Otonari no Tenshi-sama Volume 11.5 Chapter 1 Bahasa Indonesia

Chapter 1 — Semuanya Bermula Dari Satu Permintaan

 


Semenjak pesta ulang tahunnya, Mahiru mulai secara rutin melakukan panggilan dengan Koyuki. Sampai sekarang, Mahiru berpikir bahwa menghubungi Koyuki terlalu sering mungkin akan mengganggunya, karena hubungan mereka hanyalah hubungan majikan dan pekerja.

Setelah berjuang dengan pikirannya, Mahiru akhirnya cuma mengirimkan surat setiap enam bulan sekali untuk memberikan kabar keadaannya. Namun, Koyuki berkata, “Aku tidak pernah merasa terganggu, jadi sesekali izinkan aku mendengar suaramu, Mahiru-san.” dengan tatapan penuh kasih, dan interaksi mereka pun dimulai kembali.

Meski demikian, saat ini mereka sepakat untuk menelepon sekali atau dua kali sebulan. Tentu saja, meminta lebih dari itu terlalu berlebihan. Mahiru sudah puas hanya bisa bertukar kata, jadi dia tidak berniat untuk meningkatkan frekuensi komunikasi.

Dengan demikian, setelah menyesuaikan dengan jadwal Koyuki, Mahiru melakukan panggilan video pada siang hari libur untuk bertemu Koyuki setelah sekitar sebulan.

“Sudah lama tidak bertemu, Koyuki-san.”

“Fufu, memang sudah lama ya. Meskipun sebenarnya tidak terlalu lama.”

Koyuki menjawab sembari menunjukkan senyum lembut yang tidak pernah pudar. Koyuki lalu berseru dengan suara ceria saat melihat Mahiru,

 “Aku senang melihatmu sehat-sehat saja. Bagaimana kabarmu belakangan ini Mahiru-san? Tidak ada perubahan?”

“Ya. Hmm, sebenarnya aku tidak bisa melaporkan banyak hal, jadi aku minta maaf.”

“Oh, kamu tidak perlu merasa terikat dengan formalitas laporan. Jika ada yang ingin kamu katakan, silakan saja, dan jika tidak, tidak apa-apa. Tidak ada perubahan adalah tanda kehidupan sehari-hari yang damai.”

“...... Terima kasih.”

“Kenapa kamu malah berterima kasih segala? Akulah yang ingin berbicara denganmu, jadi tidak perlu merasa sungkan, Mahiru-san.”

Koyuki tersenyum tenang seperti biasa di sisi lain layar. Mahiru selalu berpikir bahwa sifat Koyuki yang seperti ini sangat indah dan ingin menirunya. Kali ini, dia tidak mengucapkan terima kasih, tetapi membayangkan rasa syukurnya dan tersenyum lembut karena kebaikan tulus Koyuki yang bahkan bukan bentuk perhatian.

“Kira-kira, apa ada hal menyenangkan yang terjadi padamu, Mahiru-san?”

“Aku lupa memberitahumu sebelumnya, tapi aku mengadakan pesta Natal bersama Amane-kun dan teman-teman pada hari Natal.”

Mahiru mencari topik pembicaraan yang tidak akan menyinggung perasaannya, dan teringat bahwa dia belum menceritakan tentang kejadian di Natal kepada Koyuki.

Setahun yang lalu, Mahiru merayakan pesta Natal kecil-kecilan bersama dengan Amane, tetapi tahun lalu situasinya berbeda. Amane telah menjadi pacarnya, dan dia juga bisa menjalin hubungan persahabatan dengan Itsuki dan yang lainnya. Natal kali ini terasa lebih menggembirakan dibandingkan Natal-Natal sebelumnya dalam hidupnya.

“Ara, syukurlah kalau begitu. Dulu, Mahiru-san pernah mengatakan bahwa kamu ingin mengadakan pesta Natal dengan teman-temanmu, bukan?

Koyuki mengungkapkan sesuatu yang sangat nostalgia, membuat Mahiru yang ingat pernah mengatakannya hanya bisa tersenyum kecut. Memang, semasa kecil dulu, Mahiru pernah memimpikan hal itu. Namun, untuk mewujudkannya, dia tidak memiliki teman yang cukup dekat untuk diundang, dan tidak mudah juga untuk mengundang orang lain ke rumah. Tanggung jawab seorang anak untuk mengundang orang lain ke rumah juga menjadi masalah, apalagi rumah yang ditinggali Mahiru pada waktu itu jelas terlalu besar untuk seorang anak tinggal sendirian.

Mahiru tidak ingin membocorkan informasi yang tidak perlu kepada orang lain, dan Koyuki yang berperan sebagai pengganti orang tua pun tampak tidak menyetujuinya, sehingga pesta Natal itu tetap menjadi angan-angan belaka. Dia sempat berpikir bahwa mungkin hal itu takkan pernah terwujud, tapi yang namanya kehidupan memang tidak bisa diprediksi.

Sebenarnya, mana mungkin bisa mengadakan acara pesta tanpa adanya wali di rumah, dan umm, aku tidak berani mengadakannya karena takut orang-orang akan mengatakan kalau aku sedang menyombongkan keluargaku.”

Tapi itu bukan salah Mahiru-san, kan? Selain itu, menjaga diri juga penting. Sebaiknya kita menghindari kecemburuan yang tidak perlu. ... Tapi, salah satu impianmu sudah terwujud, bukan?

Ya. Selain itu, aku juga menerima hadiah Natal dari orang tua Amane-kun.

Koyuki biasanya tidak pernah memberikan sesuatu kepada Mahiru. Meskipun Mahiru merasakan kasih sayang Koyuki, dia tahu bahwa Koyuki tidak memberikan hadiah dalam bentuk apapun karena posisinya. Mahiru tidak merasa sedih tentang hal itu.

Setelah menginjak usia tertentu, Mahiru memahami bahwa rasanya sulit bagi Koyuki untuk melakukan sesuatu dari posisinya. Pada perayaan seperti ulang tahun, Halloween, dan Natal, selalu ada hidangan yang disajikan. Mahiru menyadari kalau itu merupakan salah satu bentuk perayaan yang disampaikan Koyuki.

Mahiru tahu bahwa dia dicintai dan dipedulikan, tapi dia tetap menyimpan harapan kecil untuk mendapatkan hadiah dari Sinterklas’. Meskipun dia berpikir bahwa harapannya tidak akan terwujud, Mahiru yang masih kecil terus berharap. Setelah dia memahami bahwa Santa tidak ada dan bahwa hadiah itu sebenarnya diletakkan diam-diam oleh orang tuanya, harapan itu tetap tersembunyi di dalam hatinya. Dan saat itu, harapannya terwujud. Meskipun dia tidak bisa mendapatkan hadiah dari orang tua kandungnya, dia menerimanya dari orang tua pacarnya yang memiliki ikatan hati.

Apa Mahiru-san mengenal orang tuanya Fujimiya-san?

Koyuki yang berkali-kali berkedip dengan ekspresi terkejut membuat Mahiru teringat bahwa dia memang pernah membicarakan tentang hubungannya dengan Amane, tapi tidak sampai mengatakan bahwa dia juga akrab dengan orang tuanya.

Ya. Mereka pernah beberapa kali datang ke sini, dan aku juga, ehm, pernah pulang kampung bersama Amane-kun ke rumah orang tuanya.

“Fufu, jadi kalian sudah saling berkenalan. Sepertinya hubunganmu dengan orang tuanya baik-baik saja, jadi tidak perlu khawatir, ya?

Masalah itu sudah tidak perlu dikhawatirkan. Umm, mereka sangat mirip dengan Amane-kun, dan benar-benar baik kepadaku...

Kalau mereka mirip dengannya, sepertinya tidak ada masalah. Ia menunjukkan cinta kepada Mahiru-san baik dari wajah maupun sikapnya.

…Ya.

Ketika Koyuki mengatakan hal itu, Mahiru merasa sangat malu dan menundukkan pandangannya, tapi perkataan Koyuki adalah hal yang paling dirasakan Mahiru, jadi dia tidak bisa membantah.

Meskipun merasa malu untuk mengatakannya secara blak-blakkan, Amane benar-benar mencintai Mahiru dari segala hal yang dia tunjukkan. Entah itu dari suara, tatapan, ekspresi, suasana, sikap, dan tindakan semuanya dengan jelas menyampaikan bahwa ia menyukai Mahiru.

Mahiru tidak bisa membayangkan bahwa Amane akan menjadi sejujur ini sejak pertama kali mereka bertemu, tapi bahkan saat mereka baru mengenal, Amane sudah menyampaikan perasaannya yang tulus tanpa basa-basi. Dalam arti tertentu, mungkin itulah hal yang wajar. Sepertinya Koyuki juga merasakannya, dan dengan nada yang agak bahagia, dia berkata, “Ia adalah pria yang jarang ditemui saat ini, tulus dan setia.”.

Amane-kun tuh, umm, sangat menghargaiku dan menunjukkan cinta sepenuh hati, jadi tidak perlu khawatir.

Aku tidak mengkhawatirkannya sama sekali, kok? Melihat seberapa seriusnya anak itu, esensi dari perasaannya akan terlihat. Sepertinya ia sudah siap untuk berkomitmen denganmu.

Haee!?

Pernyataan yang sangat tidak terduga itu membuat Mahiru terkejut dan suara yang tidak terduga pun keluar dari mulutnya.

(Berkomitmen)

Dengan kata lain, menjalin pernikahan. Meskipun Mahiru belum mendengar pernyataan langsung dari Amane, dia merasakan bahwa hubungan ini bukanlah sesuatu yang sementara, dan dia juga merasakan bahwa Amane ingin selalu berada di sampingnya di masa depan.

Ketika hal itu disebutkan oleh orang lain, Mahiru merasa seolah-olah sesuatu yang lembut tiba-tiba memiliki bentuk yang jelas, dan berbagai kata berputar-putar di dalam kepalanya, muncul dan menghilang.

“Aduh, aduh.

…Ma-Maafkan aku.

Tidak, tidak, tidak masalah. …Meskipun tidak baik untuk menggali terlalu dalam, apa pembicaraan semacam ini berasal dari ia duluan?

Umm, Amane-kun tidak secara eksplisit menyatakannya. Hanya saja, ehm, ia berencana untuk selalu bersamaku di masa depan.

Amane bukanlah orang yang mengatakan hal-hal sembarangan atau membuat janji yang samar. Karena dia memahami hal itu dengan baik, sedikit ketidakpastian muncul di tengah kebingungan.

Begitu ya. Maka aku mungkin telah mengucapkan hal yang tidak perlu.

Tidak perlu…?

“Pria itu pasti memiliki pemikirannya sendiri, dan rasanya akan tidak sopan jika aku membayangkan dan mengatakannya di sini. Aku tidak akan mengatakan lebih dari ini.

…Ya.

Mahiru tahu bahwa tidak mungkin mengetahui apa yang dipikirkan Amane hanya dengan bertanya kepada Koyuki. Sekalipun Koyuki bisa membaca pikiran, mana mungkin dia bisa mengetahuinya karena Amane tidak ada di sini.

Jangan khawatir, kurasa ia jauh lebih penyayang daripada yang dibayangkan Mahiru-san. Meskipun, memang benar, orang yang belum pernah kutemui dan berbicara langsung bisa mengatakan hal seperti itu.

Koyuki tampaknya lebih memahami sifat dasar Amane daripada yang diduga Mahiru, tetapi sebenarnya, Koyuki hampir tidak pernah berbicara dengan Amane. Dia hanya tahu bahwa Amane pernah mengirim pesan atau menelepon saat ulang tahun Mahiru, dan itu saja. Hubungan Amane dengan Koyuki hampir tidak ada.

Kurasa Koyuki-san memiliki kemampuan untuk melihat esensi seseorang, dan aku juga mengikuti ajaran Koyuki-san, jadi aku tahu bahwa Amane-kun adalah orang yang sangat baik.

“Fufufu, aku senang mendengarnya. Aku juga sangat senang Mahiru-san menemukan orang yang dicintainya sampai-sampai bisa memamerkannya seperti ini.

“Me-Memamerkannyaaku tidak sedang memamerkannya.

Baiklah, aku akan menganggapnya begitu.

Mahiru tidak bermaksud untuk memamerkan hubungannya, tetapi sepertinya Koyuki tidak mendengarnya seperti itu dan tampak tersenyum ke arah Mahiru di layar.

Sebenarnya, aku juga ingin bertemu langsung dengan Fujimiya-san dan berbicara dengan orang tuanya, tetapi sepertinya kesempatan itu tak kunjung datang.

Koyuki-san juga pasti sibuk, dan aku tidak ingin membebani kesehatanmu. Hanya berbicara seperti ini saja sudah sangat memuaskanku.

Aku yang mengatakan ingin berbicara denganmu, bukan? Jadi kamu tidak perlu memusingkannya, Mahiru-san.

Koyuki tertawa dengan lembut sambil mengeluarkan suara dari tenggorokannya, tetapi melihat Mahiru yang merasa bersalah, dia sedikit mengerutkan alisnya.

Benar juga… Jika aku tidak bisa menemuinya, aku ingin foto kalian berdua.

Foto…?

Mahiru terbelalak kaget dengan usulan yang tidak terduga itu, dan Koyuki mengangguk dengan suara dan ekspresi lembut, Ya.

Aku tidak bisa pergi menemuimu sekarang, dan kurasa Mahiru-san juga sulit untuk meluangkan waktu seperti itu, kan? Fujimiya-san harus mempertimbangkan jadwalnya juga, ditambah lagi kalian berdua akan segera mengikuti ujian masuk, jadi mungkin sulit bagi kalian untuk pergi mengunjungi prefektur lain.

Amane juga pernah mengatakan bahwa dirinya ingin berkunjung dan menyapanya suatu saat nanti, tetapi sulit untuk mewujudkannya. Tempat tinggal Koyuki berada di daerah lain, dan ketika Mahiru mencari alamatnya, ternyata lokasi tersebut tidak begitu mudah dijangkau. Tentu saja, waktu perjalanannya akan memakan waktu yang cukup lama.

Amane sering memiliki pekerjaan paruh waktu, jadi dirinya tidak bisa melakukan tur singkat yang berdampak pada hari berikutnya, dan dengan semakin banyaknya jadwal persiapan ujian yang akan datang, rasanya jadi semakin sulit untuk menyisihkan waktu luang. Tahun ini, sepertinya Amane tidak berniat pulang kampung untuk fokus belajar ujian, jadi Mahiru juga akan memiliki rencana yang sama.

Masalahnya, meskipun bisa pergi untuk berkenalan, kemungkinan besar itu baru bisa dilakukan setelah ujian selesai.

Oh, aku tidak khawatir tentang kalian berdua. Hanya dengan melihat bagaimana Mahiru-san berbicara, aku bisa tahu bahwa kamu sangat bahagia dan menikmati kehidupanmu saat ini. Hanya saja, aku ingin tahu bagaimana kamu menghabiskan waktu sekarang, itu hanyalah keinginan egoisku. Sebagai seseorang yang tinggal jauh, aku merasa penasaran.

Koyuki benar-benar peduli pada Mahiru, dan perasaan itu terasa jelas, membuat Mahiru merasakan sensasi aneh yang menyenangkan di dalam hatinya, seolah-olah pipinya dielus lembut.

Sekarang Mahiru menyadari bahwa dia mungkin tidak sepenuhnya mengharga kasih sayang ini dengan tepat ketika masih kecil. Dia tahu bahwa dia dicintai dan diperlakukan dengan kasih sayang seperti anak sendiri oleh Koyuki, tetapi sekarang dia bisa menegaskan bahwa ada kasih sayang yang hanya bisa dipahami saat sudah dewasa.

Tentu saja, jika Mahiru-san atau Fujimiya-san tidak mau, tolong anggap saja seolah-olah kamu tidak pernah mendengarkan permintaan egoisku. Lagipula, itu hanya keinginanku saja.

Mahiru merasa bahwa Koyuki menganggap tidak adanya jawaban sebagai penolakan, dan dia segera menggelengkan kepala untuk keluar dari perasaan nyaman dan geli yang dirasakannya.

Tidak, bukannya begitu! Bukannya aku tidak menyukainya atau semacamnya! Kurasa Amane-kun juga tidak akan menolak… Tapi itu bukan sesuatu yang bisa kupastikan, jadi aku akan menanyakannya saat Amane-kun pulang kembali.

Ya, tolong lakukan itu. …meskipun begitu....

Ya?

Ketika ia pulang kembali, ya.

Usai mendengar kalimat itu, Mahiru menyadari bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang tampaknya sangat biasa baginya, tetapi bisa terdengar aneh bagi orang lain, dan dia langsung dibuat panik sambil mengayunkan kedua tangannya.

…It-Itu, maksudnya! Memang benar aku akan melakukan panggilan dari rumah Amane-kun! Tidak ada yang tidak senonoh sama sekali!

Aku tidak meragukannya. Lihat, Fujimiya-san terlihat sangat jujur, jadi kurasa ia takkan memaksamu melakukan sesuatu tanpa persetujuanmu. Ia tipe yang akan meminta izin secara langsung, kan?

…Ya.

Jika Koyuki bisa melihatnya sampai sejauh itu, rasanya bukan lagi sekedar memalukan, tetapi juga menakutkan. Amane bukanlah tipe orang yang memaksakan kehendaknya secara paksa. Ketimbang dibilang bersikap pasif, ia justru sangat perhatian dan selalu bertanya apa dirinya boleh melakukan sesuatu pada Mahiru.

Belakangan ini, Amane kadang-kadang langsung menciumnya tanpa bertanya dulu, tapi itu karena ketika dirinya tahu bahwa Mahiru sudah menerimanya berkat suasana tersebut. Amane takkan melakukan sesuatu lebih dari itu tanpa izin.

Bahkan ketika ingin menyentuh kekasihnya sendiri, Amane akan bertanya dengan jujur, Aku ingin menyentuhmu, boleh? dan Mahiru menerimanya sambil menanggung rasa malu.

Meskipun Mahiru berpikir bahwa seharusnya Amane bisa mengerti tanpa bertanya setelah disentuh, tapi Amane justru berkata, Jika kamu tidak suka, aku akan menjadi orang yang brengsek, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman, yang merupakan jawaban yang sangat jantan, jadi ini mungkin masalah karakter Amane.

(Aku menyukai sisi lembut dan perhatiannya seperti itu.)

Mengesampingkan hal itu, Mahiru sebenarnya ingin Amane juga merasakan bagaimana rasanya berada di posisinya. Setiap kali Amane menyentuhnya, seolah-olah dia mengakui bahwa dirinya suka disentuh, yang sangat memalukan bagi Mahiru. Mahiru sesekali pernah berpikir kalau tidak ada salahnya jika Amane bisa lebih berani dan sedikit memaksakan diri, tapi itu merupakan pemikiran yang sangat tidak pantas, jadi Mahiru segera mengusirnya dari kepalanya.

Apa Koyuki menyadari bahwa Mahiru memikirkan berbagai hal dalam sekejap? Setidaknya, Koyuki tidak menggali lebih dalam dan melanjutkan dengan ekspresi tenang.

Aku senang bahwa kamu akhirnya menemukan tempat yang bisa kamu sebut rumah. Mahiru-san menganggap rumah Fujimiya-san sebagai tempatmu, jadi itulah sebabnya kamu berbicara seperti itu, kan?

Ya.

Tempat Mahiru adalah tempat di mana Amane berada.

Kalau dipikir-pikir kembali, sudah lebih dari setahun sejak Mahiru mulai datang ke rumah ini, dan dia tidak mempercayai bahwa dia telah beradaptasi dengan rumah ini. Kunci cadangan diberikan padanya pada tahap yang cukup awal. Mulanya Mahiru merasa bimbang dan berpikir apa itu keputusan yang tepat, tapi itu juga bukti bahwa Amane mempercayainya, yang membuatnya merasa geli.

Setelah setahun tinggal di rumah ini, keberadaannya di sini menjadi hal yang biasa. Mahiru merasa bahwa rumah Amane, tepatnya sebelah rumah Amane, tiba-tiba menjadi tempatnya.

Tempat yang dibangun bersama, tempat yang sangat berharga.

Aku senang kamu telah menemukan tempat di mana kamu benar-benar bisa menemukan kedamaian.

……Ya.

Kita harus memastikan tidak kehilangan tempat tersebut. Untuk mencegah hal itu terjadi, khususnya...

Aku sudah menguasai perutnya.

“Fufu, baguslah.

Mahiru sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Koyuki , jadi dia mengatakannya lebih dulu, dan Koyuki tertawa geli. Mungkin Koyuki juga ingat saat dia berkata, Kamu harus menangkap perut orang yang akan membuatmu bahagia.

Berkat ajaran-ajaran tersebut, Mahiru bisa menemukan seseorang yang ingin dia curahkan seumur hidupnya, jadi Koyuki memang mentor kehidupannya.

Berkat ajaran itu, Mahiru bisa menemukan orang yang ingin dia curahkan seumur hidupnya, jadi dia merasa Koyuki adalah lawan yang sangat kuat.

“Ajaran itu tidak salah, imbuh Koyuki tertawa, dan Mahiru pun ikut tertawa. Saat kecemasan yang dia rasakan karena sendirian saat itu lenyap, Mahiru membayangkan kekasihnya yang sedang tidak bersamanya.

 

 

Jadi, boleh aku mengirimkan fotomu, Amane-kun?

Karena Amane baru saja pulang dari kerja paruh waktu, Mahiru menyampaikan isi pembicaraan hari ini dengan singkat setelah makan malam sekaligus permintaannya. Seperti yang dia duga, Amane tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan dan dengan mudah mengangguk.

“Aku tidak keberatan kalau kamu mau mengirimkannya, tapi kamu mau mengirimkan foto yang apa?

Dia belum memutuskan sampai sejauh itu, jadi Mahiru berpikir tentang foto apa yang akan dikirim.

Bagian keren dari Amane-kun.

“Kumohon jangan, tolong jangan.

“Aku hanya bercanda. Tapi kenapa kamu kelihatan begitu tidak menyukainya?

“Habisnya, jelas-jelas itu memalukan! Mari kita pilih yang biasa-biasa saja, oke? Yang normal-normal saja.”

Yang biasa itu yang seperti apa?

Yah, Kujigawa-san pasti ingin melihat bagaimana kehidupan Mahiru sehari-hari, ‘kan? Bukan penampilan yang dibuat-buat, tetapi bagaimana kamu menjalani hari-hari biasa.

“Aku paham sih, tapi…

Hal yang diinginkan Koyuki ialah foto Mahiru dan Amane yang menghabiskan waktu bersama. Mahiru sedang mempertimbangkan tentang foto seperti apa yang seharusnya diambil, tetapi dia sadar bahwa ketika mereka bersama, mereka selalu menunjukkan wajah bahagia. Koyuki pasti akan merasa tenang jika melihatnya.

…Masalahnya, aku tidak mempunyai banyak foto Mahiru di folderku. Aku jarang mengambil foto, dan lebih baik minta orang lain untuk mengambil foto kita bersama.

Amane pada dasarnya bukan orang yang sering memainkan ponselnya, dan dirinya juga jarang melakukan hal-hal seperti mengambil foto kenangan, jadi wajar saja jika ia tidak mempunyai banyak foto.

“Beberapa foto yang kumiliki cuma foto-fotomu saat tidur, atau saat memakai piyama, atau saat berkumis busa.

Kenapa kamu masih menyimpan foto-foto seperti itu, sih!?

“Foto yang memakai piyama sih bukan salahku, dan foto kumis busa di wajah itu sudah diizinkan kamu sendiri, Mahiru.

Fotonya yang memakai piyama kemungkinan besar adalah foto yang dikirim Chitose saat acara menginap, dan kumis busa di wajahnya mungkin saat kencan di kafe kucing. Mahiru memang sudah memberinya izin waktu itu, tapi dia tidak menyangka bahwa foto itu masih disimpan sampai sekarang, jadi dia menatap Amane dengan tatapan tajam.

“Kalau gitu, maksudnya foto wajah tidur....”

Maaf, karena kamu kelihatan sangat imut jadi aku tidak bisa menahan diri. …Lalu, Mahiru juga tidak bisa menghakimi orang lain, ‘kan?

Sambil menunjukkan senyuman yang sangat baik, Mahiru tidak bisa langsung membantah perkataan Amane.

Mahiru cukup sering mengambil foto kenangan atau momen-momen spontan, sehingga folder gambarnya cukup berisi. Namun, jika ditanya apa itu bisa dikirimkan kepada Koyuki, jawabannya adalah tidak. Dia memiliki berbagai foto, mulai dari momen ketika Amane terlihat keren, hingga saat-saat lucu, bahkan wajah tidurnya sekalipun. Tentu saja, dia kadang-kadang meminta izin kepada Amane untuk mengambil fotonya, tapi mungkin Mahiru sendiri tidak menyadari seberapa banyak foto yang telah diambilnya.

…U-Ughh, sayang sekali tidak ada banyak foto Amane-kun yang bisa kutunjukkan kepada Koyuki-san. Padahal semua foto itu jelas-jelas menakjubkan.”

“Jangan bilang koleksi itu makin bertambah tanpa sepengetahuanku?

…Itu hanya perasaanmu saja.

“Tapi yah, foto yang diambil oleh Mahiru juga baik-baik saja, kan? Selama itu diambil oleh Mahiru.

Dengan nada yang menyiratkan bahwa mungkin ada foto-foto yang dibagikan Itsuki atau Chitose padanya, Mahiru hanya mengalihkan pandangannya dan menutup erat bibirnya.

Kamu mengakui itu dengan sikapmu. Tapi, aku tidak berniat untuk menyelidiki lebih jauh. Jika itu sesuatu yang ingin kamu sembunyikan, aku tidak berniat mengungkapnya.

…Terima kasih.

“Jadi kamu ingin menyembunyikannya, ya.

“Ak-Aku tidak bermaksud menyembunyikannya, lebih tepatnya, itu…

Baiklah, baiklah, aku mengerti, kamu tidak perlu panik begitu. …Kamu sangat menyukaiku dan ingin mengabadikan berbagai penampilan, kan?

I-Iya benar.

Kalau begitu, baiklah, kumaafkan.

Fakta bahwa Amane dengan mudah memaafkannya hampir membuat Mahiru berpikir bahwa orang ini sangat memanjakannya. Dia memiliki pengalaman dan kepercayaan bahwa setiap kali Mahiru meminta sesuatu, Amane akan dengan senang hati memenuhinya. Meskipun Mahiru memahami dengan baik bahwa dirinya dicintai, tapi sebagai seseorang yang dimanja, mau tak mau dia jadi bertanya-tanya apakah itu diperbolehkan.

“Kalau begitu, sepertinya kita tidak mempunyai banyak foto kita berdua yang bisa dikirim. Aku meyakini dia mungkin menyukai foto kita berdua, jadi bagaimana kalau kita mengambil beberapa foto baru saja?”

“Mengambil foto baru?

“Kurasa jika kita meminta Chitose, dia bisa mengambil foto dengan baik. Dia suka mengambil foto dan sering memotretmu, ‘kan, Mahiru?

Beberapa foto itu diambil untuk menggodaku supaya mengirimkannya kepada Amane-kun.

Tapi dia hampir tidak pernah mengirimkannya loh? Karena aku sudah memperingatinya untuk mengambil izin dari Mahiru terlebih dahulu.

Bagian ini menunjukkan bahwa Amane sangat patuh, sehingga selama Mahiru tidak memberi izin, dirinya tidak akan meminta foto tersebut. Hal ini membuat Mahiru merasa sangat bersalah karena menerima foto-foto dari Amane.

Chitose juga memahami hal itu dan dengan sengaja menggoda Mahiru dengan mengatakan “Mungkin aku harus mengirimkannya~, jadi Mahiru merasa tidak nyaman setiap kali itu terjadi, seolah-olah dia dihadapkan dengan rasa malu karena tidak bisa menahan keinginannya.

Bagaimana kalau kita meminta bantuan Chitose atau Itsuki? Kurasa mereka tidak akan menolak, dan mereka sudah terbiasa mengambil foto, jadi mereka pasti bisa mengambil foto dengan baik.

…Baiklah, aku akan meminta mereka besok di sekolah.

Ya, mari kita lakukan itu. …Jangan lupa untuk memberi tahu agar tidak mengambil foto yang tidak perlu.

“Aku penasara, apa mereka akan mendengarkan peringatanmu, Amane-kun?

Pada akhirnya, aku akan melakukan penyaringan, jadi aku akan menolak foto-foto yang tidak sesuai.

Sepertinya mereka berdua akan sangat bersemangat mengetahui hal itu.

“Kamu juga mulai memahami mereka dengan baik akhir-akhir ini ya, Mahiru.

Setelah setahun berinteraksi dengan Chitose dan yang lainnya, dia mulai bisa memperkirakan pemikiran dan tindakan mereka.

Jika dia meminta mereka untuk mengambil foto kali ini, mereka pasti akan setuju dengan cepat. Mereka akan menjalankan misi untuk mengambil foto diri mereka sendiri seperti biasanya, sesuai permintaan Amane. Mungkin mereka juga akan menambahkan beberapa momen ceria atau situasi yang menyenangkan berdasarkan penilaian mereka sendiri, tetapi Mahiru tidak menganggap itu sebagai hal yang buruk.

Meskipun begitu, dia masih merasa malu jika ada orang lain yang melihat momen ketika dia dan Amane ditangkap dalam keadaan yang tidak terduga. Dia menyadari bahwa terkadang dia terlalu terbawa perasaan di hadapan Amane, dan Chitose sering mengatakan bahwa dia terlihat sangat manja. Amane juga sering memberikan senyuman manis yang membuat Mahiru merasa terpesona, jadi dia merasa ragu untuk ditangkap dalam momen seperti itu.

(Karena hanya aku yang boleh melihat itu)

Senyuman yang membuatnya merasa meleleh juga, senyuman tanpa kata-kata yang menyampaikan bahwa seberapa besar Amane benar-benar mencintai Mahiru.

“Setidaknya, aku akan meminta agar mereka untuk tidak berlebihan.

Aku berharap mereka mau mendengarkan.

Ya, betul.

Mereka berdua tahu bahwa Chitose dan yang lainnya mungkin akan mengambil beberapa foto yang berlawanan dengan keinginan Mahiru, tetapi karena tidak ada pilihan lain, mereka saling memandang dan tertawa dengan wajah pasrah.

 

 

Keesokan harinya sepulang, Mahiru memutuskan untuk membawa mereka berdua ke taman terdekat untuk membicarakan hal yang telah diputuskan kemarin. Amane tidak sedang bersamanya karena ia harus bekerja paruh waktu, tapi Mahiru berpikir sepertinya tidak ada masalah untuk meminta bantuan dari kedua orang ini. 

Eh, apa, apa, foto? Enggak masalah sih, tapi tumben banget? 

Seperti yang diperkirakan, Chitose dan Itsuki tampak tidak keberatan dengan permintaan itu, tetapi wajah mereka menunjukkan rasa penasaran mengapa Mahiru yang biasanya tidak suka difoto mengajukan permintaan tersebut

Amane dan Mahiru, terutama Amane, tidak membenci difoto, tetapi mereka tidak terlalu aktif melakukannya, jadi mungkin mereka khawatir ada sesuatu yang terjadi dengan permintaannya

Jadi, umm, begini... aku punya semacam orang tua angkat, dan aku ingin mengirimkan beberapa foto sebagai laporan kepadanya. Dia bilang ingin melihat beberapa foto kami berdua.

Ah, begitu rupanya. Ini sih tanggung jawab yang besar, ya!?

“Ka-Kamu tidak perlu seformal itu! Dia hanya ingin mengetahui tentang bagaimana kehidupan sehari-hari kami! 

Karena Chitose kelihatan ingin membesar-besarkannya, jadi Mahiru buru-buru menggelengkan kepala untuk menyangkalnya

Ketika diminta untuk mengambil foto yang akan ditunjukkan kepada orang tua, wajar jika pihak yang diminta merasa tertekan. Mahiru juga tidak menyadari hal ini. Dirinya harus menegaskan bahwa dia hanya ingin foto biasa, jika tidak, beban psikologis bagi fotografer bisa menjadi masalah. 

Aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengambil foto yang seperti di studio atau yang terlihat bagus. Aku hanya ingin memperlihatkan momen ketika kami berdua bersama, atau bagaimana kami menghabiskan waktu sehari-hari.

“Aku mengerti bagian itu, tapi kamu beneran yakin mau foto biasa-biasa saja? Seriusan? 

Ya. Sebenarnya, aku tidak punya teman dekat selama SD dan SMP, jadi kurasa aku sudah membuatnya khawatir. Sepertinya beliau penasaran tentang bagaimana kehidupanku. 

Ini adalah cerita dari masa lalu ketika Mahiru berjuang tanpa hasil, ada masa-masa di mana dia ingin diperhatikan oleh orang tua kandungnya, dan berusaha bersikap baik agar orang dewasa menganggapnya sebagai anak yang baik. 

Bukan berarti bahwa sekarang tidak demikian, tetapi selama masa sekolah SD dan SMP, Mahiru menjalani kehidupan sebagai anak baik yang berlebihan, dan setelah mengingatnya kembali, Mahiru merasa geli dengan seberapa baik dia berusaha menyembunyikan diri. 

Walaupun sering diejek sebagai gadis yang ingin disukai semua orang, tapi Mahiru tidak membantahnya karena itu memang benar. Dia bersikap ramah kepada semua orang tetapi tetap menjaga jarak, sehingga Mahiru tidak memiliki hubungan dekat seperti Chitose atau Ayaka saat ini. 

Dari sudut pandang Mahiru, ada juga kecemburuan dari ketenaran di kalangan lawan jenis yang tidak perlu, dan ada juga orang-orang yang mendekatinya karena melihat nilai dalam dirinya, sehingga bisa dibilang dia tidak menemukan orang yang bisa dia percayai dari lubuk hatinya.

Karena mengetahui masa-masa seperti itu, mau tak mau Koyuki merasa terganggu dengan lingkungan yang terlalu ideal dan bahagia yang berhasil didapatkan Mahiru. 

Ah, begitu. Saat Mahirun dalam mode bidadari sempurna. 

Apa-apaan dengan keadaan yang mencurigakan dan memalukan itu?

Nama julukan yang sangat konyol.

Ikkun, diamlah. Tentu saja, aku sedang membicarakan saat Mahirun masih menjadi bidadari. Saat dia tidak punya teman sama sekali. 

Ugh... Se-Sekarang sih, aku sudah mempunyai Chitose-san dan Kido-san. 

Sekarang Mahiru memiliki teman dekat seperti Chitose dan Ayaka, jadi seharusnya tidak ada masalah. Rasa kesepian yang dulu begitu mencolok karena dikelilingi orang-orang seperti itu sudah tidak ada lagi. 

Ya, ya! Kita memang berteman! Kita sahabatan! 

Kenapa kamu jadi berbicara seperti itu?

Itu hanya bercanda. Jangan bersedih, ya. Aku juga yang paling akrab dengan Mahirun!

Chitose, yang terus menepuk-nepuk bahu Mahiru, memiliki begitu banyak teman karena kepribadiannya, tetapi dia tetap menempatkan Mahiru sebagai yang terpenting di antara mereka. 

Jadi, umm, aku ingin membuatnya merasa tenang... Aku ingin memberitahunya bahwa aku sudah menemukan tempat untuk diriku sendiri, dan ada orang yang memahamiku

“Jadi begitu, begitu ya. Kamu sangat perhatian, ya. 

...Dia bukan orang tua kandungku, sih.

Alangkah indahnya jika Koyuki adalah orang tua kandungnya. Sebenarnya, pernah terbesit di benak Mahiru bahwa Koyuki mungkin adalah orang tuanya, tetapi kenyataannya hanya ada orang tua yang tidak terlalu peduli dan bahkan meragukan apakah mereka mengenali dirinya. 

Dia sudah menyerah pada kenyataan itu dan tidak berniat untuk bergantung pada mereka lagi. Hanya orang-orang yang jauh yang kebetulan memiliki ikatan darah. 

Mahiru tersenyum sambil menelan sedikit kegetiran yang dirasakannya, dan Chitose memperhatikan dengan seksama. 

Kupikir itu tidak masalah? Menurutku, hubungan darah bukanlah segalanya. Dan kalau kita bicara soal ikatan darah atau semacamnya, suami istri tidak memiliki hubungan darah.

Dia mengatakan itu dengan santai

“Malahan, fakta bahwa mereka bisa membangun hubungan yang begitu peduli satu sama lain meskipun tidak ada hubungan darah adalah hal yang luar biasa, bukan? Bukankah itu sesuatu yang patut dibanggakan?

Mahiru merasa beruntung karena memiliki teman-teman yang bisa mengatakan hal-hal seperti itu. 

Dia ingin menyampaikan kebahagiaan memiliki teman-teman yang luar biasa kepada Koyuki. Dengan pemikiran seperti itu, Mahiru memeluk Chitose dengan erat yang menunjukkan senyum cerah. 

...Aku menyukaimu, Chitose-san. 

Mm-hm. Mahiru sekarang jadi lebih ekspresif, ya.

“Semuanya berkat kalian semua. Oleh karena itu, aku ingin memberitahunya bahwa aku telah berubah ke arah yang lebih baik. 

Tentu saja dia ingin melihat Mahirun yang tumbuh begitu cantik. 

“Bukannya sekarang waktu yang pas untuk berfoto? 

Benar! Ikkun, ambil foto, ayo!

“Siap.”

Melihat Itsuki, yang tidak menegur pacarnya yang terlalu menempel dengan Mahiru, tapi justru menyemangatinya, juga merupakan salah satu teman yang luar biasa bagi Mahiru. 

Sambil merasa sedikit malu melihat Itsuki yang cepat-cepat memotret dengan smartphone-nya, Chitose juga merangkul Mahiru dengan erat, membuatnya merasa sulit untuk menjauh dan mencoba menyembunyikan rasa geli dengan menempelkan wajahnya di bahu Chitose. 

Memeluk seseorang secara langsung seperti ini, bahkan memeluknya terlebih dahulu, adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh Mahiru di masa lalu. 

Rasa malu, kebahagiaan, dan perasaan bahagia yang seolah-olah dimasak dalam satu panci, mengalir hangat dan lembap ke dalam hatinya. Seolah-olah ingin menyampaikan perasaan yang terpendam dari kesepian yang pernah ada di dalam dirinya. 

Chitose memeluk Mahiru untuk sementara waktu, tampak puas, lalu menepuk punggungnya sebelum perlahan melepaskan pelukan. 

“Pokoknya, aku sudah ditugaskan hal ini. Intinya, aku hanya perlu memotretmu saat kamu sedang bermesraan dengan Amane atau kemesraan kita, kan?

“Di-Dibilang mesra-mesraan sih  agak... 

Eh, jadi kamu tidak mau bermesraan denganku?

Itu sih menyenangkan. 

Kalau begitu, kita harus terus memotretnya! 

...Kamu tidak sedang merujuk pada Amane-kun, kan? 

Apa maksudmu?

Sudahlah.

Chitose berpura-pura tidak tahu, tetapi Mahiru merasa tenang karena tahu bahwa dia takkan memotret hal-hal yang tidak menyenangkan atau membuatnya merasa canggung. 

Dengan sedikit harapan tentang bagaimana dirinya terlihat di depan teman-teman yang luar biasa ini, Mahiru memutuskan untuk menyerahkan semuanya pada mereka.

 

    


Jadi begitulah, aku akan mengambil foto kalian dalam beberapa hari ke depan, tapi jangan khawatir! 

Keesokan harinya di sekolah, ketika Chitose mengumpulkan orang-orang yang dekat dengannya, kata-kata itu pun muncul dari mulutnya

Karena Amane sudah mendengar tentang persetujuan mereka berdua, jadi sepertinya ia tidak terlalu terkejut, tetapi Ayaka dan Yuuta yang tiba-tiba mendengar pembicaraan itu tampak terkejut. 

Jadi, maksudnya kita akan memotret Shiina-san dalam kesehariannya, ya? 

Ya. Bukan hanya aku saja, tetapi juga saat kalian semua bersenang-senang atau saat Amane melakukan sesuatu. Yang penting ialah menunjukkan bagaimana Mahirun menjalani kehidupannya sekarang. 

“Oke~, aku mengerti. Tapi rasanya agak gugup juga memikirkan ada orang yang memperhatikanku. 

Ah, tentu saja, kamu bisa memberitahuku jika ada yang tidak ingin difoto. 

“Bukan begitu maksudku! Hanya saja, aku merasa malu jika harus difoto dengan mereka berdua yang sedang bermesraan, dan aku khawatir aku akan terlihat seperti mengganggu. 

Apa yang kamu bicarakan...?

Walaupun Amane tampak kebingungan, tetapi Mahiru bisa memahami apa yang ingin disampaikan Ayaka. Mahiru juga merasa tidak nyaman jika harus muncul di foto saat Chitose dan Itsuki terlihat bermesraan.

Meskipun Mahiru tidak membenci ide untuk difoto, dia merasa perlu untuk tidak membuat Ayaka dan yang lainnya khawatir, jadi dia bertekad dalam hati. Melihat Amane yang tampak mengerti meskipun masih bingung, Mahiru tersenyum pelan. 

Aku juga yang meminta bantuan kalian, jadi aku sangat berterima kasih jika semua orang mau berpartisipasi, tapi...”

Tapi?

Kalian berdua jangan sampai mengambil foto yang aneh-aneh, ya. Aku akan memeriksa hasilnya nanti.

Sepertinya Amane sangat mencemaskan hal itu, dan tatapannya tertuju pada Chitose dan Itsuki. Mahiru hanya bisa tersenyum kecut seraya berpikir kalau ia seharusnya tidak perlu curiga sampai sejauh itu. 

Kamu sangat teliti banget. Tidak perlu khawatir, oke? Kami juga menyadari foto tersebut buat apaan, jadi kami tidak akan berbuat konyol. 

Aku percaya pada kata-katamu..." 

Karena itu Shirakawa-san, dia tidak akan berbuat konyol, tapi kita mungkin terlihat konyol saat bersenang-senang.

Ya, ya.

“Kamu seharusnya menyangkal itu.

Meskipun Amane tampak sedikit cemas, Mahiru sudah meminta untuk memotret momen-momen biasa dan saat mereka bersenang-senang, jadi dia tidak berniat menghentikan Chitose dan yang lainnya kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. 

Bagaimanapun juga, karena akan ada pemeriksaan dari si pacar, kita bisa menghindarinya di situ. Lagipula, kurasa orang-orang lebih suka melihatmu apa adanya daripada berpura-pura. Jadi, apa kamu ingin menunjukkan sisi dirimu yang berbeda?

“Ugh”

“Oke, akulah yang menang~”

“Pertandingan macam apaan emangnya....”

Amane masih kelihatan tidak puas karena dikalahkan oleh teori yang begitu samar, tetapi ia tampaknya berpikir bahwa perkataan Chitose ada benarnya, sehingga ia mengakhiri argumen dengan teguran, “Jangan terlalu berlebihan, ya.”

“Yah, asalkan kita yang menjadi objek foto tidak terlalu bercanda, seharusnya tidak masalah. Selain itu, bukan cuma Chii doang, kupikir lebih baik kalau kita semua berfoto bersama daripada satu orang hilang, jadi aku juga akan ikut berfoto. Tidak ada kebocoran, jadi tenang saja.”

Begitu kamu melakukannya, aku tidak akan menemanimu dan Chitose belajar lagi.

Aku tidak akan melakukannya! 

Jawaban yang terlalu cepat itu membuat Mahiru dan Amane saling bertukar pandang dan tertawa, lalu semua yang ada di sana ikut tertawa, menciptakan perasaan hangat di dalam hati. 

Yah, kalian berdua tidak perlu tegang, jadi lakukan saja seperti biasa. Aku akan memotret kalian apa adanya.

Itsuki meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja dengan senyuman nakal dan kedipan mata. Dirinya sering bercanda dengan Amane dan tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta selalu menyelesaikan tugas yang diminta dengan baik. 

Aku merasa sedikit cemas, tapi aku percayakan padamu.

Sedikit cemas? Itu mengerikan. 

“Coba ingat baik-baik semua tindakanmu sebelumnya.

...Yah seharusnya tidak ada masalah. 

“Kamu menyadari betul kenapa kamu terlihat tidak percaya diri. 

“Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan~?

Dia sadar betul bahwa mengalihkan pandangan sekilas juga merupakan pose yang ditujukan kepada Amane.

Amane tampaknya juga memahami hal ini, jadi dirinya menghela napas dan mengangkat bahu dengan cara yang dramatis, lalu tertawa. 


    

Meskipun mereka sudah memutuskan untuk mengambil foto, tapi pada dasarnya tidak ada perubahan besar yang terjadi.

Karena mengikuti pelajarang merupakan hal yang wajib di sekolah, jadi mereka tidak memiliki kesempatan untuk berfoto, dan kalaupun ada, biasanya orang-orang akan berfoto bersama saat memasuki jadwal istirahat atau makan siang. 

Hari ini, Amane membawa bekal buatannya sendiri sehingga Mahiru memujinya, diikuti oleh Yuuta dan yang lainnya. Hasilnya, foto Amane yang malu-malu seraya menoleh ke samping sementara semua orang tertawa. Chitose juga memotret suasana lomba penilaian bekal buatan Amane yang tiba-tiba dimulai. 

Kalian semua memakannya dengan sangat leluasa, ya... yah tidak apa-apa sih, karena ini bekalku.

Karena topik tentang seberapa baik kemampuan memasak Amane muncul, acara tukar rasa yang juga berfungsi sebagai penilaian pun dimulai, dan Amane tampak keheranan. 

Kalau itu buatan Mahirun, Amane pasti akan menguasainya, tapi karena ini buatan Amane, jadi kita bisa tukar dengan lauk kita. Aku tidak berniat mengambil dari Mahirun, kok?

Jadi kamu mengecualikan itu, ya?

Tidak, maksudku, Mahirun juga pasti ingin memonopoli bekal Amane untuk dirinya sendiri, kan? Aku tidak sekejam itu. 

Jadi, menargetkan bekalku bukanlah tindakan kejam, ya? 

Sambil bertukar kata seperti itu, mereka semua menyerbu kotak bekal Amane dan saling memberikan komentar, seperti Ini enak, kasih tahu resepnya, Aku terkesan karena kamu serius mengonsumsi sayuran, dan Sou-chan pasti menyukai ini. 

Orang-orang di sini tahu bahwa Amane mulai memasak, tetapi kesempatan untuk mencicipi masakannya hampir tidak pernah datang, jadi kejadian ini cukup langka bagi mereka. 

Pada akhirnya, bekal Amane hampir sepenuhnya diganti dengan lauk yang ditukar, dan sepertinya ia cukup menikmati cita rasa masakan orang lain. 

Aku tidak akan melakukannya lagi, katanya, tetapi Mahiru membaca ekspresi Amane dan merasa bahwa jika diminta, dia mungkin akan bersedia untuk tukar lauk. Mahiru tersenyum kecil, berpikir bahwa Amane bukanlah orang yang bisa berkata jujur

Sebagai catatan, dalam pemilihan lauk paling enak dari bekal Amane, semua sepakat bahwa bakso berisi telur puyuh adalah lauk yang terbaik.

    

Setelah menghabiskan waktu istirahat makan siang seperti itu, setelah pelajaran selesai, mereka memutuskan untuk mengambil foto saat bermain di luar.  

Karena Amane tidak mempunyai pekerjaan paruh waktu hari ini, hasil diskusi mereka memutuskan untuk pergi ke fasilitas rekreasi dalam ruangan yang sedikit jauh, dan Ayaka lah yang terlihat paling senang dengan keputusan tersebut

“Hmmm, kalau dilihat-lihat lagi rupanya Kadokawa-kun juga mempunyai otot yang lumayan kekar, ya. Postur tubuhnya juga sangat indah dan stabil. 

Meskipun Yuuta ahli dalam atletik, ia juga bisa bermain berbagai olahraga tanpa kesulitan, dan bila tanpa keringanan, Amane dan Itsuki tidak bisa mengimbanginya, sehingga Yuuta menang mutlak dalam berbagai permainan. 

Melihat mereka seperti itu, Ayaka pun berkata demikian.

Dia tersenyum dan mengucapkannya sebagai pujian murni, tanpa maksud tersembunyi, dan Mahiru serta yang lainnya tidak salah paham. Namun, Yuuta yang dipuji tampak tersenyum canggung sambil sedikit menyentakkan bahunya.

Yuuta tampaknya mengetahui tentang hobi Ayaka, tapi sepertinya ini baru pertama kalinya ia menerima tanggapan pengamatan yang begitu langsung, sehingga dirinya terlihat sangat bingung. Bisa dibilang dirinya sedikit parno juga

Namun, Yuuta segera menghilangkan kesan tersebut dan mengucapkan terima kasih, jadi dia adalah orang yang baik. 

“Kalau Akazawa-kun sih, yah, berusahalah lebih keras lagi.

“Memangnya separah itu?

“Masalahnya bukan pada payah atau enggaknya, tapi rasanya lebih condong, kamu terlihat kurus.”

“Bukannya aku sedang menyesuaikan diri dengan selera Kido.

Kalau pun mau disesuaikan, itu akan merepotkan. Aku sudah mempunyai Sou-chan, maafin aku ya Akazawa-kun... 

Aku juga punya Chii, loh!?

“Ihh~ jangan bilang kamu selingkuh, Ikkun? 

“Bagaimana bisa kamu menafsirkannya seperti itu setelah mendengar hal tadi? 

Sambil tertawa kecil karena keakraban mereka, Amane mendekat dan membisikkan ke telinga. 

Ngomong-ngomong, ap aku bisa mendapatkan nilai kelulusan dari Mahiru? 

Dirinya merasa khawatir setelah mendengar bahwa Itsuki terlihat kurus. 

Amane memang memiliki tubuh yang ramping, tetapi sejak musim semi, ia mulai berolahraga dan jogging untuk membangun kekuatan, sehingga tubuhnya yang dulu kurus kering kini menjadi lebih berisi dengan cara yang baik. Meskipun masih sulit dilihat melalui seragam kemejanya, Mahiru tahu bahwa usaha Amane terwujud dari balik kaos dalamnya

Aku akan memberikan nilai kelulusan berapa pun untuk Amane-kun, tapi... menurutku kamu sangat menawan. Meskipun kurus, tapi ototmu terasa padat.

“Syukurlah kalau begitu. Tapi tetap saja, kamu mungkin terpengaruh oleh Kido.

“Memangnya ada yang salah dengan diriku?

Ayaka yang sepertinya keluar dari percakapan tiba-tiba muncul, membuat Mahiru dan Amane terkejut sejenak. 

Aku cuma merasa semakin yakin bahwa Kido sudah menanamkan fetish pada Mahiru.

Aku tidak meracuninya, kok? Aku hanya membantu Shiinan-san menemukan daya tarik di situ.

Itu sih masih sama saja. 

“It-Itu bukan salah Kido-san, tau? Aku hanya suka melihat atau menyentuh tubuh Amane-kun.

Mahiru, cara bicaramu itu sangat menyesatkan, jadi mari kita hentikan. 

Maksudnya adalah dia suka mengikuti hasil usaha Amane dengan tatapan dan sentuhan, tetapi Amane tampaknya menangkapnya dengan cara yang berbeda dan buru-buru menutup mulut Mahiru dengan tangannya. 

Suara teredam keluar tanpa sengaja, dan dia melihat Amane dengan tatapan seolah mengeluh, tetapi muka Amane yang seharusnya sudah tenang setelah berolahraga mulai memerah, dan menatap Mahiru dengan tatapan seolah memberi tahu. 

“Hyuu~, kalian mesra banget. 

Kido.

Maaf. Tapi sebenarnya, alasan mengapa Shiina-san mengatakan itu karena dia terlalu menyukai Fujimiya-kun. 

Kalau tidak, dia takkan mengatakan hal yang berani seperti itu, tambah Ayaka sambil tertawa. Mahiru merenungkan kata-kata berani di dalam hatinya.

Dia terlambat menyadari bahwa apa yang dia katakan bisa dianggap sangat buruk tergantung dari cara mendengarnya, sehingga pipinya memerah seperti Amane. 

“Ma-Maksudku bukan yang seperti itu. 

Aku tahu, aku tahu. Kamu terbuai usai melihat keindahan fisik, lalu terpesona dan merasa bergairah saat menyentuhnya, ‘kan?”

“Ta-Tapi aku tidak sampai segitunya!?

“Apa iya...?

“Bahkan Amane-kun juga! 

Mahiru bersikeras bahwa dia tidak terpesona seperti Ayaka, tapi tatapan Amane tidak menunjukkan persetujuan apapun, dan Ayaka merasa puas dengan senyuman hangat yang merekah di wajahnya. 

Menurutku sih, kamu bisa bebas menikmati sebanyak mungkin, loh? Lagipula, itulah  hak istimewa seorang pacar. 

It-Itu memang benar, tapi...

“Oi, Kido. Jangan menggoda Mahiru terus. 

Eh~? 

“Jangan memprotes 'eh~' begitu. 

Kalian bertiga dari tadi ngebahas apaan sih... 

Karena Amane, Mahiru dan Ayaka menjaga jarak sedikit menjauh, Itsuki yang penasaran mendekati mereka bersama Chitose dan Yuuta. 

Ini cuma pembicaraan bahwa Shiina-san sangat menyukai Fujimiya-kun.

Apa, kalian berdua lagi-lagi mau pamer kemesraan, ya? 

“Bukan itu sih, tapi sudah biarkan saja seperti itu.

Sepertinya Amane tidak ingin menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya, jadi ia memilih untuk mengalihkan perhatian.  Mahiru juga merasa lega karena jika pernyataan sebelumnya diungkit kembali, Chitose pasti akan tersenyum dan berkata, Mahiru-chan benar-benar berani, yang sudah bisa dia prediksi dari pengalaman mereka sebelumnya. 

Yah, aku sih tidak masalah jika kalian berdua keliatan mesra, tapi tidak bisa mengambil foto subjek yang penting saat mereka bermain itu sangat tidak masuk akal! Jadi, ayo Mahirun, kita juga bermain! 

Eh, ah, aku tidak berpakaian untuk bergerak seaktif itu. 

Di sana ada dart, panahan, dan biliar. Karena ini pusat permainan, ada juga permainan capit, permainan koin, dan permainan musik! Mumpung kita sudah datang jauh-jauh kemari, jadi kita harus bermain juga!

Serahkan saja pemotretannya padaku dan bersenang-senanglah.

“Iya, iya! Ayo!

Chitose dengan semangat menggenggam tangan Mahiru dan diikuti oleh Ayaka yang menggenggam sisi tangan yang berlawanan dan mengangkatnya sedikit.  

Yuk, mumpung sudah datang ke tempat seperti ini, kita harus bersenang-senang. Ayo!

Karena mengetahui bahwa Mahiru belum pernah berkesempatan berada di tempat seperti ini sebelumnya, kedua gadis itu tersenyum dan menggenggam tangannya. 

Sambil merasa bimbang dengan apa yang harus dilakukannya, Mahiru menoleh ke arah Amane, dan Amane-lah yang memberinya tatapan memesona yang sama seperti yang diberikan Ayaka sebelumnya, lalu tersenyum lembut. 

Kalau sudah diundang, kamu harus pergi. Selamat bersenang-senang.

Amane menunjukkan senyuman lembut seolah-olah sedang menyemangatinya, yang mana itu membuat Mahiru ragu sejenak, lalu dia melangkah maju dengan niat sendiri untuk berterima kasih kepada kedua temannya. 

    

Chitose adalah tipe orang yang selalu menyelesaikan sesuatu setelah memutuskan untuk melakukan sesuatu, dan dia mengambil berbagai macam foto lebih sering daripada yang dibayangkan Mahiru.

Dimulai dari acara penilaian bekal Amane beberapa hari yang lalu, mereka mengabadikan berbagai adegan dalam foto-foto tersebut, termasuk kunjungan ke fasilitas rekreasi, mengunjungi restoran keluarga, sesi belajar di kelas, dan sesi membeli camilan. Itsuki, Ayaka, dan Yuuta juga turut membantu, jadi pasti ada banyak gambar di mana mereka berbicara dan bermain dengan berbagai macam orang. 

Tentu saja, tidak baik jika setiap hari mereka terus-menerus bersama, jadi dia mengatakan bahwa pemotretannya sudah cukup sampai di sini, tetapi dengan alasan ingin mengambil foto dengan suasana yang ingin ditangkap terakhir kali, Chitose meminta Mahiru untuk melakukan sesuatu. 

Hari ini aku mau menginap di rumah Mahirun, jadi aku akan menjadi fotografer pribadi setelah sekolah.

Sebenarnya, dia berencana untuk mulai memilih barang yang akan dikirim ke Koyuki, tetapi karena permintaan Chitose, hari ini diperpanjang dan mereka akan melakukan pemotretan sepanjang hari. 

Amane tadi pagi sempat berpikir untuk melihat foto-foto yang diambil saat pulang hari itu, tapi karena dirinyaa tidak tahu apa-apa, jadi ia melihat ke arah Mahiru yang sedang bersiap pulang dengan wajah bingungan

“Apa iya?” tanya Amane.

“Aku juga baru mendengarnya.” Jawab Mahiru. 

Mahirun!?

Hehe, aku cuma bercanda. Terima kasih banyak. 

……Mahirun juga sudah mulai melakukannya, ya.

“Karena aku saja yang terus-menerus digoda Chitose-san. 

Justru karena kamu terlalu sering digoda, jadi lebih banyak lagi yang harus kamu lakukan. 

Sambil secara santai membawa tas Mahiru yang sudah siap, Amane mendukung lelucon Mahiru, sementara Chitose terlihat sedikit tidak puas tetapi tidak tampak keberatan, sehingga Mahiru tersenyum kecil dan menggenggam tangan Chitose saat mereka bertiga meninggalkan kelas. 

    

 

“Karena hari ini ada Chitose-san, jadi mari kita membuatnya dengan tiga porsi. 

Karena Chitose akan menginap, tentu saja makan malam yang akan disiapkan untuk tiga orang. 

Hari ini Amane tidak bekerja paruh waktu, jadi ia berencana untuk mampir ke supermarket bersama sebelum memutuskan menu. Namun, karena beberapa hari terakhir mereka selalu makan di luar dan bermain, jadi isi kulkas menjadi kosong. Akibatnya, mereka harus berbelanja hari ini, tetapi karena Chitose datang mendadak, pada akhirnya semuanya bakalan tidak masalah

Dalam perjalanan menuju supermarket terdekat, mereka bertiga mendiskusikan apa yang akan mereka masak untuk makan malam nanti

“Satu porsi saja sudah cukup, Chitose?

Kenapa aku dianggap sebagai gadis yang makan banyak... tapi ini masakan tangan Mahiru yang langka, jadi ya. Hari ini menunya apa? 

“Hmmm, kamu sendiri mau makan apa?

“Sesuatu yang pedas! 

Seperti yang diperkirakan, permintaan dengan senyuman lebar dari Chitose membuat Amane mengernyitkan dahi. 

Kamu membuat wajah seperti sedang mengunyah sesuatu yang pahit.

Yah, aku tidak punya pilihan selain memprioritaskan keinginan tamu. 

“Tapi kamu kelihatan enggan banget.”

“Karena standar pedasmu jauh melebihi standarku.

Kalau sudah melewati batas, semua terasa pedas, jadi tidak masalah.

……Mahiru.

“Fufu, aku akan membuatnya secara terpisah.

Mahiru sudah paham bahwa toleransi dan permintaan Chitose terhadap pedas sangat tinggi, jadi saat permintaan itu muncul, dia berpikir bahwa ini harus dibuat terpisah dari bagian Amane. Hal itu tidak merepotkannya sama sekali. 

Ngomong-ngomong, apa ada permintaan spesifik?

Hmm, aku juga tidak ingin terlalu merepotkanmu... jadi, mari kita buat mapo tofu yang sederhana. Tahu itu sehat, dan aku bisa memakannya banyak-banyak.

Mahiru merasa lega karena hidangan mapo tofu ternyata lebih mudah dimasak daripada perkiraannya, karena dia bisa menyesuaikan tingkat kepedasannya dengan menambahkan merica Sichuan, minyak cabai, atau cabai rawit setelah dimasak, tanpa harus memasaknya secara terpisah. Namun, dia mendengar suara Amane yang kecil dan ragu, Sehat...? 

(Sebenarnya, jika ditanya apa ini beneran sehat, mungkin jawabannya tidak.) 

Dia tidak menggunakan bumbu instan dari toko, melainkan bumbu yang dicampur sendiri dengan banyak daging cincang, jadi jika dipikirkan tentang minyak cabai yang digunakan untuk penyesuaian, tidak bisa dibilang ini sangat sehat... tetapi rasanya tidak baik untuk mengungkapkan hal itu kepada Chitose, jadi Mahiru memilih untuk diam. 

Tahu 'lebih' sehat dibandingkan daging, jadi itu tidak ada salahnya

Setelah menyadari bahwa Mahiru menahan komentar, Amane tampak membuat wajah seolah berkata ahh tapi ia juga tidak berniat mengacaukan kebahagiaan polos Chitose. 

Bagaimana dengan lauk pendampingnya? 

Yang tidak pedas.

“Kamu pikir sepedas apa yang aku mau... aku tidak punya selera lain, jadi kurasa kalian berdua yang memutuskan apa yang kalian suka. 

Karena mereka tidak terlalu pilih-pilih makanan asalkan enak, Mahiru memutuskan untuk memilih sesuatu yang cukup ringan dan sehat, lalu dia secara diam-diam memberi isyarat kepada Amane untuk mencatat isi belanja hari ini dalam pikirannya. 

    

 

Berbelanja di supermarket tidak memakan waktu lama. Mahiru sudah memutuskan apa yang akan dimasak, dan biasanya mereka akan berkonsultasi sedikit sambil membeli makanan untuk beberapa hari, tetapi karena ada tamu, mereka hanya membeli untuk hari ini. Paling-paling hanya tambahan satu paket telur dan susu, jadi tidak terlalu banyak barang yang harus dibawa. Meskipun ada dua tas. 

Eh, aku akan membawanya.

Amane yang memegang tas Mahiru dan barang-barang yang dibeli di supermarket, sehingga kedua tangannya terisi. Selain itu, ia juga membawa barang-barangnya sendiri, jadi tampaknya cukup berat. 

Ini tidak berat, jadi tidak masalah.

Kamu jadi membawa semuanya... 

Ini tidak terlalu berat, jadi santai saja. 

Di dalam ada buku pelajaran...

Setidaknya aku sudah berlatih dan di tempat kerjaku juga aku sering mengangkat barang berat, jadi tidak masalah.

Karena dia seharusnya membawa tasnya sendiri, Mahiru merasa sangat bersalah karena Amane dengan baik hati membawanya, tetapi Amane sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyerah. 

Hmm, dasar priyayi.

Jangan meledekku.

Melihat Amane yang seperti itu, Chitose tampaknya tersenyum-senyum, tetapi Amane tetap bersikap keras kepala dan tidak mau menyerahkan barang-barangnya. Mahiru merasa tidak enak, jadi jika bisa, dia ingin membawa setidaknya barangnya sendiri, tapi saat dia berpikir bagaimana cara meyakinkan Amane, Chitose tiba-tiba mendekatinya

Mahirun, Mahirun, di saat seperti ini, kamu harus bilang kamu ingin bergandeng tangan... ia pasti akan menyerahkan barangnya.

Begitu ya!

“Chitose, jangan mengatakan hal yang tidak perlu.

Eh, jadi bergandeng tangan itu hal yang tidak perlu?

“Bukan begitu maksudku!

Amane segera menggelengkan kepala dan membantahnya, jadi Mahiru merasa ini adalah kesempatan yang baik dan mendekatkan jaraknya dengan Amane sambil menatapnya dengan ragu. 

Chitose mengajarkan bahwa dalam situasi seperti ini, yang terpenting adalah berusaha. 

…Apa kita tidak bisa bergandeng tangan saat pulang?

Ugh...

Aku tidak ingin hanya membebankan semuanya kepada Amane-kun. Aku ingin berbagi beban ini... tapi, kamu tidak mau, Amane-kun?

Sambil berjalan, dia menurunkan alisnya seolah terlihat kesulitan. 

…Ke sini, ambillah.

Setelah terus menatapnya, Amane akhirnya menyerah dan menghela napas, lalu menyerahkan barang yang menghalangi satu tangannya. 

──Hanya sebuah tas kecil yang berisi telur dan bumbu masakan

Ini bukan tas yang berat, kan?

Padahal bukan itu! Mahiru menatap Amane dengan ketidakpuasan, tetapi Amane berpura-pura tidak menyadarinya

“Kita berbagi beban dan bergandeng tangan. Aku sudah menepati janjiku. Aku tidak berbohong.

Tas Mahiru yang dipegangnya bersamaan dengan tas ringan itu sekarang dipindahkan ke tangan yang sama, sehingga satu tangannya kosong. Memang benar kalau keinginannya untuk bergandeng tangan dan berbagi beban telah terpenuhi, tetapi bukan dalam pengertian itu. 

Amane sekarang jauh lebih pintar, ya. Ada bagusnya kalian akrab banget, syukurlah.

Dengan satu tangan yang kosong, Amane mengambil tangan Mahiru dan menggenggamnya seolah menenangkan. Chitose, yang merupakan penggoda utama, tertawa senang. 

Amane di sampingnya juga tersenyum seperti Chitose. 

Lihat, jangan rewel. Janji sudah ditepati, kan? 

Rewel... mouu, mouu!

Mahiru menatap Amane seolah-olah ingin menyalahkannya, tapi Amane tidak menunjukkan tanda-tanda terganggu dan terus tersenyum menenangkan Mahiru. Mahiru membayangkan perasaan Amane saat mengeluh sebelumnya dan menggigit bibirnya. 

Dia mendengar suara Chitose yang tertawa di belakang, tapi Mahiru menyerah dan melanjutkan berjalan di sampingnya. 

Tangan yang digenggam erat seakan-akan tidak ingin membiarkan Mahiru pergi. Merasakan kehangatan dan kekerasan tangan Amane, kemarahan kecilnya perlahan-lahan menghilang, berubah menjadi rasa tidak sabar dan geli. 

…Selanjutnya, kita bagi dua, ya.

Ya, ya.

Kita bagi berdasarkan beratnya.

Mahiru menggenggam tangan Amane dengan erat dan menegurnya karena tidak menjawab, tetapi telapak tangannya yang keras tidak bergerak sedikit pun. Saat merasa malu dan kesal karena merasakan sisi maskulin Amane di saat-saat seperti ini, Mahiru mengatupkan bibirnya dengan kuat, dan Amane tersenyum kecil sambil lembut menggenggam kembali tangan Mahiru.

    

Jadi, silakan jalani hari seperti biasa.

Itu terlalu sulit.

Setelah mereka bertiga tiba di unit apartemen Amane, Chitose langsung mengatakannya, dan Amane segera membantah. Jika hanya berdua seperti biasanya, itu masih bisa dimengerti, tetapi sekarang ada Chitose di sini. 

Dia adalah teman dekat yang tidak perlu dijaga perasaannya dan juga orang yang telah mengawasi proses mereka berpacaran, tetapi dilihat berdua seperti biasanya pasti lebih memalukan. 

“Kamu bisa mengabaikanku!

Aku tetap khawatir.

Kalian boleh berpacaran sepuasnya, lho?

Aku tahu kamu akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil foto.

“Jadi kamu mengerti, ya?

Sepertinya tujuan Chitose memang itu, dia menggoyangkan smartphone-nya dengan percaya diri sambil tersenyum nakal, membuat pelipis Amane bergetar. 

Amane yang terlihat jelas kesal tidak peduli dengan hal itu. 

Dengan senyuman ringan yang sangat biasa, Chitose berkata, Kyaaa, seram. Ayo kita foto, sambil bersikap santai dengan smartphone-nya, sehingga Amane mendengus pelan, “Menyebalkan sekali...”. 

Amane mungkin tidak benar-benar marah atau kesal, tetapi dirinya jelas sedikit merasa terganggu. 

Jadi, Mahiru berusaha menenangkan Amane yang tampak mulai cemberut dan pergi ke dapur untuk membuatkan teh susu kesukaannya.

    

Setelah sedikit bercanda dan mengembalikan suasana hati Amane, mereka memutuskan untuk segera menyiapkan makan malam, jadi mereka berdua berdiri di dapur. 

Aku akan mengambil foto yang bagus, jadi jangan khawatir.

Chitose dengan bangga mengarahkan smartphone-nya dari balik meja. Dia memang mengatakan ingin mengambil foto suasana mereka yang biasa, tetapi jika sampai seberani ini, rasanya agak canggung bagi mereka yang difoto. 

Kenapa kamu terlihat senang begitu?

Eh? Tentu saja menyenangkan melihat kalian berdua bahagia! Lagipula, mungkin bisa menjadi referensi untuk memasak. Aku juga ingin bisa membuat masakan pedas enak seperti yang dibuat Mahirun!

Pedas...?

“Kenapa kamu selalu berkutat sama yang ity...? Ya sudah, ini kesempatan untuk menunjukkan bahwa Amane adalah pria yang hebat, kan? 

Kenapa harus melakukan hal yang berlebihan seperti itu?

Amane tidak bisa menyembunyikan rasa herannya terhadap cara bicara Chitose, tetapi Mahiru merasa bahwa itu bukan sesuatu yang perlu ditekankan. Dia sudah memberi tahu Koyuki bahwa dia biasa memasak bersama Amane, dan itu bukanlah hal yang aneh atau tidak biasa, jadi Koyuki tahu bahwa itu adalah kegiatan sehari-hari mereka. Jika tujuannya untuk merekam kehidupan sehari-hari, itu bisa dimengerti, tapi menekankan hal itu terasa tidak tepat.

Amane tampaknya merasakan hal yang sama dan berkata, “Memangnya kamu bodoh apa?” sambil mengenakan celemek. Chitose yang melihat penampilan langka Amane langsung mengambil foto, sementara Amane membiarkannya dan mengambil bahan-bahan untuk makan malam dari dalam kulkas

Bagaimana kalau kita mulai dengan membuat lauk pendamping? Kita ingin mendinginkannya.

Mapo tofu enaknya dimakan panas-panas. 

Hari ini, lauk yang akan disiapkan adalah sawi putih dengan saus asam manis dan labu rebus, serta sup telur dan tomat. Mahiru merasa sedikit kurang dengan sayuran hijau, jadi dia berencana menambahkan kacang hijau yang sudah dimasak sebelumnya untuk mempercantik hidangan. 

Mereka memutuskan untuk membuat sawi putih dengan saus asam manis dan labu rebus terlebih dahulu, jadi Mahiru dan Amane masing-masing akan bekerja terpisah. 

Di awal mereka mulai memasak bersama, Amane sering mendapat dukungan dari Mahiru, tetapi sekarang Amane sudah bisa memasak sendiri dengan mempertimbangkan gerakan Mahiru agar tidak mengganggu. 

Dirinya bisa memprediksi langkah selanjutnya dari apa yang dilakukan Mahiru, sehingga memasak menjadi lebih lancar dengan Amane berada di sampingnya. 

Mahiru, apa kita akan menggunakan cabai untuk Mapo Tofu? 

Tidak, aku tidak berniat memakainya. Tapi aku akan menambahkan sedikit bubuk cabai.

“Bubuknya masih tinggal sedikit lagi, boleh aku menggunakannya?

Tentu saja. Aku punya cadangan, jika tidak cukup, aku bisa ambil yang baru.

Tidak perlu.

"Jawaban yang cepat, ya." 

Melihat Amane yang bersikeras menolak makanan pedas membuat Mahiru tertawa. Amane tampak kesal dan berkata dengan nada jengkel, “Pedasnya yang sedang-sedang saja, tidak perlu terlalu pedas.

Mahiru menyukai sisi manis Amane dan tersenyum sambil memasukkan labu yang sudah dipotong ke dalam kaldu. Saat itu, dia menyadari ada kamera yang muncul dalam pandangannya. 

Kamera itu diarahkan ke arahnya dengan hati-hati. 

Chitose-san?

Apa~? 

Itu untuk foto, ‘kan?

Gerakan kamera itu jelas-jelas bukan untuk mengambil foto.

Ucapan Mahiru tampaknya menarik perhatian Amane, yang juga menghentikan pekerjaannya dan mengangkat wajahnya, menyipitkan mata. 

“Oi, kamu tidak merekam video, kan? 

Kamu sangat peka, ya.

“Apa maksudnya dengan peka?

Sepertinya dia sibuk mengambil beberapa foto sebelumnya, tapi sekarang entah kenapa dia beralih jadi merekam video, dan meskipun Amane melontarkan komentar, dia hanya tertawa dan tidak berniat menekan tombol berhenti merekam. 

Ini bukan untuk dikirim, karena suaraku terekam dan kamu bersikap dingin padaku.

“Karena kamu duluan yang memulainya.

“Sudah, sudah. Aku yakin kalau Chitose-san juga tahu batasannya. 

Nanti akan kukirimkan untuk kalian berdua. Ufufu. 

Apa-apaan dengan senyummu itu?

Tidak ada apa-apa~.

Meskipun Mahiru tampak sangat senang, dia tidak bisa bertanya lebih jauh karena mereka sedang memasak dan harus berhati-hati dengan api, sehingga mereka melanjutkan memasak tanpa mengetahui maksud senyuman ceria itu.

    

Setelah selesai memasak makan malam, tentu saja meja makan biasa tidak cukup untuk tiga orang, jadi mereka menyusun makanan di meja rendah. Chitose melihat dengan kagum saat makanan disusun satu per satu. 

Makanan itu tidak terkesan mewah, meskipun dia memenuhi permintaan, menu makan malam itu tetaplah sederhana. Mereka memperhatikan penampilan agar terlihat menarik dan berusaha menjaga keseimbangan nutrisi, tetapi tetap saja itu adalah makanan biasa. 

Meskipun tidak ada yang luar biasa, Chitose tampaknya menemukan hal itu menarik dan kembali menatap makanan yang sudah lengkap. 

…Apa Amane setiap hari menyantap makanan seperti ini?

Aku tidak tahu apa yang kamu maksud dengan 'seperti ini', tetapi biasanya begini. Satu hidangan utama, dua atau tiga lauk pendamping, dan sup. Meskipun tidak ada hidangan pedas seperti sekarang.

Kalau disajikan seperti itu, Amane-kun pasti akan marah. 

Mapo Tofu yang diminta Chitose dibuat terpisah untuk Mahiru, Chitose, dan Amane. Untuk bagian Amane, ia menggunakan cara dan bumbu yang biasa, sehingga rasanya hanya sedikit pedas. Namun, untuk Mahiru dan Chitose, meskipun dasarnya sama, mereka menambahkan bubuk cabai dan menambahkan lada Sichuan atau minyak cabai setelah disajikan untuk meningkatkan rasa pedas dan umami.

Kadar kepedasan yang cukup membuat keringat keluar, tetapi bukan hanya pedas, melainkan juga memiliki sensasi kesedapan dan rasa umami yang membakar lidah, dengan aroma yang sangat menggugah selera. 

Mana mungkin aku bisa makan makanan pedas menurut standar Chitose.

“Tapi Mahirun bisa memakannya.

Aku sekarang cukup menyukainya, jadi… tolong jangan menyiksa Amane-kun.

“Kurasa karena kemampuan memasak Mahirun lah yang menyiksanya. 

Itulah mengapa aku membuatnya terpisah.

“Aku sangat berterima kasih. Aku akan mencuci piring, jadi tidak masalah jika piringnya bertambah. Aku merasa sedikit bersalah karena merepotkan Mahiru, tetapi aku juga mengerti kalau kamu ingin menyajikan sesuatu yang disukai Chitose karena dia sudah jauh-jauh datang ke sini.

Walaupun Amane tidak menganggap ini sebagai masalah besar, tapi ia merasa menyesal karena secara khusus membuatnya. Ia tidak menghentikan niatnya untuk menyambut Chitose, tetapi wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak bisa makan makanan pedas sesuai standar Chitose, jadi tidak ada pilihan lain. 

Umm, di bagian itu kamu benar-benar baik hati. Meskipun aku senang bisa mendapatkan apa yang aku suka, kan? Sesekali Amane juga harus mencoba tantangan.

Tidak mau.

Amane menolak dengan tegas, dan Mahiru serta Chitose saling memandang dan tertawa, lalu mereka mulai menikmati makan malam sebelum makanan menjadi dingin. 

Mapo tofu yang disiapkan panas-panas, ketika masuk ke dalam mulut, aroma lada Sichuan yang segar dan cerah terasa pertama kali. Kemudian rasa pedas menyerang lidahnya

Rasa pedasnya tidak hanya sekedar pedas, tetapi juga keharuman daging cincang yang dipanggang dengan baik, yang berpadu sempurna dengan tahu yang teksturnya halus dan kenyal karena direbus dengan tepat, menciptakan rasa umami yang kuat di lidah. 

Setelah itu, sensasi kesedapan yang berbeda mengikuti, dan hal tersebut meningkatkan rasa lezatnya. Namun, ini mungkin hanya bagi mereka yang menyukai makanan pedas. 

Enak! Bagaimana caranya kamu membuat ini?”

Dilihat dari wajah Chitose yang cerah dan semangat saat menyantapnya dengan nasi, sepertinya makanan itu cocok di lidahnya. 

Sebenarnya memasaknya tidak sesulit itu. Cukup merebus tahu, memasak daging cincang hingga matang, tidak terlalu banyak mengaduk, dan menggiling lada Sichuan tepat sebelum disajikan, itu saja. 

Tanpa melalui proses menggoreng, ini termasuk kategori yang cukup mudah. Dalam resep pedas lainnya yang dimiliki Mahiru, biasanya melibatkan proses menggoreng atau penggabungan bumbu seperti kari, jadi Mapo tofu yang bisa disiapkan dengan sedikit usaha namun tetap pedas dan enak, sering kali dibuatnya saat Amane tidak ada di rumah. 

Melihat Chitose yang tersenyum lebar dan menyantapnya dengan sangat puas, Amane pun penasaran apakah rasanya benar-benar enak, lalu dia melirik Mapo tofu milik Mahiru di sampingnya. 

…Ngomong-ngomong, pedasnya sampai seberapa?

Hmm, tidak terlalu pedas, kok? Mau coba? 

Kalau boleh, ia mau mencobanya, jadi karena sudah repot-repot menunjukkan minatnya, Amane jadi ingin  mencobanya. 

Aku tidak akan mati, kan?

Tenang saja. Mungkin.

Mungkin?

Sejujurnya, rasa pedas dari cabai dan rasa pedas dari lada Sichuan itu sedikit berbeda, jadi… kali ini cukup terasa pedas, jadi rasanya cukup berani.

Chitose dan Mahiru menambahkan sedikit bumbu sambil menuangkan lada Sichuan yang baru digiling dan minyak cabai ke dalam porsi mereka. Meskipun Amane tidak terlalu suka makanan pedas, sepertinya ini tetap akan membuatnya merasakan kepedasan yang cukup kuat, dan bisa dibayangkan bahwa dirinya akan merasakan kesengsaraan untuk sementara waktu. 

Kalau penasaran, coba ambil satu sendok dengan sendok sayur, kata Mahiru sambil mengarahkan pegangan sendok ke arah Amane agar lebih mudah diambil. Namun, Amane tampak ragu untuk mengambilnya. 

Kamu sangat ketakutan, ya.

“Memangnya ada yang tidak merasa takut setelah mendengar itu?

Aku sih tidak masalah sama sekali.

Jangan berharap aku punya ketahanan seperti itu.

Sambil meladeni ledekan Chitose, pandangan Amane tetap tertuju pada Mapo tofu. 

Mahiru, yang merasa Amane pasti akan memakannya, berdiri untuk mengambil minuman dari dapur. Dia sudah membeli yogurt minum untuk situasi seperti ini, jadi dia menuangkannya sambil mengawasi ke arah ruang tamu, dan melihat Amane yang tampaknya sudah memutuskan untuk mencoba Mapo tofu milik Mahiru dengan hati-hati. 

Setelah itu, Amane langsung menutupi mulutnya. 

Ekspresi wajahnya yang bingung terlihat jelas dari dapur. Meskipun tidak ada tanda-tanda bahwa makanan itu tidak enak, jelas sekali bahwa rasanya pedas, terlihat dari tubuhnya yang bergetar kecil. Karena tidak sampai terjatuh, seharusnya itu bukanlah kepedasan yang tidak bisa ditoleransi. 

Aku hampir menangis karena pedassnya.

Amane yang tampaknya berhasil menelan makanan itu mengeluarkan suara lemah. 

Apa ini penampilan pertama Amane yang menangis? Foto yang langka!” 

Jangan bercanda! Jangan ambil foto! 

“Sepertinya itu tidak boleh.

Tentu saja tidak boleh, dan aku tidak menangis.

Bagi orang yang tidak suka makanan pedas, mungkin hanya rasa asin yang terasa karena kepedasan dan kesedapan. Ini, Amane-kun, yogurt minumnya. Entah apakah rasa pedasnya akan hilang, tapi coba saja.

Terima kasih...

Mahiru kembali dari dapur dan menyerahkan yogurt minum kepada Amane, dan tanpa ragu, Amane langsung meminumnya dengan cepat.  Sepertinya ia benar-benar tidak bisa menanganinya... sebagai pembuat makanan, ketimbang merasa sedih, Mahiru justru merasa bingung. 

Setelah menghabiskan satu gelas yogurt, Amane akhirnya bisa bernafas lega dan menghela napas panjang. Di dahinya terlihat keringat, menunjukkan bahwa satu suapan sangat mempengaruhi metabolisme tubuhnya. 

Aku sudah tahu ini mustahil untukku.

Aku sudah tahu.

Kalau sudah tahu, jangan coba-coba memaksaku untuk memakannya."

Aku hanya ingin berbagi makanan enak.

Yang tidak mungkin ya tetap tidak mungkin. Tapi, yah, aku merasa sedih karena aku tidak bisa merasakan kelezatan ini.

Melihat Amane yang terlihat lesu karena tidak bisa menikmati makanan, Mahiru tersenyum sambil berpikir bahwa ia terlihat sedikit imut, meskipun jika diberitahi secara langsung, mungkin Amane akan marah. 

Setiap orang pasti punya sesuatu yang tidak disukai, jadi tidak apa-apa. Mapo tofu biasa itu pasti enak, kan? 

Tentu saja.

Kalau begitu, tidak masalah. 

Mahiru berpikir tidak semua hal harus sama. Setiap orang bisa mengambil apa yang mereka anggap baik, dan jika saran seseorang tidak disukai, maka sudah sepantasnya kita menerima bahwa selera orang berbeda-beda. Yang penting adalah menghormati selera orang lain, dan tidak perlu ada yang memaksakan diri untuk menyesuaikan. 

“Ayo, kita makan sebelum makanan ini dingin. Mapo tofu yang enak ini juga harus dimakan selagi masih panas, kan?" 

Makanan yang enak harus dinikmati selagi masih enak, sambil memberi sedikit dorongan pada punggung Amane. Meskipun hanya sedikit didorong, Amane tampak terkejut dan berkata dengan suara yang lebih ringan, Iya juga ya, sehingga Mahiru tersenyum lagi sebelum kembali memegang sumpit. 

    

 

Meskipun sudah disajikan dalam jumlah yang cukup, Chitose yang menghabiskan makanan dengan luar biasa tampak sangat puas sambil mengusap perutnya. 

Fyuh, kenyang, kenyang. Terima kasih untuk makanannya.

“Sama-sama. Senang sekali bisa melihatmu makan begitu lahap.

Chitose hampir tidak memiliki makanan yang tidak disukai dan cara makannya yang megah namun tetap halus membuatnya menghabiskan makanan dengan rapi, sehingga sebagai pembuat makanan, itu sangat menyenangkan dan menggembirakan. 

Karena rasanya enak sih! Aku jadi ingin memakannya setiap hari.

Itu hakku, jadi tidak bisa.

“Hee~masa sih?

Chitose berbisik sambil tersenyum nakal, membuat Mahiru merasa sedikit malu dan merapatkan bahunya.  Meskipun Amane tidak bermaksud demikian, Mahiru mengingat kembali percakapannya dengan Koyuki dan berusaha menahan rasa malu agar tidak terlihat. 

Entah Amane tahu atau tidak mengenai kesabaran Mahiru, dirinya mengangkat nampan berisi piring semua orang dan berdiri. 

“Baiklah, tamu yang terhormat, silakan bercakap-cakap dengan koki. Aku akan membereskan ini.

Eh, aku juga.

Tidak boleh. Jangan ambil pekerjaanku.

Bener banget. Mahirun, kamu tidak perlu terlalu berusaha, nanti kamu kelelahan. Kalau Amane bilang begitu, lebih baik kamu bersikap manja padanya saja. 

Entah kenapa, kali ini Chitose yang mengendalikan situasi, mengajak Mahiru duduk di sofa dengan santai. Namun, Mahiru masih merasa enggan sehingga Amane berkata, Bagus, Chitose, tahan dia di situ, menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak berniat membiarkan Mahiru membantu. 

Melihat situasi tersebut, Mahiru menyadari jika dia mengikuti Amane ke dapur, dia pasti akan diusir, jadi setelah mengeluh sedikit, “Muu, dia akhirnya duduk di samping Chitose. 

Amane melihat ke arah mereka dengan puas dan membawa piring-piring ke wastafel. 

“Astaga, bagaimana ya bilangnya, kamu sudah menjadi orang yang bertanggung jawab, ya.

Melihat Amane yang seperti itu, Chitose mengeluarkan pendapatnya dengan penuh perasaan. 

Hehe, ia sangat berbeda dari awal. 

Aku mendengar dari Ikkun bahwa kamarnya sangat berantakan.

Yah, memang begitu. 

Sambil mendengar suara air dari dapur, Mahiru teringat kejadian lebih dari setahun yang lalu. Saat pertama kali bertemu Amane, kamarnya sangat berantakan sehingga tidak ada ruang untuk sanjungan. 

Pertama-tama, pakaian yang sudah dicuci tergeletak di lantai ruang tamu, dan majalah-majalah ditumpuk secara acak atau dibuang sembarangan di lantai. Di atas meja, sumpit sekali pakai dan sendok plastik berserakan, sementara lembaran-lembaran yang dibagikan di sekolah dimasukkan secara sembarangan ke dalam kotak tanpa dibaca dengan baik. 

Untungnya, tampaknya akal sehatnya masih bekerja dan dirinya tidak membiarkan serangga hitam muncul, jadi Amane masih cukup baik dalam mengelola sampah sisa makanan. Tidak ada lalat kecil, dan hanya saja itu adalah contoh klasik dari seseorang yang tidak bisa membereskan barang-barang, seolah-olah bisa muncul di buku tentang kebersihan. 

Kamar berantakan?

Kotor... hmm, mungkin masih dalam batas yang bisa dibilang belum sepenuhnya beres? 

Memang sangat berantakan. 

Tapi tidak menumpuk sampah sisa makanan saja sudah merupakan hal yang bisa dipuji.

Syukurlah, masih dalam batas yang bisa diterima.

Ngomong-ngomong, aku bisa mendengar semuanya. Tapi aku tidak menyangkal karena itu fakta sih.

Dengan suara yang cukup keras, sepertinya suara obrolan mereka bisa terdengar sampai ke dapur, dan Amane yang memegang piring dan spons menatap mereka berdua dengan tajam. 

Aku hanya menceritakan perjalanan pertumbuhanmu, bukan mengumpat. Jika kamu merasa itu mengumpat, coba renungkan dirimu yang dulu. 

Ugh... aku mengerti itu.

Begitu dia diserang dengan pernyataan itu, Amane tampak tidak bisa membantah dan hanya menutup bibirnya, sementara Chitose tertawa lebar. 

“Dan begitulah, sekarang ia sudah seperti ini. 

Setelah sekitar enam bulan bertemu, ia sudah bisa melakukan banyak hal, kan? Masakannya juga semakin berkembang. 

Mahiru, yang telah menghabiskan waktu bersamanya hingga saat ini, tahu betul bahwa Amane adalah orang yang berusaha dan bisa melakukan apa saja jika ia mau berusaha. 

Pada awalnya, Amane memang tidak bisa membereskan dan memasak, sehingga Mahiru bertanya-tanya bagaimana ia bisa menjalani kehidupan sendiri. Namun, ketika Mahiru mengajarinya dengan tulus, Amane juga belajar dengan serius dan mulai mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak bisa. 

Kamar yang dulunya berantakan kini bisa dijaga kebersihannya tanpa bantuan instruksi dari Mahiru, dan Amane bisa memasak sebagian besar resep hanya dengan melihat petunjuk. Dirinya sudah pandai memperhatikan orang lain, dan kini ia semakin terampil dalam menjaga kesehatan Mahiru dan dirinya sendiri.

Selain itu, mungkin karena mulai menyadari pentingnya perbaikan diri, Amane mulai berusaha dalam belajar, latihan, dan perawatan kecantikan. Hasilnya, dirinya menjadi sosok yang jauh lebih baik dibandingkan dengan Amane yang pertama kali mereka temui, meskipun kebaikan dan kejujurannya tetap tidak berubah. 

Jelas saja, jika Amane tidak menunjukkan adanya perkembangan dalam enam bulan di bawah pengawasan Mahirun, itu menunjukkan kurangnya kemampuan belajar yang parah.

Dia tumbuh lebih dari yang kubayangkan. Ada banyak aspek yang berubah. 

Termasuk otot?

Bahkan Chitose-san ikut-ikutan menggodaku begitu...

“Habisnya~, fetish Mahiru pada Amane memang luar biasa. 

Itu bukan fetish, itu hanya karena dia terlalu menyukaiku.

Oh? Kamu sangat percaya diri, ya?

Karena kenyataannya aku dicintai.

Amane mengatakannya dengan santa seolah-olah sedang menelan teh dengan cepat, membuat Mahiru merasa malu. 

Mahiru merasa senang bahwa Amane menyadari hal itu, dan semua usaha yang telah dilakukannya terasa terbayar, tetapi ketika mendengarnya langsung, rasa senang itu dikalahkan oleh rasa malu. 

“Kamu benar-benar tumbuh dan jadi kurang menggemaskan, ya. 

Sejak awal memang tidak ada yang menggemaskan. Lagipula, setelah kamu berkali-kali meledekku untuk lebih jujur, sekarang kenapa kamu malah menggodaku setelah aku sudah jujur?

Itu karena cinta.

“Itu sih cinta yang menyimpang, ya. 

Kalau begitu, aku tidak membutuhkannya, pikir Amane dengan wajah dan suara serius sambil melanjutkan mencuci piring. Chitose berkata sambil tertawa, “Satu-satunya perasaan cinta yang dibutuhkan itu cuma dari Mahirun doang ‘kan, ya, membuat Mahiru tidak bisa berkata apa-apa dan hanya merasakan kembali panas tubuhnya yang tidak sama seperti saat makan malam tadi. 

    

Karena hari ini mereka menginap, jadi Mahiru dan Chitose keluar dari rumah Amane sedikit lebih awal dan bersantai mandi di rumah Mahiru untuk bersiap-siap. 

Karena besok masih ada jadwal sekolah, mereka tidak bisa begadang, jadi mereka bersiap-siap lebih awal. Namun, karena mereka mandi secara terpisah, itu memakan waktu cukup lama, dan ketika semua persiapan selesai, waktu sudah sedikit lebih awal dari biasanya mereka tidur. 

Chitose sering menginap di rumah Mahiru, jadi dia sudah terbiasa. Dia mengenakan piyama yang mereka beli bersama dan duduk di tempat tidur sambil melakukan sedikit peregangan. 

Belakangan ini aku jarang menginap di rumah Mahirun, jadi rasanya sudah lama banget. Tempat tidur Mahiru yang empuk itu nyaman banget. 

Aku percaya kita harus mengeluarkan uang untuk tempat tidur. Lagipula, tubuh adalah modal kita. 

Mahirun sangat menghargai hal-hal seperti itu, ya. 

Aku diajari bahwa sekali tubuh rusak, sulit untuk sembuh.

Koyuki mengajarinya bahwa dirinya harus menggunakan barang-barang berkualitas tinggi untuk barang-barang yang masuk ke dalam atau bersentuhan langsung dengan tubuhnya. Karena dampaknya besar, jika tidak memperhatikan, itu akan berpengaruh di kemudian hari. Tidak masalah saat masih muda, tetapi perbedaannya akan terlihat seiring bertambahnya usia, dan Mahiru terkesan ketika dia mengatakan itu. 

Meskipun begitu, dia tidak terlalu terikat pada barang-barang yang sangat mahal, tetapi dia memilih barang-barang yang sesuai dan nyaman untuk digunakan dalam kehidupannya. Mahiru cukup memperhatikan tempat tidurnya, memilih yang besar sehingga beban tubuh terdistribusi dengan baik dan nyaman untuk tidur, begitu juga dengan bantalnya. 

Mahiru yang sangat teliti dalam hal ini membuat Chitose mengangguk dengan ekspresi tenang. 

Orang itu pasti sangat menghargai Mahiru, ya.

Semoga saja.

“Kamu seharusnya pada dirimu sendiri. ... Boleh aku bertanya tentang orang tua angkatmu, Mahirun?

Tidak masalah.

Sebenarnya, Mahiru belum pernah memberitahu Chitose tentang Koyuki.

Dia memang sudah menyampaikan bahwa Koyuki adalah orang tua angkat yang telah merawatnya, tapi dia belum menjelaskan seperti apa orangnya dan bagaimana dia merawat Mahiru. Ada waktu ketika dirinya merasa enggan untuk membahas orang tua karena masalah yang dihadapinya, dan Chitose pun tampaknya tidak ingin bertanya tentang masa lalu. Oleh karena itu, Mahiru tidak memiliki kesempatan untuk membicarakan Koyuki. 

Namun, Chitose sudah membantunya mengirimkan foto Koyuki dan menciptakan banyak kesempatan bagi kami untuk bersama. Mahiru tidak ingin memilih untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Chitose. 

“Sebenarnya dia orang yang seperti apa?

“Yah ... bisa dibilang dia adalah orang yang bisa melakukan segalanya, aku tidak pernah melihatnya tidak bisa melakukan sesuatu.

Dari sudut pandang Mahiru, Koyuki adalah seorang wanita dewasa yang lembut dan penuh perhatian, yang mengerjakan segala sesuatu dengan sempurna sebagai pembantu rumah tangga. 

Mungkin karena Koyuki mempunyai anak yang lebih tua dari Mahiru jadi dia sudah terbiasa, tetapi dia benar-benar bisa melakukan segalanya, mengajarkan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalani kehidupan di masyarakat, sehingga Mahiru benar-benar tidak tahu siapa dia sebenarnya. 

Koyuki diatur oleh ibu kandung Mahiru, tetapi Mahiru meyakini dia memiliki latar belakang dan identitas yang baik, karena dia tidak ingin menimbulkan masalah. Jadi dia tidak pernah meragukan atau curiga tentang hal itu. 

Jadi, bisa dibilang dia versi sempurna dari Mahirun.

Setidaknya, dia berada di level yang lebih tinggi.

Kenapa kamu merendahkan diri di situ? 

Karena Chitose-san yang bilang begitu.

Maaf ya. 

Sambil membiarkan Chitose memeluknya dengan erat, Mahiru teringat akan kebahagiaan yang sama seperti saat-saat kesepian di masa lalu. 

Mahiru mencari kasih sayang orang tuanya dan berusaha keras untuk diperhatikan. Meskipun pada akhirnya itu tidak terwujud, dia tidak merasa bahwa tidak ada yang bisa dia dapatkan dari masa-masa itu

Setidaknya, dia bisa mendapatkan kebaikan Koyuki yang mengajarinya bagaimana menjadi manusia yang baik dan cara yang benar untuk mencintai dan dicintai. 

Dia adalah orang yang luar biasa yang mengajarkan banyak hal.

Masakan Mahirun juga hasil didikan orang itu, kan?

Iya. Aku benar-benar belajar banyak masakan darinya. Dia mengajarkan banyak hal, mulai dari norma-norma umum, etika, belajar, hingga cara menampilkan diri. 

Jadi, bisa dibilang Mahiru yang sekarang ini sebagian berkat orang itu ya.

Iya. Tanpa kehadirannya, aku mungkin tidak akan menjadi diri aku yang sekarang, dan mungkin aku sudah mengakhiri hidupku. Dia telah mendukung aku begitu banyak.

Seandainya saja, seandainya saja...

Seandainya saja pembantu rumah tangga yang ditugaskan untuk Mahiru bukanlah Koyuki, tetapi seseorang yang hanya menjalankan tugasnya secara rutinitas dan segera pergi. 

Tindakan yang benar dalam pekerjaan itu mungkin tidak akan memberikan penghiburan apa pun bagi Mahiru.

Mungkin tidak ada yang mengajarkannya dengan baik, dia bahkan tidak mengetahui sopan santun yang benar dan tidak tahu apa itu cinta, hanya hidup sendirian dalam kesepian. Mungkin suatu saat dirinya tidak dapat menahan semua itu dan berhenti melangkah maju. 

Mahiru tidak ingin memikirkan kemungkinan akhir yang paling buruk tersebut. Sekarang, itu adalah suatu akhir yang sama sekali tidak bisa dibayangkannya

Mahiru tidak memilih untuk itu semata-mata berkat Koyuki, jadi dia sangat berterima kasih kepadanya, tidak ada kata-kata yang cukup untuk mengungkapkan rasa syukurnya

Jadi, kamu sangat menyukainya dan merasa berhutang budi, ya? 

Tentu saja. ... Dia seperti orang tua bagiku. Aku ingin suatu saat bisa membalas budi padanya, tetapi sebagai anak angkat, aku merasa tidak pantas untuk terlalu terlibat dalam kehidupan pribadinya. 

Sekarang, dia tinggal bersama pasangan anaknya, jadi ada masalah jarak yang membuat Mahiru kesulitan untuk mengunjunginya. Dia bahkan tidak tahu apa pendapat anak-anak Koyuki tentang dirinyaku, mungkin mereka merasa terganggu. 

Dengan mengingat hal itu, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah berinteraksi dengannya secara hati-hati, tetapi Chitose menerima kata-kata Mahiru dan berkata, Di situ kamu agak rendah diri, ya. 

Hmm, tapi kita tidak akan tahu tanpa bertanya, kan? Kurasa tidak tepat bagiku untuk mengatakannya dengan pasti, atau bagi Mahirun untuk mengatakannya dengan pasti. 

…Iya, benar.

Memang, itu benar. Seseorang tidak bisa sepenuhnya memahami pikiran orang lain. Selama kita tidak dapat mengintip hati mereka atau mereka tidak memberi tahu kita, tidak peduli seberapa banyak kita menduganya, itu hanya akan menjadi sebuah perkiraan. 

Orang tidak dapat sepenuhnya memahami perasaan orang lain. Mungkin itulah kebenaran yang sederhana. 

Yah, jika kamu ingin membalas budi padanya, sebaiknya kamu bisa memikirkannya setelah kamu dewasa, Mahirun.

Setelah dewasa.

Sebenarnya, kita ini masih anak-anak, jadi jika anak-anak berbicara tentang hal-hal seperti itu, orang tua mungkin lebih ingin agar kita memprioritaskan diri kita sendiri. Pada masa-masa sulit seperti itu, anak-anak biasanya hanya bisa memikirkan diri mereka sendiri. Setelah naik kelas, mereka akan menjadi siswa yang harus menghadapi ujian, kan? Untuk membalas budi juga ada situasi ekonomi, dan jika kita bahkan tidak bisa mengurus diri sendiri, bagaimana mungkin kita bisa membantu orang lain?

Mahiru tertegun dengan cara bicara Chitose yang sangat santai, dan dia mengedipkan mata padanya dengan nada bercanda penuh keceriaan.

Ucapan Chitose memang ada benarnya; meskipun Mahiru ingin melakukan sesuatu untuk Koyuki, Koyuki pasti tidak akan menerimanya. Dia bahkan mungkin akan menegurnya dengan mengatakan, Pertama-tama, hargai dirimu sendiri.

Chitose-san juga sudah menjadi realistis, ya.

“Perkataanmu seolah-olah mengatakan aku selalu bicara dengan penuh harapan. Kejam banget~.

Maaf, aku tidak bermaksud begitu.

Aku tahu. ... Yah, dalam kasus Mahirun, sepertinya masa depanmu akan baik-baik saja. Kamu memiliki Amane di sampingku dan mempunyai dua tenaga kuda, jadi kalian berdua pasti bisa mengatasi semuanya. 

Dia mengatakannya dengan begitu lugas hingga Mahiru merasa tertegun. 

Dalam konteks ini, istilah dua tenaga kuda’ merujuk pada pendapatan finansial keluarga. Fakta bahwa dia mengatakannya bersama Amane berarti bahkan Chitose sudah menduganya.

(...Masa depan yang kuharapkan.) 

Sesuatu yang pasti, berbeda dari sekarang. Menjalin kontrak resmi, menggunakan nama keluarga yang sama, dan menjalani hidup bersama—masa depan yang seperti itu. 

Dia tidak tahu seberapa banyak dirinya menginginkan itu, sebuah masa depan ideal. 

Hanya dengan membayangkannya, Mahiru merasa pipinya terasa panas dan jantungnya berdebar kencang, mengalirkan darah dengan semangat ke seluruh tubuh. 

Oya?

Menyadari ada yang tidak beres dengan Mahiru, Chitose kembali menatapnya, lalu senyumnya berubah lembut. 

“Nfufufu, kamu baru saja membayangkannya, kan? Imut sekali~!” 

…Tolong jangan difoto.

Ini hanya untuk pribadi! 

“Itu bahkan lebih parah lagi!

Ketika Chitose dengan santai mengarahkan smartphone-nya, Mahiru menepuk paha Chitose dengan lembut untuk memperingatkan. Chitose menunjukkan layar gelap tanpa gambar, seolah-olah hanya bercanda. 

Yah, kamu tidak perlu khawatir begitu, Mahirun. Setidaknya, mengirim pesan yang jujur bahwa kamu sangat bahagia saat ini sudah cukup untuk membalas budi.

…Itulah sebabnya aku sedang diambil fotonya.

Oh, benar juga, maaf.

Melihat Chitose tertawa geli, Mahiru menghela napas sambil berkata “Mouu, tetapi wajahnya tetap tersenyum, merasakan betapa beruntungnya dia memiliki teman yang luar biasa seperti Chitose.

    

“Astaga, mereka benar-benar mengambil banyak foto ya. 

Setelah sesi pemotretan selesai, pada hari libur kerja Amane berikutnya, keduanya pulang lebih awal untuk memeriksa hasilnya dan mereka berdua duduk berdampingan sambil mengintip satu smartphone di ruang tamu. 

Setelah satu minggu sesi pemotretan, Chitose dan yang lainnya telah mengambil banyak foto, dan ketika mereka mengumpulkan gambar-gambar itu, tampak banyak sekali gambar yang berjejer sehingga bilah gulirnya menjadi sangat kecil. 

Dilihat dari thumbnail yang terlihat, mereka tampaknya benar-benar mengambil berbagai macam foto, termasuk foto Mahiru dan Amane, masing-masing saat sendirian, serta foto-foto saat bermain bersama. 

Keduanya memandang hasil kerja keras Chitose dan yang lainnya, mengingat kembali peristiwa selama seminggu terakhir. 

“Seriusan, ukuran filenya besar sekali… Berapa banyak foto yang mereka ambil sih? 

Mereka sangat antusias saat mengambil foto. Amane-kun juga kelihatan sangat lucu.

Di dalam foto tersebut, ada gambar Amane yang malu-malu saat diminta Mahiru untuk memakan crepe, dan melihat itu, Amane tampaknya teringat momen itu dan langsung menunjukkan ekspresi cemberut. 

“Tapi aku tidak bisa menganggapimut’ sebagai pujian.

“Kamu tidak bisa menerimanya? 

Karena Mahiru doang yang begitu. 

Amane-kun memang bersikap manis padaku, ya.

Itu sudah jelas.

Meskipun agak aneh bagi Mahiru yang sedang dimanjakan untuk mengatakan hal itu, Amane memang sangat manis hanya padanya. Kecuali dalam situasi tertentu, dirinya tidak akan marah dan sangat toleran, sehingga terkadang Mahiru bertanya-tanya apa itu baik-baik saja. 

Namun, karena itu hanyalah cerminan dari fakta bahwa dia sangat dicintai, jadi Mahiru tentu tidak merasa buruk, malah merasa senang. Amane adalah orang yang bisa mengatakan bahwa hal-hal yang benar-benar salah adalah salah, jadi tidak ada rasa khawatir. 

Mahiru menyukai kenyataan bahwa ia bisa membedakan hal-hal seperti itu, sambil bersandar pada Amane di sebelahnya, mengingat kembali kenangan selama seminggu terakhir. 

Foto-foto tersebut menampil berbagai momen. Misalnya saja ketika mereka semua berbagi bekal, atau meskipun dalam permainan bola dia kalah total dari Yuuta, tapi Amane dengan bangga meraih posisi pertama dalam permainan dart, Mahiru yang terus-menerus gagal dalam permainan crane, dan saat mereka semua belajar serius di sekitar meja, serta Amane yang dengan percaya diri menggendong Mahiru sambil mengklaim bahwa dia sedang berlatih dengan baik karena godaan Ayaka. Ada banyak momen yang terabadikan. 

Semakin dilihat, semakin kagum Mahiru dengan kemampuan Chitose dan Itsuki yang tidak melewatkan momen-momen berharga mereka, sambil perlahan menggulir ke bawah, dia melihat foto-foto terbaru. 

Salah satu foto tersebut adalah foto pemandangan senja yang diambil dari belakang Mahiru dan Amane. 

Wajah mereka tidak terlihat jelas karena diambil dari belakang, hanya menunjukkan siluet wajah mereka yang dibingkai oleh sinar matahari terbenam. Ekspresi mereka begitu tenang dan dipenuhi kebahagiaan, sehingga Mahiru bertanya-tanya kapan dia pernah menunjukkan ekspresi seperti itu. 

Seperti biasa, mereka bergandeng tangan, dan bayangan yang terhubung menunjukkan kedekatan, menciptakan rasa nostalgia yang bisa dibilang adalah kebahagiaan sehari-hari Mahiru yang biasa. 

Kapan dia mengambil foto seperti ini?

Setelah mereka bergandeng tangan, Chitose mungkin telah mengambilnya saat itu. 

Karena komposisinya begitu indah, Mahiru sempat ragu apa foto itu diambil oleh seorang fotografer profesional. 

Mahiru menatap foto yang meninggalkan kesan hanya dengan sekali lihat, sementara Amane perlahan menggenggam tangan Mahiru yang tampak bingung. 

“Kamu mengetahui alamat Koyuki-san ‘kan, Mahiru?

Tiba-tiba kenapa bertanya begitu? Tentu saja aku sudah diberi tahu dan mencatatnya. Jika ada perubahan, kurasa dia akan memberitahuku, jadi kupikir dia masih tinggal di sana. 

Syukurlah. Maksudku, hanya mengirimkan foto ini, rasanya sayang sekali jika sudah mendapatkan banyak foto bagus.

Amane juga tampaknya tertarik dengan foto ini, arah pandangnya tertuju pada gambar tersebut. 

Sayang sekali, sepertinya lebih baik jika kita mencetaknya dan membuatnya seperti album. Mengirimkannya dalam bentuk data juga bagus, tapi entah kenapa rasanya sedikit hambar. Mungkin lebih menyenangkan jika kita menambahkan berbagai dekorasi dan catatan. 

Kata album yang diucapkan Amane terdengar asing bagi Mahiru. 

Mahiru tidak pernah difoto karena bahkan orang tuanya pun tidak pernah mengarahkan pandangan kepada dirinya, jadi dia tidak memiliki kenangan apapun. Itu terasa sangat jauh. 

Mereka akan membuatnya sendiri. 

Ah, tentu saja jika Mahiru tidak mau, kupikir lebih baik mengirimkan data saja. 

Amane melambaikan tangan, seolah-olah tidak ingin memaksakannya, dan alasan ia terlihat cemas ialah karena Mahiru sejenak menunjukkan ekspresi murung. 

Mahiru menatap mata Amane dengan tegas dan tersenyum, seolah-olah ingin menyampaikan kalau dirinya tidak membenci usulan Amane. 

Tidak. ...Aku belum pernah membuat atau memiliki album di rumah, jadi aku ingin mencobanya.

Begitu. Kalau begitu, ayo kita buat dua, satu untuk disimpan sebagai kenang-kenangan.

Ya.

Tanpa berlebihan memperhatikan atau sebaliknya, tanpa mengabaikannya, Amane melanjutkan dengan suara lembut yang seperti angin malam yang lembut di musim semi, dan Mahiru merasakan bahwa dia memang menyukai sisi Amane yang seperti ini, membuat senyumnya semakin lebar. 

Jika sudah diputuskan, kita bisa minta bantuan mereka untuk membuatnya dengan baik.

Apa maksudnya dengan 'membuatnya dengan baik'? Fufufu.”

Jangan berharap aku punya selera yang bagus. ...Mari kita kumpulkan hal-hal baik dari semua orang, dan buat sesuatu yang akan menjadi kenangan.

Ya.

Betapa manisnya bunyi kata album itu. Album pertama bagi Mahiru. Pasti ini bukan yang pertama dan terakhir, tetapi yang pertama dari banyak album yang akan datang. 

Hanya dengan memikirkannya sudah membuat hati Mahiru terasa hangat dan hampir membuatnya terharu, meskipun dia berusaha menahan diri, senyumannya tidak bisa dibendung saat bersandar pada lengan Amane, dan Amane juga memberikan anggukan sambil memamerkan senyuman lembut dan tenang.

 


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama