Ojou-sama no Yousu ga Vol 3 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Cahaya Bintang Yang Tak Sampai

 

Setelah berbicara dengan Hikari-san, aku tidak sanggup melihat wajah Eito. Ia mungkin akan kembali ke keluarganya. Eito mungkin tidak akan lagi menjadi pelayanku. Setelah memikirkan kemungkinan itu, aku tidak bisa melihat wajah Eito secara langsung. Akhirnya, aku mengirim Eito ke tempat Hikari-san. Mungkin sekarang dia sedang di rumah Asami.

Kita perlu membicarakan apa yang akan datang.

(…Ah, sudahlah. Rasanya bukan seperti aku saja, Tendou Hoshine.)

Sebenarnya, meskipun aku mengatakan akan berpisah dengan Eito, bukannya berarti ia akan menghilang. Hanya saja tempat tinggalnya yang akan berubah. Bahkan saat liburan musim panas pun pernah terjadi. Hanya saja kali ini, tempatnya adalah luar negeri.

Benar. Mungkin sebaiknya aku juga pindah ke luar negeri. Meskipun tidak perlu melakukan itu, aku masih bisa pergi menemuinya jika aku mau.

(…Tapi, aku tidak boleh mengganggunya, kan? Lagipula, ia sudah bisa bertemu kembali dengan keluarganya yang terpisah.)

Saat aku menghela napas dan berbaring di tempat tidur, pintu kamarku diketuk.

…Bukan Eito. Suara ketukan Eito sangat sopan, dan bahkan dalam keramaian, suaranya sangat jelas terdengar. Mungkin itu adalah pelayan Oikawa.

“Ya, silakan masuk.”

Ojou-sama, ini saya Oikawa. Ada tamu yang datang.”

“Tamu? Baiklah… silakan masuk.”

Kira-kira siapa ya? Siapa pun tidak masalah, asalkan bisa mengalihkan perhatianku.

“Tendou Hoshine!”

Pintu dibuka dengan semangat, dan yang masuk adalah Miu. Di belakangnya ada Otoha juga.

“Ah, rupanya kalian berdua… ada apa? Kenapa kalian tiba-tiba menerobos masuk ke rumah orang?”

“Tidak ada yang istimewa. Hari ini, kan? Pembicaraan antara Eito-sama dan Hikari-san.”

“…Kami datang untuk menanyakan bagaimana hasilnya.”

“Ah, tentang itu… seharusnya kalian bisa mengirimiku pesan di smartphone.”

“…Kami tidak melihat pesan yang sudah dibaca.”

Ternyata beneran. Aku baru ingat bahwa aku meninggalkan smartphone begitu saja. Aku dengan lambat memeriksa layar, dan notifikasi dipenuhi dengan pesan dari Otoha dan Miu.

“Apa kalian tidak bertanya langsung kepada Eito?”

“…Tidak sopan untuk tiba-tiba bertanya langsung kepada orangnya dalam keadaan tidak tahu hasilnya.”

“Walaupun kami yang mengatakannya, masalah keluarga itu sensitif. Jika bisa bergerak dengan hati-hati, lebih baik begitu.”

Tampaknya tindakan mereka berdua merupakan hasil dari perhatian mereka terhadap Eito.

Kalian terus membicarakan tentang kepekaan dan hal-hal sensitif, tapi kalian justru menerobos masuk ke rumahku tanpa janji?” 

“…Siapa yang berusaha mengawasi kencanku dengan Eito menggunakan drone?” 

“Siapa yang menyusup ke rumahku mengenakan kostum pelayan tanpa izin?” 

“Aku tidak suka mengenang masa lalu.” 

Drone? Menyusup tanpa izin? Apa yang mereka bicarakan? 

Aku sama sekali tidak ada ingatan tentang itu. 

“…Jadi, pada akhirnya, bagaimana dengan Eito?” 

“Tampaknya dia tidak kembali ke rumah.” 

Kalau kalian sedang mencari Eito… sepertinya ia akan tinggal di luar negeri bersama adik perempuannya.” 

“Lu-Luar negeri!?” 

“…Apa itu asli?” 

Asli. Mungkin sekarang mereka sedang membicarakan masa depan di rumah mereka.” 

Otoha dan Miu mengangkat alis mereka dengan wajah terkejut

“……Apa-apaan dengan reaksi kalian berdua?” 

“……Eito berbicara dengan adik perempuannya hari ini, kan?” 

“Ya.” 

“Jadi, Eito-sama memutuskan untuk tinggal di luar negeri segera setelah bertemu Hikari-san hari ini?” 

“Ya, itulah yang kukatakan.” 

Otoha dan Miu saling bertukar pandang. Mereka tampak tidak begitu yakin. 

“……Kedengarannya tidak seperti Eito.” 

“Eito-sama yang itu bisa mengambil keputusan untuk menjauh darimu dengan cepat… sejujurnya, aku tidak bisa membayangkannya.” 

“……Karena ia kehilangan ingatan?” 

“Kalau itu yang kamu katakan, ya…” 

Sepertinya mereka tidak bisa mengaitkan ini dengan citra Eito yang ada di benak mereka. 

“……Apa Eito benar-benar tidak ragu?” 

“Sepertinya ia kelihatan ragu, tapi…” 

“……Tapi?” 

“……Karena ia tampaknya ragu, jadi aku mendorongnya.” 

Ya. Itu benar. Akulah yang mendorongnya. 

Ini bukanlah sesuatu yang perlu disembunyikan, atau sesuatu yang sulit untuk dikatakan.

“Aku menyuruhnya untuk lebih memilih keluarganya. Tinggal bersama adik perempuannya. Itulah perintah terakhirku sebagai majikannya Eito.” 

““…………………………”” 

Meskipun aku mengatakannya dengan percaya diri, Otoha dan Miu tampaknya tidak setuju. 

“……Hoshine, kamu menyuruh Eito untuk lebih memilih keluarganya?” 

Memang. Dan Eito menuruti kata-kataku. Itu saja.” 

“……Begitu ya.”

Reaksinya sangat minim. Tidak, Otoha memang bukan anak yang menunjukkan reaksi besar, tapi kali ini reaksi yang ditunjukkan jauh lebih sedikit dari biasanya. 

Jadi? Apa yang kamu lakukan?

Apa maksudmu...?

Kalau kamu yang seperti biasanya, kamu pasti sudah mengunjungi rumah Asami dan berpura-pura bertingkah seperti pacarnya Eito-sama. 

...atau mungkin sedang mempersiapkan pindah ke luar negeri.

...... Hah? Memangnya kalian pikir aku ini apaan? 

...Ojou-sama yang boros dan sembrono.

Penjahat yang memiliki banyak uang.

Mereka lancang sekali. Seolah-olah mereka ingin bilang bahwa aku adalah Ojou-sama yang tidak masuk akal. Padahal mereka juga tidak jauh berbeda! Apa kalian sudah melupakan semua kenangan liburan musim panas kalian

Aku berbeda dengan kalian, aku sudah dilengkapi dengan kepekaan dan kelembutan. Pertama-tama, ini adalah pertemuan kembali dengan keluarga yang terpisah, kan? Seharusnya kita membiarkannya seperti ini, untuk saat ini. 

Benar. Kita seharusnya membiarkannya. 

Jika memikirkan kebahagiaan Eito, seharusnya memang seperti itu.

Kupikir aku sudah memberitahu mereka. Namun, entah kenapa, suaraku terdengar seperti sedang meyakinkan diriku sendiri. 

Yah, jika kamu merasa puas dengan itu, aku takkan ikut campur.

Apaan sih? Jika ada yang ingin kamu katakan, katakanlah dengan jelas. 

“Kupikir itu hal yang keterlaluan jika dikatakan pada Tendou Hoshine.

Miu, yang hanya mengatakan apa yang ingin dia katakan, pergi begitu saja dari ruangan tanpa memberi tahu. Otoha, yang ingin mengikutinya, berbalik ke arahku untuk terakhir kalinya. 

...aku merasa iri pada Hoshine.

Dia melangkah melewati batas ruangan, tepat di depan pintu. 

Hoshine, yang bisa dengan bebas mengekspresikan perasaannya kepada orang lain... terlihat cerah dan bersinar. Seperti bintang yang bersinar di langit.

Otoha yang terpisah di sisi lain menatapku dengan tajam. 

Aku, Utahime, dulu sering memandangi bintang-bintang. Tapi sekarang... bahkan ketika aku memandang ke atas, bintang-bintang tampak redup. Aku merasa itu sedikit... menyedihkan. 

Hanya itu yang dia katakana sebelum pergi. Otoha mulai melangkah pergi. Miu juga. Ke depan. Lebih jauh dari aku yang berada di dalam ruangan. 

...Apa? Mengatakannya semau kalian.

Aku tidak bisa mengejar keduanya. Aku terjatuh ke tempat tidur dan menyerahkan diriku. Memeluk tubuhku sendiri. Menutupinya dengan tangan, menahannya, mengurungnya. 

Aku meringkuk dan menahan perasaan yang hampir meluap—lalu memejamkan mataku

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Dengan dorongan Ojou, aku menuju rumah Asami di mana Hikari tinggal.

Dalam perjalanan pulang, Hikari berlari kembali dengan wajah yang penuh senyum. Karena dia berlari, dia hampir terjatuh, dan secara refleks aku menyokongnya, lalu dia langsung memelukku. 

Nii-san... Nii-san! Aku sangat senang...! 

Ah, ah... aku juga, senang.

Aku memandang lembut Hikari yang meneteskan air matanya. Aku bahkan tidak bisa menangis. Tidak ada setetes air mata pun yang mengalir di pipiku. 

Apa ini reaksi yang benar sebagai kakak yang tinggal bersama adiknya yang sudah lama terpisah? 

(Kurasa Ojou mungkin sudah pulang sekarang. Aku penasaran apa dia tiba dengan selamat.) 

Meskipun aku seharusnya bisa merasa lebih bahagia karena bisa bersatu kembali dengan adik perempuanku sampa-sampai membuatku ingin menangis, tapi pikiranku malah menghitung rute perjalanan dan waktu tempuh dari tempat mobil jemputan berhenti sampai ke rumah Tendou, khawatir tentang keadaan Ojou

Hatiku masih hanya memikirkan Ojou

Jika aku terus seperti ini, mungkin rasa bersalahku terhadap Ojou bisa hilang. 

Setelah ditinggalkan oleh keluarga, aku menjadi sendirian. Aku tahu betapa dinginnya kesendirian, merasa ketakutan dan cemas. 

Aku tidak ingin sendirian, jadi aku melayani Ojou seolah-olah aku bergantung padanya. Aku memanfaatkan Ojou demi ketenangan hatiku sendiri. Rasa bersalah itu mungkin bisa hilang... 

Jika aku melupakan semuanya dan menjadi siswa SMA biasa, aku bisa berdiri dengan bangga di sampingnya... 

(...Apa ini alasan aku memanfaatkan keluargaku kali ini?) 

Memanfaatkan keluargaku untuk menghilangkan rasa bersalah. Bukannya itu sama saja dengan saat aku melayani Ojou karena tidak ingin sendirian? 

Tapi sungguh, sebagai pelayan keluarga Tendou, sebagai seseorang yang melayani Ojou... tidak. Sekarang aku sudah... 

Nii-san?

Eh? Oh, maaf... ada apa?

Kita akan segera sampai di rumah. 

“Be-Begitu ya...

Sekarang sebaiknya aku tidak berpikir terlalu banyak. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Ojou

Aku harus fokus pada keluarga di depanku. 

Begitu sampai di rumah Asami, aku memandang bangunan rumah satu lantai dengan taman yang terlihat bahagia. 

Tentu saja bangunan itu tidak bisa dibandingkan dengan rumah keluarga Tendou, tetapi untuk keluarga biasa, ini cukup bagus. 

“Eito...

Setelah masuk ke dalam rumah, ibuku menyambutku. 

Ibu yang kutemui setelah beberapa tahun tampak lebih tua dan sedikit lebih kurus daripada yang kuingat. 

“Eito... maafkan aku. 

Kata-kata pertama yang diucapkan ibuku adalah permintaan maaf yang disertai air mata. Dia menundukkan kepala dengan lemah dan bergetar. 

Aku merasa... entah kenapa... 

Aku tahu kalau aku tidak berhak untuk meminta maaf... tapi tetap saja... 

...Tidak perlu minta maaf, Bu.

Tapi, aku... kamu...

Sebagai remaja sekarang, aku mengerti. Ibu saat itu sedang terpuruk dan tidak bisa berbuat apa-apa. Itu bukan salahmu.

Maafkan aku... maafkan aku...

Air mata mengalir deras. Dia meminta maaf sambil menangis tersedu-sedu dan menundukkan kepala, dan aku menghentikannya. 

Bohong rasanya kalau aku bilang kalau aku tidak membenci Ibu sama sekali, tapi hanya hanya sedikit. 

Mempertimbangkan kondisi ibuku yang sudah sangat tertekan, aku bisa memahami bahwa waktu itu merupakan pilihan hal yang wajar, dan yang benar-benar bersalah adalah ayahku. Bahkan ayah pun, keadaan yang menimpanya adalah sesuatu yang sangat tidak beruntung. 

Maafin aku ya, Eito-kun. Meskipun ini demi kepentinganku sendiri, tapi tiba-tiba kamu harus tinggal di luar negeri.

Jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Berkat pengalaman bekerja sebagai pelayan di keluarga Tendou, sepertinya aku bisa berbicara bahasa Inggris." 

Ayah tiriku ini merupakan orang yang baik. Dari penyelidikan yang dilakukan oleh keluarga Tendou, tidak ada hal mencurigakan, dan mereka tampaknya akan menerimaku dengan senang hati. 

Aku merasa beruntung. 

Aku bahagia. 

Akan tetapi.... meskipun aku terkejut dengan diriku sendiri, hatiku tidak bergetar sama sekali. 

Rasanya seolah-olah aku hanya mengamati pertemuan kembali dengan keluarga yang telah lama terpisah dari sudut pandang orang luar, mengikuti alur cerita dengan samar. 

Setelah membicarakan hal-hal ringan tentang kepindahan, hari ini aku akan menginap di rumah ini. Rumah yang tidak dikenal. Kasur yang diletakkan di lantai. Pakaian yang dipakai dan baunya terasa seperti barang orang lain. Rasanya wajar saja karena sebenarnya sampai saat ini, rumah ini hampir sepenuhnya milik orang lain

(Jika aku terbiasa, apa lama-lama... tempat ini juga akan menjadi rumahku?) 

Ruangan yang lampunya dimatikan menjadi gelap gulita. Langit-langit yang tidak memantulkan satu bintang pun terlihat seperti langit yang tertutup awan. 

 

──────✧❅✦❅✧──────

 

Sebelum pindah ke luar negeri, aku sudah dipastikan tinggal di rumah Asami—dan persiapan pindahan berlangsung dengan lancar. Meskipun namanya pindahan, barang-barang di kamarku sebenarnya tidak banyak, jadi tidak perlu memanggil jasa angkut. 

Belakangan ini, Ojou tidak banyak bertemu denganku, tetapi pada hari kepindahan, dia datang untuk mengantarku. 

…Jadi. Jaga dirimu baik-baik di sana ya.

…Ya. Aku akan baik-baik saja.

Aku tidak bisa mengucapkan terima kasih padanya

Hanya sekedar ucapan selamat tinggal saja tidak bisa keluar dari mulutku. 

Aku bahkan tidak bisa mengucapkan semoga Ojou juga baik-baik saja. 

Mungkin ini terdengar terlihat tidak sopan baginya, tapi aku tidak ingin mengucapkan kata perpisahan itu. Ini berbeda dari tugasku sehari-hari. Tidak lagi sebagai pelayan, bahkan menjauh dari Ojou pun terasa sangat sulit. 

Aku bahkan tidak ingin mengucapkan kata perpisahan. 

(Ini mungkin... hukuman dari Tuhan.) 

Ketika Ojou memerintahkanku untuk kembali ke keluargaku, bohong rasanya jika aku mengatakan bahwa aku tidak terkejut. 

Apa aku sudah dibuang oleh Ojou

Apa Ojou sudah tidak membutuhkanku lagi? 

Apa Ojou tidak akan berada di sampingku lagi? 

Namun, aku tidak berhak merasa terluka. 

Saat itu, aku merasa bimbang. Berpura-pura seolah-olah ingatanku tidak kembali dan mencoba memulai kembali sebagai diriku yang putih bersih. 

Kali ini, aku akan menjadi Yagiri Eito yang baru dan mengulang pertemuan dengan Ojou

Dengan melupakan semua yang pernah kulakukan karena memanfaatkan Ojou, aku ingin berdiri dengan bangga di sampingnya. 

Aku terjebak dalam pemikiran yang sangat memalukan seperti itu. 

(Bodoh sekali... meskipun aku berusaha menjauh, kenyataannya aku terkejut ketika disuruh menjauh...) 

Aku berusaha terus menipu Ojou

Aku tidak berhak merasa terkejut. 

...Bahkan sekarang, karena aku belum bisa mengungkapkan bahwa ingatanku telah kembali, jadi kurasa itu tidak mengubah fakta bahwa aku menipunya. 

(Yah, tidak masalah...bukan berarti kami tidak akan pernah bertemu lagi...) 

Sebenarnya, meskipun aku sudah pindah, aku masih bisa bertemu dengannya di sekolah. 

Kami bersekolah dari rumah yang berbeda. Kami akan masuk ke kelas dan bertukar sapa. Kami akan mengobrol santai. Bukan sebagai majikan dan pelayan, melainkan hanya sebagai teman sekelas. 

Layaknya siswa SMA biasa yang selama ini kuinginkan. 

Aku tidak dibuang oleh ibuku atau Hikari. 

Sekarang aku memiliki ayah tiri dan ayah baru. 

Keluarga yang memuaskan. Pemandangan yang aku cari. 

Aku merasa senang. Aku bisa menghabiskan waktu dengan Nii-san. 

Tak ada yang kurang dari rumah baru ini.

Pertemuan keluarga yang sempurna.

Tentunya ini akan mengisi kekosongan yang selama ini menumpuk di hatiku. 

Walaupun sekarang, aku bisa mengembalikan waktu berharga sebagai saudara." 

Namun, kenapa ya... 

Kenapa rasanya ada lubang besar di hatiku?

Kupikir aku akan terbiasa dengan rumah ini setelah tinggal di sana cukup lama, tapi tetap saja aku tak bisa.

Tak ada yang perlu dikecewakan.

Seharusnya tak ada.

Kenapa hatiku begitu gelisah?

 

──────✧❅✦❅✧──────

 

“Akhir-akhir ini, kamu kelihatan sangat murung, ya?

Sambil memiringkan kepalanya, Yukimichi menggigit sandwich yang dibelinya di toko.

Setelah mengunyah roti, mengisinya hingga penuh, lalu menelannya, ia membasahi mulutnya dengan jus dalam kemasan kertas. 

Kamu akan pergi ke luar negeri, kan? Kamu akan menjalani kehidupan baru di tempat baru.

Ah... iya, benar begitu sih. 

Ngomong-ngomong, aku belum memberitahu Yukimichi tentang ingatanku yang telah kembali. 

Yukimichi... aku ini orang yang seperti apa sih?

“Kamu pernah menanyakan hal itu sebelumnya. Kamu adalah orang yang sangat tidak peka.

“Tidak peka terhadap orang-orang di sekitarku, dan tidak peka terhadap diriku sendiri. Aku memang seperti itu... ya? 

Benar. Tapi, akhir-akhir ini, kau memang terlihat sangat tidak peka.

Setelah menghabiskan sandwich, Yukimichi mengumpulkan kertas pembungkusnya dan meremasnya. 

“Jelas-jelas kamu tidak baik-baik saja sejak pindah. Dan orang-orang di sekitarmu juga menyadarinya, termasuk adikmu. 

Ugh...

Sepertinya aku telah membuat mereka khawatir. Dan aku bahkan tidak menyadari bahwa aku membuat mereka khawatir. Itu memalukan. 

Loyalitasmu terhadap Tendou-san bukanlah hal sepele. Seluruh hidupmu ada untuk Tendou-san, dan kamu bangga akan hal itu.

Setelah menghabiskan jus dalam kemasan, Yukimichi berjalan menuju tempat sampah terdekat. 

Aku sebenarnya cukup menyukai sisi itu darimu. Karena kamu selalu memikirkan Tendou-san, kata-katamu padaku tidak ada yang bohong. Tidak ada kata-kata murahan yang hanya untuk menjalin koneksi dengan keluarga Tendou. …Karena itulah, aku bisa berbagi apa saja denganmu. Tentang cuaca, tentang siapa yang kamu dekati, tentang menu baru di kedai gyudon, semua obrolan yang tidak ada manfaatnya.

Ia kemudian membuang kertas pembungkus dan kemasan jus yang kosong ke tempat sampah. 

Oleh karena itu, ceritakan apa saja padaku. Hal-hal yang tidak bisa kamu ceritakan kepada Tendou-san. Hal-hal sepele maupun yang memalukan. Sekarang, aku akan jadi tempat sampah untuk semua kebodohan itu.

Yukimichi... 

Benar. Pria yang aku kenal sebagai Kazami Yukimichi memang orang yang seperti ini. Ia adalah orang yang bisa kupercayai. Selalu bisa berbagi kata-kata tanpa beban. Bisa membicarakan apa saja. 

Sebenarnya...

Tanpa kusadari, aku mulai berbicara. 

Hal-hal yang bahkan tidak bisa kuceritakan kepada Ojou. Tidak, justru karena Ojou-lah, aku tidak bisa membicarakannya. 

Kekosongan yang ada di hatiku. 

Ketakutan akan kesendirian. 

Bahwa aku melayani Ojou karena aku tak ingin sendirian.

Bahwa aku telah memanfaatkan Ojou.

Bahwa aku merasa bersalah karenanya, dan berutang budi padanya.

Bahwa aku ingin melupakan semua itu dan bersikap normal saja. 

Alasan aku di sini bersama keluargaku sekarang...bukan karena Tendou-san yang menyuruhku. Aku yakin aku juga memanfaatkan keluargaku. Untuk menjadi orang normal. Untuk menjadi normal dan bisa berdiri di samping Tendou-san tanpa rasa bersalah... 

Mungkin. Jika untuk melayani Tendou-san, kamu akan memikirkan hal seperti itu. Itulah Eito yang aku kenal. Namun... memangnya ada masalah dengan itu? 

Eh?

Cinta tanpa pamrih memang hal yang baik. Membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan merupakan kebajikan. ...Tapi jika tindakan yang terencana dianggap buruk, kurasa itu tidak benar. Pada dasarnya, manusia pasti bergerak dengan sedikit banyak perhitungan.

Yukimichi yang sering berbicara tentang banyaknya orang yang mendekatinya cuma demi bisa menjalin koneksi dengan keluarga Tendou, mengungkapkan kata-kata yang mengejutkan. Mungkin ekspresi di wajahku menunjukkan keterkejutanku. Yukimichi melanjutkan dengan senyuman pahit. 

Ada berbagai jenis perhitungan. Misalnya, mengajak pria yang disukai berkencan karena ingin diperhatikan... itu juga bisa dibilang perilaku perhitungan, kan? Bukan cinta tanpa pamrih. Bagi orang tersebut, ada keuntungan bisa berkencan dengan orang yang disukai. Tapi apa itu hal yang jelek? 

…Tidak. 

Benar, kan? Sebenarnya kamu itu terlalu kaku. Aku mengerti bahwa sebagai pelayan Tendou-san, kamu harus menjadi yang terbaik. Tapi, Tendou-san juga bertindak dengan perhitungan dalam kesehariannya. Jadi kamu tidak perlu terlalu memikirkannya, kan?

Sepertinya aku memang memiliki pandangan yang baik terhadap teman-temanku.

Sungguh menyenangkan memiliki teman dekat seperti Kazami Yukimichi yang dengan tegas menyatakan hal-hal seperti ini. 

Tapi... jika begitu, kenapa aku merasa seperti ini...

Aku meletakkan tanganku di dada seolah-olah ingin merasakan sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak terlihat. 

“Aku merasa aneh sejak kepindahanku. Seharusnya aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Pertemuan kembali dengan keluarga. Menjadi siswa SMA biasa. Keluarga yang bahagia... meskipun begitu, sekarang aku merasa seperti ada lubang besar di dalam dadaku. Seharusnya aku bisa berdiri dengan bangga di samping Tendou-san. 

Seharusnya ini seperti mewujudkan mimpiku

Namun, ada lubang yang lebih besar dari kekosongan itu. 

Kamu benar-benar tidak peka terhadap dirimu sendiri, ya? Bukannya itu sudah jelas?” 

Dengan nada keheranan, Yukimichi mengangkat bahunya dan sekali lagi menyatakan. 

Itu karena kamu merasa kesepian.

Kesepian... eh?

“Di-bi-la-ngin, kamu merasa kesepian karena terpisah dari Tendou-san. Kamu sekarang di luar negeri. Tidak bisa bertemu dengan mudah seperti sebelumnya, dan jarak fisik juga sangat jauh.

Kesepian... memangnya aku masih anak-anak?

Ya, berarti kamu memang anak-anak.

Yukimichi tersenyum nakal, seperti anak yang usil. 

Ngomong-ngomong, kita masih siswa SMA, kan? Lagipula, kamu selalu berada di samping Tendou-san. Tiba-tiba menjadi orang asing tentu saja membuatmu merasa kesepian.

Anehnya, ucapan Yukimichi cukup menusuk batinku. Setiap kata dari teman dekatku mengisi kekosongan yang aku kira tidak ada dasarnya. 

Tendou-san memerintahkanmu untuk pergi ke keluargamu, kan? Kamu mematuhi perintahnya, tapi tetap saja merasa kesepian. Itu terlihat jelas bagiku.

Kesepian, ya...

Kata kesepian yang diucapkan terasa sangat berat. 

Seperti potongan teka-teki yang akhirnya pas di tempatnya. 

Pria yang kukenal, 'Yagiri Eito, pelayan keluarga Tendou,' adalah tipe pria yang patuh pada perintah. Tapi, sekarang kamu bukan pelayan Tendou-san lagi, dan kamu tidak memiliki ingatan, kan? Jadi, ada hal lain yang bisa kamu lakukan, bukan?

…Yukimichi, apakah kamu mungkin menyadarinya? Tentang ingatanku— 

Apa yang kamu bicarakan? Yagiri Eito-kun yang sedang kehilangan ingatan?

…Tidak. Terima kasih.

Namaku adalah Yagiri Eito. 

Seorang pelayan yang melayani keluarga kaya, Tendou. 

Aku melayani putri mereka yang bernama Tendou Hoshine. 

Namun. 

Sekarang, aku bukan lagi 'pelayan dari keluarga Tendou', tetapi 'pria yang kehilangan ingatan, Yagiri Eito'. 

Ada beberapa hal yang bisa kulakukan justru karena aku telah kehilangan ingatanku sekarang.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama