Chapter 6.3 — Nanjo Shuna After. Kembang Api Malam Hari Tak Sebanding Dengan Gadis Suci Yang Malang Dan Menggelikan Itu.
“Ah...”
Desahan
kering terlontar dari bibir Shuna.
[Perusahaan
bangkrut. Anda harus membayar
500 ribu yen.]
Roulette berhenti
di petak neraka terbesar dalam seri Game Of
Life. Tepat sebelum garis finish, dia tiba-tiba mendarat ke dalam kotak utang.
Shuna
dengan teliti menghitung uang kertas mainan satu per satu dengan ujung jarinya. Ekspresinya tampak kosong, dan
akhirnya, sebagai pengganti uang kertas yang tidak cukup, dia
diam-diam menarik kartu utang merah dari bank.
Sambil melihat
pemandangan itu, aku dengan tenang memutar roda roulette dan dengan cepat
mencapai garis finish.
“Aku
menang.”
“Nmou~~~~~~,
kenapa aku tidak bisa menang sama sekali
ya~!”
Shuna
yang terbaring di lantai bergoyang-goyang dengan tangan dan kakinya, terlihat
seperti anak besar yang sangat kecewa.
Sejak
malam kemarin, aku menginap di rumah orang tua Shuna. Dikatakan bahwa kinerja perusahaan
yang membaik drastis berkat diriku, dan
ketika mereka ingin mengucapkan terima kasih, aku tidak bisa menolaknya.
Dan entah
kenapa, aku sudah bermain Game of Life
dengan Shuna sejak pagi. Saat
ini, aku sudah menang tiga kali berturut-turut.
Sampai
pertengahan permainan, persaingannya
cukup ketat, tetapi Shuna selalu berhenti di akhir permainan pada kotak utang
yang mengerikan.
Saking gampangnya dia terjerumus dalam petak hutang sampai-sampai aku jadi mempertanyakan keberadaan 'kekuatan
paksa dunia'.
“Itu
hanya kebetulan. Jika kita bermain lagi, kurasa aku tidak akan menang.”
“Hmmph~”
Shuna
mengembungkan pipinya dengan ekspresi tidak puas,
dan aku sedikit tersenyum sambil menawarkan stik es
yang baru saja dibawakan.
“Minum
ini dulu buat menenangkan diri."
“Uhm~
aku akan meminumnya~.”
Shuna
menerima stik es yang ada
di tanganku... bukan, dia malah
mulai menjilati tanganku.
Rasanya seolah-olah aku sedang memberi makan kelinci.
“Uhm...
uhm~, hmm~...”
Shuna
bergumam tak sabaran sambil menjelajahi ujung stik es dengan lidahnya.
Meskipun
sudah beberapa waktu berlalu sejak
dikeluarkan dari freezer, sepertinya es di dalamnya belum sepenuhnya
mencair. Masih enggan menyerah, ia terus
mencairkan es sedikit demi sedikit, menghasilkan suara seruputan yang lucu.
“Apa
perlu mencairkan sedikit lagi?”
“Uhm~
tidak apa-apa~ tinggal sedikit
lagi.”
...Aku sendiri sih tidak baik-baik saja.
Karena
posisi kami rasanya agak aneh.
“Puhaa...
enak banget ya~”
"Itu
yang terpenting...”
Lidah
dan bibir Shuna yang
menjauh dari stik es dan membentuk
jembatan tipis dari air liurnya.
Pemandangan
itu begitu memikat dan menggoda hingga aku tak kuasa
menahan diri untuk mengalihkan pandanganku.
Tanpa
mengetahui perasaan batinku,
Shuna kelihatan sedikit lebih tenang saat dia menghela napas dan berbaring telentang di
lantai.
“Kalau
begitu, mari kita lakukan hukumannya.”
Dia
melengkungkan punggungnya, menyilangkan kedua lengan di bawah dadanya,
membentuk pose yang secara alami menonjolkan lekuk
tubuhnya.
Dia
tersenyum dengan cara yang menggoda seolah-olah dai sedang mencoba merayuku.
“Kamu
boleh melakukan apa saja, oke~?”
Sekarang
sudah musim panas. Di tengah terik matahari yang
menyengat, wajar saja kalau pakaian santainya menjadi lebih tipis. Dia mengenakan tank top putih dan
celana pendek jeans abu-abu.
Bahunya
terbuka lebar, dan tengkuknya bisa terlihat
sekilas dari celah tali bahunya. Selain itu, lekukan lembut dan
besar yang terbungkus kain bergetar lembut sesuai dengan napasnya, mengundang perhatianku ke arah situ.
──Jadi ini yang namanya gaya
gravitasi payudara...
Ngomong-ngomong,
pada dua hukuman sebelumnya, akal sehatku
sudah mengalah, dan akulah yang memberikan perintah semacam itu
kepada Shuna.
Ya, tidak
ada alasan untuk membela diri.
Setelah
datang ke rumah orang tua Shuna, suasananya selalu seperti ini.
Tadi,
saat kami sedang sarapan,
“Sepertinya
malam ini akan menyenangkan, ya~?” katanya.
Seriusan, aku
benar-benar minta maaf, Ayah dan Ibu mertua.
“Ayo, ayo,
cepatlah~”
Shuna
berpose semakin menggoda. Dia
memutar tubuhnya untuk menonjolkan dadanya dan menatapku dengan tatapan memelas.
Kalau begini sih, aku tidak tahu mana yang merupakan
hukuman.
Karena sudah
tidak sanggup menahannya lagi, aku duduk di atas kepala Shuna
dan perlahan-lahan mengulurkan tanganku. Setiap
kali Shuna menonjolkan
dadanya, perhatianku selalu tertuju ke sana, tetapi aku
mengerahkan semua akal sehatku.
“Fuhnya!?”
Yang
kutarik adalah pipi Shuna.
Lalu, aku
mencubit pipi Shuna dengan tangan kiri dan menariknya ke samping.
“Mmiyu!
Apha yang kamyu lakhukyan~!”
“Kamu
terlalu terbawa suasana.”
Meskipun
pipinya mengembung, dia
menatapku dengan wajah yang tampak senang.
──Dia terlalu imut...
Aku
menikmati kulit Shuna yang kenyal.
Kadang-kadang,
memanjakan Shuna seperti ini juga
menyenangkan. Melihat wajahnya
yang kelihatan sedikit malu dan
enggan membuatku merasa terangsang dengan rasa ingin menyiksanya.
Hanya
saja,
“Kurasa
sudah waktunya?”
“Ah,
benar juga~! Bahaya, bahaya~hampir saja~”
Shuna
pasti merasa terburu-buru, tetapi tindakannya terlalu
santai.
Dia lalu
mengambil beberapa pakaian
dari lemari dan mulai berganti baju di depanku.
Sebagai
seorang pria sejati, aku memalingkan muka. Tapi telingaku terpaku padanya.
Bunyi
lembut kain yang bergesekan.
Bunyi
celana pendek yang melorot.
Bunyi
pakaian yang meluncur di kulit terdengar sangat menggoda.
Begitu
aku menyadarinya, setiap suara semakin menggangguku. Jadi, aku memutuskan untuk mengalihkan
topik pembicaraan.
“Ak-Aku
memantikan festival musim panas hari ini, ay.”
Ada poster
festival lokal di kalender yang ditempel di dinding. Rupanya bakalan ada pertunjukan kembang
api di malam hari, dan aku berencana untuk menontonnya bersama Shuna.
Shuna juga mengatakan akan menyewa
yukata, jadi dia sedang
bersiap-siap sekarang.
Aku juga
ingin pergi bersamanya, tetapi sepertinya dia
ingin "bertemu" di lokasi.
Karena dia selalu diganggu oleh tiga orang
lainnya, jadi dia ingin
memanfaatkan kesempatan ini untuk menikmati waktu kami berduaan.
“Iya,
benar juga~”
Jawab
Shuna dengan nada santai.
Dan pada saat berikutnya....
“Ngomong-ngomong,
Satoshi-kun...”
“Hmm?”
Shuna
memelukku dari belakang.
Aku bisa
merasakan kulitnya yang sedikit dingin menembus kain tipis itu. Dan kemudian────
“Sudah kuduga... kamu memang pemalu banget, ya~?”
◇◇◇◇
Setelah
Shuna meninggalkan rumah untuk bersiap-siap,
aku bercakap-cakap dengan orang tua Shuna di ruang tamu.
Topik
pembicaraan kami hampir
semuanya tentang Shuna.
Ada
beberapa kata terima kasih untukku, tapi yang ada
kebanyakan justru cerita masa lalu seperti “Saat dia kecil, tuh...” dan suasananya selalu hangat dan harmonis.
Akhirnya,
aku tiba di tempat pertemuan dengan Shuna.
Suara
drum yang terdengar dari jauh membuatku merasakan suasana sore musim panas. Di
seberang tanggul,
festival sudah dimulai, lampu-lampu dari stan makanan berayun pelan, dan suara anak-anak yang bermain
terdengar tertiup angin.
“Dia
terlambat...”
Waktu
pertemuan sudah lama lewat,
tetapi Shuna belum kunjung
datang. Saat aku berpikir untuk menghubunginya,
“Oi~! Maaf aku terlambat~!”
Suara
Shuna yang melengkung terdengar.
Syukurlah.
Aku
sempat khawatir ada sesuatu yang terjadi, tetapi ternyata tidak ada masalah sama sekali. Ketika
aku menoleh ke arah suara Shuna, aku tertegun.
“Bagaimana~?”
Shuna
berputar sebentar dan
menunjukkan yukata yang dikenakannya.
“Kelihatan
sangat cocok padamu...”
Yukata
tersebut dihiasi dengan motif bunga berwarna oranye, kuning, dan cokelat yang
memberikan nuansa musim panas, serta menciptakan suasana yang dewasa. Rambut
cokelatnya diikat setengah, dikerutkan di bagian atas kepalanya.
“Ehhe~
aku senang mendengarnya~”
Dia sangat
imut. Aku merasa jatuh
cinta padanya lagi.
“Ngomong-ngomong,
kamu terlambat sekali. Ada apa?”
Walaupun Shuna
selalu kelihatan santai, tetapi dia biasanya datang tepat waktu, jadi aku sedikit
khawatir.
“Mm~?
Aku ingin mengambil uangku kembali
untuk festival musim panas, tetapi sepertinya hari ini bukan hari untuk
menukarnya...”
“Apa
maksudnya...?”
“Yuk,
ayo kita pergi~”
Shuna
membalikkan badan dan mulai menuruni tanggul.
Namun,
aku tidak melewatkan tindakan kecil Shuna.
Tangan
kanannya menggenggam pegangan udara dan menggerakkannya sedikit.
Jangan-jangan,
dia kalah?
Untuk
sementara waktu, aku memutuskan untuk mengurus dompetnya.
◇◇◇◇
Lampu-lampu
dari stan makanan bersinar terang, dan aroma manis tercium di udara. Sepertinya
semua orang menikmati momen ini.
“Permen
apel~!”
“Ah,
oi!”
Setelah
membeli dua permen apel dan menerimanya dari penjual, kami mulai memakannya
bersama. Tekstur karamel yang renyah dan rasa manis apel yang segar memenuhi
mulut kami.
“Aku
juga ingin membeli topeng, dan permainan menangkap ikan mas serta menembak juga
menarik~”
“Tenanglah dulu.”
“Muha?”
Aku menyuapi
Shuna dengan permen kapas ketika dia melihat sekeliling dengan
mata berbinar. Sambil menggigitnya, ia tersenyum bahagia.
“Maafin aku ya~ karena ini festival pertamaku bersama Satoshi-kun, jadi aku sangat
bersemangat~”
Melihat
Shuna yang tersenyum gembira,
aku merasa ingin mengelusnya.
“Eh,
eh! Apa yang kamu lakukan~?”
“Ah,
maaf.”
“Muu~”
Shuna
mengembungkan pipinya sebagai bentuk
protes padaku, tapi itu tidak
menakutkan sama sekali. Aku bahkan ingin mencolek pipinya yang mengembung itu.
Tiba-tiba,
Shuna tampak sadar akan sesuatu.
“Mm~?
Satoshi-kun. Anak itu.”
“Ada
apa?”
Setelah
Shuna menunjuk ke suatu arah, aku
melihat seorang gadis kecil
yang terlihat kebingungan dan hampir menangis. Dari
ekspresinya, sepertinya dia
tersesat dari orang dewasa. Shuna kemudian menatapku dengan rasa bersalah.
“Maaf
ya~”
“Tidak
apa-apa. Aku juga akan ikut, jadi lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan.”
“Iya!”
Aku
membalas senyumannya dan
mengelus Shuna. Mata Shuna
terlihat sedikit melebar sejenak,
kemudian dengan senang hati berbalik dan berlari kecil menuju gadis yang
tampaknya tersesat.
“Kamu
baik-baik saja~?”
Aku jatuh
cinta pada sikapnya yang selalu berusaha membantu orang lain, tidak peduli
seberapa sulit kehidupannya.
◇◇◇◇
Di tempat
seperti ini, ada pusat informasi untuk anak hilang. Ketika aku membawanya ke
sana, orang tua gadis itu sudah menunggu
dengan ekspresi khawatir. Sepertinya mereka sudah
bersiap-siap hingga menjelang siaran.
“Terima
kasih banyak. Ini sebagai ungkapan terima kasih...”
“Tidak
perlu... aku tidak melakukan apa-apa.”
Bukan
sekadar merendah, tetapi itu benar-benar faktanya. Aku tidak terbiasa berurusan
dengan anak-anak, jadi aku hanya mengikuti dari belakang. Sementara itu, Shuna
terus memegang tangan gadis itu dan mengajaknya bicara. Tanpa punya saudara,
dia tampak sangat akrab dengan situasi tersebut, dan aku terus terkesan.
Saat aku
melirik Shuna, dia membungkuk untuk sejajar dengan gadis itu dan berbicara
dengannya.
“Terima
kasih banyak, Onee-chan!”
“Sama-sama~
Hebat sekali bisa mengucapkan terima
kasih~"
Ketika dia mengelus kepala gadis itu, gadis itu terlihat geli. Kemudian, gadis
itu mengeluarkan sesuatu dari saku dan memberikannya kepada Shuna.
“Ini
untuk Onee-chan!”
“Eh~
Buat aku? Seneng banget~”
Shuna
menerima cincin mainan
dari gadis itu. Cincin itu terbuat dari plastik yang tampaknya biasa-biasa saja. Setelah memakainya di jari
manis tangan kirinya, dia kembali mengelus kepala gadis itu.
Orang tua
gadis itu membungkuk dalam-dalam, mengungkapkan rasa terima kasih mereka hingga
akhir.
Kami
menyaksikan keluarga itu pergi. Anak itu menggenggam tangan orang tuanya
erat-erat.
Setelah
melihat pemandangan yang menghangatkan hati itu, kami perlahan berbalik ke arah
yang berlawanan dan dengan tenang menggenggam tangan satu sama lain.
“Maaf
sekali ya~ aku jadi
mengganggu kencan kita...”
Shuna
kembali meminta maaf, tapi aku menguatkan genggaman tanganku pada tangan
Shuna.
“Jangan
buat aku mengulanginya terus. Jarang sekali ada orang yang berani membantu di
situ. Justru kamu sudah melakukan hal yang hebat! Aku jadi semakin jatuh cinta padamu!”
“Cuma
Satoshi-kun yang memujiku seperti ini~ aku jadi senang sekali~”
Shuna
perlahan melingkarkan lengannya pada tanganku. Kehangatan yang kami rasakan
membuat kami nyaman, dan rasa tidak nyaman saat berjalan pun tidak terasa.
“...Aku
tidak sabar untuk melihat kembang apinya~.”
“Ya,
benar...”
Meskipun
kata-katanya sedikit, ada sesuatu yang bisa kami sampaikan. Kami mencari tempat
terbaik untuk melihat kembang api, berjalan perlahan di tengah jalan yang ramai
dengan stan makanan.
“Ah,
boleh aku melakukan itu dulu sebelum melihat kembang api?"
“Hmm?”
Saat aku
melihat ke arah yang ditunjuk Shuna, ada mesin undian gacha di sana. Jenis yang
harus diputar dengan pegangan, dan hadiah utama adalah perjalanan ke Hawaii.
Untuk hadiah festival musim panas, hadiah yang
ditawarkan cukup mewah.
Namun,
“Tidak
boleh...”
“Kenapa~!”
Aku takut
jika membiarkan Shuna mencoba hal seperti itu, dia akan berkata, “Aku akan terus mencoba sampai
dapat~”.
Lagipula, Shuna sangat apes dalam permainan keberuntungan seperti ini.
“Satoshi-kun. Kamu benar-benar tidak mengerti~.
Apa kamu pikir aku akan menyarankan hal ini tanpa memikirkan apa-apa~?”
“Kalau
begitu, aku akan mencoba mendengarkannya.”
"Ya
sudah, mau bagaimana lagi~."
Meskipun
sepertinya ini pembicaraan yang tidak ada gunanya, aku memutuskan untuk
membiarkan Shuna berbicara karena dia terlihat bangga.
“Jarang
sekali ada hadiah yang tersisa hingga waktu seperti ini~? Sebaliknya, itu juga
bisa menjadi bukti bahwa banyak rekan-rekanku
telah gagal~. Aku tidak bisa membiarkan kematian mereka sia-sia~.”
“Lagipula, mereka
bukan orang-orang terdekat kita, jadi kurasa tidak
apa-apa, ‘kan?”
“Eh~
itu sih enggak boleh~! Berkat orang-orang bodoh
itu, tiket yang tidak menang sudah banyak berkurang, kan~? Mau tak mau kita harus mencobanya, ‘kan~?”
“Hei,
tunggu.”
Si 【Gadis Suci】mengungkapkan
kebenaran yang tidak ingin kudengar.
“Selain
itu, sekarang ada buff perbuatan baik, jadi kurasa aku bakalan menang~.
Hanya sekali saja sudah cukup kok~.”
“Jangan
sebut itu sebagai buff perbuatan baik...”
Aku
merasakan perasaan campur aduk ketika aku berpikir bahwa membantu
anak yang tersesat ialah demi
momen ini. Namun, memang benar bahwa Shuna telah melakukan hal yang baik.
Karena itu, aku merasa aneh jika menolak dengan keras, jadi aku memutuskan
untuk membiarkannya mencoba dengan syarat.
“Kalau
hanya sekali saja sih...”
“Yay~!
Satoshi-kun, aku sangat menyukaimu~!”
Ini
adalah ungkapan cinta yang paling rumit di dunia...
“Kalau
begitu, bisakah kamu sedikit menjauh dan menonton? Kalau ada orang di
sampingku, aku bisa kehilangan konsentrasi~.”
“Baiklah,
kamu bebas melakukan apa saja
sesukamu.”
Shuna
menerima lima ratus yen dariku dan dengan semangat menyerahkan uang itu kepada
penjual. Dengan mata yang berbinar-binar, dia menggenggam pegangan gacha
dengan erat.
“Aku
mulai ya~.”
Bola
berwarna-warni berputar dengan cepat dan melompat-lompat di dalam mesin. Shuna
bersandar maju, menahan napas dan menonton dengan penuh perhatian.
“Ayo,
ayo, ayo~~!”
Api
semangat di matanya menyala seperti seorang pecandu
judi, dan aku bisa merasakan konsentrasinya semakin
tajam.
Akhirnya,
satu bola keluar. Penjual mengambilnya dan perlahan memeriksa nomornya.
“Sayang
sekali, hadiah kedelapan!”
Yah...
aku sudah menduganya.
Aku tahu
betapa tidak beruntungnya Shuna, jadi aku sama sekali tidak terkejut. Bahkan
jika probabilitasnya satu banding dua, aku tidak percaya dia akan menang.
Ketika Shuna menerima sesuatu dari penjual untuk hadiah kedelapan, aku
mendekat.
“Sayang
sekali, ya.”
“Hmm~?”
Eh? Dia
sudah kalah, ‘kan?
Biasanya,
ketika dia kalah, wajahnya seperti sedang
menghadapi akhir dunia, tetapi sekarang Shuna tersenyum lebih
riang dari siapa pun.
“Jeng-jeng!
Sekarang kita bisa punya yang samaan~!”
Kemudian,
Shuna menunjukkan padaku cincin yang sama dengan yang dia terima dari anak yang
tersesat tadi.
“Jangan-jangan,
kamu mencoba gacha untuk mendapatkan ini...?”
“Iya!
Aku mengincar cincin ini~.”
“Kupikir
kamu mengincar hadiah utama."
Dia
menggelengkan kepalanya sambil
mengeluarkan suara “cih, cih, cih~”
“Sebenarnya,
itulah yang paling tidak beruntung~. Jika kita
meminta Shino-chan, kita bisa
langsung pergi, jadi apa gunanya mendapatkan tiket perjalanan~?”
“Oi.”
"Ahiyu!"
Ketika
aku menepuk ringan dahi Shuna, dan dia
mengeluarkan suara lucu.
Sebenarnya,
Shuna tidak pernah mengatakan bahwa hadiah utama adalah hadiah yang diincarnya. Sepertinya dia memang mengincar
hadiah kedelapan dari awal. Meskipun sulit dipercaya, tampaknya Shuna telah menguasai
perjudian.
Kemudian,
Shuna mengangkat lengan kiriku dan dengan hati-hati memasangkan cincin buatan
di jari manis tangan kiriku.
“Bukankah
hal yang begini seharusnya dilakukan oleh pria sepertiku?”
“Jangan
terlalu memikirkan hal-hal sepele~.
Ehehe~.”
Shuna
terlihat senang dengan cincin yang sama seperti milikku, seperti seorang gadis
kecil.
Tiba-tiba,
sebuah cahaya melesat menembus langit malam. Saat kami berdua melihat ke atas,
terdengar suara dentuman keras yang
mengguncang seluruh tubuh kami.
Sepertinya
kami sudah terlambat dan waktu untuk kembang api sudah tiba.
“Ayo
cepat.”
“Iya,
benar~.”
Aku
menggenggam tangan Shuna dengan erat dan sedikit mempercepat langkah menuju
tempat yang bagus untuk melihat kembang api.
“Hei,
Satoshi-kun.”
“Hmm?
Ada apa?”
Shuna tiba-tiba berhenti.
“Kali
ini mungkin dariku, tapi~...”
Belum
sempat kata-katanya selesai, Shuna perlahan berjinjit dan mencium bibirku.
“...Suatu
hari nanti, berikan aku cincin yang asli,
ya~?”
Senyuman Shuna dengan pipi merah merona itu jauh
lebih bersinar dibandingkan kembang api yang mekar di langit malam.
“...Tentu
saja.”
Di atas
kepala kami, pertunjukkan kembang
api menghiasi langit malam seolah-olah sedang memberi selamat kepada kami.
