Chapter 6.2 — Kitagawa Reine After. Pembatas Buku Rahasia di Bawah Hujan Perak
Di tengah
musim hujan, meskipun hujan terus-menerus turun, langit akhirnya cerah untuk
pertama kalinya setelah sekian lama. Perkiraan cuaca juga mengatakan bahwa hari
ini akan cerah sepanjang hari, jadi suasana hatiku pun segar.
“Aku ada di
toko buku biasa.”
Aku
memeriksa kembali pesan singkat yang dikirim oleh Reine. Hari ini, jadwal
perkuliahan hanya berlangsung sampai siang, tapi karena aku telah mengumpulkan
laporan, Reine yang juga selesai kuliah siang ini pergi ke toko buku lebih
dulu.
Perlindungan
berlebihan dari para 【Gadis Elok Empat Arah】 mulai berkurang, dan perlahan-lahan aku juga mulai
memiliki lebih banyak waktu untuk diriku sendiri. Mereka berempat juga semakin
sering menghabiskan waktu mereka masing-masing, baik dengan bekerja paruh
waktu, bermain, atau menekuni hobi mereka.
Rasanya
benar-benar melegakan...
Setelah
terlambat sekitar tiga puluh menit, aku menuju toko buku favorit Reine. Rambut
peraknya yang indah dan mencolok membuatku tidak akan kesulitan menemukannya.
“Ups, aku
sudah menemukannya... Lah, apa sih yang dia lakukan?”
Reine
menatap rak buku di atas dengan serius. Ketika aku bertanya-tanya apa yang
dilakukannya, dia mengulurkan tangan dan mulai melompat-lompat.
Tampaknya
dia sangat berusaha, menggemaskan, dan mencolok secara fatal. Dan ketika dia
melihat sekeliling, tiba-tiba matanya bertemu denganku.
“──”
“──”
...Maafin
aku soal itu, oke?
Mungkin
merasa malu, Reine menundukkan kepala dan datang mengahmpiriku. Dia dengan
lembut mencubit lengan kiriku dengan ujung jarinya dan menunjukkan rak buku.
“Ehm, itu,
aku tidak bisa menjangkau. Bisa tolong kamu ambilkan untukku...?”
Dia
menengadah ke arahku. Daya tariknya terlalu kuat, sehingga aku menutupi wajahku
dengan kedua tangan.
“...Satoshi?”
“Tidak, bukan
apa-apa...”
Sambil menghindari
tatapan penasaran Reine yang menatapku, aku meraih buku yang dicari dan dengan
mudah mengeluarkannya untuk diberikan padanya.
“Terima
kasih...”
“Bukunya
tidak terlalu sulit dijangkau, jadi tidak perlu khawatir.”
Reine
menerima buku dariku dan dengan lembut memasukkannya ke dalam keranjang
belanja.
“Sepertinya
kamu membeli banyak sekali, ya.”
“Ya. Ada
banyak buku yang ingin kubaca.”
“Mahasiswi
fakultas sastra memang beda. Coba-coba, aku mau lihat...”
Aku sedikit
mengintip buku-buku yang ada di dalam keranjang.
'Cara
Menghabiskan Malam Bergairah Bersama Orang yang Kamu Cintai'
'Cara
Membuat Seseorang Terjerat'
'Panduan
Pelayanan Lengkap'
'Pria Harem Seharusnya
Mati Saja'
'Gadis
Berambut Perak adalah Heroine Utama'
'Hanya Lihat
Aku Saja'
...Aku
merasa sepertinya telah melihat sesuatu yang tidak seharusnya.
“Kenapa? Ada
yang salah?”
Dia alami...
ya?
“Tidak, bukan
apa-apa...”
Reine menunjukkan wajah serius. Dia pasti memilih ini tanpa makna yang
dalam. Jika tidak, aku hanya bisa bersiap untuk berbagai kemungkinan. Namun, di
antara semua itu, aku mengambil sebuah buku.
'Cara
Terus Akrab dengan Teman'
... ..Entah bagaimana, buku itu menghangatkan hatiku.
Teman
yang dimaksud pasti tiga
orang lainnya.
Seketika
berikutnya, Reine meraih buku itu dengan wajah merah padam hingga ke telinganya.
“Ja-Jangan dilihat…”
Kenapa
begitu…?
Aku benar-benar tidak mengerti standar Reine.
Aku
mengatur kembali pikiranku, memegang keranjang belanjaannya, dan memeriksa isinya.
“Apa ini
sudah semuanya?”
“Eh,
iya.”
“Baiklah.
Aku akan pergi untuk membayar.”
Dia
membuka matanya sejenak.
Lalu, ekspresinya melunak dan sedikit tersenyum.
“Kamu tidak perlu repot-repot melakukan
itu. Aku sudah merasa senang hanya
dengan perhatianmu.”
Suara Reine
kali ini terdengar sangat tulus. Namun,
Reine salah paham. Aku
tidak berniat bersikap baik untuk membalasnya.
“Aku
ingin mentraktirmu sebagai penebusan karena telah melihat dirimu yang
memalukan, loh?”
“Diriku
yang... memalukan…!?”
Sepertinya
dia sudah menyadarinya. Pada dasarnya, aku hanya ingin
membayar dengan uang untuk apa yang telah membuatku terpesona.
“Bodoh…”
Sepertinya,
hari ini aku ditakdirkan untuk dibunuh berkali-kali.
◇◇◇◇
“Sudah kuduga, rasanya memang
tidak adil,”
Reine
mengembungkan sedikit pipinya dan menggerutu dengan kesal.
Pada
siang hari yang cerah di pusat kota. Kami
berjalan menyusuri jalanan
yang ramai.bayangan kami
yang berjalan berdua terpantul di
jendela kaca gedung yang modis.
Busana Reine hari ini adalah blus putih berumbai dan rok panjang hitam. Secara keseluruhan, penampilannya
sederhana, tetapi dia mengenakan jam tangan mahal yang membuatnya terlihat
dewasa dan terampil.
Penampilannya
yang jauh dari kesan mahasiswi
membuatnya tampak seolah-olah baru keluar dari majalah, dan hanya dengan
berjalan saja dia sudah menarik perhatian
orang-orang di sekitarnya.
“Kenapa cuma
aku satu-satunya yang menunjukkan diri dengan memalukan…”
“Karena kamu yang membuat dirimu sendiri
terjebak?”
Aku tidak
melakukan kesalahan apapun.
Hanya saja, aku cuma sedang apes saja melihatnya.
“Eh~ jadi
kamu bisa berkata begitu…”
Mata Reine
menjadi tajam. Lalu, dengan ekspresi cemberut, dia menepuk tanganku.
Ketika
aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan, dia tiba-tiba berdiri di depanku
dan menghalangi jalanku dengan langkah-langkah
kecil.
Seperti anak kucing yang berusaha menghalangi jalan, dia mengangkat
dagunya dan membuka kedua tangannya.
“...Peluk
aku.”
“Hah?”
“Sudah kubilang, peluk aku.”
Aku
menengadah ke langit dengan tenang.
Ah…
jangan-jangan… kebiasaan buruk Reine muncul lagi.
Semasa
SMA dulu, dia adalah seorang putri penyendiri dan tidak membiarkan siapa
pun mendekat. Semua orang mengagumi sikapnya. Namun, sifat aslinya hanyalah
seorang gadis manja yang canggung. Meskipun
demikian, dia pasti tidak akan mengakuinya. Ketika aku dan tiga orang lainnya
memanjakan Reine, dia marah, tetapi sebenarnya dia
merasa senang berada di samping kami. Di sisi lain, jika
kami tidak memperhatikannya, dia akan terlihat sedih dan gelisah.
Singkatnya,
dia adalah gadis yang imut. Namun, kadang-kadang jika terlalu berlebihan, Reine akan berusaha
membalas dengan cara yang tidak tepat dan menjadi liar.
“Reine,
aku minta maaf, tapi
tenangkan dirimu dulu,”
“Enggak mau.”
Dia
memalingkan wajahnya seperti anak kecil dan
mengembungkan pipinya. Jika bukan di tempat ini, aku ingin segera memeluk Reine
dan mengelus kepalanya. Namun, sekarang kami berada di tengah kerumunan. Di
tempat duduk teras kafe, menunggu lampu lalu lintas, di zebra cross… mustahil
untuk menghindari tatapan orang-orang di sekitar.
“Eih.”
“Uwoh!?”
Seketika
berikutnya, Reine melompat seperti kucing dan dengan semangat memelukku.
Itu
adalah serangan yang tidak terduga. Aku benar-benar lengah.
Tatapan
orang-orang di sekitar langsung tertuju pada kami. Bahkan, aku merasakan ada
yang mengarahkan smartphone-nya
ke arah kami.
“Reine,
ini gawat…!”
“Muuhuu…”
Kenapa
dia kembali bersikap seperti anak kecil…?
Meskipun
wajahnya tidak terlihat, aku bisa mendengar suara manja Reine yang teredam. Aku bisa
merasakan suhu dan detak jantung Reine dari balik bajuku.
Meskipun
tidak terlihat, dia pasti
sedang tersenyum bangga.
Dia
merasa puas karena berhasil membalas dendam.
“...Aku
benar-benar kalah. Aku benar-benar minta maaf.”
“...Begitu.”
Nada
suaranya kembali normal. Sepertinya dia sudah kembali dari mode anak kecil yang
aneh itu ke dirinya yang sebenarnya.
Suara
tawa yang terdengar dari sisi lain
kerumunan dan tatapan pasangan yang melihat ke arah kami mungkin membuatnya
kembali tenang. Persis seperti betapa canggungnya perasaanku.
“Kalau
bisa… aku akan senang jika kamu menjauh sedikit…”
“Tidak…
Ini adalah hukuman karena Satoshi
bersikap jahat padaku…”
Suara Reine
sedikit bergetar. Suara
itu campuran antara rasa malu dan manja, ditambah sedikit rasa enggan untuk
berpisah. Dia mungkin merasa malu dengan apa yang dilakukannya, tapi dia tidak bisa mundur sekarang.
Tapi,
Reine.
Kamu
seharusnya menyadari bahwa tetap seperti ini jauh lebih
memalukan…
◇◇◇◇
Ada
akuarium besar yang cukup terkenal di pusat kota di
dekat kampus kami.
Setelah
mentraktir buku dan menjalani permainan memalukan seperti itu, sepertinya Reine
masih belum tenang, jadi kami akhirnya pergi berkencan berdua.
Rupanya,
berkencan berduaan tanpa
izin dianggap melanggar “Perjanjian Empat Arah.”
Meskipun
aku berpikir tidak ada yang akan mengetahuinya, pasti dalam beberapa hari ke depan,
semua akan terbongkar.
Aku merasa sedikit tertekan ketika membayangkan
‘hukuman’ di hari berikutnya. Kemampuan detektif pacar-pacarku
sudah melampaui batas. Tapi, untuk saat ini, aku harus menikmati kencan ini.
“Sudah
lama sekali aku tidak mengunjungi
akuarium. Kalau kamu bagaimana,
Reine?”
“Aku
juga. Kurasa sejak perjalanan sekolah waktu SD,
mungkin.”
Reine dan
aku berjalan bergandeng tangan bak sepasang kekasih.
Kulit Reine yang cantik sedikit memerah, jelas terlihat bahwa dirinya merasa malu.
Setelah memasuki akuarium, pencahayaannya menjadi
gelap, seolah-olah kami berjalan di lautan malam yang pekat.
“Wah…
indah sekali ya,”
Reine
menyentuh kaca akuarium dengan lembut. Cahaya biru pucat yang dipantulkan di
permukaan air menerangi matanya dengan lembut.
“Memang.
Pemandangan yang fantastis…”
Ikan-ikan
berenang dengan tenang di dalam akuarium.
Sambil
membaca penjelasan dan mengangguk mengerti,
kami melanjutkan ke akuarium berikutnya. Reine berhenti di depan setiap
akuarium, mendekatkan wajahnya ke kaca, dan setiap kali, matanya berkilau penuh
rasa ingin tahu.
“Dia kelihatan seperti anak kecil…”
Saat aku
tersenyum melihat pacar imutku, tatapan mataku bertemu dengan Reine.
“Ada
apa?”
“Tidak,
aku senang melihat Reine bersenang-senang.”
“Apa-apaan sih itu?”
Reine
tersenyum kecil, sepertinya puas dengan pameran di depannya, lalu menggenggam
lenganku dan mendorongku untuk melanjutkan.
Akuarium
berikutnya menampilkan seekor gurita raksasa.
“Kelihatannya
enak…”
“Bagaimana
bisa beranggapan begitu?”
Reine
memandangku dengan ekspresi terkejut. Memang, tidak ada suasana begitu sama sekali, jadi aku sedikit
merasa bersalah.
Kemudian,
tatapan Reine berpindah-pindah
antara diriku dan gurita. Sepertinya dia
sedang memikirkan sesuatu.
“Katanya gurita jantan itu sangatttttt jantan
dan setia…”
“Benarkah?”
“Ya.
Begitu menemukan satu wanita yang dicintainya, dia akan kawin dan langsung
mati. Sebagai wanita, itu sangat membanggakan. Sama saja dengan mengatakan 'aku
mencintaimu sampai mati'.”
“Wah, aku
jadi ingin mengubah pandanganku tentang gurita.”
Ternyata
gurita itu cukup keren.
“Sebaliknya,
itu berarti gurita di depan kita ini tidak punya pengalaman dengan wanita.”
“Kamu
ini…”
Aku
merasa kasihan pada gurita jantan itu. Setelah lulus, dia mati. Bahkan jika dia
bertahan hidup, dia akan dicemooh sebagai perjaka.
Kehidupannya terlalu sulit…
Lalu, Reine
menatapku dengan tajam.
“...Lalu. ada seseorang di luar sana yang memiliki empat gadis yang
disukai, ya?”
“──”
“Berbeda
dengan gurita itu, kamu sungguh beruntung, ya~. Kira-kira
sudah berapa kali kamu lulus~?”
“Bisakah
kita berhenti membicarakan hal itu…?”
Meskipun
di sekitar kami hampir tidak ada orang,
jika ada yang mendengarnya, itu
akan menjadi masalah.
“Kira-kira, kapan aku bisa menjadi yang
pertama, ya~?”
“Berhentilah,
tolong…”
Dengan
senyum lebar dan setengah serius, Reine terus menginterogasi, dan aku tidak
bisa berbuat apa-apa selain menyerah.
◇◇◇◇
“Uwah…”
Kalau aku
sendiri sih sangat tidak sabar ingin melihat ikan besar
secepatnya.
Karena aku
laki-laki, jadi rasanya wajar, ‘lam?
Sambil
memikirkan itu, aku berjalan dan tiba-tiba di depan muncul akuarium besar. Hiu,
ikan pari, dan ikan-ikan berwarna cerah berenang dengan anggun.
Aku tanpa
sadar berhenti sejenak dan terpesona oleh pemandangan yang fantastis itu.
Keindahan yang seolah-olah memotong sebagian dari lautan membuatku hanya bisa
terpesona.
“Hey!
Akuarium itu luar biasa!”
“Emo banget! Ayo kita foto!”
…Bising
sekali.
Saat orang-orang
di depanku sedang asyik mengagumi pemandangan
dunia baawah laut di sekitar, suara bising
itu terdengar. Ketika aku melihat ke arah mereka, sekelompok orang yang
terlihat bahagia sedang berfoto dengan latar belakang akuarium raksasa.
Lihatlah
ikan-ikan itu, lihatlah ikan-ikannya!
Ketika
aku mengeluh seperti itu di dalam hati,
tiba-tiba aku merasa lenganku
ditarik. Rupanya Reine
sedang menyiapkan tongkat selfie
dengan cara yang canggung.
“Ay-Ayo kita berfoto bersama.”
“Eh, ah…”
“Ada
apa?”
“…Tidak, bukan apa-apa.”
Karena
aku baru saja mengkritik kelompok tadi, aku tidak bisa langsung
mengangguk setuju.
Yah, ada
pepatah yang mengatakan ketika berada di tempat orang lain, kita harus
mengikuti kebiasaan mereka. Jika ini sarang orang-orang bahagia, maka kami juga
harus mengikutinya. Reine
mendekat padaku agar kami bisa masuk ke dalam bingkai, hampir tidak ada jarak
di antara kami.
“Che… Cheese!”
“Ah, Cheese!”
Karena
sinyal pemotretan Reine yang masih canggung, aku juga tidak bisa mendapatkan
timing yang tepat. Pada akhirnya kami
harus mengambil foto berkali-kali.
“Akhirnya,
berhasil dapat yang bagus…”
Reine
menjauh dariku dan segera memeriksa foto-fotonya. Ketika aku melihat, kulit Reine
yang seputih salju itu tampak memerah.
Aku juga
tidak kalah memerah…
“Ayo kita
pergi ke tempat
berikutnya.”
“Ya.”
Kami
bergandeng tangan seperti sepasang kekasih
dan menuju pameran berikutnya.
Tiba-tiba,
aku melihat kembali ke lorong yang biasa kami gunakan untuk sampai ke sini, dan
mataku bertemu dengan seorang pemuda seusiaku. Sorot
matanya seolah berkata dengan fasih, “Lihatlah ikan-ikannya”
◇◇◇◇
“Hari ini
rasanya sangat menyenangkan.”
“Aku
juga… sejujurnya, aku tidak menyangka akan seasyik ini.”
Kurasa
takkan semenyenangkan ini kalau aku datang sendirian. Rasanya berubah dari
menyenangkan menjadi sangat menyenangkan karena aku bersama gadis yang kusuka.
Reine
tampaknya merasakan hal yang sama karena
dia semakin erat menggenggam
tanganku.
Tiba-tiba,
beberapa tetes air hujan
mulai turun perlahan.
“Hujan…?”
Begitu Reine
bergumam demikian, hujan deras tiba-tiba turun dengan deras.
“Ampun deh.”
Perkiraan
cuaca hari ini seharusnya cerah, jadi aku tidak membawa
payung. Melihat sekeliling, aku melihat halte bus yang memiliki atap, jadi aku
mengajak Reine untuk berlari ke sana dan berteduh dari hujan. Karena tidak ada
orang, jadi kami sedikit tenang dan duduk di
bangku.
“Kita jadi basah kuyup begini.”
Aku
memeriksa jadwal bus di halte. Masih ada waktu sekitar sepuluh menit sebelum
bus berikutnya tiba.
“…Padahal
perkiraan cuacanya tidak akan hujan…”
Reine
yang basah kuyup menatap langit yang meneteskan hujan dengan tatapan penuh
penyesalan. Air menetes di pipinya, rambut peraknya yang basah menempel erat di
kulitnya, dan bajunya yang basah terlihat sedikit transparan, membuat garis
bahunya sedikit terlihat.
Aku tidak
ingin ada orang lain melihat Reine yang seperti itu.
Secara spontan aku menarik Reine mendekat, dia membelalakkan matanya dengan terkejut,
tetapi kemudian tersenyum lembut.
“Hehe, kamu pacar yang posesif sekali ya.”
“Kamu tidak menyukainya…?”
“Tidak, kamu
harus seposesif itu untuk bisa mengikatku.”
Reine
yang basah kuyup karena hujan terlihat sangat menggoda, seolah memiliki aura
yang memabukkan.
“Aku menyukaimu.”
Kata-kata
itu terucap lembut, menyatu dengan suara hujan, sementara bibirnya mendekat dan
menyentuhku dengan lembut.
“Dasar wanita nakal…”
Aku
melihat Reine dengan senyuman masam.
“Ya.
Tapi, hanya untuk saat ini… hal nakal apapun
yang kita lakukan, hujan akan menyembunyikan kita.”
“Itu juga
benar…”
Bibir
Reine sekali lagi menyentuhku. Suara hujan
yang deras memisahkan kami dari dunia luar, mengubah tempat ini menjadi ruang
rahasia.
Selama
beberapa menit hingga hujan berhenti, dunia khusus
kami berdua benar-benar ada di sini.
