Otonari no Tenshi-sama Volume 11.5 Chapter 10 Bahasa Indonesia

Chapter 10 — Dan Berbagi Kebahagiaan Pun Akhirnya Tiba

 

“Oh, ya ampun.”

Koyuki mengira fotonya akan dikirim melalui versi data, tapi Mahiru justru mengirimkan foto secara fisik, membuatnya terkejut dan mengangkat tangan ke pipinya dengan suara kagum. Dia tidak menentukan bentuk apa pun dan menambahkan bahwa tidak perlu memaksakan diri untuk mengirim, jadi dia berpikir mungkin takkan ada yang dipaketkan, tetapi tampaknya Mahiru benar-benar menepati janjinya.

Entah itu hobi atau seleranya Mahiru, album dengan sampul sederhana ini dihiasi dengan stiker dan selotip, menunjukkan bahwa ada lebih banyak foto yang ditempel daripada yang dibayangkan Koyuki, terbukti dari berat dan ketebalannya.

Bisa dibilang itulah beban dari kehidupan sehari-hari yang Mahiru jalani saat ini.

Koyuki penasaran tentang hari-hari yang dijalani Mahiru, jadi dia segera membalik sampul album—dan secara alami senyum muncul dari mulutnya.

Di halaman pertama, ada foto Mahiru dengan senyuman polos yang tidak pernah bisa Koyuki lihat meskipun dia selalu ada di sampingnya.

Meskipun Mahiru sangat menyayanginya seperti orang tua, dia tetap sering merasa ragu. Mungkin karena kepribadiannya, tetapi terutama karena lingkungannya, Mahiru hanya pernah menunjukkan senyum polos dan malu-malu.

Namun, sekarang dia bisa tersenyum tanpa beban seperti ini.

Di samping foto tersebut ada tulisan bulat yang bukan milik Mahiru yang berbunyi, “Senyuman penuh di momen tak terduga. Amane ada di depan matanya, jadi dia terlihat ceria,” yang tampaknya menjelaskan situasi saat itu.

Tampaknya dia mendapat bantuan dari teman-temannya, di halaman berikutnya ada foto Mahiru tersenyum malu-malu bersama teman-temannya.

Mereka adalah teman-teman Mahiru.

Mengenal kepribadian Mahiru, da mungkin hanya menjaga orang-orang yang benar-benar dapat dia percayai tetap dekat dengannya, dan fakta bahwa dia bisa membuat “orang-orang yang dapat dipercaya” inilah hal yang paling membahagiakan bagi Koyuki yang tahu bagaimana keadaan Mahiru sebelumnya.

(Karena Mahiru-san sangat peka terhadap niat jahat orang lain.)

Karena lingkungan tempat dia dibesarkan, Mahiru berusaha untuk tidak mempercayai orang secara sembarangan, dan seperti yang dikhawatirkan Koyuki, penampilannya dan kemampuannya menarik perhatian berbagai orang. Di antara mereka, pasti ada yang membicarakan hal buruk tentangnya di belakang, dan mungkin juga ada yang ingin memanfaatkannya.

Mahir, yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang seperti itu dibandingkan orang lain, tidak berusaha untuk terlibat dalam hubungan yang terlalu mendalam dengan orang lain, dan selalu berperilaku seolah-olah tidak ada celah untuk masuk ke dalam kehidupan pribadinya.

Sekarang, melihat Mahiru tersenyum seperti ini, Koyuki merasa bahwa banyak orang yang bisa dia percayai dengan sepenuh hati.

Dengan tulisan berwarna-warni dan berbeda-beda, berbagai komentar dituliskan, dan ketika Koyuki melihat tulisan sederhana “Ini adalah teman-temanku” dengan tulisan Mahiru, rasa lega menyebar di dadanya.

Ketika dia membuka halaman lain, semua foto menunjukkan senyum Mahiru, terkadang ada wajah cemberut atau malu, tapi semua itu merupakan ekspresi asli Mahiru yang tidak dibuat-buat.

Si fotografer pasti sangat terampil, Mahiru yang mengekspresikan banyak emosi terlihat sangat percaya kepada si fotografer.

Salah satu foto yang menarik perhatiannya ialah saat Mahiru dan Amane memasak bersama.

Tatapan mereka tidak mengarah ke kamera, tetapi dalam suasana yang akrab, foto mereka yang memasak bersama menunjukkan bahwa Mahiru telah menemukan orang yang ideal. Foto ini secara alami memberikan keyakinan bahwa mereka berdua dapat membangun rumah tangga yang hangat dan penuh kasih tanpa saling bergantung satu sama lain.

“Aku senang melihatmu bisa bertemu teman-teman dan pacar yang luar biasa di sana.”

Bahkan setelah berhenti bekerja, Koyuki masih memperhatikan Mahiru. Saat itu, Mahiru sudah memiliki kemampuan untuk mandiri, tetapi dia masih seorang anak yang tidak memiliki orang yang bisa dia percayai tanpa syarat, dan dalam situasi seperti itu, Koyuki hanya bisa membiarkannya berdiri sendiri.

Mahiru pasti merasakan kesepian yang tidak bisa dibayangkan oleh Koyuki. Namun sekarang, Mahiru tersenyum tulus, dan dia juga memiliki pasangan yang memahami dan mendukungnya, serta teman-teman yang melihatnya sebagai dirinya sendiri.

Senyuman cemerlang yang tidak pernah ditunjukkan padanya. Koyuki merasa gembira melihatnya bisa tersenyum seperti itu sekarang.

Namun, semakin jelas bahwa penyebab dari masa lalu Mahiru akibat dari tindakan orang tuanya. Cinta dan kasih sayang yang seharusnya mereka berikan sejak awal, akhirnya mulai dirasakan oleh Mahiru.

(Orang-orang itu, sungguh)

Mengapa mereka bisa menjadi seperti itu? Koyuki tidak bisa memahami perasaan orang tua yang mengabaikan anaknya dan tidak ingin memahaminya, tetapi meskipun dia tidak bisa memahami proses yang membawa mereka ke titik itu, dia bisa mengerti.

“Kamu pasti takkan bisa memahami perasaan kami berempat. Kamu yang lahir di keluarga yang baik-baik. Kamu takkan bisa memahami perasaan seseorang yang kehidupannya telah hancur.”

“Aku takkan berharap kamu mengerti, dan jika kamu ingin menyalahkan, silakan saja. Kami tidak akan berubah. Tidak ada yang bisa diubah sekarang.”

“Salah itu tidak masalah. Kami memang kesalahan. Dari tempat kami dilahirkan hingga apa yang terjadi setelah dilahirkan, segalanya.”

“Kami bertiga yang telah melakukan kesalahan besar tidak mungkin bisa berjalan di jalan yang benar sekarang.”

Suara yang dilontarkan dengan nada penuh kebencian itu bergema di benak Koyuki.

Pada saat itu, Koyuki tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia sudah tahu bahwa apapun yang dia katakan akan terdengar seperti argumen yang dangkal bagi mereka. Setelah menutup album agar tidak terpengaruh oleh kenangan yang menyakitkan, dia perlahan-lahan menghela napas.

(Aku penasaran kapan balas dendam mereka semua akan berakhir...)

Koyuki sempat bertanya mengapa seorang ibu bisa mengabaikan putrinya, dan setelah beberapa kali berdiskusi dengan ibu kandung Mahiru, Sayo, dia akhirnya diberi tahu tentang apa yang sedang dilakukan mereka.

Meskipun Koyuki tidak berhak untuk mengomentari, dia benar-benar meragukan apa ada untungnya melakukan hal-hal yang mengorbankan anaknya. Dari sudut pandangnya, dia mempertanyakan apakah itu benar-benar sesuatu yang layak dilakukan dengan meninggalkan anak yang masih kecil, dan ingin mengajukan tuntutan secara publik, tapi dia tahu itu akan sia-sia.

Yang lebih penting.

(Tapi, sayangnya, orang-orang itu tidak punya pilihan lagi.)

Mungkin mereka tidak bisa menjaga kewarasan mereka. arena mereka pasti akan hancur oleh amarah, kebencian, dendam, dan kepahitan. Tidak, dari sudut pandang Koyuki, mereka sudah hancur, dan untuk mengumpulkan kepingan-kepingan yang telah hancur itu, demi bisa mengembalikannya ke bentuk yang benar, mereka tampaknya telah memulai perjalanan di jalanan berduri yang dipenuhi dengan dendam yang tidak akan padam.

Usai memikirkan hal itu, Koyuki tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka. Dia hanya bersyukur bahwa mereka mempercayakan Koyuki untuk menjaga putri mereka sebelum sepenuhnya ditinggalkan, sambil menghela napas pahit memikirkan Mahiru yang harus menanggung semua beban berat mereka.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama