom
komentar siaran menjadi heboh.
“……Selamat
siang, semuanya. Aku
adalah Habataki Otoba. Aku
mohon maaf atas kekhawatiran yang ditimbulkan akibat berita hiatus yang mendadak.”
Otoha berbicara dengan tenang dan apa adanya. Dia terlihat berbeda
dari yang aku kenal. Sosoknya sebagai seorang artis ada di sana.
“Pada
kesempatan ini, aku
ingin memberikan pengumuman kepada semua orang.”
Otoha
menarik napas dalam-dalam. Dengan tekad yang tenang, ia menatap lurus ke depan.
“……Aku, Habataki Otoha, mulai hari ini akan
melanjutkan aktivitasku.”
Pengumuman
itu membuat kolom komentar melonjak dengan
penuh kegembiraan.
Bukan hanya penonton di lokasi acara, tetapi juga para artis yang tampil
bersamanya menunjukkan kegembiraan mereka.
“Kenapa…?”
Aku sudah
mendengar tentang kapan Otoha
akan kembali beraktivitas. Seharusnya,
jadwal kembalinya lebih jauh di masa depan.
Tapi mengapa
dia tiba-tiba…?
“Sehubungan
dengan itu, aku
ingin mempersembahkan lagu baru di sini.”
Pernyataan
Otoha membuat suasana di lokasi dan
kolom komentar semakin panas.
Lagu baru
dari artis terkenal dunia, “Diva”
Habataki Otoha.
Dengan
kebanggaan yang luar biasa, semua orang di dunia telah menunggu momen ini.
“Judul
lagunya adalah――――‘Bintang-bintang di Langit dan Sayap Biru Berkibar’.”
Mendengar
judul lagu itu, aku teringat saat kami bertiga berbincang di
malam hari.
――――Tidak
ada aturan bahwa orang yang paling pandai bernyanyi harus menjadi pusat
perhatian. Ngomong-ngomong, nama grupnya adalah ‘Tendou Hoshine dan Para Kucing Garong yang
Menyenangkan’.
――――
Bagaimana kalau dengan ‘Blue
Feather’?
――――……Ternyata
lebih cocok dari yang kubayangkan.
――――Jika
diterjemahkan langsung… mungkin berarti sayap biru?
――――Biru
yang menggambarkan laut.
Hanya
kami bertiga yang ada di tempat itu yang bisa memahami makna judul lagu
ini.
Ini…
pesan dari Otoha.
Ini bukan
sesuatu yang ditujukan untuk dunia.
Ini bukan
sesuatu yang ditujukan untuk semua orang di seluruh dunia yang telah menantikan
lagu Otoha.
Sebuah
pesan yang ditujukan hanya untuk kami berdua.
……Tidak, hanya untuk saat ini, pasti.
Pesan itu
cuma ditujukan padaku.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Habataki Otoha)
Sebagai
seorang diva, aku merupakan
sosok yang dikagumi banyak orang. Dari atas panggung, akulah sosok
yang menerima tatapan dan tatapan dari mereka yang datang untuk mendengarkanku
bernyanyi. Semua
orang memandangi Otoha, sayapnya yang mengepak, seolah ia adalah sebuah bintang
tunggal.
Aku juga
pernah mengagumi seseorang. Dia
adalah ibuku. Aku ingin
bisa menyanyikan lagu-lagu ajaib seperti ibuku.
Dengan
pemikiran itu, aku telah berkarya sebagai penyanyi hingga saat ini.
Namun――――
lagu yang dinyanyikan takkan bisa menggapai seseorang
yang telah tiada.
Aku
selalu mengagumi bintang-bintang yang tak ada di dunia ini, bintang-bintang
yang takkan pernah bisa kugapai. Tapi
entah kenapa, aku merasa mungkin aku takkan pernah mengagumi siapa pun lagi
selagi aku hidup.
Ada
penyanyi dan artis yang kuhormati, dan ada orang-orang yang diakui memiliki
kemampuan lebih baik dariku. Namun, aku tidak pernah merasa tidak bisa melampaui mereka.
Sehebat apa pun mereka, aku tak pernah
merasa bintang itu berada di luar jangkauanku. Bintang-bintang yang kupandang
tak lagi ada di dunia ini.
Akulah
satu-satunya bintang yang ada di dunia ini.
Aku
merasa kedinginan, melayang dalam kegelapan pekat, mengembara tanpa tujuan.
Sekarang
aku mengerti. Jadi inilah
perasaan kesepian. Aku
bisa memahami kesepian itu berkat mereka berdua. Eito. Dan―――― Hoshine.
Bintang
yang bersinar di alam semesta yang kukira tak terjangkau dan sepi. Seseorang yang bisa menjadi rival
secara langsung. Seseorang yang bersinar di tempat yang sama denganku. Temanku.
Berkat Hoshine, aku menyadari bahwa aku sendirian. Aku bisa merasakan perasaan
kesepian.
Untuk
pertama kalinya, aku merasakan keinginan untuk tidak kalah.
Aku merasa iri pada Hoshino yang selalu
begitu percaya diri dan mampu mengungkapkan perasaannya tanpa ragu.
Bintang-bintang yang kukira berada di tempat yang sama,
tiba-tiba menjadi sesuatu yang harus aku lihat dengan penuh kekaguman.
Inilah
pertama kalinya.
Seorang
teman yang setara denganku.
Dan seseorang yang patut dikagumi selain ibuku. Kurasa aku terlalu naif tentang
perasaan-perasaan baru ini.
Aku
terjebak dalam alam semesta yang manis seperti permen kapas, melayang-layang di
dalamnya. Aku merasa puas memandang
ke atas dan justru membiarkan Hoshine
sendirian.
Meskipun
aku seharusnya tahu betapa sepinya sendirian di kegelapan yang pekat.
――――……Aku
merasa iri pada Hoshine.
――――Hoshine
yang bisa mengekspresikan emosinya tanpa ragu, terlihat bersinar. Seperti
bintang yang bersinar di langit.
――――Aku,
Sang Diva, dulu memandang
bintang-bintang. Tapi sekarang...bahkan ketika aku memandang ke atas,
bintang-bintang tampak redup. Dan itu membuatku sedikit...sedih.
Sedih. Seharusnya
aku tidak membiarkannya berakhir di situ. Aku yakin seharusnya aku tidak
meninggalkan ruangan itu saat itu. Seharusnya
aku berusaha lebih keras untuk meraih hati Hoshine. Aku harus meraihnya.
Alasanku
tidak melakukannya adalah karena takut akan kehancuran.
Teman
yang pertama kali kutemukan tanpa rasa sungkan. Aku tidak ingin merusak bintang
yang bersinar di tempat yang sama. Karena
aku tidak suka jika sesuatu yang indah hancur, pecah, dan hilang.
Kupikir
lebih baik cahaya bintang itu redup daripada kehilangannya...atau begitulah
yang kupikirkan.
Aku menyadari
kelemahan diriku setelah melihat Hoshine yang tertunduk
di dalam akademi. Setelah
melihat Hoshine dan Eito yang tidak bisa saling bertukar kata.
(……Aku
selalu seperti ini)
Aku
selalu terlambat menyadari sesuatu.
Aku
selalu terlambat menyadari sesuatu.
Aku
bahkan terlambat menyadari perasaanku sendiri.
(Tapi...
masih ada waktu. Aku akan sampai tepat waktu.)
Untuk
menyampaikan perasaanku kepada teman-temanku, aku akan menggunakan senjata
terhebat yang kumiliki.
Aku tak
akan peduli apa pun yang terjadi. Aku akan terus menekan perasaanku dengan cara
apa pun.
Karena
aku telah melihat tekad itu dari dekat.
(……Hoshine.
Aku akan menyampaikannya melalui lagu)
Aku ingin
menjadi penyihir. Seorang
penyihir seperti ibuku. Penyihir yang bisa membuat ayahku
tersenyum dengan lagu-lagunya.
(Perasaanku……
jeritan hatiku…… semuanya, akan kucurahkan
ke dalam lagu)
Dan
sekarang, aku sudah mewujudkan impian itu.
――――Dari
sudut pandangku, Otoha-san adalah seorang penyihir.
Ada
seseorang yang membuatku menyadari bahwa aku sudah mewujudkannya.
(……Karena
aku adalah penyihir. Lagu-laguku
merupakan lagu sihir yang bisa menggerakkan hati
orang)
Sampaikan. Kepada bintang kesepian yang
mengapung sendirian di tempat yang kulihat. Aku tidak akan membiarkannya
sendirian lagi. Aku tidak akan melihat ke atas. Aku akan pergi ke tempat
teman-temanku berada.
(……Itulah sebabnya, lagu ini pasti akan tersampaikan pada hati Hoshine yang
menunduk……!)
Lagu yang
menusuk lebih dalam daripada kata-kata.
(……Aku
bisa melakukannya. Iya, ‘kan? Eito)
Jadi,
sampaikan lah.
(……Hoshine,
jika kamu merasa kesepian, katakanlah bahwa kamu kesepian)
Sampaikan.
(……Jadilah
lebih egois. Jangan bunuh perasaanmu)
Sampaikan……!
(……Katakan
bahwa kamu ingin Eito kembali!)
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Tendou Hoshine)
Raasanya enusuk
lebih dalam daripada kata-kata. Mengoyak hati lebih kuat daripada teriakan. Sungguh tidak adil. Seorang artis dunia
mengirimkan pesan yang dimasukkan ke dalam lagu hanya untuk satu orang.
Lagu yang
memikat dunia ini, disampaikan oleh satu individu dengan ketajaman yang
mendalam. Tidak ada
cara untuk menghindarinya. Meskipun tidak ingin, aku dipaksa untuk
mengerti.
Padahal aku
bisa saja mengambil tablet dan mematikan daya. Namun, aku tidak bisa
melakukannya. Lagu Otoha
memiliki kekuatan seperti itu.
Akhirnya,
aku mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Otoha hingga dia selesai.
“……Oikawa. Sejak kapan kamu
bersekongkol dengan Otoha?”
“Jangan sembarangan menuduhku, Ojou-sama.
Lagipula, bukan hanya aku yang bersekongkol.”
Seolah
menunggu momen yang tepat, nada dering muncul di ponsel.
Nama yang
muncul adalah lagu baru Otoha.
Satu-satunya orang yang bisa memahami arti lagu itu dan makna yang terkandung
dalam lagu sebelumnya, selain aku.
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Shigenin Miu)
Ketika
seseorang menangis untuk pertama kalinya.
Ketika
seseorang beristirahat di bawah liang lahatnya.
Bintang-bintang
selalu bersinar di langit.
Bagi
Shigenin Miu, keberadaan
Tendou Hoshine adalah bintang yang terus bersinar di atas kepala dari lahir
hingga mati.
Mereka
berdua sebaya. Status keluarga mereka
pun hampir setara.
Baik
diinginkan maupun tidak, aku pasti dibandingkan dengan Tendou Hoshine sejak
lahir.
Dengan
kecantikan yang memiliki keanggunan seperti dewi. Otak yang menyimpan
kebijaksanaan, serta kemampuan fisik yang luar biasa.
Dia terlahir dengan bakat yang dapat
mengubah dunia, namun dia tak
pernah berhenti bekerja keras. Dia
adalah perwujudan dari gagasan kesempurnaan, tanpa kekurangan.
Sebuah
bintang di langit yang tak pernah dapat dijangkau oleh manusia mana pun.
Itulah Tendou
Hoshine.
Aku juga
seseorang yang mengagumi Tendou
Hoshine.
Aku akan
mendongak dan mengulurkan tangan, tapi tanganku hanya
menyentuh udara kosong.
Dan aku kembali mendongak dan terus
mengulurkan tangan. Setiap
kali aku meraih
kekosongan, aku merasa seperti mendengar suara yang mengejekku.
Aku
mendengar suara seseorang yang mengasihaniku. Suara yang memberitahuku untuk
tidak terlalu memaksakan diri.
Aku
mengabaikannya dan terus
mengulurkan tangan, tapi aku
merasakan kekalahan berkali-kali, merasakan kegagalan. Dengan panas yang
dipancarkan oleh cahaya bintang, aku terbakar oleh rasa cemburu dan keminderan.
Ada
kalanya aku merasa putus asa. Tidak peduli apapun
yang kulakukan, aku tidak bisa menang melawannya. Aku takkan pernah bisa
menggapainya. Aku ingin menyerah.
Pertama-tama,
hanya aku yang menantangnya secara sepihak. Tak seorang pun akan
menyalahkanku jika aku menyerah. Malahan, mereka akan memujiku. Mereka akan memujiku karena
berusaha keras.
Walaupun
begitu――――cahaya bintang itu terlalu
indah.
Lebih
dari sekadar cemburu, aku mengaguminya. Mau tak mau
aku ingin terus mengulurkan tangan.
Dengan
air mata menggenang di pelupuk mataku, aku menatap gemerlap bintang yang tak
kuinginkan. Sambil
memegang bakat yang tersisa, aku berusaha keras tanpa merasa menyesal.
Aku berkali-kali
aku merobek kekosongan, namun tidak bisa berhenti mengulurkan tangan. Sedemikian sulitnya untuk menjauhkan pandanganku
dari sosok bernama Tendou Hoshine.
Dia tidak
pernah menjauh dari kehidupanku.
Dan kemudian――――aku
menyadari.
Tendou
Hoshine juga tidaklah sempurna.
Kesempurnaan
hanyalah salah satu aspek dirinya, dan dia hanyalah gadis yang tidak sempurna.
Aku
merasa bodoh karena mencoba menolaknya, mencoba melawannya saat dia
meronta-ronta dalam cinta. Dan pada
saat yang sama, aku menyadari.
Bahwa aku
sedang mendorong bintang-bintang menjauh. Langit berbintang ternyata lebih
dekat dari yang kukira.
Sambil
mengulurkan tangan, aku justru mendorong bintang itu menjauh.
Dia bukan
hanya sempurna. Dia juga
perwujudan dari ketidaksempurnaan yang tidak berguna.
Dia hanyalah
seorang gadis yang sedang jatuh cinta dengan kemampuan yang terlalu tinggi.
Itulah Tendou
Hoshine, meskipun dia seorang manusia.
Aku pasti
mulai merasa lelah dan terluka saat terus melihat ke atas.
Mereka
begitu jauh, jadi mau bagaimana lagi. Aku
tak bisa berbuat apa-apa jika aku tak bisa menang. Karena itulah, aku
tidak perlu terluka.
Dengan
menjauhkan orang lain, aku bisa
melindungi hatiku yang terluka.
――――Jika
memikirkan kebahagiaan Eito,
itulah yang seharusnya kulakukan.
Ketika
aku mendengar kata-katanya, sejujurnya....
aku merasa terguncang.
(Apa yang
kamu
lakukan, Tendou Hoshine?)
Apa yang
dia lakukan sama dengan apa yang pernah kulakukan. Dia mendorong Eito-sama menjauh demi melindungi hatinya sendiri. Tendou Hoshine juga melakukan
kesalahan yang sama denganku.
(Mengapa
kamu
melakukan hal seperti itu?)
Itulah
sebabnya, aku berpaling. Aku tak tahan memandang lebih
lama lagi. Aku tak
ingin melihat cahaya bintang meredup.
(Apa yang
aku idamkan bukanlah hal seperti itu, ‘kan?)
Jika aku benar-benar
peduli padanya, seharusnya aku memanggilnya di tempat itu. Seharusnya aku bisa mengambil tangannya, menariknya
naik, dan menampar pipinya. Seharusnya aku memberitahunya
untuk bangun.
Namun,
aku tidak melakukannya. Aku
hanya meninggalkan kata-kata setengah hati dan pergi dari sisinya.
Aku
tidak bisa melangkah maju pada saat-saat genting.
Aku tidak
bisa mengumpulkan
kepercayaan diri untuk melangkah.
Aku
merasa tidak layak untuk melakukannya.
――――Aku
tidak percaya diri.
Bintang-bintang yang dulunya kupandang dengan kagum kini telah menjadi teman
yang setara. Namun masalahnya, ketidaksempurnaan itu juga
terlihat sebagai daya tariknya.
Meskipun kami berdiri di tempat yang sama, aku
semakin terpesona oleh kecemerlangannya.
Semakin memikat cahayanya, aku semakin kehilangan kepercayaan
diri sebagai temannya.
Karena
itulah, aku tidak bisa melangkah. Pada saat yang genting, aku tidak bisa dengan
percaya diri melemparkan kata-kata sebagai teman. Demi
melindungi hatiku sendiri,
aku menjauhkan dirinya lagi.
Beberapa
waktu kemudian――――aku
menerima pesan dari Otoha.
Dia ingin
membantu Tendou Hoshine bangkit kembali. Itulah isi konsultasinya dan
tawaran kerjasamanya.
“Apa kamu ingin kembali beraktivitas? Padahal kamu tidak perlu melakukannya sejauh itu,
jika hanya untuk menyampaikan lagu, bukannya masih
ada cara lain?”
“……Aku
tidak ingin setengah-setengah. Jika aku tidak serius memberikan segalanya, aku yakin pesanku takkan tersampaikan pada
Hoshine sekarang.”
“Jika
kamu ingin begitu, tidak masalah,
tetapi… mengapa kamu mau melakukannya sampai segitunya?”
“……Habisnya, baik Miu maupun Hoshine, kalian adalah teman-temanku yang
berharga.”
Alasan
yang terlalu sederhana dan terlalu polos.
Namun,
dia mengatakannya dengan bangga dan
percaya diri.
(Teman…)
Dia yang
bisa dengan tegas menyebut Hoshine sebagai temannya terlihat sangat bersinar. Namun, aku masih belum bisa
dengan percaya diri menyebut diriku
sebagai “teman Tendou
Hoshine”.
Dia
adalah ‘Diva’ yang terkenal di seluruh dunia. Tapi
aku tak punya bakat layaknya penyanyi papan atas.
Aku
sendiri mungkin berbakat, tapi aku bukan jenius. Aku merasa malu dengan
keberadaanku sendiri.
“…………”
Aku
merasa malu.
Aku tidak
bisa dengan percaya diri menyebut diriku teman.
“……Apa Miu berpikir berbeda?”
“Aku…”
Aku pernah
melarikan diri sekali. Aku sekali lagi mengalihkan
pandanganku dari Tendou
Hoshine. Aku sadar
bahwa aku melarikan diri. Dan sekarang, aku memiliki firasat.
Jika aku
melarikan diri lagi di sini, aku pasti
takkan bisa menyebut dua orang itu sebagai temanku.
“Aku…!”
Membayangkan
diriku yang tidak bisa menyebut mereka sebagai teman terasa sangat tidak nyaman――――.
“…Aku penasaran, apa kembalinya Otoha
di panggung hiburan berkat keterlibatan keluarga Shigenin di balik layar, Miu?”
“Iya. Ya, Wajahmu akhir-akhir ini kelihatan begitu cekung sampai-sampai rasanya tidak sanggup untuk
dilihat.”
“Kamu masih saja berbicara sesukamu.”
Dia pasti
menyadari bahwa dia terlihat linglung.
Anehnya, bantahannya
tidak begitu tegas.
“Jika
kamu mendengar lagu yang dia nyanyikan, kamu pasti bisa memahaminya tanpa perlu kukatakan lagi, ‘kan?”
“…………”
Tendou
Hoshine di balik layar ponsel tetap diam. Namun, dia tidak menghindar
dengan mengatakan “Aku tidak
mengerti maksudmu.”
Lagu luar
biasa yang dinyanyikan oleh diva dunia yang
didedikasikan demi satu orang saja.
Kebohongan
mustahil untuk sebuah lagu yang telah menusuk dan menggores hatinya
dalam-dalam. Dia bisa
berbohong sesuka hatinya untuk menghindari masalah ini, tetapi dia tidak akan
melakukannya.
Karena Tendou
Hoshine merupakan orang yang seperti itu.
Aku
sangat memahaminya.
Aku, yang
paling mengagumi dan menginginkan Tendou Hoshine, sangat memahaminya.
“Hoshine-san,
kamu merasa kesepian, bukan? Kamu pasti tidak ingin Eito-sama pergi meninggalkamu, ‘kan?”
“………………”
Tendou
Hoshine tidak menjawab.
Dia tahu
bahwa jika dia membuka mulutnya,
semuanya akan terbongkar. Tugasku hanyalah untuk membuatnya berbicara.
“…Kamu
berusaha melindungi dirimu sendiri,
bukan?”
Aku
menusuk ke bagian yang menyakitkan. Aku
mengetahui betul kalau dirinya tidak menginginkan itu. Aku lebih memahaminya daripada siapa pun.
“Kamu
tidak ingin mendengar langsung dari Eito-sama kalau
dirinya memilih keluarganya,
‘kan?”
Dia
sekarang sama sepertiku.
“Kamu
tidak ingin mendengar dari mulut Eito-sama
bahwa ia lebih memilih keluarga daripada Tendou Hoshine, kan?”
Aku takut
terluka oleh bakat Tendou Hoshine, jadi aku menjauhkan diri darinya. Aku berasumsi bahwa dirinya merupaka sosok yang tidak bisa
dijangkau, dan menghindari hatiku. Rasanya lebih baik menjauh untuk
menghindari rasa sakit.
“Kamu
berusaha melindungi hatimu sebelum terluka. Jadi, sebelum mendengar perasaan Eito-sama, kamu menjauhkannya. Benar begitu, ‘kan?”
“――――…apa
maksudmu?”
Setelah
jeda sejenak, suaranya terdengar gemetar pelan.
“Sebenarnya,
itu lebih baik, kan? Jika ia bisa
bertemu kembali dengan adik yang terpisah dan tinggal bersama, bukannya itu lebih baik?”
Aku yakin
itulah yang sedang dipikirkannya sekarang.
Dia tidak
ingin merampas kebahagiaan Eito-sama.
Dia tidak
ingin merebut pilihan dari Eito-sama.
Dia tidak
ingin menjadi penyebabnya. Dia tidak ingin menghalangi langkah Eito-sama.
…Ya. Aku
bisa memahaminya. Aku
juga merasakannya.
Aku yang
tidak percaya diri sebagai temanmu dan merasa malu dengan keberadaanku sendiri,
bisa memahami itu.
“Lantas, apa
aku harus bilang, ‘Karena aku kesepian, tolong tetap
di sisiku’?
Itu namanya egois.
Aku tidak ingin mengganggu kebahagiaan Eito dengan keegoisanku.”
“Coba
katakan
keegoisanmu itu.”
“…Hah....apa
maksudmu?”
“Bukannya
menjadi egois sudah menjadi sifatmu yang sebenarnya?”
Tendou Hoshine
yang kukenal tidak merasa bersalah atas keberadaannya. Dia tidak akan melepaskan
seseorang yang penting untuk melindungi hatinya.
Itulah
yang akan kulakukan. Kamu
adalah orang yang memancarkan cahaya yang jauh lebih indah daripada diriku.
“Sadarlah,
Tendou Hoshine!”
“―――…!”
“Aku
tidak akan membiarkanmu terus menjadi pengecut
seperti itu!”
“Ke-Kenapa aku butuh izin darimu!?”
“Tentu
saja! Karena kamu yang membuatnya seperti itu!”
“Apa
yang sedang kamu bicarakan sih!?”
Kamu
terus bersinar dalam hidupku.
Kamu
telah mencuri pandanganku, hatiku.
Kamu
menjadi idolaku.
Aku tidak
akan membiarkanmu terus menjadi
lemah dan pengecut.
“Kamulah yang mengadopsi Eito-sama, ‘kan?
Kamulah yang menjadi majikannya Eito-sama, ‘kan?
Jadi, ambil tanggung jawabmu sebagai majikannya.
Jika itu menyakitkan, hadapilah rasa sakit itu secara langsung. Jika tidak… aku merasa kasihan dengan Eito-sama.”
“――――…!”
Meskipun
sekarang dia kehilangan ingatan. Eito-sama selalu setia kepada Tendou
Hoshine. Ia menghormatinya dan mengabdikan
dirinya sepenuh hati. Namun,
cara perpisahan seperti ini sangat tidak adil.
“…Meskipun
kamu bilang begitu, Eito sudah…'
“Begitu?
Apa kamu masih mengatakan hal yang lemah seperti itu? Jika begitu, aku punya
rencana.”
“Rencana?”
Pada
akhirnya.
Cuma ini
satu-satunya cara yang paling efektif untuk Tendou
Hoshine.
“Aku
berencana untuk mengungkapkan perasaanku kepada Eito-sama.”
“Hah?”
“Ngomong-ngomong,
aku sedang memanggil Eito-sama
sekarang, dan segera Otoha juga akan bergabung dan dia juga akan mengungkapkan
perasaannya.”
“Hah??”
“Aku
berencana melakukannya di tempat di mana kamu pertama kali
menemukan Eito-sama. Di
sini, aku akan mengungkapkan perasaanku kepada Eito-sama dan menimpa kenanganmu dengan
kisah cinta manis di antara kami berdua.”
“Hah!?”
“Kalau
begitu, selamat tinggal. Anjing pecundang,
atau sekarang, lebih tepatnya kucing pecundang.”
“Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh!?”
•❅──────✧❅✦❅✧──────❅•
(Sudut
Pandang Tendou Hoshine)
Aku masih
mengingat bagaimana
pertemuanku dengan Eito.
Pada hari
bersalju itu. Hari ketika dunia diselimuti
warna putih bersih. Itu
bukan tempat yang istimewa. Hanya sekedar
taman biasa. Meskipun
tempat itu biasa, tapi
pertemuan itu sendiri terasa sangat
istimewa daripada apapun.
Ya.
Istimewa. Bagiku, itu
adalah momen yang paling istimewa dalam
kehidupanku.
Akan tetapi…
si kucing, si kucing
garong itu…!
“Apanyaaaaa yang kamu maksud dengan menimpa
kisah cinta manis! Tindakan kejam seperti itu, bahkan dewa pun tidak akan
membiarkan ini terjadi, apalagi aku, Tendou Hoshine-sama!”
Benar-benar
kucing garong kelas kakap! Berani-beraninya dia
memanggilku kucing pengecut!
Dan yang lebih parahnya lagi!
Dia dengan seenaknya menginjak-nginjak
kenangan spesialku dan menari-nari sesuka hatinya!
“Oikawa!
Segera tancap gas!”
“Aku
sudah melakukannya.”
Semua
keraguan dan kebingungan yang berputar di dalam hatiku seakan lenyap seketika. Karena kemarahan yang lebih besar
dan kecemasan yang lebih mendalam berkecamuk di dalam diriku.
Kecemasan.
Aku cemas. Aku sangat cemas.
Sekarang.
Karena.
Karena, karena!
Miu dan
Otoha akan mengungkapkan perasaan mereka kepada Eito!
(Aku tahu
betapa imut dan menawannya dua orang itu…)
Otoha dan
Miu, aku mengakui mereka sebagai kucing garong kelas
kakap.
Otoha
adalah gadis yang peduli pada orang lain. Dia
bisa begitu peduli hingga melupakan perasaannya sendiri. Meskipun terlihat
tanpa ekspresi dan kurang emosional, siapa pun yang bisa melihat akan tahu
bahwa dia memiliki hati yang besar,
dan suara nyanyiannya mampu memikat dunia. Dan Eito sejak awal telah menyadari
kekayaan hatinya.
Miu
adalah pekerja keras dan tidak suka kalah. Banyak orang menjauh dariku karena
bersaing. Sementara semua orang turun dari panggung, Miu tetap menggigit dan
terus berjuang bersamaku. Bertahun-tahun. Dia terus berusaha tanpa menyerah,
meskipun terluka dan menangis, dia selalu bangkit kembali. Ada daya tarik yang
membuatku ingin mendukungnya, dan Eito itu juga telah melihat Miu seperti
itu.
Aku mulai
berpikir bahwa rasanya tidak
aneh jika Eito diambil oleh kedua
orang itu.
Dan jika,
semisalnya saja, hal
semacam itu benar-benar terjadi.
Aku bisa
membayangkan diriku... pasrah pada gagasan bahwa mereka berdualah yang akan
menjadi pilihannya.
Aku bisa
membayangkan diriku yang merasa puas jika itu salah satu dari mereka.
Dadaku
terasa sesak, hamper mau meledak,
air mata mengalir deras, menangis, menangis, menangis. Namun pada akhirnya, aku
bisa mengucapkan “Selamat
ya”.
Itulah
sebabnya, aku merasa cemas.
Lebih dari sebelumnya.
Mereka
berdua adalah… sahabatku
yang sangat berharga.
Dan mereka merupakan saingan
kucing garong yang paling tangguh.
“………!”
Jika pasangannya Otoha dan Miu, jika itu mereka berdua, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bisa menerimanya jika Eito itu menerima pengakuan
mereka.
Aku bisa
menerimanya, namun.
(……aku
tidak ingin kehilangannya)
Perasaan
yang terpendam dalam hatiku mulai meluap.
(Aku
tidak ingin kehilangan Eito…!)
Baik kepada Otoha. Maupun kepada Miu. Dan bahkan—kepada keluarga Eito juga.
Karena
aku menyukai Eito? Karena aku mencintainya?
Benar.
Aku menyukai Eito. Namun, alasanku tidak ingin kehilangan Eito bukan hanya
itu.
(Ya,
aku merasa kesepian)
Karena
aku merasa kesepian. Ketika
Eito tidak ada, aku merasa
kesepian sampai-sampai itu
sangat menyakitkan.
Hanya
itu. Cuma itu satu-satunya alasan.
“Cukup sampai di sini saja!”
Setelah
mobil berhenti, aku berlari menuju tempat yang takkan pernah kulupakan.
“Ha…
ha… ha…!”
Aku
berlari menyusuri jalan yang bersalju pada hari itu.
Aku
membuang semua barangku dan berlari.
Aku
berlari, berlari, dan berlari—dan melompat ke taman itu.
“――――Eito!”
“……?
Ojou? Ada apa kamu kemari?”
“Ugh…!”
Sial.
Saat ia bertanya demikian, aku baru menyadari bahwa aku datang kemari tanpa memikirkan apapun.
Benar.
Miu dan Otoha akan mengungkapkan perasaan mereka kepada Eito. Tapi di mana hakku untuk
menghalangi mereka?
Aku
terjebak dalam emosi setelah mendengar provokasi
Miu, sehingga aku melaju ke sini… tunggu, apa?
“E-Eito? Tadi, kamu baru saja memanggilku… 'Ojou', ‘kan?”
“Ya.
Aku memanggilmu begitu.”
“Jadi…
ingatanmu….”
“……Telah kembali. Atau lebih tepatnya,
sudah kembali.”
Setelah berkata demikian, Eito tiba-tiba menundukkan kepalanya. Itu
bukanlah
bungkukkan yang sopan. Ada sesuatu yang
kurang dari gerak-geriknya yang biasanya ceria.
“Maafkan
aku.”
“Ada
apa? Kenapa kamu menundukkan kepalamu…?”
“Aku
telah berbohong kepada Ojou.”
“Sebenarnya,
ingatanmu sudah kembali beberapa waktu yang lalu, dan kamu diam saja tentang itu, kan?
Begitu?”
“Apa
kamu sudah mengetahuinya?”
“Tidak.
Hanya merasakan alur pembicaraan… Kapan ingatanmu kembali?”
“Pada
hari aku bertemu Hikari.”
Jadi
ingatannya sudah kembali pada waktu itu ya…
eh?
Tapi jika
begitu…
“Kenapa
kamu diam saja?”
“……Karena aku… telah memanfaatkan Ojou.”
Suara Eito
terdengar sedikit bergetar. Meskipun tidak ada salju yang
turun seperti hari itu.
“Alasan mengapa aku melayani Ojou karena aku tidak ingin sendirian.
Aku tidak ingin pulang ke rumah yang kosong itu, jadi aku melayani Ojou. Aku tidak ingin sendirian, jadi
aku berada di sampingmu.”
“………………”
“Aku
mengucapkan kesetiaan dan penghormatan dengan
mulutku, tetapi di dalam hatiku, aku memanfaatkanmu. Demi ketenangan hatiku, aku
memanfaatkan keberadaanmu.”
Aku tidak pernah mengetahuinya. Ternyata Eito sudah memikirkan hal seperti itu selama
ini.
“Aku
merasa bersalah karena sudah seperti itu.
Diriku yang pengecut dan rendah hati, membuatku merasa tidak nyaman. …Itulah
sebabnya. Ketika aku kembali dari kehilangan ingatan, kupikir ini adalah kesempatan. Jika
aku diam tentang kembalinya ingatanku… aku bisa memulai dari awal dengan
keadaan yang bersih.”
Aku tidak
pernah tahu. Rupanya Eito sudah memikirkan hal
seperti itu selama ini.
“Jika
aku menjadi diriku yang bersih, aku bisa melayani Ojou tanpa merasa bersalah.”
Dirinya
terus berada di sampingku sambil memikirkan hal itu.
Inilah
orang yang bernama Yagiri Eito.
“……Apa-apaan itu?”
“……Maafkan
aku.”
“Jadi,
maksudnya Eito… tentang diriku…”
“……Ya.
Aku telah menipumu, Ojou. Kamu tidak perlu memaafkanku. Aku akan
menerima hukuman apapun—”
“……Bukannya berarti kamu sangat~~~~~~~~ menyukaiku, ‘kan!?”
“……Eh?”
Apa-apaan sih maksudnya itu! Bukannya itu berarti ia sudah
memikirkanku selama ini, kan!? Ya, aku sudah mengetahuinya!
Kesetiaan Eito memang tinggi!
Tapi aku tidak menyangka sampai sejauh ini!
“Umm,
Ojou? Apa kamu tidak mendengarkan ceritaku?”
“Aku
mendengarkannya, kok.”
“Aku
sudah menipu Ojou, oke?”
“Yah, meskipun kamu diam saja tentang kembalinya ingatanmu, aku
hanya sedikit… sekitar satu pikojoule marah!”
“Kamu
sangat toleran… tidak, bukan hanya itu… aku telah memanfaatkan Ojou…”
“Itu
tidak masalah! Aku sama sekaliiiiiiiiiiiiiii
tidak mempedulikannya!”
“Tidak
mempedulikannya!? Padahal aku sudah merasa galau dengan hal itu!”
“Dengarkan baik-baik! Siapa pun pasti tidak
ingin sendirian! Itu sudah pasti! Terlebih lagi, dalam kasusmu, keluargamu
menghilang, jadi wajar jika kamu sangat takut untuk sendirian! Tidak ada alasan
untuk merasa bersalah karena berada di sampingku! Sama sekali tidak!”
Ah, aku
mulai merasa sesak. Aku perlu menarik napas sejenak.
Suu… haa…
suu… haa… baiklah.
“Pertama-tama,
siapa pun pasti punya perhitungan dan pertimbangan! Lihat saja aku, Otoha, dan
Miu! Kami semua penuh dengan perhitungan! Sepanjang tahun, setiap hari, penuh
dengan strategi dan taktik!”
Aku dan
Otoha serta Miu, entah sudah seberapa
banyak strategi yang telah kami rencanakan untuk mendekati Eito! Itu
benar-benar kumpulan perhitungan. Sudah dirancang dengan sempurna dan detail,
percikan strategi kami sudah menyebar ke mana-mana.
Mungkin
Eito tidak tahu (karena ia tidak mengetahuinya, jadi semua ini terjadi),
tetapi kehidupan sehari-harinya sudah dipenuhi dengan perhitungan kami!
“Ah,
ya. Yukimichi juga mengatakan hal yang serupa…”
Hah…! Dasar orang itu! Kenapa ia bisa
mendahului ucapanku!?
Tidak
diragukan lagi. Belakangan ini, Kazami
sepertinya benar-benar menunjukkan wajah istri sahnya…!
Ini harus
diakui sebagai kucing garong kelas kakap…!
“Ada
hal yang lebih penting daripada konflik yang bisa diselesaikan dalam dua detik,
kan!?”
“Konflikku…
dua detik…”
“Sudahlah!
Abaikan saja!”
Sungguh
menjengkelkan! Kenapa Eito tidak menyadari hal ini!?
“Maksudku,
bukannya itu berarti Eito sudah memikirkanku… begitu
banyak, ‘kan? Berarti hatimu sudah penuh
dengan pikiranku, kan? Itu berarti kamu sangat menyukaiku!”
“Ya…
mungkin, begitu…? Maaf jika itu terlalu berlebihan.”
Aku
menang! Ini jelas-jelas
kemenangan yang sesungguhnya!
Jika hati
Eito sudah dipenuhi dengan diriku, berarti tidak ada ruang bagi para kucing garong untuk
masuk!
Jika
begini, meskipun Otoha atau Miu mengaku, tetap saja…?
“…Oh iya? Ngomong-ngomong, Miu tidak ada di sini, ya…? Bukannya kamu sedang bersamanya?”
“Ya.
Yah, sebenarnya, aku dibawa Miu-san ke sini. Setelah itu, dia pergi
entah ke mana.”
…Aku
sudah merasakan sesuatu selama
perjalanan kemari,
tapi.
Ternyata,
pengakuan Miu dan Otoha hanyalah
tipuan.
“Aku
diberitahu oleh Miu-san untuk
menunggu di sini karena Ojou ingin
bicara denganku…”
“Ak-Aku!?”
Ada
pembicaraan. Memang ada sih,
tapi.
…Mungkin
karena aku berbicara dengan Eito. Ketika aku melompat keluar, semangatku sudah
mereda…!
“Ojou?”
Tapi…
tapi! Aku tidak ingin mengakhiri ini tanpa bisa mengucapkan
apa-apa.
Ingatan Eito memang sudah kembali, tetapi
kenyataannya dia sudah kembali ke keluarganya
masih tetap ada. Apa yang sudah aku perintahkan takkan berubah.
Jika ini
terus berlanjut, Eito akan pergi ke luar negeri. Jadi… aku…!
“Kembalilah padaku!”
Aku
melewatkan semua basa-basi dan berteriak panik.
“Aku
berbohong! Walaupun aku sudah menyuruhmu untuk
kembali pada keluargamu, tapi sebenarnya aku
tidak ingin kamu pergi!”
Memalukan.
Betapa memalukannya teriakan ini.
Mengaku
bahwa aku telah berbohong dan berpura-pura kuat.
“Aku
tidak ingin mendengar dari mulut Eito bahwa kamu lebih
memilih keluargamu daripada
aku. Itu sebabnya, aku berusaha menjauhimu
sebelum aku terluka!”
Rasanya
bukan seperti diriku yang biasa, sosok gadis yang bernama
Tendou Hoshine. Tanpa sadar, aku telah menjadi
diriku yang memalukan seperti ini.
“Sebenarnya…
meskipun aku tahu itu salah… meskipun itu sangat egois… tapi sebenarnya, aku…
sebenarnya… benar-benar…”
Aku
bahkan tidak tahu apakah aku seharusnya mengatakannya sekarang, di momen ini juga.
Ini hal
yang mengerikan. Terlalu egois, mungkin seharusnya aku tidak perlu mengatakannya.
Namun.
“Aku
ingin kamu memilihku daripada keluargamu!”
Bintang-bintang
tak bisa bersinar tanpa langit malam.
“Maaf.
Aku tahu ini sudah terlambat. Aku juga menyadari
kalau
perkataanku cukup egois.
Aku tahu aku sedang mengatakan hal yang mengerikan. Namun… aku merasa kesepian…”
Karena aku
membutuhkan seseorang yang bernama Yagiri
Eito dalam kehidupanku sekarang.
“Tanpa
adanya Eito di sisiku… aku merasa
kesepian…”
“…Aku
minta maaf.”
“…………”
Aku tahu.
Aku tidak berhak terluka.
Aku sudah
menyiapkan diri kemungkinan ditolak. Hanya
saja… aku tidak ingin menahan perasaanku, jadi aku hanya mengatakannya.
(Sebenarnya…
ya. Baiklah… jika Eito memilih itu,
maka… meskipun dia pergi ke luar negeri, jika aku mau, aku bisa
menemuinya…)
“Sebenarnya,
aku sudah mengucapkan selamat tinggal kepada keluargaku.”
“Begitu ya… jadi kamu
sudah mengucapkan selamat tinggal kepada keluargamu…!? Kamu sudah mengucapkan
selamat tinggal kepada keluargamu!?”
“Iya.”
Eito
mengangguk dengan santai.
“Eh?
Apa? A-Apa yang terjadi!?”
“Aku
juga merasa kesepian.”
“Kesepian…?
Eito juga?”
“Ya.
Aku merasa kesepian. Jadi… aku memutuskan untuk kembali.”
“Bagaimana
dengan keluargamu…
bagaimana pendapat Hikari-san?”
“Dia
kelihatan sedikit sedih. Tapi dia
memahaminya.”
Aku tidak
mengetahuinya. Rupanya Eito melakukan hal seperti
itu.
Dia sudah
bergerak sebelum aku mengatakannya.
“…Apa
itu begitu mengejutkan?”
“Benar…
habisnya, awalnya aku memerintahkanmu
untuk tinggal bersama keluargamu.
Namun, kamu justru melanggar itu… jika ingatanmu sudah kembali, aku pasti akan
lebih terkejut.”
“Benar.
Sebagai pelayan keluarga Tendou, perintah Ojou
adalah mutlak. Jadi, jika aku secara sukarela meninggalkan
keluargaku, maka artinya aku melanggar perintah Ojou. Sampai
sekarang, aku takkan pernah berpikiran melawan
perintah Ojou.”
Selama
ini, Eito tidak pernah melanggar perintahku. Kalaupun ia
melanggar, biasanya itu
tindakan yang dipikirkan demi
kepentinganku.
Jadi…
mungkin ini pertama kalinya Eito melanggar perintah hanya karena perasaannya.
“Tapi
aku mengalami amnesia.”
“Ah…”
“Jika
aku bukan 'Pelayan Keluarga Tendou, Yagiri Eito' tetapi 'Pelajar SMA yang
mengalami amnesia, Yagiri Eito', maka perintah Ojou
tidak ada hubungannya.”
Eito
tersenyum seperti anak kecil yang baru saja melakukan kejahilan. Gerakannya, ekspresinya, tanpa
sadar membuat jantungku berdebar kencang.
Eito yang
telah mendapatkan kembali
ingatannya. Meskipun ia adalah Eito yang kukenal, entah mengapa ia sepertinya
menunjukkan wajah yang berbeda dari biasanya.
“Kalau
begitu, kamu seharusnya bisa melanggar perintah itu tanpa berpura-pura… perintahku yang egois
dan penuh kesalahan…”
“Tidak
boleh. Aku tidak bisa melanggar perintah Ojou bahkan
dalam keadaan tanpa kepura-puraan.”
“Kenapa?”
“Hmm…
mungkin karena aku menjaga martabat sebagai pelayan?”
“Apa-apaan itu…?”
Ah, sudah
cukup. Aku sudah tidak sanggup lagi.
Aku
merasa sangat lega… rasanya
aku hampir menangis. Sebenarnya, aku sudah
menangis.
Sekarang,
aku berusaha sekuat tenaga agar wajahku tidak terlihat.
“Ojou?
Ada apa?”
“Bukan
apa-apa!”
“Sepertinya
itu tidak bukan apa-apa…”
“Sudah
kubilang bukan apa-apa!”
Karena
aku tidak bisa mengatakannya. Aku
merasa lega saat mengetahui bahwa Eito akan tetap
di sisiku. Seolah-olah benang
yang tegang di hatiku mulai
meleleh dan melunak.
Aku
sedang menangis. Aku yakin kalau aku
terlihat sangat menyedihkan sekarang! Aku tidak ingin Eito mengetahui bahwa aku menangis karena merasa
terlalu lega!
“Jangan
lihat wajahku sekarang! Ini adalah perintah!”
“Perintah,
ya?”
“Benar!
Eito harus mengikuti perintahku! Jadi jangan lihat wajahku! Wajahku sekarang
pasti sangat jelek!”
“…………”
Jika
seseorang yang kusuka akan melihatku,
aku ingin ia melihat
wajahku yang imut atau cantik.
Aku sama
sekali tidak ingin wajahku yang berantakan karena menangis ini dilihat!
“…Saat
ini, aku masih Yagiri Eito yang biasa.”
“Eh…?”
“Aku
belum secara resmi kembali ke keluarga Tendou.”
“Eh…
tunggu sebentar…”
“Jadi…
tidak masalah jika aku tidak mendengarkan perintah Ojou, ‘kan?”
Eito
tersenyum, dan senyumannya itu
memiliki daya tarik yang unik.
Dia
membungkus tanganku yang berusaha menghindar dengan lembut, seolah melelehkan
rasa maluku.
“Aku
ingin melihat wajah Ojou yang sedang menangis.”
“Kenapa
kamu ingin melihatnya?”
“Karena
pasti kelihatan sangat imut.”
Dasar jahat! Eito yang jahat!
“Aku cuma
bercanda. Sekitar setengahnya."
Jadi
setengahnya itu serius…!?
“Jadi,
apa maksudnya…?”
“Bukannya itu
sudah jelas.”
Jari-jemari lembutnya mengambil air mata
yang menggenang di kelopak mataku.
“Aku
ingin menyeka air
matamu. Jika ada yang bisa menghentikan air matamu, aku ingin melakukan tugas tersebut.
Aku tidak ingin menyerahkannya kepada siapa pun.”
“――――――――…!”
Curang.
Eito
benar-benar… curang.
(Aku
mungkin takkan pernah bisa mengalahkan Eito mulai sekarang…)

