
Bab 2
“Hmph, hmph!”
“......”
“Kuze-kun~ yang semangat ya~!”
Seorang Sage yang mengayunkan buku sihir
tanpa ragu menghadapi monster yang muncul tiba-tiba. Di belakangnya, sang
pahlawan dan Saintess
mengikuti.
Berdasarkan pemikiran Masachika,
seharusnya Alisa, yang merupakan kelas depan yang tahan serangan, berdiri di
depan. Lebih jauh lagi, seharusnya mereka menyewa seorang pengintai untuk
memeriksa keamanan di depan... namun, tidak ada yang melakukan hal semacam itu.
Sebenarnya, mereka merasa tidak perlu melakukannya.
Karena di dunia ini, entah
kenapa, monsternya tidak
pernah menyerang secara tiba-tiba. Baik itu kelinci bertanduk, serigala
bertanduk, atau goblin, semuanya pasti muncul terlebih dahulu. Mereka tidak
menyerang dari samping atau melempar batu dari semak-semak. Mereka pasti muncul
di depan, dengan suara dan pose yang entah untuk menakut-nakuti atau hanya
pertunjukan pertemuan, sebelum memasuki sikap bertarung.
“Oh,
ada musuh lagi...”
Saat itu,
ada tiga goblin yang muncul
secara bersamaan, berbaris sejajar dan mengeluarkan suara “Gya gya gya!”
sambil mengangkat tongkat mereka. Gerakan mereka yang sangat teratur membuat
seseorang meragukan apakah semangat ksatria menghormati duel telah meresap
bahkan ke monster-monster lemah di dunia ini. Namun...
“Ya,
ya, terima kasih atas kerja kerasnya.”
Semangat itu tidak menjadi
perhatian bagi party pahlawan
yang bukan penduduk dunia ini, sehingga Masachika dan yang lainnya dengan
berani menyerang secara tiba-tiba, bahkan kepada lawan yang sedang
mengintimidasi mereka.
Mengabaikan intimidasi
goblin, Masachika menancapkan senjata tumpul (buku
sihir)-nya ke dahi goblin. Dengan keterampilan khususnya 《Pengalaman
yang Diperoleh Sepuluh Kali Lipat (kecuali olahraga bola)》, serangannya yang jauh melampaui nilai level
dan status yang sesuai di area ini membuat goblin malang itu segera menghilang
menjadi partikel cahaya.
“Hyuu~♪ Keren sekali, Master! Sifatmu yang tidak memberi ampun kepada musuh
membuatku terpesona!”
Mengabaikan pujian dari
Yuki si setan kecil, Masachika mengangkat
bukunya sekali lagi. Namun, meskipun rekan-rekannya telah diserang tanpa ampun,
serangannya kini sepertinya akan menghantam dirinya sendiri. Goblin yang
tersisa tidak marah dan tidak berteriak, “Kami
masih dalam proses mengintimidasi!”
mereka dengan tertib menyelesaikan serangkaian intimidasi sebelum akhirnya
bersiap untuk bertarung—sebelum itu, buku sihirnya menancap di pelipis goblin.
“Gyaaa!”
Dengan teriakan yang
terdengar seperti bacaan monoton, goblin itu menghilang dalam partikel cahaya. Tanpa melihat ke arah
itu, Masachika berpura-pura tidak mendengar tatapan yang ingin mengatakan
sesuatu dari belakang, sambil secara mekanis memeriksa poin pengalaman dan uang yang
diperoleh yang muncul di sudut pandangnya.
“Baiklah, kalau begitu, mari kita lanjutkan.”
Dengan begitu, sambil
terus melakukan penyerangan sepihak yang bisa dibilang bukan pertarungan oleh
penyihir otot, party pahlawan
melanjutkan perjalanan mereka. Dan, dengan cepat, mereka tiba di kota
berikutnya.
“......
Eh, bukannya ini aneh?”
“Kita pastinya tidak berjalan sejauh ini, ‘kan...?”
Sambil menoleh ke belakang
melihat padang rumput yang luas, Masachika dan Alisa dengan tenang mengomentari
situasi.
Ibukota
kerajaan yang mereka tinggalkan sekitar satu jam yang lalu kini sudah tersembunyi
di ujung cakrawala. Ya, satu jam yang terasa. Mereka seharusnya berjalan kaki
melintasi padang rumput yang luas, namun ketika menyadari, mereka sudah
melewatinya. Seolah-olah mereka tiba-tiba saja melakukan teleportasi,
pemandangan itu terasa melesat. Atau mungkin...
“Rasanya
seperti terjadi perubahan area.”
“Sudah
kuduga, pasti begitu ya?”
“Apanya?”
“Tidak,
maksudku... mungkin kita sudah mengalami perubahan area. Mungkin setelah
dianggap menaklukkan area padang rumput, kita langsung dipindahkan ke area
berikutnya... atau lebih tepatnya, ke kota. Jika dipikir-pikir, kelompok goblin
dan serigala bertanduk tadi itu mungkin dianggap sebagai bos...?”
Masachika memberikan
penjelasan, tetapi Alisa tampaknya tidak banyak pengalaman bermain game semacam
ini, hanya mengerutkan dahi dan memiringkan kepala. Saat itu, Maria mengangkat
jari telunjuknya dan berkata.
“Lihat,
dalam pertunjukan teater, latar belakang bisa tiba-tiba berubah dan berpindah
tempat, ‘kan? Mungkin rasanya
mirip dengan itu.”
“Tidak,
itu sepertinya berbeda...”
“Ah,
mungkin aku sedikit mengerti...?”
“Jadi, kamu
mengerti, ya...!?”
Alisa menunjukkan
pemahaman aneh terhadap perumpamaan unik Maria. Ketika Masachika melihatnya
dengan ekspresi yang agak bingung, Yuki menyilangkan kedua lengan dan
mengangguk.
“Permainan
yang lancar, luar biasa.”
“Malahan
terlalu lancar... Yah, bahkan di dalam game, biasanya di awal
kita bisa segera pergi ke kota berikutnya, dan tergantung pada jenis game-nya, kita bisa menyelesaikan
cerita utama dalam waktu sekitar sepuluh jam... Namun jika dipikir-pikir lagi dengan tenang, itu juga cerita
yang aneh.”
Jelas-jelas aneh bahwa
mereka seharusnya berpetualang di dunia yang luas, namun perjalanan mereka
selesai dalam beberapa jam. Itu berarti banyak waktu perjalanan yang dipotong
di berbagai tempat...
“Ketika
merasakannya seperti ini... benar-benar terasa seperti kepentingan sendiri,
atau lebih tepatnya, penuh dengan ketidakcocokan, dunia game ini.”
“Orang-orang
di kastil bilang, untuk sampai ke kastil raja iblis, kita harus melewati tujuh
kota, ‘kan? Jika begini terus, kita bisa tiba di
kastil raja iblis dalam waktu kurang dari sehari, bukan?”
“Mungkin
karena ini adalah area awal, jadi tingkat kesulitannya sangat rendah... Lagi pula, kita pasti
harus menginap di kota saat malam tiba, jadi tidak mungkin kita bisa sampai dalam sehari."
Setelah mengatakan itu, Masachika
menambahkan, “Aku juga ragu kalau kita
bisa tidur di tempat yang kita inap.”
Sebagai catatan,
sebenarnya hanya sampai kota keempat yang bisa disebut kota, setelah itu akan
menjadi benteng atau pos. Kota keempat berdekatan dengan perbatasan, dan setelah
itu adalah wilayah monster yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Dan itu
menjadi medan perang melawan ras iblis.
“Baiklah,
untuk saat ini, mari kita pergi sejauh
mungkin sebelum matahari terbenam.”
“Setuju.”
“Iya~!”
Dengan kebijakan untuk bergegas maju secepat mungkin, ketiga orang
itu hanya menukarkan item yang mereka dapatkan dan membeli barang, lalu segera
meninggalkan kota dan menuju kota berikutnya. Setelah itu… sekitar tujuh jam
terasa berlalu.
Tanpa ada masalah besar, mereka berhasil melanjutkan perjalanan dengan
mengalahkan musuh menggunakan buku sihir, melewati kota kedua dan ketiga, dan
saat melihat kota keempat… kemajuan Masachika dan teman-temannya terhenti.
“Uoohhh!?”
Karena
dirinya tidak mempunyai
waktu untuk menghindar ke samping, Masachika
menghindar dengan berlari sekuat tenaga dari tongkat besar yang diayunkan ke
bawah dari atas. Tongkat yang panjangnya tiga meter dan tebal lima puluh
sentimeter, dengan duri-duri di permukaannya, mengeluarkan suara dentuman yang
mengguncang tanah. Jika terkena langsung,
bukan hanya hancur, mungkin dirinya akan
menjadi terpecah-pecah, dan rasa takut
menyergap punggung Masachika.
“Tidak, tidak, tidak, ini terlalu menakutkan! Ada Iblis asli dengan senjata tongkat! Tingkat kesulitannya tiba-tiba meningkat drastis, oi!?”
Di antara tebing-tebing
yang curam, di pintu keluar lembah kering, di depan mereka berdiri seorang iblis bermata satu dengan kulit merah hitam
setinggi lima meter, Masachika mau tak mau berteriak
dengan nyaring. Seolah merespons teriakannya, mata besar dari Iblis yang biasa dinamakan sebagai Cyclops
itu perlahan-lahan mengangkat tongkat dan menatap Masachika dengan tajam.
“Geh!”
“Gaaahhh!”
“Uhiiii!?”
Dengan suara yang
menyedihkan, Masachika melemparkan tubuhnya ke tanah untuk menghindari tongkat
yang diayunkan dari atas. Suara berat melintas di atas kepalanya, bersamaan
dengan tekanan angin yang membuatnya ketakutan, Masachika berguling menjauh
dari monster Cyclops.
Setelah merasa kalau dirinya sudah cukup
jauh, Masachika bangkit dan melihat ke arah monster tersebut. Ketika melihat bahwa monster itu melepaskan satu tangan dari
tongkatnya, mengarahkan telapak tangan kirinya ke arahnya, ia merasakan firasat
buruk.
“Jangan-jangan…”
Monster
Cyclops itu membuka mulut besarnya yang dipenuhi gigi
tajam, seolah mengonfirmasi firasatnya.
“Fireball!”
Suara berat yang terdengar
seperti dari dasar lubang got, diikuti
dengan suara ledakan udara… saat itu, Masachika sudah berlari.
“Dia bisa menggunakan sihir!? Lah, kenapa sihirnya juga dalam bahasa Inggris, sih!?”
“Mungkin
sihir ras iblis
berbeda dengan sihir manusia? Entahlah, aku
sendiri enggak tahu juga, sih.”
“Enak sekali ya kamu bisa santai!”
Masachika berteriak kepada
Yuki yang tampak tenang, sementara dirinya
menutup rapat tudung jubahnya untuk melindungi kepala dan berlari sekuat
tenaga. Di belakangnya, bola api meledak, gelombang panas membakar punggung
jubahnya.
“Uwaah!?”
Sembari merasakan
panas yang menyengat di punggungnya,
Masachika melihat ke arah bilah HP di
sudut pandangnya yang tidak menunjukkan perubahan. Mungkin, jubah ini dan
perisai yang dikenakan Maria melindunginya dari kerusakan panas.
“Eeeeiiiii!?”
Ketika Masachika
mengalihkan pandangannya ke arah suara teriakan yang terdengar, ia melihat
Alisa menyerang Cyclops yang telah melepaskan sihir ke arahnya. Namun, Cyclops
dengan cepat menarik kakinya untuk menghindari serangan Alisa yang mencoba
memotong bagian kakinya.
“U-Upss?”
Alisa yang secara harfiah
hanya mengayunkan pedangnya ke udara kehilangan keseimbangan. Saat itu, Cyclops
mengangkat tongkatnya dengan sembarangan.
“【Dinding Pertahanan】!”
Suara tajam Maria
terdengar dari belakang. Segera setelah itu, dinding cahaya muncul di antara
Alisa dan Cyclops, berhasil menangkis serangan Cyclops. Karena reaksi tersebut,
Cyclops terhuyung-huyung dan mundur beberapa langkah. Jelas ini adalah
kesempatan untuk menyerang, tetapi melihat kaki raksasa itu yang menghantam
tanah dengan keras, Alisa dan Masachika tidak berani mendekat. Jika mereka
terlalu dekat, mereka bisa saja diinjak oleh kaki besar itu. Akibatnya, situasi
terhenti selama beberapa detik.
“Tidak… ini jelas-jelas kita harus mengandalkan pasukan garda belakang, ‘kan?”
Masachika bergumam, dan
itu bisa dimengerti. Monster Cyclops
ini berbeda dalam segala hal dibandingkan musuh yang mereka hadapi sebelumnya.
Pertama, tubuhnya yang berukuran raksasa. Musuh terbesar yang
mereka lawan sebelumnya adalah harimau raksasa dari area sebelumnya, yang
memiliki panjang lebih dari empat meter. Namun, itu hanyalah hewan berkaki
empat. Saat menyerang dengan menggigit, bagian kepala yang menjadi titik lemah
berada di depan, jadi masih lebih mudah untuk dilawan.
Di sisi lain, Cyclops ini
berjalan dengan dua kaki. Ukurannya membuat lutut Cyclops berada pada tingkat
kepala Masachika, sehingga tidak mungkin untuk menyerang kepala atau bahkan
jantungnya. Ditambah lagi, monster itu
membawa senjata dan juga menggunakan sihir.
(Biasanya, titik lemah
mereka adalah mata… tapi… itu tidak
bisa dijangkau. Pokoknya,
seharusnya ada posisi tank
bertahan yang dilengkapi dengan armor berat, sementara serangan jarak jauh
diarahkan ke mata… tunggu? Serangan jarak jauh?)
Masachika tiba-tiba
menyadari dan tanpa sadar melihat ke arah Alisa. Pada saat itu, Cyclops yang
sudah memperbaiki posisinya mengangkat kedua tangannya dan mengaum. Melihat
bahwa pandangannya tertuju pada belakang… Maria, yang telah menangkis
serangannya dengan sihir, Masachika seketika mengambil keputusan.
“Alya! Cepat lindungi
Masha-san dan serang matanya dengan sihir! Aku
akan menarik perhatiannya!”
“Eh…”
“Cuma kamu yang punya serangan jarak
jauh! Tolong!”
Tanpa menunggu jawaban
Alisa, Masachika melompat ke depan Cyclops.
“Ayo… aku yang akan jadi lawanmu!”
Menghadapi Cyclops yang
berlari ke arahnya sambil mengangkat tongkatnya, Masachika menggigit bibirnya dan berusaha keras menekan
rasa takutnya.
(Aku harus tenang, aku tidak perlu khawatir… aku
punya pengalaman yang didapat sepuluh kali lipat! Level dan statusku saat ini
pasti jauh melebihi nilai yang tepat untuk melawan yang ini! Ditambah lagi, Cyclops ini pasti bukan tipe
pejuang murni. Karena monster ini
menggunakan sihir, kekuatan bertarung jarak dekatnya pasti lebih rendah
dibandingkan tank murni! Jadi, tidak peduli seberapa besar perbedaan ukuran,
seberapa mengesankannya kekuatan fisiknya…)
Setidaknya! Secara statistik, aku
seharusnya bisa bertarung langsung! Dengan
setengah menghipnotis dirinya sendiri, Masachika menurunkan pinggulnya dan
menggenggam buku sihirnya erat-erat. Dan,
“Gaaahhh!”
“Uoohhh!”
Cyclops itu mengayunkan tongkat besinya ke
bawah, dan dengan sekuat tenaga, Masachika
menghantamkan buku sihir ke arahnya. Tongkat besi yang diayunkan secara
horizontal seolah-olah menghalau penghalang yang mengganggu. Dengan gerakan
seperti pelempar bisbol, ia menampar buku sihir itu dengan
kekuatan penuh.
Jika
kejadian ini terjadi di dalam kenyataan, guncangan yang terjadi di titik kontak itu pasti dengan
mudah akan membuat lengan kanan Masachika patah. Namun, perhitungan kerusakan
di dunia ini dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, seperti permainan
kartu. Artinya, ketika serangan bertabrakan. Pihak yang menghasilkan jumlah
kerusakan lebih besar akan memberikan kerusakan tambahan kepada lawan, dan dari
situ, nilai pertahanan lawan akan dikurangi untuk mendapatkan kerusakan aktual.
Secara ekstrem, meskipun dipukul dengan tongkat besar atau dihantam dengan
meteor raksasa, jika dirinya dapat
membalas dengan kekuatan yang lebih besar, maka Masachika
tidak akan menerima kerusakan. Dan akhirnya,
“Terbanglah!”
Saat Masachika mengayunkan
buku sihirnya, tongkat besi Cyclops
terlempar jauh, dan bar HP yang ditampilkan di atas kepalanya berkurang sedikit
pada bagian bawah. Sementara itu, bar HP Masachika tetap penuh.
“Huhahahahahaha! Rasakan tuh pengalaman cheat ini! Serangan
adalah pertahanan terbaik! Tidak perlu peran pelindung! Sang Sage pemukul ini akan menunjukkan apa
itu namanya tank pemukul!”
Masachika berusaha
menyembunyikan ketakutannya dengan berpura-pura percaya diri. Suaranya sedikit
melengking, tetapi itu hanya hal kecil.
“Suara
melengking, tahu, konyol banget,
lol!”
“Berisik!”
Masachika membalas dengan
suara pelan kepada adiknya yang tidak mau melewatkan kesempatan itu, sambil
mengatur buku sihirnya. Monster Cyclops itu juga, setelah menyadari serangan
balasan yang tidak terduga dari lawannya, dan pada
saat itu mengalihkan pandangannya dari Maria ke Masachika.
“【Panah Besar】!”
Dengan rapalan mantra dalam bahasa Rusia dari Alisa,
batu berbentuk panah diluncurkan dari belakang Masachika.
“Oh,
hebat banget~ kelihatannya seperti
peluru meriam!”
Yuki menatap serangan itu dengan kagum,
tetapi batu yang terbang dengan kecepatan lambat itu segera dihindari oleh
Cyclops hanya dengan sedikit memiringkan kepalanya.
“Ah,
meleset──”
“Tidak,
teruskan saja! Aku tadi sudah
bilang untuk mengincar matanya, tapi
lebih baik dengan jangkauan yang lebih luas! Setiap kali aku menyerang, tembakkan ke arah
kepalanya!”
“Ak-Aku
mengerti!”
“Masha-san, bisa tolong tahan dengan sihir pertahanan jika monster ini bergerak ke arahmu? Selain itu, kamu
harus
berhati-hati dengan sihirnya!”
“Oh,
iya!”
Sambil memberikan instruksi kepada kepada kedua rekannya, Masachika
dengan hati-hati mengamati sikap Cyclops, dan untungnya, mata tunggal Cyclops
tertuju pada Masachika. Mungkin karena sihir Alisa tidak mengenai sasaran,
tetapi tampaknya Masachika masih menjadi target utamanya.
(Jika
dipikir-pikir dari sudut pandang game... tindakan untuk menarik
perhatian monster adalah memberikan kerusakan dan menyembuhkan, bukan? Jika ada
keterampilan provokasi, itu bisa dengan cepat menarik perhatian...)
Namun sayangnya, Masachika
yang bukan kelas tanker
tidak memiliki keterampilan tersebut. Dalam situasi ini, mengelola nilai
perhatian menjadi jauh lebih sulit.
“Yah,
aku tidak punya pilihan lain selain
menggunakan item penyembuh... semoga bisa mengatasinya!”
Sembari
mengucapkan hal itu dengan lantang,
Masachika menatap kembali mata tunggal Cyclops. Meskipun merasa tertekan oleh
tongkat besi yang mendekat dengan menakutkan, ia dengan paksa membalas
menggunakan buku sihirnya.
Dari situ, berlangsunglah
pola pertahanan dan serangan yang cukup teratur.
Karena masalah jangkauan, Masachika
tidak bisa melancarkan serangannya,
jadi ia hanya fokus untuk menghadapi serangan
Cyclops. Setiap kali mereka bertarung, Alisa menembakkan sihir ke arah kepala
Cyclops. Setiap kali Cyclops menggunakan sihir, Maria melindungi mereka.
Keduanya kekurangan
serangan pamungkas, dan
saat Masachika bersiap untuk pertempuran yang panjang, sesuatu yang tak terduga
terjadi.
“Gyaaaah!!”
“Eh──”
Itu karena sihir
elemen air yang dilepaskan Alisa. Itu hanyalah sihir yang tidak terlalu kuat,
hanya menabrakkan gumpalan air besar. Alisa tampaknya terpaksa melepaskan sihir
itu untuk mengatasi kebuntuan... Namun, begitu air tersebut menyentuh permukaan tubuh
Cyclops, suara mendesis muncul, dan asap mulai naik.
“Ap-Apa
ini...?”
“Begitu
rupanya, jadi ini kelemahan elemennya! Dia lemah terhadap
air!”
Jika dipikir-pikir,
menggunakan sihir elemen api dan memiliki kulit yang merah kehitaman memang
sudah menjadi tandanya. Masachika
menggigit bibirnya karena ketidakwaspadaan yang tidak disadarinya sebelumnya,
lalu berlari maju dan menghantamkan buku sihirnya ke tulang kering kanan
Cyclops yang berjuang dalam rasa sakit. Setelah itu, dirinya segera mundur dengan langkah cepat dan
memanggil Alisa di belakangnya.
“Baiklah! Mulai sekarang, serang dia dengan sihir elemen air! Tapi jangan terlalu berlebihan, karena nanti perhatiannya akan beralih kepadamu!”
“Aku
mengerti!”
Sejak saat itu, arah
pertempuran berubah drastis. Ternyata, kulit Cyclops tidak hanya menerima
kerusakan saat terkena air, tetapi juga mengurangi daya tahannya, sehingga
serangan jarak dekat Masachika bisa mengurangi HP-nya dengan cepat. Selain itu,
setiap kali terkena air, tubuh Cyclops
akan terhuyung, sehingga situasi ini menjadi sangat menguntungkan party mereka.
Alisa menyerang dengan
sihir elemen air, sementara Masachika memukul dengan buku sihir saat Cyclops
terhuyung, dan ketika efek terhuyung hilang, Alisa kembali menyerang dengan
sihir. Serangan itu terus berulang beberapa kali.
“Wah, jika sudah begini, monster semacam dirinya jadi
boss yang mudah, ya?”
Meskipun sedikit merasa
bersalah karena seolah-olah menganiaya, Masachika terus memukul tulang kering
Cyclops yang terhuyung, entah sudah berapa kali.
Tung!
Namun, Masachika merasakan sesuatu yang aneh pada
dampak itu.
“Hmm?
Kenapa tadi keras──”
“Masachika-kun!”
“Mundur!
Ada sesuatu──”
Ia mendengar
suara peringatan dari kakak
beradik di belakangnya. Masachika segera memahami
alasannya.
Di depannya, kaki Cyclops
yang merah kehitaman tiba-tiba berubah menjadi biru, dan bulu-bulu tubuhnya
berdiri tegak.
(Bahaya──)
Begitu menyadari ada yang
tidak beres, Masachika menarik
kembali buku sihirnya dan melompat mundur... tetapi ia terlambat satu langkah.
“Gaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh!!”
Suara raungan monster Cyclops itu menggema dengan keras. Saat Masachika mengangkat pandangannya, ia
melihat tanduk di dahi Cyclops yang berwarna biru kehitaman, mengeluarkan efek
yang tidak menyenangkan.
Tanpa sempat berpikir,
sambaran petir yang dikeluarkan dari tanduk itu menghujani Cyclops di
sekelilingnya. Dan Masachika, pada saat terakhir, terjebak dalam area tersebut.
“Guggh!”
Semacam kejutan nyeri melintasi pusat tubuhnya.
Pada saat yang sama, semua sensasi dari tubuhnya terasa menjauh.
(Gawat, tubuhku... mati rasa...!)
Karena tidak
bisa mendarat dengan kakinya, Masachika terjatuh ke tanah dengan
punggung terlebih dahulu karena dorongan momentum
saat melompat. Selama proses itu, dirinya
melihat bar HP Cyclops yang bagian bawahnya sudah lenyap, dan bagian atasnya
tersisa setengah.
(Sial,
seharusnya… ketika HP-nya
tersisa seperempat, dia akan mengalami perubahan atribut!)
Kemungkinan serangan petir
ke seluruh area ini adalah tindakan pasti yang menyertai mode ini. Serangan
khusus yang membunuh di awal, membuat semua petarung
jarak dekat yang menyerangnya akan
terjebak.
“【Penyucian──】”
Dalam situasi di mana
anggota party terkena kondisi abnormal
untuk pertama kalinya, Maria mulai melafalkan mantra dengan beberapa detik
keterlambatan. Namun, hampir bersamaan dengan itu, Cyclops mengarahkan jari
telunjuk kanannya ke arah Maria.
Dan saat melihat mulut
besar itu perlahan terbuka… Maria melakukan kesalahan fatal.
“【Pertahanan──】”
Menyadari bahwa serangan
sihir akan datang, Maria secara refleks mengubah mantra yang sedang
dilafalkannya.
[Harap
berhati-hati, karena jika tidak melafalkan dengan benar saat mengucapkan
mantra, ada risiko sihir akan meledak.]
Nasihat yang disampaikan orang-orang istana telah dilupakan sepenuhnya. Akibatnya,
“Ah!?”
Kilatan
cahaya yang memancar dari ujung tongkat sucinya, dan
kedua mantra yang hampir dilafalkan Maria
gagal
sepenuhnya. Saat Maria tertegun akibat reaksi tersebut, sihir Cyclops pun
diaktifkan.
“Lightning”
Dengan suara yang mirip seperti ledakan udara, petir yang
menyembur dari jari tebal Cyclops mendekati Maria. Namun, di antara itu, Alisa
berdiri menghalangi── tetapi ini juga merupakan kesalahan fatal.
“Ugh!”
Kejutan
listrik langsung menyengat seluruh tubuhnya, tapi
seperti yang diharapkan dari seseorang yang
disebut pahlawan, Alisa tidak jatuh dan tetap bertahan. Namun,
“Ah!”
Sihir Petir
itu menembus Alisa dan menyerang Maria yang berada di belakangnya. Dan, entah
karena masalah ketahanan atau sial, Maria pun terjatuh dan menderita kelumpuhan sesaat karena mati rasa
seperti Masachika.
(Sial…!)
Saat Masachika menyaksikan
kejadian itu sambil berbaring telentang di tanah, gelombang bahaya menyapu seluruh tubuhnya.
Dua dari tiga anggota party tak bisa
bergerak karena terkena efek stunt sihir petir.
Satu-satunya yang tersisa juga dalam keadaan sedikit tertegun. Jika Alisa
selamat, dia bisa menggunakan item untuk menyembuhkan Maria, dan sihir Maria
bisa digunakan untuk menyembuhkan Masachika.
Namun, karena Alisa tidak menyadari bahwa sihir petir memiliki efek tembus, dia
malah terjebak. Dengan keadaan seperti ini, tidak ada cara untuk mencegah
serangan Cyclops berikutnya.
“Added
Attributes: Lightning”
Kemudian
terdengar rapalan mantra tidak menyenangkan yang
semakin memperparah situasi berbahaya Masachika dan yang lainnya.
Ketika ia melihat ke arah monster tersebut, tongkat besi yang
dipegang Cyclops bergetar kuat karena aliran daya listrik.
“Tsk!”
Mantra sihir yang menambahkan atribut pada
senjata dan memberikan tambahan kerusakan melalui atribut saat menyerang.
Dengan begitu, jika mencoba membalas menggunakan buku sihir seperti sebelumnya,
ia akan terkena dampak kejutan listrik dan
mati rasa lagi.
(Tolong…
setidaknya ke arah sini…!)
Doa Masachika menjadi
sia-sia, karena Cyclops
mengalihkan pandangannya ke Alisa dan Maria. Lalu, dengan teriakan, monster itu mulai menyerang dengan ganas.
“Bangkitlah!
Kamu sudah tidak mengalami kelumpuhan
lagi!”
“!!!”
Pada saat yang sama,
teriakan Yuki menggema di dalam kepala Masachika,
dan dia segera melompat bangkit.
Dia mulai berlari untuk
menyela antara Alisa dan Cyclops, tetapi…
“Sial! Aku tidak akan sempat!”
Masachika mungkin lebih
unggul darinya dalam hal status kecepatan,
tapi langkahnya terlalu berbeda. Dirinya
tidak punya cukup ruang untuk berputar ke depan. Yang bisa dilakukannya hanyalah melintas dari samping
dan memberikan satu serangan. Namun, seberapa efektif itu terhadap tubuh monster yang keras, Masachika sama sekali tidak tahu.
(Apa yang
harus kulakukan?
Apa ada sesuatu? Serangan efektif untuk menghentikan kakinya…!)
Suara Yuki kembali bergema di dalam pikiran Masachika saat dirinya dengan putus asa memikirkan solusi.
“Tenanglah sedikit, Master. Kamu sudah belajar saat
melawan kelinci bertanduk dan goblin, ‘kan?
Monster di dunia ini juga memiliki titik lemah sebagai makhluk hidup. Jika kamu
memukul tanduknya, itu akan membuatnya pusing, dan jika kamu memukul tenggorokannya,
itu akan batuk. Artinya──”
“!!”
Seketika itu juga, Masachika langsung mendapatkan ide. Ia berlari melewati sisi kiri Cyclops,
sementara seluruh sarafnya terfokus untuk mencari kesempatan.
Kaki kiri raksasa itu
mendarat di tanah. Masachika
menekan tanah dengan kuat, berdiri di atas jari kakinya, dan mengangkatnya ke belakang.
(Di,
sebelah…)
Kaki yang diangkat itu
melambat, berhenti, dan dengan kekuatan, dihempaskan
ke depan──
“Sini!”
Saat kaki kiri yang
diinjakkan melintas dekat tanah, Masachika
mengayunkan buku sihirnya dengan sekuat tenaga ke arah ujung jari kakinya.
“Rasakan ini! Serangan
hati-hati dengan sudut lemari!!”
Suara tumpukan yang
membentur terdengar menggema di lembah, dan Cyclops tersandung beberapa meter
di depan Alisa.
Pukulan keras ke ujung
jari kelingking kaki monster itu. Tindakan
yang diambil oleh orang-orang yang terkena serangan ini tetap sama sepanjang
zaman. Yaitu,
“Guaaa!? ”
Moster
Cyclops menahan jari kakinya yang terkena serangan dengan tangan.
Ternyata, Cyclops juga,
setelah beberapa langkah canggung, berjongkok dan membungkus kaki kirinya
dengan tangan. Namun, di sana sudah berada dalam jangkauan Alisa.
“Haaah!”
Menghadapi bola mata
raksasa yang turun di depannya, Alisa mengangkat pedang sucinya dengan posisi
bersiap. Kemudian, bersamaan dengan nama teknik yang diucapkan, dia
mendorong pedangnya dengan kuat.
“Serangan Penembus Batu!”
Cahaya lembut yang
menunjukkan aktifnya teknik bela diri (yang disebut aura pertarungan)
menyelimuti pedang suci, menembus bola mata Cyclops dengan kekuatan yang sama
saat ditusukkan, dan menembus hingga bagian belakang kepala. Bar HP yang
melayang di atas kepalanya berubah menjadi merah, dan dengan cepat menghilang.
“Gooaaaarrrr!!!”
Dengan teriakan kematian
yang megah layaknya karakter bos,
Cyclops melengkungkan tubuhnya dan jatuh lemas ke tanah… di tengah jalan, dia
menghilang menjadi cahaya. Sesaat setelah itu, pesan muncul di sudut pandang
yang menunjukkan pengalaman yang didapat dan levelnya naik empat tingkat
sekaligus.
“Akhirnyaaaaa, kita
berhasil~~~~~~… tadi itu hampir saja~~”
Setelah memastikan hal itu, Masachika merasa lega
dan langsung berjongkok di tempat.
Jika melihat hasilnya,
ketiga dari mereka hampir tidak mengalami kerusakan dalam pertarungan ini. HP
mereka selalu terjaga di atas delapan puluh persen, dan bisa dibilang itu
adalah kemenangan sempurna. Namun, itu sangat berbahaya. Pada akhirnya, bisa
dikatakan bahwa penyerang garda
depan sudah runtuh. Jika pertarungan itu berlanjut lebih lama, bukan tidak
mungkin salah satu dari mereka akan gugur
tanpa bisa memperbaiki posisi.
“Whhhhh~ tadi itu
menakutkan~~ maaf ya? Aku, salah menggunakan sihir.”
“Tidak, aku juga yang
lengah…”
“Aku juga, secara refleks
melompat ke depan saat serangan petir
muncul… seharusnya aku mendorong Masha untuk menghindar.”
“Dalam situasi seperti
itu, wajar jika kita tidak
bisa mengambil keputusan dengan cepat. Justru, kamu berhasil menyelesaikannya
dengan baik dari situasi itu.”
“Iya, iya, aku melihat
dari belakang, tapi Alya-chan kelihatan sangat keren!”
“Terima kasih… kamu juga,
sangat baik dalam menahan serangan. …Tapi, nama teknik itu agak aneh.”
“Oi tunggu, jangan katakan itu.”
Meskipun mereka merenungkan kesalahan masing-masing, mereka bertiga saling menghargai usaha satu
sama lain.
“Ngomong-ngomong,
kalau bicara tentang nama teknik, kamu juga tidak bisa mengkritik orang lain, ‘kan?”
“Jangan
bilang begitu... Mau bagaimana lagi,
‘kan? Itu kan skill."
“Yah,
katanya jika sudah terbiasa, kita bisa
menggunakan teknik tanpa mengucapkan namanya... Maksudku, kalau nama tekniknya
dalam bahasa Jepang, aku juga bisa menggunakannya. Kenapa aku tidak punya skill
untuk pertempuran jarak dekat, ya...”
“Aku
juga tidak memiliki hal seperti itu~ Mungkin tergantung pada profesinya, skill yang bisa dipelajari
sudah ditentukan?”
“Kemungkinan
itu sangat besar... Eh, tunggu! Kenapa sihir dari ras iblis menggunakan bahasa
Inggris? Kalau bahasa Inggris, aku juga masih bisa menggunakannya!”
“Apa
kamu bisa melafalkan dengan aksen seperti penutur asli?”
“…Kalau
dipikir-pikir, aku sedikit kurang percaya diri sih.”
Sambil membahas hal-hal
seperti itu, mereka bertiga perlahan-lahan melewati lembah kering dan
menuju kota baru yang terlihat jauh di sana.
“Jadi,
kita akan segera sampai di sana.”
“Kita
benar-benar berpindah tempat dengan cepat, ya..."
“Haha...
rasanya emang aneh, ya~”
Ketika mereka menyadari,
sebuah gerbang raksasa sudah ada di depan mereka, dan ketiganya tersenyum
samar. Namun, karena tidak ada gunanya memikirkan hal itu, mereka mencoba untuk
melewati gerbang, tapi
tiba-tiba penjaga gerbang memanggil mereka.
“Kalian
mau melintasi perbatasan, ya? Kalau begitu, lebih baik kalau kalian membeli tunggangan di toko
monster.”
“Senapan
mesin*?” (TN:
Pengucapannya sama tapi beda kanji dan Alya salah paham dengan arti lainnya)
“Kalau ada
senapan mesin di dunia ini, itu pasti bakalan kocak.”
“Alya... Kurasa
kamu sedang salah paham, jadi aku akan
bilang, tunggangan itu adalah hewan yang ditunggangi, ‘kan? Ini kan dunia fantasi, jadi pasti ada kendaraan selain kuda.”
“Oh,
jadi begitu...”
Melihat Alisa yang tampak malu-malu menyusutkan
bahunya, Masachika mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari penjaga gerbang.
“Kami
mau menuju benteng di depan, tapi...
apa lokasinya masih jauh?”
“Hmm?
Tidak terlalu jauh, tapi... jalanan pegunungan itu sulit dilalui bagi manusia,
loh? Lagipula, jika ada tunggangan, perjalanan akan jauh lebih mudah!”
“Begitu ya.”
Di dunia ini, monster
berbentuk hewan seperti kelinci bertanduk dan serigala bertanduk disebut makhluk
magis, sementara monster berbentuk manusia seperti goblin dan orc disebut
ras iblis. Yang terakhir tidak bisa dijinakkan, sementara yang pertama bisa,
jadi toko monster mungkin adalah tempat yang menjual makhluk magis yang sudah
dijinakkan.
“Ngomong-ngomong,
toko monster itu di mana...?”
“Oh,
itu—”
Kemudian, setelah
mendengar petunjuk dari penjaga gerbang yang ramah, mereka mulai berjalan ke
arah sana.
“Jadi
kita akan mendapatkan sarana transportasi di sini... Yah, sepertinya ini adalah
bagian kedua dari perjalanan, jadi meningkatkan mobilitas dengan kendaraan
adalah hal yang wajar.”
Ketika Masachika
mengucapkan hal itu, Maria, yang tampaknya lebih paham tentang fantasi
dibandingkan Alisa, tersenyum lembut.
“Aku
tahu tentang itu~ Kita akan melanjutkan
perjalanan dengan menunggangi burung
besar atau semacam dinosaurus kecil, ‘kan~?”
“Dinosaurus
kecil? Apa itu... aman? Jangan-jangan nanti kita digigit?"
“Tidak,
seharusnya sih tidak...
tapi, ya. Dalam kenyataan, bisa saja monster yang sudah dijinakkan menyerang,
ya...”
Masachika terkesan dengan
pertanyaan sederhana yang datang dari orang luar dan berkata bahwa ia tidak pernah memikirkan ide tersebut.
“Tapi
yah, mungkin ada semacam alat pengaman yang terpasang? Mungkin mereka
diperintahkan dengan sihir untuk tidak melukai pemiliknya...”
“Rasanya
itu juga rumit, ya...”
“Hmm...
yah, rasanya seperti dicuci otak, ‘kan? Kalau begitu, kita pilih yang seaman
mungkin, ya? Lagipula, aku tidak berharap banyak pada kemampuan bertarung
tunggangan.”
“Iya,
kalau bisa sih, aku ingin yang imut. Seperti kucing besar!”
“Tapi
itu pasti sangat sulit untuk ditunggangi... eh, sebenarnya aku juga meragukan
bisa naik kuda, sih?”
“Kalau
dipikir-pikir... aku dan Alya-chan juga tidak bisa naik, ya?”
“Hmm~ meskipun
kita bisa menungganginya, aku
tidak yakin bisa melintasi jalan pegunungan dalam keadaan seperti itu.”
Menyadari masalah yang mendasar, Masachika dan yang lainnya berhenti dan
saling memandang. Namun, setelah mendapatkan petunjuk yang begitu jelas, tidak mungkin
ada pilihan untuk tidak pergi ke toko monster.
“...
Yah, kita bisa memutuskannya lagi setelah
melihatnya langsung. Mungkin ada item
seperti alat sihir pelana yang tidak akan membuat
pemula terjatuh.”
“Iya,
benar.”
“Kira-kira
apa ada kucing besar enggak,
ya~?”
“...
Kalau dipikir dengan tenang, bukannya makhluk
yang dicari Masha-san itu binatrang yang mirip
singa?”
Sambil berdiskusi seperti
itu, mereka berjalan di tengah kota dan melihat toko monster yang mereka cari.
Meskipun mereka hanya mendapatkan petunjuk kasar dari penjaga gerbang, mereka
tidak mungkin melewatkannya. Ini karena bangunan itu memiliki garis tepi yang
jelas, sementara bangunan lain tampak samar seperti latar belakang.
“Walaupun
aku sudah merasakannya
di guild... rasanya aneh sekali kalau cuma bangunan
yang penting untuk cerita saja yang memiliki
kualitas grafik berbeda.”
“...
Mari kita coba untuk tidak memikirkan itu.”
Dengan ekspresi canggung,
mereka memasuki bangunan dan menyapa pemilik toko berjenggot yang jelas berbeda
dari penduduk lainnya, lalu diarahkan ke pintu belakang. Setelah keluar, mereka
melihat sebuah kandang besar yang terbuat dari kayu.
“Tunggangannya ada di dalam sana. Ada yang
berperilaku agresif, jadi jangan sembarangan mendekat, oke?”
“Oh,
baik.”
Sambil menjawab seperti
itu, Masachika
mengamati sekeliling dengan penasaran dan menggelengkan kepala.
“(…
Kalau dipikir-pikir dengan tenang,
kenapa ada di tengah kota seperti ini? Tidak ada ruang untuk membiarkan monster
berlari-lari, dan bagaimana jadinya jika
monster itu kabur?!)”
“(Oh iya, benar juga~. Biasanya, tempat yang lebih
cocok adalah di pinggiran kota, seperti padang rumput yang luas, kan?)”
“(…
Mari kita coba untuk tidak memikirkan itu juga.)”
Meskipun merasakan sedikit ketidaknyamanan, Masachika dan
yang lainnya masuk ke dalam kandang. Kemudian, seketika itu juga keraguan kecil mereka tidak lagi menjadi perhatian.
“Wah,
luar biasa!”
“Di-Dinosaurus? Ada sesuatu yang
benar-benar mirip seperti
dinosaurus!”
“Uwahh~
apa kita benar-benar bisa menaiki mereka? Keren sekali~!”
Di dalam kandang tersebut terdapat berbagai makhluk magis, mulai dari yang mirip kuda, burung yang mirip seperti burung unta, hingga
makhluk mirip dinosaurus pemakan daging yang kecil.
“…Apa itu aman untuk memelihara semuanya
bersama-sama?"
Menekan pertanyaan baru
yang muncul, Masachika dan yang lainnya melanjutkan langkah dengan mata yang
melirik ke sekeliling, seperti pengunjung baru.
“Kalau
bicara soal daya tahan, makhluk yang mirip kuda adalah yang terbaik. Untuk
kemampuan melewati medan yang buruk, burung atau kambing adalah pilihan yang
disarankan. Makhluk mirip naga berguna dalam pertempuran, tetapi makanannya
sulit didapat dan suaranya sangat keras, itu menjadi masalah.”
Sambil mendengarkan
penjelasan pemilik toko, Masachika secara tidak sengaja meraih makhluk mirip
kuda yang sedang minum air di dekatnya.
“…Kalau dilihat-lihat lagi dari
dekat, rasa aman dari makhluk mirip kuda ini luar biasa… meskipun ada tanduknya, sih.”
Saat tangannya diangkat,
makhluk itu menggelengkan kepala dan menghindar, dan ketika ia tersenyum pahit,
Yuki yang memperhatikannya berkata.
“Maksudku…
bukannya ini unicorn? Warnanya juga putih.”
“Hah?
Oh, setelah kamu bilang begitu…”
Mungkin karena sudah
terbiasa melihat kelinci dan serigala yang bertanduk, Masachika jadi sedikit beradaptasi. Namun, setelah dipikirkan, jika
ada kuda putih dengan tanduk, makhluk semacam itu
memang biasanya disebut unicorn. Meskipun, ini
hanya berdasarkan standar dunia asalnya.
“Wah~ cantik sekali~!”
“Ini
adalah kuda putih bersih yang belum pernah aku lihat sebelumnya…”
Melihat makhluk magis yang
sama, Maria dan Alisa
mengeluarkan suara kekaguman. Lalu, berbeda ketika berinteraksi dengan Masachika,
makhluk kuda putih itu dengan ramah menggesekkan wajahnya ke arah keduanya.
“…”
“Perbedaan
perlakuan ini… jadi makhluk ini
benar-benar unicorn?… Hah? Jadi, itu berarti kedua orang itu… hah, meskipun Masha-san sudah punya pacar?”
“Jangan
berpikiran jorok! Itu hanya kuda dengan tanduk! Hanya
itu saja!”
Sambil berteriak tajam, Masachika memberikan Yuki sebuah pukulan
meski tahu itu sia-sia. Kemudian, Alisa
memandang Masachika dengan tatapan bingung sambil menjauh dari makhluk kuda
bertanduk.
“Hmm,
tapi tetap saja, menurutku rasanya masih agak
menakutkan jika ukurannya
sebesar ini… Aku lebih merasa nyaman dengan ukuran makhluk mirip kambing.”
“Itu
mungkin benar… Hmm, kira-kira apa
ada makhluk yang mirip seperti kucing enggak, ya~?”
Dalam situasi seperti ini,
Masachika hanya bisa tersenyum pahit melihat Maria yang dengan santainya
mencari kucing besar.
“Sejauh yang kulihat, sepertinya tidak ada kucing di sini…”
“Hmm~ kalau begitu, anjing besar juga tidak
apa-apa, deh…”
“Tapi
makhluk semacam itu biasanya disebut
serigala di dunia ini…”
Sambil memberikan
tanggapan, Masachika tanpa sengaja mengintip ke dalam salah satu kandang kuda (?) dan di sana, ia melihat ada “anjing.”
Namun, dia adalah manusia yang memiliki telinga
dan ekor anjing.
Di atas karpet jerami yang
terhampar di tanah, ada kotak kardus yang dengan santai merusak suasana, dan di
dalamnya duduk seorang gadis beastman (?). Dari lehernya, tergantung
papan putih kecil yang juga mengabaikan suasana, dan dipegang dengan kedua
tangan terdapat tulisan dalam bahasa Jepang yang bertuliskan [Tolong pungut aku].
Sebenarnya… dari mana pun dilihat,
“Lah,
bukannya dia itu Ayano?”
Ya, persis seperti yang dikatakan Yuki, gadis itu memang Ayano. Lagipula dia
mengenakan kostum pelayan. Meskipun pakaiannya
itu agak aneh karena terlalu terbuka dan memperlihatkan pusarnya.
“…Apa
yang sedang kamu lakukan di sini?”
Pemandangan yang terlalu
santai untuk disebut sebagai perdagangan manusia… lebih tepatnya, hanya memberikan
rasa lelah, membuat Masachika terjatuh berlutut sambil bertanya. Lalu, Ayano
(?) dengan ekspresi datar dan tanpa suara, menggerakkan papan putih yang
dipegangnya ke atas dan ke bawah, meminta untuk dipungut.
“Tidak,
jika begitu, seharusnya tulisannya 'Tolong beli' bukan—”
“Hah?
Oh, tidak, yang itu bukan
barang jualan.”
“Hah?”
Saat ia berbalik, pemilik
toko yang tiba-tiba mendekat dengan wajah sedikit bingung sambil mengusap
janggutnya berkata.
“Tadi
malam, ketika aku ingin membersihkan kandang kosong, dia sudah tinggal di
sana tanpa izin. Yah, sepertinya dia
tidak berbahaya, jadi aku membiarkannya begitu saja…”
“Jangan
dibiarkan begitu saja. Apa tentang itu? Di dunia… di
negara ini, ras beastman diperlakukan sama seperti hewan?”
“Tidak?
Mereka diperlakukan sama seperti manusia pada
umumnya…”
“Kalau
begitu, jangan dibiarkan
begitu saja.”
“Tapi,
ya, bagaimana ya? Ketika aku menemukannya kemarin, ada
tulisan [DO NOT DISTURB] di papan itu…”
“Memangnya
ini hotel!?”
Masachika berkomentar
sambil memandang Ayano, tetapi Ayano hanya menggerakkan papan putihnya tanpa
suara. Sebenarnya, jika diperhatikan, ekornya juga ikut bergerak. Ekor anjing yang
melompat keluar dari kotak kardus itu bergerak ke kiri dan ke kanan seolah-olah berharap.
“Ahh~ kalau begitu, Nii-chan. Jika kamu tertarik padanya,
bisakah kamu membawanya pulang? Sepertinya dia juga menginginkannya…”
“Yah,
itu sih, tentu sa… tidak, aku harus berkonsultasi dengan
teman-temanku dulu…”
Setelah memanggil Alisa dan Maria, keduanya terkejut melihat
Ayano yang dengan gaya yang mirip seperti
anjing terlantar dari zaman dulu meminta pemilik baru. Namun, mereka setuju
untuk menambahkan Ayano ke dalam kelompok mereka.
Akhirnya, dampak dari situasi itu terlalu kuat sehingga mereka kehilangan minat
untuk mencari hewan tunggangan yang sebenarnya, dan ketiga orang itu keluar dari toko bersama Ayano.
(Apa sih yang sebenarnya terjadi…?)
Melihat kotak kardus yang
terus mengikuti Ayano yang berjalan, Masachika merasa bingung. Sementara itu, Alisa, yang telah menyelesaikan pengoperasian
menu sambil bergandeng tangan dengan Ayano, mengeluarkan suara bingung.
“Sementara
ini, kita sudah menambahkannya ke dalam party…
tapi sepertinya dia memang Kimishima-san. Namanya juga begitu… hanya saja, rasnya
tercatat sebagai ras anjing.”
“…Yah,
Yuki juga jadi semacam peri, jadi sepertinya tidak masalah, kan?”
“Pekerjaannya
sebagai pelayan… itu sesuai dengan penampilannya~. Hmm, tapi apa pelayan bisa
bertarung?”
“Entahlah?
Sepertinya dia memiliki banyak keterampilan yang berhubungan dengan penyamaran,
jadi dia mungkin bisa bertindak seperti seorang pembunuh…”
Selain itu, dia juga
memiliki keterampilan khusus. Nama keterampilan itu adalah 《Seorang
Pelayan Harus Menjadi
Seperti Udara》.
Efeknya adalah “Dengan
berkonsentrasi, dia bisa
menjadi seperti udara,” yang
terdengar sangat samar.
“…”
Mendengar nama
keterampilan yang sangat mencolok dan efek yang ambigu, Masachika terdiam. Alisa kemudian bersuara.
“Meskipun
begitu, kita tidak bisa berbuat banyak tanpa senjata. Mungkin kita harus
membelikannya senjata?”
Saat Masachika hampir
mengangguk pada saran yang sangat masuk akal itu, lengan hoodie-nya ditarik
dengan lembut. Ketika ia berbalik, Ayano yang diam-diam menatapnya, secara
perlahan mengangkat rok kostum pelayannya. Ketika dia melakukannya, terlihat di
bagian paha yang terekspos, ada pulpen mekanik yang terikat dengan sabuk.
Meskipun tidak menunjukkan
sikap bangga, Ayano menutup matanya dan menyunggingkan
sedikit ujung bibirnya seolah-olah menunjukkan suasana hati
yang percaya diri. Melihat wajahnya, duo kakak
beradik Kujou
yang sebelumnya terkejut dengan tindakan mendadak itu juga memiringkan kepala mereka dengan
canggung.
“Eh, jadi maksudnya.... ini senjatanya?”
“Umm,
oh, sepertinya tercatat sebagai senjata di bagian perlengkapan? 'Seperti
pulpen mekanik'… tapi itu bukan pulpen mekanik?”
“Ngomong-ngomong,
kenapa dia tidak berbicara dari tadi?”
Masachika melihat ke arah Ayano seolah-olah bertanya kepadanya, tetapi Ayano hanya
menggelengkan kepala. Mungkin dia terkena semacam kondisi abnormal yang
membuatnya tidak bisa berbicara… dan ketika memeriksa layar menu, tidak ada
penyebab yang terlihat.
“Hmm…
meskipun aku tidak terlalu mengerti, tapi sepertinya kita
butuh armor untuknya.”
Melihat kostum pelayan
Ayano yang terlalu terbuka (?), Masachika bergumam demikian.
Mungkin, ini terjadi agar
ekor anjingnya bisa keluar, tetapi… kostum pelayan Ayano terpisah antara bagian atas dan bawahnya, sehingga bagian dari pinggang
hingga bawah dada sepenuhnya terekspos. Selain itu, bagian atasnya tanpa
lengan, jadi ini lebih mirip bikini daripada kostum pelayan. Selain itu, bagian
belakangnya memiliki desain anyaman, sehingga punggungnya hampir sepenuhnya
terbuka. Dia sama sekali tidak terlindungi dari serangan dari belakang.
“Ohho~, dia berani sekali menunjukkan
punggungnya sampai sejauh ini… dia benar-benar tahu kelebihan dirinya.”
“Hanya
kamu yang mendukung punggung Ayano.”
Sambil mengomentari kritik
bodoh Yuki di dalam pikirannya, Masachika
berkata kepada Alisa dan
Maria.
“Setidaknya,
sepertinya kita harus mengganti dengan perlengkapan yang lebih kokoh.”
“Benar sekali.”
“Yah, pakaian ini memang lucu sih, tapi…”
“!!”
Pada saat
itu, ekor Ayano tiba-tiba berdiri tegak, dan dia menggerakkan kepalanya ke kiri
dan kanan dengan seluruh tubuhnya.
“A-Apa?”
Melihat reaksinya yang sangat kuat itu, Masachika
menatap ke bawah, dan Ayano maju sedikit untuk membalik papan putih. Di situ
tertulis kata-kata [Saya tidak mau].
“…Tidak,
meskipun kamu bilang tidak mau, dengan perlindungan yang sama sekali tidak ada
seperti itu, kita tidak bisa membawamu
ke pertempuran, kan?”
Meskipun sedikit mundur, Masachika
menjawab dengan tenang, dan Ayano kembali menggerakkan tubuhnya menolak dengan
keras, membalik papan putih lagi.
[Ini adalah pakaian tempur saya!]
“Tidak, mau dilihat bagaimanapun juga, itu terlalu terbuka,
tau?”
Melihat tulisan yang
berubah setiap kali papan putih dibalik, Masachika tidak bisa menahan diri
untuk berkomentar.
Namun, melihat Ayano yang
hanya menggelengkan kepala tanpa suara, Masachika membuka menu dan mengetuk
model perlengkapan Ayano di papan putih.
‘Sesuatu seperti papan putih.’
“Hentikan.”
Dengan nama yang tidak
menjelaskan apa-apa dan kolom detail yang juga tidak memberikan penjelasan, Masachika
berkomentar, kemudian secara tidak sengaja mengetuk kotak kardus yang entah
kenapa terus mengikuti Ayano.
‘Sesuatu seperti kotak kardus’
“…”
Ia
menggerakkan tangan kanan ke samping tanpa
mengucapkan sepatah kata sama sekali dan menutup layar menu.
“Yah, meskipun dia tidak mau, sepertinya kita
harus memakaikannya armor. Karena itu
berbahaya.”
“Benar.”
“Setuju~.”
“!!”
Dengan begitu, Masachika
dan teman-temannya memutuskan untuk tidak mengkhawatirkan apa pun yang tidak
mereka pahami dan menuju
toko senjata dan armor.