
Cinta Yang Mengarah Pada Penyakit
Menurutku
dia adalah gadis yang cantik. Di antara semua gadis yang pernah kulihat, dialah yang paling cantik. Rambutnya
yang panjang dan pipinya putih.
Matanya yang besar tertunduk sayu,
dengan bayangan bulu mata jatuh di bawah matanya. Dia mengenakan seragam dari
sekolah SMA terkenal di daerah ini, sedang
membaca buku saku yang tertutup sampul. Sejenak, aku bahkan salah mengira itu semacam pemotretan untuk sesuatu.
Meskipun
aku merasa tidak seharusnya melihatnya,
aku dengan cepat melirik dan melihat ada klip berinisial di tasnya. ‘KEI’
─ sepertinya itu adalah namanya. Aku mencoba memikirkan berbagai kanji untuk
nama Kei. Bagaimana dengan kanji 景?
景, yang
berarti pemandangan. Itu adalah nama yang sangat cocok untuk gadis secantik dirinya.
Aku ingin
berbicara dengannya. Aku ingin bertanya buku apa yang sedang dia baca. Namun,
orang seperti diriku yang
hina ini mana mungkin bisa mendekatinya.
Sesampainya
di sekolah, aku melihat gambar payung besar di papan tulis. Di bawah payung itu
tertulis namaku, Enda Nozomu,
dan nama seorang siswi sekelas bernama Hitachi Miki.
Saat aku menghela napas dan berusaha menghapusnya, suara ejekan datang dari
belakang.
“Kenapa
kamu menghapusnya, Enda-kun? Princess jadi
terlihat kasihan tau!”
“Sepertinya
sudah saatnya menjemput Princess,
ya?”
Tawa
sinis memenuhi kelas. Tidak ada gunanya menanggapi mereka. Mereka hanya ingin
melihat reaksiku. Namun, semakin aku berusaha untuk tidak merasakannya, semakin
kuat genggaman tanganku pada penghapus papan tulis. Aku berusaha keras untuk
memikirkan hal lain ─ tentang gadis cantik yang kutemui di gerbong kereta hari ini.
Setelah
duduk di kursiku, aku merasa sangat lelah. Aku
ingin pulang. Namun, jika kehadiranku kurang dari yang seharusnya, itu akan
menjadi masalah. Aku tidak ingin terjebak dalam situasi yang buruk hanya karena
orang-orang seperti mereka.
Aku penasaran apa yang akan dilakukan Hitachi selanjutnya, mengapa dia tidak
datang ke sekolah?
Aku diam-diam merenungkan nama yang tertulis
di balik paying bersama.
Hitachi Miki adalah gadis SMA yang telah gagal dalam
segalanya.
“Namaku Hitachi Miki. Saat kelas satu, entah
bagaimana, aku tidak datang ke sekolah karena berbagai alasan, tapi sekarang
aku harus mulai belajar, karena jumlah kehadiranku juga sudah mengkhawatirkan,
jadi aku harus serius. Oh, aku menyukai
anime seperti orang biasa. Jika ada yang mau berinteraksi, silakan saja.”
Mendengar
perkenalan dirinya yang diucapkan cepat dan tersendat, orang-orang di sekitarku
tampak jelas tertawa kecil. Meskipun terlihat santai, itu adalah upaya yang putus asa dan kurang
diterima oleh gadis kelas
dua SMA.
Sebenarnya,
Hitachi bukanlah
tipe orang yang bisa disukai
oleh banyak orang hanya dengan melihat penampilannya. Rambut panjangnya yang
berantakan dan tampak tidak dicuci, serta punggungnya yang membungkuk. Bahunya
dipenuhi ketombe yang jelas terlihat, membuatnya terlihat tidak bersih.
Wajahnya kelihatan biasa-biasa saja, tetapi memberikan kesan
tidak nyaman seolah-olah dia tidak ada di mana-mana. Dari sudut mulutnya yang
sedikit melengkung, seolah-olah ada kutukan yang akan meluap kepada orang-orang di sekitarnya.
Itu adalah kombinasi terburuk. Mana mungkin orang seperti ini tidak
diejek setelah memperkenalkan diri seperti yang dia lakukan sebelumnya. Seperti
yang diperkirakan, begitu Hitachi
selesai memperkenalkan dirinya,
seluruh kelas dipenuhi dengan tawa yang
menggelegar.
“Eh,
kenapa kalian tertawa?! Kenapa kalian tertawa?! Ini terlalu berlebihan!”
Sementara
Hitachi berulang kali mengelu dengan wajah yang memerah, tapi semua orang justru semakin mengejeknya. Dia terlihat
sangat putus asa, seperti hewan kecil, dan ada karakter yang mirip dengannya.
Cara bicaranya terasa nostalgis. Rasa canggungnya terasa lucu. Itu menenangkan.
Dengan
ejekan yang tidak berarti secara harfiah, tubuh Hitachi semakin kaku. Dan kemudian,
kata-kata yang menyakitkan meluncur keluar.
“Ngomong-ngomong,
rasanya Hitachi-san
mempunyai nama yang menakjubkan seperti nama Miki. Apa
orangtuamu memberi nama itu sebagai lelucon?”
Akhirnya,
Hitachi meneteskan air mata di depan
semua orang dan berlari keluar dari kelas. Melihat pelarian dramatisnya,
teman-teman sekelasnya tertawa lagi.
“Hebat
ya! Apa orangtuanya memberi nama itu tanpa melihat wajahnya?”
“Semua
bayi terlihat sama, kan? Orangtuanya juga korban, korban. Siapa sangka dia akan
jadi seperti itu?”
“Kalian
seharusnya tidak boleh bilang begitu sekarang! Kita harus memperlakukan Hitachi-san seperti putri!”
“Benar,
Hitachi-san adalah princess dari kelas
2-5 kita!”
Imura
yang sudah menguasai kelas, mengambil kesempatan untuk tertawa. Sejak saat itu,
julukan Hitachi
sepenuhnya menjadi ‘Princess’.
Setelah sampai pada titik itu,
sulit untuk keluar dari situasi ini. Ketika memanggil namanya langsung
berhubungan dengan ejekan, maka tidak ada jalan untuk kembali.
Hari
berikutnya, Hitachi berangkat ke sekolah dengan berani. Namun, begitu dia tiba,
teman-teman mulai memanggilnya ‘Princess’ berulang kali, menyapanya
dengan “Selamat pagi,” atau sekadar menyenggolnya saat
lewat, membuat Hitachi kembali
masuk ke ruang UKS dan
akhirnya berhenti datang ke sekolah sepenuhnya.
Kemudian,
akulah yang menjadi target ejekan
berikutnya. Aku juga merasa tidak cocok di kelas dua, jadi aku merasa dikucilkan. Namun, ketika pertama kali aku
dijatuhkan di koridor, aku benar-benar terkejut.
Aku
seharusnya meremehkan Hitachi dan
merasa kasihan padanya, tetapi mengapa sekarang aku malah memihak mereka?
Perbedaan
antara aku dan Hime hanya terletak pada apa kami masih berangkat ke sekolah atau tidak, tetapi
perlakuannya tidak jauh berbeda. Ejekan yang tidak terlalu parah tidak
berkembang menjadi perundungan
karena aku tidak banyak melawan. Jika aku bereaksi sejelas Hitachi, mungkin situasinya akan menjadi
lebih parah.
Aku
berusaha untuk tidak bereaksi,
mengabaikan apa yang bisa diabaikan, dan hanya fokus
pada belajar. Cuma itulah
satu-satunya hal yang bisa kulakukan.
Namun,
aku sering memikirkan berkali-kali. Jika Hitachi mulai berangkat ke sekolah, apa targetnya akan
berpindah kepadanya?
Saat
pulang, aku tidak pulang bersama gadis yang
bernama Kei. Waktu pulang kami berbeda, jadi rasanya
memang wajar. Hari ini juga dimulai dengan coretan di papan tulis, terkunci di
kelas saat berpindah ruangan, dan diejek saat dipanggil di kelas, hari yang
sangat buruk. Suasana hatiku terasa semakin terpuruk, tetapi hanya kenangan
bersama Kei yang bisa sedikit menguatkanku.
Aku
merasa ngeri membayangkan hal ini akan terus berlanjut hingga kelulusanku. Karena tidak ada pergantian
kelas ketika naik dari kelas dua ke kelas tiga.
Aku berharap teman-teman sekelasku akan bosan merundungku
sebelum itu, tetapi sejujurnya, aku tidak terlalu berharap.
Sesampainya di rumah, aku menerima pesan
dari ibuku bahwa dia akan pulang larut. Ibuku bekerja keras di perusahaan
makanan dan biasanya pulang larut malam. Meskipun dia bekerja keras,
penghasilan seorang ibu tunggal sangat sulit.
Aku
mengambil makanan beku dari freezer, memanaskannya, dan mulai makan. Itu adalah
rasa yang sudah sangat membosankan karena ibuku sering menjualnya. Namun, rasanya jauh lebih baik dan lebih nyaman
daripada mencoba makanan baru yang tidak pasti.
Sambil
makan, aku menyalakan
komputer dan masuk ke akun media
sosial. Seperti biasa, aku mencari kata tertentu.
Blue
Morpho.
Tiba-tiba,
berbagai postingan yang berkaitan dengan Blue Morpho muncul. Hanya dengan satu
hari tidak melihatnya, jumlah
postingan tentang Blue Morpho meningkat pesat.
'Akhrinya
aku bisa menerima undangan Blue Morpho! Sudah
kuduga, cara yang kupikirkan tidak salah. Bagi yang ingin
bergabung dengan Blue Morpho, silakan hubungi aku.'
'Sebagian
besar informasi tentang Blue Morpho di dunia ini hanyalah kebohongan. Mereka tidak
menerima anggota baru, dan sebenarnya orang Asia dianggap tidak bisa masuk Blue
Morpho. Dengan banyaknya orang yang kurang informasi, pasti menyenangkan untuk
menipu mereka.'
'Aku
sudah masuk Blue Morpho! Kira-kira,
apa aku bisa sampai pada tahap
metamorfosis?'
'Blue
Morpho itu tidak ada. Itu hanya
sekadar legenda urban.'
'Jika
Anda terlibat dalam Blue Morpho, Anda akan mati.'
Aku menghela
napas setelah membaca sampai di situ. Informasi tentang
Blue Morpho masih campur aduk, dan sebagian besar hanyalah omong kosong belaka.
Aku sudah
mulai mengikuti Blue Morpho sekitar tiga bulan.
Blue
Morpho merupakan permainan misi partisipatif.
Aturannya sederhana, pemain hanya
perlu menyelesaikan misi yang dikirim oleh game master sesuai instruksi.
Mungkin
ada yang bertanya, apa yang menyenangkan dari hal semacam itu, tetapi inti dari
Blue Morpho bahwa ini adalah permainan yang hanya bisa dimainkan jika diundang.
Pertama-tama, seseorang tidak
bisa bermain jika tidak diundang, dan mereka
tidak bisa terus berpartisipasi jika tidak menyelesaikan misi. Jadi, pemain perlu menyelesaikan misi dengan
baik. Dan jika pemain
menyelesaikan misi, peringkat pemain
di dalam Blue Morpho juga akan meningkat.
Pada
akhirnya, pemain bisa
pergi ke tempat yang luar biasa.
Tempat
yang luar biasa dan misi tersebut cukup abstrak dan sulit dipahami. Namun, jika
disederhanakan, rasanya
mirip dengan media sosial berbayar.
Menurut
sebuah teori, tempat luar biasa yang
dimaksud ialah klub rahasia di mana
orang-orang yang berhasil menyelesaikan misi berkumpul. Seperti Freemason atau
Mensa, di sana akan ada interaksi antara orang-orang terpilih.
Di sisi
lain, mereka yang tidak bisa menyelesaikan misi dan kehilangan kualifikasi,
atau yang tidak memiliki harapan, akan menghadapi kematian — Blue Morpho
disebut sebagai permainan yang pasti akan menyebabkan kematian. Ada yang
mengatakan itu adalah
permainan pembunuhan massal untuk mengendalikan dan mencuci otak orang, hingga
kehilangan jati diri dan dibunuh.
Secara
keseluruhan, Blue Morpho bisa dibilang sebuah
legenda urban yang paling viral
saat ini.
Terlepas
itu benar atau tidak, ada atau tidak ada, Blue Morpho terus menjadi perdebatan.
Namun, aku mempercayai bahwa itu pasti ada. Jika sampai
sejauh ini menjadi topik pembicaraan, pasti ada latar belakang yang mendasarinya.
Dengan
demikian, informasi semacam itu mungkin tidak akan sampai kepada orang-orang
sepertiku, atau mungkin juga kepada orang-orang yang berjuang mati-matian
mengumpulkan informasi di media sosial.
Seandainya
aku bisa masuk ke dalam Blue
Morpho, aku pasti akan menyelesaikan misi
satu per satu dan menunjukkan kemampuanku. Aku berbeda dari orang-orang biasa,
karena aku memiliki tekad yang jelas. Dan aku pasti akan mencapai akhir.
Jika itu yang terjadi, aku tidak perlu lagi
berurusan dengan orang-orang bodoh seperti teman
sekelasku.
Simbol
Blue Morpho adalah kupu-kupu biru, persis seperti
namanya. Gambar yang bersinar itu bebas berkeliaran di media sosial dan
internet.
Aku menginginkan informasi yang nyata,
bukan informasi palsu seperti ini. Aku ingin menjadi pemain Blue Morpho dengan
cara apapun.
Bagi
seseorang sepertiku yang tidak menemukan harapan di mana pun, Blue Morpho
adalah cara untuk melarikan diri.
“Enda.
Bisakah kamu pergi ke rumah Hitachi dan mengirimkan
surat persetujuan padanya?”
Ketika
wali kelasku
mengatakannya dan menunjukkan selembar kertas, sebenarnya aku ingin menjawab “Hah?” dan mengembalikannya. Setelah melihat isinya, rupanya itu tentang suatu acara
sekolah.
“Apa
ini?”
“Sepertinya
ada kru TV yang akan meliput festival olahraga dan festival budaya mendatang.
Ini formulir persetujuannya.”
“Hitachi-san lagipula tidak berangkat ke sekolah, ‘kan? Kurasa surat
persetujuan ini tidak diperlukan.”
“Tanda
tangan semua orang tetap diperlukan. Jika ada keluhan nanti, kita akan
kesulitan. Lagipula, Hitachi mungkin tiba-tiba datang.”
Ia berbicara
seperti ada hewan liar yang tiba-tiba
muncul.
“Kenapa
harus aku yang melakukannya...”
“Enda
masih bisa berbicara dengan Hitachi, kan? Ini akan mempengaruhi nilai raportmu,
jadi tolong lakukan sesuatu. Jika melalui pos, kemungkinan besar diabaikan.”
Wali
kelasku ialah pria paruh baya yang tidak bersemangat, tidak
melakukan apa-apa meskipun Hitachi diolok-olok dengan sangat buruk dan aku pun
diperlakukan tanpa ampun. Ia seharusnya melakukan
sesuatu saat Hitachi diejek seperti itu. Dan sekarang, ia ingin menggolongkan kami, yang dianggap mainan
kelas, dan memperlakukan kami sesuka hatinya.
Benar-benar
suatu penghinaan. Namun, aku tidak bisa menolak. Karena,
satu-satunya tujuan hidupku di sekolah SMA
adalah nilai raport. Dengan sedikit pembangkangan, aku mengambil surat
persetujuan dengan sembarangan dan bertanya dengan kasar tentang alamat rumah Hitachi.
Rumah Hitachi
jauh dari stasiun, dan aku harus berjalan cukup jauh di tengah cuaca panas ini. Ada kalanya aku ingin berbalik, tetapi
perasaan ‘aku sudah
sampai sejauh ini’ menguatkan
niatku, sehingga aku tidak bisa pulang
begitu saja.
Apartemen
tempat tinggal Hitachi tidak jauh berbeda
dengan rumahku, atau bahkan bisa dibilang sedikit lebih buruk, dengan bau busuk
yang mungkin disebabkan oleh kurangnya pengelolaan sampah. Menurutku itu adalah tempat yang cocok
untuk Hitachi.
Setelah
menekan bel, tidak ada yang menjawab untuk sementara waktu. Apa mungkin dia
sedang bolos sekolah dan berjalan-jalan? Apa Hitachi orang yang seperti itu?
Sambil
berpikir bahwa jika tidak ada yang keluar lagi, aku akan pergi, aku menekan bel
sekali lagi.
Akhirnya,
terdengar suara tidak senang, “Ya?”
Hitachi
yang muncul mengenakan seragam olahraga meskipun tidak pergi ke sekolah.
Kerahnya yang kusut terlihat tidak rapi, dan dia tetap tidak terlihat
bersih.
“Oh,
siapa kamu... apa namanya? Orang yang kelihatan
nyebelin di kelas, ‘kan?”
“Enda.”
“Oh,
sepertinya memang begitu namanya.”
Hitachi
tertawa kecil. Merasa dipermalukan oleh seseorang seperti Hitachi membuatku
ingin pulang saja.
Di
belakang Hitachi, sebuah unit kamar
apartemen terlihat kotor dengan dua kasur yang tergeletak. Ada piring kotor yang menumpuk di bagian dapur, dan di ruangan terdapat
botol plastik berserakan. Aku bisa mengerti mengapa tempat tinggalnya jadi
kotor.
“Jadi,
ada keperluan apa kamu kemari?
Enda-kun.”
“Bukannya
aku sengaja ingin datang ke tempat
kotor seperti ini. Sekolah butuh surat persetujuan. Jadi setelah mendapatkan tanda
tanganmu, aku akan segera pulang.”
“Ya,
ya, aku mengerti.”
Hitachi
mengatakannya dengan nada bosan, lalu merampas surat persetujuan yang ada di
tanganku dan masuk ke dalam ruangan sambil mencari alat tulis. Dengan tata
letak ini, pintu masuk terlihat jelas ke dalam ruangan, membuat suasana agak
canggung.
“Aku
akan meminjamkanmu pulpen, jadi kamu bisa kemari.”
“Tidak
apa-apa, sudah ketemu.”
Hitachi
kembali ke pintu dengan santai, menggenggam pulpen
biru. Aku berpikir, apakah benar menggunakan pulpen
biru untuk tanda tangan di surat persetujuan, tetapi bagiku, dokumen ini tidak
terlalu penting. Yang penting adalah itu tulisan tangan Hitachi.
Hitachi
menempelkan kertas di pintu dan menulis namanya dengan tulisan yang jelek. Hitachi
Miki. Nama itu tetap tidak cocok untuknya.
“Begini
sudah cukup, ‘kan?”
“Ya,
seharusnya tidak masalah.”
“Kalau
begitu, terima kasih sudah jauh-jauh datang
kemari.”
Meskipun
seharusnya dia seorang yang introvert dan tidak bisa datang ke sekolah, Hitachi
terlihat sangat bersemangat. Mungkin dia justru merasa lebih hidup karena
memilih untuk tidak datang ke sekolah. Ruangan apartemen
itu gelap dan sempit, tetapi berkat cahaya dari televisi dan komputer, sedikit
terasa seperti markas rahasia. Saat aku berusaha pergi, aku melihat
sesuatu.
Ada bekas
luka merah di pergelangan tangan Hitachi yang besar. Lukanya tidak rapi, tetapi jelas
berbentuk kupu-kupu.
“Blue
Morpho...”
Aku
berbisik pelan, dan Hitachi tersenyum lebar.
“Kamu
tahu tentang Blue Morpho?”
Bulu kudukku
seketika berdiri. Aku tidak menyangka Hitachi akan
menyebutkan kata itu. Bayangan kupu-kupu biru yang indah dan tenang seolah
terkontaminasi oleh Hitachi, membuatku merasa tidak nyaman.
“Aku
tahu. Tapi bukannya itu hanya
legenda urban? Undangan
untuk kelompok terpilih, misi-misi, dan lain-lain...”
“Kamu
tidak mempercayainya?”
“Aku tidak
mempercayainya. Itu hanya rumor yang bodoh.”
“Misi
paling terkenal adalah misi yang
kedua belas, mengukir luka berbentuk kupu-kupu di tubuhmu.”
Jantungku
berdegup sangat kencang.
Itu adalah misi yang muncul ketika aku mencari informasi tentang Blue Morpho di
internet.
“Itu
misi yang bisa ditemukan dengan mudah jika dicari. Aku bahkan tidak tahu apakah
itu nyata atau tidak...”
“Itu
nyata kok. Karena aku adalah pemain Blue
Morpho.”
“Bohong!”
Aku tidak
bisa mempercayainya. Mana mungkin Hitachi
bisa terpilih menjadi pemain Blue Morpho. Seharusnya, cuma orang-orang yang lebih istimewa
yang diundang. Seseorang seperti Hitachi, yang dibenci oleh semua orang, mustahil bisa terpilih.
“Jika
kamu meragukannya, apa aku harus mengundangmu? Ke Blue Morpho."
“Hah?”
“Aku
adalah pemain, jadi aku bisa memilih orang lain untuk menjadi pemain. Jika Enda
ingin mengubah hidupnya, aku bisa mengundangmu
ke dalam Blue Morpho. Tapi hanya jika kamu
benar-benar siap.”
Itu pasti
bohong. Mana mungkin. Blue Morpho yang aku
impikan tidak mungkin dimulai oleh seseorang seperti Hitachi. Namun, Hitachi
terlihat sangat percaya diri dan berani. Penampilannya seperti pemain Blue
Morpho yang aku bayangkan.
“Jika
aku benar-benar ingin aku mempercayainya, undang saja aku. Kalau itu asli, aku akan pertimbangkan kembali
pendapatku tentangmu.”
“Kurasa
sebaiknya kamu jangan
mencoba menjadi pemain dengan pikiran yang ringan
begitu. Blue Morpho bukan sekadar permainan. Jika kamu
salah langkah, kamu bisa mati.”
Kata ‘mati’ yang diucapkan Hitachi terdengar
begitu nyata sehingga membuatku merinding.
Namun,
mungkin dunia yang kudambakan
ada di sana—kehidupanku dan masa depanku saat ini tidak memiliki nilai
yang berarti.
Dengan
kata lain, aku tidak punya alasan untuk menolak tawaran Hitachi.
“Kamu
punya akun medsos? Itu
akan menjadi jendela ke dalam Blue
Morpho.”
Aku
memberi tahu Hitachi tentang akun media sosial
yang tidak pernah aku gunakan. Hitachi mengangguk
dengan puas dan kembali ke dalam ruangan, mengambil gantungan
kunci kupu-kupu kecil berwarna biru.
“Saat bergabung, kamu harus menunjukkan sesuatu
yang berhubungan dengan kupu-kupu biru. Itulah misi pertamanya, tetapi jika kamu membawanya,
semuanya akan lebih mudah.”
Benda itu
terlihat tipis dan
murahan, seperti suvenir massal yang
dijual di taman hiburan. Meskipun tidak sesuai dengan bayanganku tentang Blue
Morpho, benda itu entah mengapa kelihatan
cocok untuk Hitachi. Dia adalah sosok yang canggung yang mengagumi kupu-kupu
tetapi gagal menjadi kupu-kupu.
“...cuma
ini saja?”
“Untuk
bergabung, tidak terlalu sulit. Banyak
orang salah paham tentang ini. Tapi selamat, Enda-kun. Kamu mulai menjalani
kehidupan yang istimewa dan berbeda dari yang lain.”
Ketika Hitachi
berbicara dengan penuh semangat,
dia terlihat sangat berbeda dibandingkan saat di kelas. Dilihat dari caranya
memperkenalkan diri dan sikapnya sekarang, mungkin sisi ceria inilah bagian
dari dirinya yang sebenarnya.
“Kalau
begitu, mari kita berjuang bersama-sama.
Aku tidak akan pernah keluar dari Blue Morpho. Aku pasti akan berevolusi dan
keluar dari kehidupan seperti ini.”
Hitachi mengatakannya
dengan mata yang berbinar-binar, lalu menutup pintu apartemennya yang kumuh. Yang tersisa bagiku hanyalah
surat persetujuan yang ditandatangani Hitachi dan gantungan kunci kupu-kupu
biru.
Aku tidak
bisa menahan diri dan segera berlari. Mana
mungkin sesuatu yang kucari selama ini dimulai dari tempat seperti
ini.
Namun, harapanku dengan cepat terkhianati.
Ketika
aku membuka aplikasi pesan, aku menemukan
pesan dari akun yang tidak dikenal. Di sana tertulis dengan singkat bahwa aku
harus mengunduh aplikasi pesan tertentu yang tak
dikenal dan setelah mengunduh, bergabung dengan ‘kluster’.
Keringkasan
itu justru membuatnya terasa lebih nyata, dan aku
terkesiap pelan. Selain itu, kata ‘kluster’ inilah istilah yang dirumorkan
di media sosial tentang Blue Morpho. Itu
adalah grup dalam permainan yang saling memantau apakah misi telah diselesaikan
dengan baik dan memberikan persetujuan.
Setelah
menyelesaikan semua langkah, aku dialihkan ke layar baru.
Di sana,
bersama gambar kupu-kupu biru, terukir misi pertama.
Misi pertama, cari sesuatu yang bermotif
kupu-kupu biru dan tunjukkan kepada kluster.
Aku
segera mengunggah foto gantungan kunci kupu-kupu biru yang diberikan Hitachi.
Dalam beberapa detik, persetujuan diterima. Dengan begini, aku telah menyelesaikan misi
pertama dan resmi menjadi pemain Blue
Morpho.
Segera,
formulir pendaftaran pemain dikirimkan. Ada lebih banyak kolom pertanyaan daripada yang kubayangkan. Nama
pemain, hobi, pengalaman pertama kali berbohong, jika bisa terlahir kembali
menjadi makhluk lain selain manusia,
aku ingin menjadi apa, apa aku percaya pada alam baka, dan kapan terakhir kali aku menangis sejadi-jadinya.
Aku
dengan serius mengisi hal-hal yang belum pernah kupikirkan sebelumnya. Jika ini
bukan Blue Morpho yang nyata tetapi hanya situs penipuan, aku akan merasa
sangat malu dengan kejujuran ini.
Setelah
mengisi semua kolom dan mengirimnya, persetujuan segera datang. Persetujuan ini
terasa lebih menyenangkan daripada yang kuduga. Biasanya, tidak peduli apa pun,
aku tidak pernah mendapatkan pengakuan seperti ini dari orang lain.
Aku
menggulir layar smartphone-ku dan terus mencari apakah ada
misi baru.
Aku terus
melakukan hal yang sama sampai muncul tulisan ‘selanjutnya’.
Misi kedua: sebutkan bagian dari dirimu yang paling kamu benci dan jelaskan
alasannya.
Kepribadian.
Karena aku selalu tertawa dan
mengabaikan semuanya. Sebelum tidur di malam hari, aku merasa ingin mati di
tempat tidur. Aku suka berpura-pura dan tidak bisa berkonsultasi dengan siapa
pun.
Misi ketiga: sebutkan sepuluh hal yang
kamu benci dari dirimu.
Wajah,
tinggi badan, serius tapi bodoh, jelek, sering diremehkan, susunan gigi, mudah
gugup, rendah diri, cepat berpikir negatif, malas.
Keesokan
harinya, aku pergi ke rumah Hitachi meski tanpa adanya
surat persetujuan.
Hitachi
segera membuka pintu setelah membunyikan bel, sangat berbeda dari kemarin.
Wajahnya terlihat bangga, seolah-olah
ingin menunjukkan sesuatu padaku.
Setelah
masuk ke dalam ruangan yang lembap dan tidak jauh berbeda dengan di luar, aku
diberikan sebotol cola yang sudah basi, dan akhirnya pembicaraan serius
dimulai.
“Bagaimana dengan Blue Morpho?”
“Aku
sudah jadi pemain. Tapi itu, apa itu benar-benar nyata? Rasanya jauh lebih murahan dari yang aku
bayangkan."
“Kalau
kamu merasa itu murahan, coba saja teruskan. Nanti kamu akan tahu bahwa itu
nyata dan seperti apa sebenarnya.”
Melihat Hitachi
yang penuh percaya diri, aku yang mudah terpengaruh jadi semakin merasa bahwa
ini benar-benar nyata, dan aku tidak bisa berkata apa-apa.
“Memangnya
Blue Morpho benar-benar sebagus itu?”
“Tentu saja.
Terutama untuk orang-orang seperti kita.”
Aku
merasa kesal karena disamakan dengan dirinya,
tapi aku memutuskan untuk menggali lebih banyak informasi.
“Sebenarnya
apa sih Blue Morpho itu? Apa
yang akan terjadi jika kita terus melanjutkan misi?”
“Kamu
ini benar-benar menyedihkan.
Kamu pasti tipe orang yang mencari spoiler sebelum
menonton film. Kalau ada yang mengganjal, ya sudah, berhenti saja. Jangan terlalu
dipikirkan. Sekarang kamu masih bisa berhenti.”
“Kalau
sekarang bisa berhenti, berarti nanti tidak bisa? Apa benar kita tidak bisa keluar?”
“Kamu
benar-benar penasaran dengan Blue Morpho, ya. Di sekolah, aku tidak tahu kalau
kamu orang yang seperti ini.”
Meskipun
dia mengatakannya dengan nada jengkel, wajah Hitachi terlihat senang. Senyum
khas otaku saat menemukan sesama.
“Sebenarnya
aku juga tidak tahu semua tentang Blue Morpho. Meski
ada banyak rumor yang
beredar, tapi mungkin sebenarnya itu hanya grup medsos
berlangganan yang kecil. Apa yang kita lakukan mirip dengan BeReal.”
“Kamu
tidak tahu apa itu BeReal. Sepertinya kamu tidak punya teman untuk bermain.”
“Tapi,
aku tidak akan berhenti.”
Hitachi
mengatakannya dengan tegas.
“Karena
aku sudah berhasil masuk ke dalam topik yang sedang ramai ini, aku ingin terus
bersenang-senang sampai akhir. Sekarang, semua orang di media sosial sedang terobsesi dengan
Blue Morpho. Aku tidak tahu apakah ini nyata atau tidak, tetapi di antara banyak
situs palsu, inilah yang
paling mirip. Jadi aku akan terus melanjutkannya.”
Dengan kata
lain, bagi Hitachi, permainan
ini mungkin semacam alat untuk tampil lebih menonjol di antara
orang-orang di media sosial.
Sedangkan bagiku, Blue Morpho adalah sesuatu yang berada di garis depan rumor,
bagian dari kehidupan yang tidak biasa. Cara pandang laki-laki dan perempuan
mungkin cukup berbeda dalam hal ini.
“Jadi,
bagaimana kamu mendapatkan undangan untuk Blue Morpho? Kamu juga pasti diundang
dari suatu tempat, ‘kan?”
“Yah, karena
aku tahu banyak tentang dunia bawah internet. Ada banyak hal yang terjadi di sana.”
Hitachi
memberikan jawaban mengelak. Ketika
aku berusaha untuk mengetahui asal-usulnya, dia tampak akan kehilangan minat
lagi, jadi aku memutuskan untuk diam. Aku ingin meyakinkan diri bahwa Blue
Morpho yang melalui Hitachi ini merupakan
yang asli.
“Jadi,
apa itu saja yang ingin kamu tanyakan? Yah, jika kamu pemula di Blue Morpho, kamu pastinya ingin bertanya banyak hal kepada
orang yang sudah tahu.”
“Aku
tidak ingin meminta pengajaran. Ini lebih seperti tanggung jawab untuk
menjelaskan.”
“Tapi
kalau kamu ingin serius dengan Blue
Morpho, jangan anggap sepele. Kita sebagai pemain harus fokus untuk
menyelesaikan misi. Oke?”
“Aku
tidak datang ke sini untuk bertingkah akrab
denganmu.”
“Wah,
akrab. Kamu berbicara tajam. Yah, kita memiliki kepentingan yang sama, itulah yang terpenting. Aku juga lebih
semangat jika tidak sendirian.”
Hitachi
tertawa dengan nada yang sedikit menjengkelkan. Dengan cara ini, aku melangkah ke
arah Blue Morpho dari sudut yang tidak pernah aku bayangkan.
Misi keempat, tuliskan hal yang paling
kamu banggakan.
Agar
tidak membuat ibuku yang seorang ibu tunggal khawatir, sejak kecil aku sudah
menyiapkan makanan sendiri.
Misi kelima, jika ada sesuatu yang bisa
merusak pengalaman yang kamu banggakan itu, apa yang akan terjadi?
Aku tidak
tahu secara spesifik, tetapi apa itu berarti melakukan sesuatu yang membuat
ibuku menangis?
Dengan
menyelesaikan misi, ada banyak perubahan yang terjadi. Aku mulai memahami
orang-orang lain yang tergabung dalam kluster. Tentu saja, informasi yang jelas
seperti nama dan alamat mereka
tidak terlihat. Namun, aku bisa melihat informasi yang cukup pribadi tentang
apa yang mereka anggap memalukan dan masa lalu yang ingin mereka lupakan.
Ini
mungkin informasi yang sama seperti yang kutulis di misi dua dan tiga. Aku
sedikit bingung karena tidak mengharapkan untuk terbongkar seperti ini, tetapi mungkin beginilah cara untuk memperkuat ikatan
dalam kluster.
Selain
itu, melihat rahasia orang lain terasa menarik. Merasakan berbagai masalah yang
dihadapi orang-orang dari berbagai usia, membuatku sedikit berani. Meskipun
begitu, kenyataanku tidak akan berubah.
Meskipun
aku dan Hitachi adalah pemain Blue Morpho, perlakuan kami di sekolah tidak berubah sama
sekali.
Hitachi
masih tidak berangkat ke
sekolah, dan foto-foto yang diambil secara diam-diam dicetak dan ditempel di
kelas, dijadikan bahan olok-olok di tempat yang tidak ada dirinya.
Aku pun
mendapatkan perlakuan yang setara. Begitu tiba di sekolah, sampah dilemparkan
ke arahku dan mereka tertawa. Di mejaku juga terisi dengan kertas yang digulung
dan botol plastik yang sudah kosong. Aku menganggap itu bukan masalah besar.
Demi
mengalihkan perhatian, aku membuka aplikasi Blue Morpho. Belum ada misi baru
yang ditambahkan.
Blue
Morpho hanyalah sebuah permainan, tetapi setidaknya bagiku, keberadaannya merupakan sesuatu
yang membebaskanku dari keadaan saat ini. Aku terus menggulir untuk memperbarui
dan mencari sesuatu yang bisa dilakukan. Tiba-tiba, seolah-olah waktu itu sudah
ditentukan, misi baru ditambahkan.
Begitu
melihatnya, aku segera melompat keluar dari kelas dan
berlari menaiki tangga. Aku berlari bukan untuk melarikan diri dari sesuatu,
melainkan untuk mencapai sesuatu.
Atap yang
secara resmi dilarang untuk dimasuki, karena banyaknya orang yang berisik
mencari kebebasan, menjadi tempat bermain yang sebenarnya gratis. Baru pertama kalinya aku datang ke
sini. Angin berhembus dengan sangat menyegarkan.
Aku
mendekati pagar dan mengaktifkan kamera smartphone.
Aku menghela
napas kecil saat melihat ke bawah dari ketinggian yang bisa
langsung membunuh jika jatuh.
Sejenak,
aku merasa seperti berubah menjadi kupu-kupu.
Misi
tujuh, pergi ke tempat tertinggi yang kamu tahu dan ambil foto.
“Hebat juga.”
Saat aku
menunjukkan bekas luka berbentuk kupu-kupu di pergelangan tanganku, Hitachi
yang sedang video call tertawa.
Misi dua
belas adalah misi yang bisa dianggap sebagai simbol Blue Morpho—sayangnya, itu juga adalah misi yang
sempat ingin aku batalkan.
Meskipun Hitachi
sudah menyelesaikan misi itu, ketika harus melakukannya sendiri, aku sangat ketakutan untuk menggambar dengan bekas lukaku.
Aku mengeluarkan
pisau cutter dan menggesekkannya ke kulitku, rasa sakit yang tajam segera
terasa. Butiran darah mulai muncul dari luka tipis itu. Yang membuat frustrasi
adalah luka dangkal seperti itu tidak meninggalkan bekas luka kupu-kupu yang
sebenarnya.
Hitachi
bahkan bisa melakukannya. Aku harus melakukannya dengan baik.
Beberapa
hari yang lalu, misiku ditolak untuk pertama kalinya.
Foto yang
diambil dari atap sekolah tampaknya tidak cukup tinggi.
Aku
terpaksa mampir ke gedung stasiun di jalan pulang dan mengambil foto dari
parkir atap. Setelah membandingkannya, aku
menyadari bahwa foto dari atap sekolahku tidak cukup tinggi
dan tidak terlihat seperti aku serius menghadapi misi.
Sepertinya kluster
tidak hanya melihat apakah misi diselesaikan secara mekanis, tapi juga menilai
apakah kita benar-benar menghadapinya dengan sungguh-sungguh. Artinya, jika
menyerahkan sesuatu yang setengah hati, itu akan ditolak.
Aku
menguatkan tekad dan menggenggam cutter sekali lagi. Ketika aku menusukkan
lebih dalam dari sebelumnya, air mataku
mengalir karena rasa sakit.
Kupu-kupu
yang terbuat dengan mengotori kamar mandi dengan darahku adalah kristal jiwaku.
Meskipun rasanya sakit dan
menyiksa, setelah selesai, rasa sakit yang menyengat pun berubah menjadi kepuasan.
Setelah
selesai, aku membungkusnya dengan kasa dan perban yang sudah kubeli, lalu meminum obat pereda nyeri. Tentu
saja, rasa sakitnya tidak akan segera reda, dan aku harus menahan diri. Jika
aku terlihat terlalu kesakitan, ibuku akan curiga.
Aku
menerima persetujuan misi dari kluster dengan cepat
dan merasa sedikit kecewa. Aku berharap akan dirayakan sebagai
langkah yang lebih spesial, tetapi itu tidak terjadi.
Sebagai
gantinya, aku bisa melihat bekas luka-luka
orang lain di kluster.
Semua bekas luka itu tampak menyakitkan,
seolah diukir dengan cutter, tetapi ada juga orang yang mengukir kupu-kupu yang
indah seperti tato asli. Melihat bahwa masing-masing orang menghadapi Blue
Morpho dengan serius dan menciptakan luka seperti ini, muncul rasa tanggung
jawab yang berbeda dari sebelumnya.
Sekarang
setelah sampai sejauh ini, aku ingin menyelesaikan Blue Morpho. Aku mulai
merasakan hal seperti itu.
Dengan
semangat, aku mengirim foto lukaku kepada Hitachi. Tak lama kemudian, Hitachi
langsung menelepon.
“Akhrinya
kamu sudah melangkah ke dalam Blue
Morpho yang sebenarnya, ya.”
“Sejujurnya,
aku juga merasa ini konyol. Rasanya sangat
menyakitkan, serius.”
“Rasa
sakit itu akan segera terlupakan.”
Kemudian,
Hitachi mengucapkan kata-kata pujian yang tidak biasa dia ucapkan sebelumnya.
“Ini
memang sesuatu yang bisa dibilang bagus, kan? Ini?”
“Ya,
bisa dibilang begitu. Aku pikir aku lebih berbakat menggambar."
“Semuanya sama saja, kan?”
Saat
berbicara dengan Hitachi, perasaan
cemas dan ketakutan terhadap rasa sakit yang kurasakan sebelumnya
perlahan-lahan memudar. Seiring dengan itu, kebahagiaan karena berhasil
mengukir kupu-kupu mulai meluap. Tanpa ragu, aku telah menyelesaikan misi yang
membuat orang lain ragu untuk melakukannya.
“Tapi,
aku benar-benar mengagumimu. Ternyata kamu cukup berani, ya.”
“Dibilang berani
atau tidak... jika itu misi, ya harus dilakukan. Itu saja.”
“Kalau
kamu punya nyali seberani
itu, kamu seharusnya
bisa menghadapi orang-orang di sekolah.”
Begitu
mendengarnya berkata demikian,
aku merasakan sakit tumpul di area perutku.
Jika aku
memiliki kekuatan untuk menyelesaikan misi Blue Morpho, mungkin orang-orang di
sekolah tidak ada artinya. Selain itu, sekarang aku terhubung dengan kluster
yang besar. Orang-orang yang sok berani di dunia kecil seperti sekolah
seharusnya tidak menakutkan sama sekali.
Namun,
aku tidak bisa membayangkan diriku menghadapi mereka. Sebagai gantinya,
kekurangan yang kutulis di Blue Morpho terus berputar dalam pikiranku. Aku yang minderan, lemah, dan tidak
memiliki keberanian untuk bertindak. Selalu memperhatikan ekspresi orang lain,
itu sangat memalukan.
“Orang-orang
seperti itu hanya akan merugikanmu. Jika kita mengabaikan mereka, mereka akan
cepat bosan.”
eberanian
yang keluar dari mulutku begitu kentara hingga memalukan. Namun, Hitachi tidak
mengomentari itu dan malah beralih membahas anime yang tidak penting.
“Bagaimana
dengan misimu di Blue Morpho?”
“Oh?
Hmm, aku merasa sangat puas. Ini sangat menantang.”
Dia
mengatakannya dengan santai, lalu mengangguk besar sekali.
“Memiliki
sesuatu untuk dilakukan itu menyenangkan, ya.”
“Apa-apaan itu? Perkataanmu mirip seperti
nenek yang baru pensiun."
“Nenek
yang hanya punya hobi Blue Morpho!”
Sambil
berkata demikian, Hitachi menunjukkan lukanya di pergelangan tangannya dan
tertawa.
“Apa
kamu tahu tentang Blue Morpho?” “Teman dari temanku bilang ada yang memainkannya.” “Sebenarnya, MATANA sedang
mengadakan ujian penerimaan secara rahasia.” “Kalau
begitu, aku mungkin harus serius bermain Blue Morpho daripada mencari kerja.” “Kamu
tidak akan bisa, hahaha.” “Dengar-dengar, di akhir semua
orang mati. Karena terkutuk.” “Pembicaraannya terlalu
sembarangan, lucu.” “Itu adalah sistem yang mengatur
pekerjaan ilegal, jadi jika kamu terlibat, kamu bisa mati dalam artian itu.” “Pekerjaan
ilegal muncul dari mana saja.” “Blue Morpho itu yang terbaik.” “Hanya
orang yang tidak diundang yang mengeluh.”
“Apa
ada yang mau mengundangku ke dalam Blue
Morpho? Jika diperlukan, aku juga mempertimbangkan
transaksi uang.”
Misi
ketiga belas, mengirimkan kata-kata makian kepada akun seseorang, telah
selesai, dan sejak saat itu, penyebutan tentang Blue Morpho di media sosial
mulai meningkat. Kebanyakan berasal dari influencer dan pembuat konten yang sembarangan
merangkum rumor tentang Blue Morpho dan menyebarkannya.
Meskipun
cara penyebutan yang dangkal itu tidak menyenangkan, aku merasa senang bahwa
Blue Morpho menjadi bahan perbincangan. Aku adalah pemain resmi dari Blue
Morpho yang sangat dicari oleh banyak orang.
Di media
sosial, ada orang yang bersedia membayar untuk undangan Blue Morpho, sementara
yang lain memanfaatkan kesempatan itu untuk memberikan undangan palsu, sehingga
kegilaan tenang terhadap Blue Morpho mulai menimbulkan beberapa masalah kecil. Melihat postingan itu, aku tidak bisa menahan
senyum.
Berkat
kemajuan dalam menyelesaikan misi, aku juga diberikan hak untuk mengundang
pemain baru, sama seperti Hitachi. Namun, aku tidak bisa menjualnya dengan
mudah untuk mendapatkan uang. Sebab, jika orang yang diundang dengan mudah
meninggalkan Blue Morpho, tanggung jawabnya juga akan jatuh kepada pihak yang
mengundang.
Saat
mengetahui aturan ini, aku memikirkan Hitachi. Apa Hitachi mengundangku dengan
mempertimbangkan bahwa dia akan bertanggung jawab jika aku mencoba melarikan
diri dari Blue Morpho?
Setelah
sejenak berpikir seperti itu, aku juga berpikir bahwa mungkin Hitachi tidak
memikirkan hal itu saat mengundangku. Pada saat
itu, Hitachi tampaknya hanya melakukan ini untuk bersenang-senang dan tidak
terlalu serius terhadap Blue Morpho.
Tapi,
bagaimana kalau memang begitu?
Aku mengalihkan perhatianku dan menatap
gantungan kunci kupu-kupu biru yang tergantung di tasku. Itu adalah gantungan kunci pemberian dari Hitachi.
Setiap kali aku melihatnya di sekolah, aku bisa mengingat bahwa aku merupakan pemain Blue Morpho. Meskipun itu
terlihat biasa-biasa saja, lusuh
dan tidak berarti, mungkin karena itu terkait dengan misi pertamaku, benda itu
menjadi sangat istimewa bagiku.
Sekarang,
ketika Blue Morpho mulai menjadi perbincangan, mungkin memakai ini akan
membuatku terlihat mencolok—aku berpikir dengan berlebihan tentang diriku
sendiri, saat itu....
“Itu
kupu-kupu biru, ya? Blue Morpho?”
Suara
yang menyegarkan dan indah terdengar.
Aku baru
menyadari kalau kereta telah melewati stasiun yang sangat
spesial bagiku. Stasiun
tempat Kei naik.
Kei,
dengan tatapan mengintip, dengan lembut menyentuh gantungan kunci Blue
Morpho.
“Ah,
maaf kalau aku tiba-tiba mengajakmu bicara. Aku sering dikatakan
salah memahami jarak seperti ini...”
“Eh,
ah, tidak, aku baik-baik saja, tapi, apa?”
“Apa
kamu hanya memakainya karena itu lucu? Maaf kalau tiba-tiba banget!”
Kei
berkata dengan tergesa-gesa. Ketika melihatnya
dari dekat, wajah Kei
begitu cantik sampai-sampai terasa tak nyata.
Gambaran tentang Blue Morpho yang aku idam-idamkan dan gadis yang aku
idam-idamkan seolah tumpang tindih. Kei, entah bagaimana, mirip dengan
kupu-kupu.
“Tidak,
itu benar.”
“Eh?”
“Aku sengaja memakainya dengan sadar tentang Blue Morpho. Aku adalah pemain.”
Saat aku
mengatakannya, mata Kei membelalak lebar. Dia terlihat sangat terkejut. Mungkin
dia tidak menyangka akan bertemu dengan pemain asli.
Aku
sendiri merasa sangat canggung. Kei yang kupikir tidak akan pernah mengajakku
bicara, kini justru mengajakku berbicara. Biasanya hal
ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam
keadaan normal.
Jika
tidak ada fenomena aneh di mana Blue
Morpho yang menarik perhatian Kei, hal ini tidak akan pernah terjadi.
“Kamu...
namamu siapa?”
Saat aku
bertanya demikian, Kei tersenyum seolah bunga
sedang mekar.
“Aku?
Namaku Yosuga Kei.”
“Yosuga
Kei... kira-kira itu pakai kanji apa?”
“Kanji Yosu dari 'yoseru' dan Ga dari kata 'sungai besar',
lalu 'Kei' dari
kata 'pemandangan'.”
Seperti
yang kuduga, namanya adalah ‘Kei’.
“Namamu
siapa?”
“Enda,
dari kanji 'en' yang
berarti perpanjangan, 'da'
dari sawah, dan 'Nozomu'
dari 'pinggir pantai'.”
Ketika
Kei mendengar namaku, dia menunjukkan ekspresi sedikit aneh. Mungkin karena
namaku yang rumit tidak cocok untuk orang sepertiku yang biasa-biasa saja.
Meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Hitachi, aku juga termasuk orang yang
sering dijadikan bahan ejekan karena namaku.
“Nama
yang indah. Aku akan mengingatnya.”
“Ah,
terima kasih. Yosuga-san.”
“Jadi...
apa Enda-kun benar-benar pemain Blue
Morpho?”
Setelah
melihat sekeliling kereta, aku cepat-cepat menggulung lengan bajuku. Di sana,
ada bekas luka berbentuk kupu-kupu yang baru saja tergores dengan cutter. Kei
tertegun melihatnya.
“Maaf.
Aku mungkin seharusnya tidak langsung
menunjukkan ini.”
“Tidak
apa-apa. Aku cuma
terkejut, tapi... luar biasa. Apa tidak
sakit?”
“Aku baik-baik
saja. Lagipula, ini bukan misi besar. Ini semacam ritus peralihan. Di titik
ini, aku menandai luka ini untuk sepenuhnya bergabung dengan Blue Morpho.”
Saat aku
mengatakannya dengan sedikit gaya, Kei melihatku dengan mata yang penuh rasa
hormat meskipun tampak terkejut. Aku merasakan getaran yang menjalar di sepanjang tulang
punggungku.
“...Enda-kun, kamu kuat ya. Sepertinya aku belum
siap untuk itu...”
“Itu
bukan hal yang besar. Jika kamu memutuskan untuk mengikuti petunjuk dari Blue
Morpho, tidak ada yang perlu ditakuti.”
Kei
terdiam. Baru pertama kalinya
aku bisa berbicara dengan begitu lancar. Ketika berada di hadapan Kei, kata-kataku mengalir dengan mudah. Mungkin
ini karena aku berhasil menyelesaikan misi Blue Morpho dengan baik. Blue Morpho
memberiku kekuatan.
“Kamu
tertarik dengan Blue Morpho?”
“…Aku
sudah pernah mendengar rumor
tentangnya, dan sedikit penasaran. Apa sebenarnya itu, beneran nyata?”
Aku menyadari betul. Kei hanya tertarik pada Blue
Morpho, bukan diriku. Namun, mengapa hatiku bergetar seperti ini? Aku merasa
senang menjadi pemain Blue Morpho, meskipun seharusnya itu bukan untuk menarik
perhatian seseorang.
“Kalau
begitu, Yosuga-san, mau ikut bermain bersama? Aku bisa mengundangmu.”
Dengan
niat untuk mengungkapkan perasaanku,
aku berkata demikian kepada Kei. Jantungku berdebar hingga terasa sakit.
Jika aku
bisa terhubung dengan Kei di Blue Morpho, hubungan kami pasti akan menjadi
sesuatu yang istimewa. Hubungan ini akan
berbeda dari hubungan aneh yang kumiliki dengan Hitachi. Inilah pengalaman yang
kucari. Aku akan bertanggung jawab terhadap Kei. Tanggung jawab bersama sebagai
pemain akan menjadi ikatan kami.
Jika
dipikir-pikir, mungkin aku selalu menganggap
gadis cantik ini mirip seperti
Blue Morpho sepanjang waktu. Sesuatu yang sangat aku idam-idamkan, tetapi tidak bisa
kuperoleh.
Mungkin
sekaranglah saatnya bagiku untuk mendapatkannya.
Namun Kei
perlahan menggelengkan kepalanya.
“Maaf ya. Meski
aku sangat tertarik, tapi… aku masih sedikit takut. Aku
mendengar rumor bahwa di Blue Morpho, ada orang yang bisa mati. Kalau aku
membayangkan hal seperti itu terjadi, rasanya aku tidak bisa melakukannya…”
“Rumor
tentang orang yang mati itu hanya omong kosong. Ini hanyalah permainan untuk
terhubung lebih dalam dengan orang lain.”
Ketika
aku berkata dengan tergesa-gesa,
Kei semakin mengerutkan keningnya.
Mungkin karena aku memaksanya, kecemasannya semakin meningkat.
Aku
menyesali keputusanku untuk terburu-buru membahas ini.
“Jika
kamu merasa cemas, lihatlah aku. Kamu bisa menilai seperti apa sebenarnya Blue
Morpho melalui diriku.”
“Memangnya
kamu tidak takut, Enda-kun?”
“Aku
tidak takut.”
Saat aku mengatakannya dengan tegas, Kei
tersenyum. Kemudian, dia mengeluarkan smartphone yang dimasukkan ke dalam
casing berwarna biru muda.
“Kalau
begitu, mau bertukar
kontak? Ibuku sangat ketat, jadi aku jarang bisa menggunakannya di malam hari
pada hari kerja.”
“Tentu
saja. Ibuku juga cukup cerewet.”
Kontak
Kei ditambahkan ke dalam smartphoneku.
Aku tidak pernah membayangkan hari seperti ini akan datang.
Sebelum
sempat mengatakan sesuatu, kereta tiba di stasiun terdekat dari sekolah Kei. “Ah,”
suara manisnya keluar, dan Kei dengan lincah berbalik.
“Kalau
begitu, sampai jumpa lagi, Enda-kun.”
Kei
berjalan lurus tanpa menoleh ke arahku. Penampilannya sangat memukau.
Namun,
aku sama sekali tidak bisa menghubungi Kei. Dia bilang tidak bisa menggunakan
smartphone di malam hari pada hari kerja, dan aku juga tidak tahu harus menulis
pesan apa
padanya. Kei mungkin tertarik dengan apa pun yang
berhubungan dengan Blue Morpho, tapi aku tidak cukup tahu tentang Blue Morpho
untuk membicarakannya.
Selain
itu, aku juga sedang sibuk
dengan misi-misi Blue
Morpho.
Misi
keempat belas Blue Morpho adalah mengubur sesuatu yang telah kuhargai selama
lebih dari sepuluh tahun tanpa ada yang melihat. Karena aku masih berada di sekolah,
aku tidak bisa melakukannya siang hari, jadi aku terpaksa mengayuh sepeda di
tengah malam dan pergi diam-diam ke taman hutan. Dengan status sebagai pemain
Blue Morpho dan pelajar, aku tidak punya banyak waktu untuk tidur.
Barang
yang kupilih untuk dikubur adalah boneka beruang kecil yang dijahit oleh ibuku
saat aku kecil. Karena aku tinggal di rumah sebagai anak tunggal dari ibu yang
bekerja, aku sering sendirian dan memerlukan boneka itu untuk menghilangkan
rasa kesepianku saat tidur.
Tentu saja sekarang
aku tidak tidur bersamanya lagi, tetapi boneka itu selalu dipajang di atas
lemari di kamarku. Tanpa misi ini, aku mungkin tidak akan membuangnya.
Aku
berpikir untuk memilih sesuatu yang lain dan pergi menguburnya. Namun, karena
aku harus mengirim foto barang yang akan dikubur kepada kluster saat memulai
misi, aku akhirnya mengurungkan niat itu. Kecurangan yang setengah hati mungkin
akan segera terungkap di hadapan kluster. Selain itu, melanggar aturan Blue
Morpho di sini terasa seperti mengkhianati diriku sendiri yang sudah berusaha dengan
serius.
Ketika
aku menggali lubang kecil dan melemparkan boneka beruang
itu ke dalamnya, air mataku keluar
dengan menyedihkan. Sangat menyedihkan mengetahui bahwa barang berharga yang
penuh kenangan itu terbenam dalam tanah dan tidak akan pernah kembali padaku.
Sekilas, aku bertanya-tanya mengapa aku melakukan hal ini. Namun, rasanya sudah terlalu terlambat untuk berhenti sekarang.
Aku dengan
cepat mengayuh sepeda kembali sebelum ibuku menyadarinya, dan air mata semakin mengalir.
Apa ibuku akan menyadarinya kalau
boneka itu sudah hilang?
Akhirnya,
hal yang terlintas di pikiranku
adalah tentang Hitachi.
Apa yang dikubur Hitachi? Apa Hitachi
memiliki sesuatu yang sangat berharga hingga harus menguburnya dan
menangis?
Meskipun
aku melaporkan keberhasilan misi, kluster hanya mengirimkan persetujuan tanpa
memberikan pujian khusus. Tentu saja, karena ini bukan kelompok untuk jenis
persetujuan seperti itu.
Ada
bagian dari diriku yang diselamatkan oleh Blue Morpho dan ada juga bagian yang
terkuras karena itu, sehingga aku merasa
sedikit tertekan. Apa pun yang kulakukan, aku tidak merasa lebih baik, dan aku
semakin enggan pergi ke sekolah yang sudah membuatku merasa tertekan.
Namun,
untungnya, teman-teman sekelasku yang peka terhadap perubahan suasana hatiku
tidak lagi menggangguku secara aktif. Mereka memandangku seolah-olah melihat
sesuatu yang aneh, tetapi itu jauh lebih baik daripada jika mereka memberikan
dampak negatif.
Sementara
aku merasa terkuras kelelahan,
Hitachi selalu tampak bersemangat.
Meskipun
seharusnya dia menyelesaikan lebih banyak misi dariku, Hitachi tetap hidup dan
ceria. Dia tidak berangkat
ke sekolah seperti biasa, dan saat berbicara denganku, pangggilan video call menjadi cara utama
kami berkomunikasi, tetapi matanya bersinar cerah, seolah-olah dia adalah orang
yang berbeda dari sebelumnya. Mungkin dia juga sedikit lebih kurus.
Karena Hitachi
berada di kluster yang berbeda, kami tidak memiliki interaksi di dalam Blue
Morpho, tapi kami tetap berkomunikasi setiap hari. Sebagian besar percakapan
kami hanyalah tentang apa misi kami berjalan
dengan baik atau tidak, tetapi Hitachi tetap terlihat senang.
“Hitachi,
apa yang kamu kubur saat misi keempat belas?”
Aku
memberanikan diri untuk bertanya padanya, dan Hitachi menjawab dengan
ringan.
“Aku
mengubur buku kliping yang berisi potongan gambar dari
anime favoritku.”
“Apa-apaan itu? Rasanya terlalu sepele. Memangnya itu cukup?”
“Apa
yang kamu katakan? Itu adalah barang yang penting bagiku! Karena aku sudah
mengumpulkannya sejak aku masih SD,
tau? Kupikir ini akan sedikit menyentuh
hatiku, tapi
sekarang aku merasa lega karena sudah merapikannya.”
Hitachi
tertawa terbahak-bahak dengan wajah ceria.
Melihatnya begitu, aku
merasa sedikit lebih bisa menerima misi keempat belas.
“Saat
aku menyelesaikan misi
Blue Morpho, aku merasa seolah-olah aku menuju arah yang baik. Bukankah kamu
juga merasakannya, Enda? Seolah-olah bisa meninggalkan diriku yang tidak
berdaya dan menjadi diriku yang baru.”
“Itu…
memang ada benarnya.”
“Aku
terus membuat kemajuan pesat
dengan misi-misi ini. Aku akan pergi jauh ke tempat yang tidak bisa kamu
jangkau. Jika kamu merasa cemburu, lebih baik kamu juga bergerak cepat!”
Melihat Hitachi
yang ceria, aku merasa bodoh karena merasa tertekan dengan tugas Blue Morpho.
Seharusnya, aku bisa merasa lega dan ceria seperti Hitachi. Begitu memikirkan
hal itu, aku menyadari bahwa aku belum sepenuhnya mendedikasikan hatiku untuk
Blue Morpho.
“Jadi,
aku juga sibuk, jadi aku harus pergi ya,”
kata Hitachi saat akan mengakhiri panggilan. Aku berusaha
menghentikannya dengan “Ah, tunggu dulu.”
“Aku
tidak yakin apakah ini boleh ditanyakan, jadi aku sedikit ragu."
“Ya.”
Aku
melihat Hitachi di layar, dan dia tampak sedikit serius, seolah-olah
merenungkan sesuatu.
“Apa
memar di wajahmu itu, mungkin karena Blue Morpho?"
Di pipi
kanan Hitachi, ada memar ungu yang mencolok meskipun kualitas gambarnya buruk. Wajahnya juga sedikit
bengkak dan terlihat tidak seimbang. Lalu, Hitachi tersenyum lebar dan
berkata,
“Tidak,
tidak. Itu cuma
karena ibuku sedang marah. Orang tuaku
merupakan tipe orang yang cenderung menggunakan
kekerasan. Dia kadang-kadang
pulang tengah malam dan tiba-tiba memukulku.”
“Kamu
baik-baik saja?”
“Jika
ditanya apakah aku baik-baik saja, ya, aku tidak baik-baik saja, tetapi aku
punya Blue Morpho.”
Blue
Morpho tidak akan menyelesaikan masalah kekerasan dalam rumah tangga. Atau, mungkin itu bisa? Mungkin dengan
menyelesaikan misi Blue Morpho, Hitachi bisa mendapatkan kekuatan untuk
bertahan dari situasi tersebut? Meskipun sulit dipercaya, mungkin saja ada hal
seperti itu.
Namun,
meskipun aku khawatir, aku tidak memiliki solusi apa pun. Aku hanya seorang
pelajar SMA. Aku bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan kondisi keluarga
teman sekelas.
“Baiklah,
aku benar-benar harus pergi sekarang.”
Dengan
kata-kata yang singkat, gambar Hitachi menghilang. Di layar hitam yang tersisa,
terlihat wajahku yang sedikit lebih kurus. Tanpa semangat untuk melakukan
apa pun, aku menatap wajahku itu untuk beberapa saat.
Misi
keenam belas adalah menonton film dengan adegan kekerasan yang ekstrem di dalam
ruangan gelap. Meskipun kontennya sendiri sepele, tingkat kesulitanku sangat
tinggi.
Bagaimanapun juga, aku belum pernah menggunakan
layanan streaming film atau menyewa DVD. Aku bahkan tidak ingat pernah menonton
film dengan baik sejak aku kecil. Ibuku memang bukan tipe orang yang suka
menonton film.
“Kalau
begitu, mau tidak mau, aku akan menonton bersamamu.”
Aku
menggumam “Hah?” pada pesan yang dikirim Hitachi.
Meskipun aku tahu bahwa Hitachi tidak akan mendengarnya, aku tetap bingung
bagaimana harus merespons. Sambil masih bingung, Hitachi menghubungiku
lagi.
“Sebenarnya,
aku sudah menyelesaikan misi itu, tetapi ada film yang sangat
berat yang aku tonton saat itu. Aku akan menunjukkan padamu. Datanglah ke
rumahku.”
Meskipun
tawaran itu tidak terlalu menyenangkan, aku tidak punya pilihan jika ingin
menyelesaikan misi. Aku membagikan judul yang ditentukan Hitachi ke kluster dan
pergi ke rumahnya.
Rumah Hitachi
tetap saja memiliki bau aneh yang tidak menyenangkan. Di depan rumah Hitachi,
ada payung yang patah dan kantong sampah berisi kaleng kosong yang dibiarkan
begitu saja, sehingga dari jauh tampak seolah tidak ada orang yang tinggal di
sana.
“Kamu
sudah datang kemari. Selamat
datang!”
Dengan
nada seolah-olah aku adalah rekan kerjanya, Hitachi memanggilku masuk dan
melemparkan bantal datar yang sudah tidak terpakai lagi.
Ruangan
yang tirainya tertutup itu bisa dibilang mirip
seperti bioskop, tetapi bisa juga dibilang seperti sel penjara. Aku duduk di
atas bantal dan menatap layar kecil.
Pilihan
film Hitachi sama sekali tidak memberi ampun. Begitu film dimulai, manusia
dengan mudahnya dipotong-potong
tanpa alasan yang jelas, diiringi teriakan. Melihat darah dan organ yang
berhamburan, aku langsung merasa
mual. Ternyata Hitachi juga tidak terlalu suka dengan adegan seperti ini,
terlihat dari ekspresinya yang tidak nyaman.
Namun,
kami berdua tidak mengalihkan pandangan dan tetap menonton film meskipun merasa
tidak enak. Saat kredit film mulai berjalan, aku berpikir bahwa aku tidak ingin
menonton film seperti itu untuk sementara waktu.
Setelah
semuanya selesai, Hitachi tidak menyalakan lampu ruangan. Sambil melihat layar
TV yang berwarna biru, Hitachi bertanya,
“Menurutmu,
kira-kira bagaimana akhir dari Blue Morpho?”
“Maksudnya bagaimana…?”
“Enda tuh cepat panik, ya. Makanya, kamu
dianggap remeh sama teman sekelas."
“Kalau
begitu, Hitachi juga tidak kalah parah. Saat perkenalan, rasa malu yang kamu
tunjukkan itu parah. Bagaimana bisa kamu
melakukan kesalahan sebesar itu?”
Ada banyak
kata-kata Hitachi yang membuatku tersinggung, dan aku masih tidak bisa menerima
bahwa dia mungkin meremehkanku. Namun, bisa bercanda seperti ini tidaklah
buruk. Kami berdua mungkin terpinggirkan dalam pandangan masyarakat, tetapi
sebagai gantinya, kami diterima di tempat khusus bernama Blue Morpho. Di antara
kami tidak ada yang namanya persahabatan, tetapi ada ikatan aneh yang terjalin
oleh kupu-kupu biru.
“Ngomong-ngomong,
tentang bentuk akhir Blue Morpho… Awalnya, kupikir Blue Morpho ini dibuat untuk
mengumpulkan orang-orang istimewa. Seolah-olah ini adalah ujian masuk rahasia
dari perusahaan besar, yang mencari orang-orang yang bisa menyelesaikan misi
dengan tepat.”
“Oh,
ada juga mitos seperti itu, ya.”
Hitachi
mengangguk dengan wajah tahu.
“Tetapi,
setelah mencoba menyelesaikan misi ini, rasanya tidak begitu. Aku tidak
mengerti apa makna menonton film seperti ini. Seolah-olah, meskipun aku
menyelesaikan misi, apa aku benar-benar menjadi orang yang dicari?”
Sambil
berkata demikian, aku merasakan seolah-olah rasa percaya diri dan harapan untuk
masa depan yang ada dalam diriku perlahan-lahan mulai mengikis. Meskipun aku
merasa bahwa misi yang mengharuskanku menghadapi diri sendiri ini sedikit mirip
dengan wawancara kerja, aku tidak percaya bahwa ini akan menyelamatkan
seseorang sepertiku yang belum mencapai apa-apa.
Mungkin
ini semacam seminar yang mengharuskan kita untuk menghadapi diri sendiri
melalui misi. Atau mungkin ini hanya permainan bagi orang-orang yang senang
mengendalikan orang lain tanpa berpikir dalam-dalam. Jika memang begitu,
mungkin di misi terakhir akan terungkap bahwa semuanya hanyalah lelucon, dan kami akan
dibuang begitu saja.
Namun,
aku tidak bisa keluar dari sini.
Jika aku
berhenti di sini, aku takkan
pernah bisa berubah.
Selain
itu, di Blue Morpho ada sistem kluster. Jika aku mencoba keluar, kluster akan
membalasnya. Meskipun sulit dipercaya, itulah yang terjadi secara resmi.
Ada
juga—tentang Kei.
Aku bisa
bertukar kontak dengan Kei berkat Blue Morpho. Jika dia tidak tertarik pada
kupu-kupu biru, aku mungkin akan terus-menerus menatapnya tanpa bisa melakukan
apa-apa.
Hal itu
juga menjadi salah satu alasan mengapa aku sulit untuk menjauh dari Blue
Morpho.
Aku tidak
memiliki apa-apa. Satu-satunya yang istimewa dariku
adalah aku pemain di Blue Morpho.
“Aku
mulai menyadari bahwa ini bukan tentang mencari orang-orang istimewa atau
mengumpulkan seseorang,” kata Hitachi.
Kata-kata
Hitachi terdengar seperti monolog.
“Blue
Morpho adalah sesuatu yang hanya untuk diri kita sendiri. Hanya Blue Morpho
yang bisa menyelamatkan kita dari dunia sampah ini. Itu saja.”
“Apa-apaan
dengan perkataanmu yang tiba-tiba terdengar seperti
agama?”
“Aku
sudah bisa memahaminya. Blue Morpho bukan sekadar permainan, tetapi kesempatan
terakhir yang diberikan oleh sesuatu yang seperti dewa, secara sembarangan.
Jika kita tidak bisa berubah dengan ini, maka tidak ada lagi kesempatan untuk
orang sepertimu,” katanya.
Perkataan Hitachi membuatku ketakutan. Meskipun aku tidak mengerti maksudnya, aku merasa kata-kata itu
meyakinkan. Aku selalu berpikir bahwa ini adalah kesempatan terakhir yang
diberikan kepada orang-orang seperti kami.
“Aku
ingin segera keluar dari kehidupan seperti ini. Aku ingin menjadi kupu-kupu.
Aku pasti akan mengalami metamorfosis.”
Hitachi
berkata sambil melihat luka di pergelangan tangannya.
Luka di
pergelangan tangan Hitachi tampak terinfeksi, merah dan bengkak. Bentuknya
tidak lagi terlihat seperti kupu-kupu, lebih mirip burung yang bentuknya sudah
rusak. Tidak ada lagi harapan untuk lukanya menjadi indah.
Misi
kedua puluh enam, mendapatkan barang dari toko tanpa membayar.
Saat
melihat misi itu, napasku seketika mengerjap.
Setelah
membacanya berulang kali, itu hanya perintah untuk mencuri. Mencuri. Aku tidak
pernah mengira misi seperti ini akan muncul.
Misi-misi
terakhir ini hanyalah perintah ringan
seperti tidak makan selama dua puluh empat jam atau menunjukkan kertas yang
berisi kekurangan diri di bawah sinar bulan. Tiba-tiba muncul misi seperti ini.
Aku
mencoba untuk mengajukan keberatan bahwa kluster tidak bisa melakukan hal
seperti ini, tetapi tidak ada balasan yang datang, malah aku dihantui oleh
ketakutan bahwa mereka akan mengabaikanku.
Dengan pemikiran itu, aku menghubungi Hitachi,
dan dia menjawab dengan santai.
“Rasanya
tidak sesulit itu, kok.”
“…Eh?
Kamu sudah melakukannya?”
“Aku
sudah pernah bilang
bahwa aku sudah maju lebih jauh dari Enda.”
Hitachi
mengonfirmasi dengan tenang, dan aku merasa terkejut. Ternyata Hitachi sudah
melampaui batas sejak lama.
“Memangnya
ada misi seperti ini lagi? Misi yang mengarah pada tindakan kriminal…?”
“Aku tidak
bisa memberitahumu tentang misi selanjutnya. Karena begitulah
aturan Blue Morpho. Aku bisa melakukannya sendiri, tapi Enda mengeluh tentang
hal ini.”
Meskipun
tidak ada kata-kata lebih lanjut, Hitachi jelas ingin mengatakan sesuatu.──Dia
merasa kecewa.
“Apa
kamu mau keluar?”
Suara Hitachi
terdengar hanya sebagai konfirmasi.
Aku
teringat. Jika aku ketakutan dan melarikan diri, Hitachi yang harus menanggung
tanggung jawabnya. Mungkin aku juga akan mendapatkan perlakuan buruk dari
kluster.
Hitachi
sudah melakukannya. Lalu, apa yang harus kulakukan jika aku tidak bisa
melakukannya?
“…Aku
tidak akan keluar.”
“Kalau
begitu, cepat lakukan saja. Orang-orang
di kluster akan memarahimu.”
“Dimarahi?
Mereka bukan ibuku.”
“Ya,
memang, bisa jadi mereka
akan membunuhmu.”
“Hah?”
Ucapan Hitachi membuat waktu seolah terhenti sejenak.
"Apa
maksudmu dibunuh?"
“Sepertinya
begitu. Banyak pemain yang tidak percaya, tapi aku rasa itu mungkin benar.”
“Apa
yang kamu bicarakan? Kamu terlalu banyak membaca
manga.”
Saat aku
mengatakannya dengan nada marah, Hitachi memandangku dengan ekspresi yang
benar-benar acuh tak acuh.
Hitachi
telah banyak berubah dalam waktu singkat.
Perubahannya
tidak bisa dibilang baik. Matanya tidak jelas melihat ke mana, dan karena penampilannya yang kurus,
wajahnya tampak pucat. Bibirnya kering hingga terlihat jelas, dan area sekitar
mulutnya tampak seperti orang tua. Dia sangat berbeda dari Hitachi yang dulu
menikmati Blue Morpho dan menjalani hari-harinya dengan semangat.
Mengapa dia bisa seperti ini? Apa dia kembali
dipukul oleh ibunya? Atau—apa Hitachi menjadi seperti ini karena Blue
Morpho?
“Jika
kamu tidak percaya, tidak masalah.
Sebelum itu, hukuman pasti akan datang.”
“Apa
maksudmu dengan hukuman?
Apa itu tentang sanksi dari kluster? Mustahil.
Lagipula, ini kan hanya permainan dunia maya.”
“Hukuman
itu diberikan oleh Tuhan.”
“…Kamu beneran baik-baik saja? Kamu
terdengar gila."
“Aku
tidak ingin dibenci oleh Blue Morpho dan tidak ingin dikecewakan oleh Blue
Morpho. Apa pun yang kamu lakukan terserah padamu. Ah, memang terserah. Lakukan
saja sesukamu.”
Hitachi
mengucapkan itu dengan nada acuh tak acuh dan langsung memutuskan panggilan.
Ketika aku mencoba menelepon lagi, Hitachi sama sekali tidak mau menjawab.
Aku
merasa seolah-olah bahkan Hitachi telah meninggalkanku, dan aku mulai
mondar-mandir di dalam kamar. Jika aku harus mencuri, aku harus melakukannya
sebelum ibuku pulang ke rumah.
Aku
merasa ngeri bahwa pikiranku mengutamakan misi dan bergerak ke arah mencuri.
Namun, tidak ada pilihan lain. Aku
harus melakukannya. Jika tidak, aku akan terkena sanksi dari kluster.
Jika
sudah memutuskan untuk melakukannya, aku harus segera melakukannya.
Aku
mengayuh sepeda menuju apotek yang sejauh mungkin dari rumah. Aku mondar-mandir
di dalam toko, mencari barang yang tampaknya mudah untuk dicuri.
Di dalam
toko, ada banyak tanda ‘Kamera
Pengawas Terpasang’ di
mana-mana. Seketika, aku berpikir bahwa mencuri di toko ini adalah keputusan
yang buruk. Namun, aku tidak ingin kembali dan mencari toko baru. Aku ingin
segera bebas.
Aku
dengan sembarangan mengambil barang yang ada dekatku dan memasukkannya ke dalam
saku. Setelah beberapa saat berkeliling di dalam toko seolah memberi alasan,
aku segera keluar.
Meskipun
aku sudah naik sepeda, tidak ada pegawai yang mengejarku. Aku mempercepat
langkahku di pedal.
Aku
berhasil. Aku berhasil! Dengan napas yang
terengah-engah, aku berlari pulang. Sebelum ibuku pulang, aku harus mengambil
foto. Dan kemudian, mengunggahnya ke Blue Morpho. Apa aku sudah mencuri sesuatu
yang cukup untuk mendapatkan persetujuan dari kluster, untuk mempertahankan
hidupku?
Saat
menunggu lampu merah, aku memeriksa barang yang kumasukkan ke dalam saku.
Ternyata itu adalah serum kecantikan bulu mata yang sepertinya tidak akan
pernah kugunakan. Apa kluster akan puas dengan ini? Jika tidak puas, apa aku
akan dipaksa untuk melakukannya lagi? Atau—apa ini akan dianggap sebagai
kegagalan misi dan bakalan ada sanksi?
Aku
berpikir bahwa manusia tidak seharusnya dibunuh hanya karena hal seperti ini.
Blue Morpho adalah sejenis grup online yang memperkuat ikatan dengan melakukan
hal-hal berbahaya. …Mungkin
itulah
sebabnya? pikirku.
Jadi, mungkinkah terjadi sesuatu di mana hukuman yang berlebihan diberikan?
Semua ini
menjadi tidak terkendali secara berantai.
Ketika
aku serius memikirkan hal ini, kepalaku mulai terasa berat. Karena menjalani
misi sambil bersekolah, belakangan ini aku tidak punya waktu tidur yang cukup.
Akibatnya, saat aku harus memikirkan hal-hal penting seperti ini, kepalaku
terasa kosong.
Mungkin
saja Blue Morpho benar-benar semacam
organisasi pekerjaan gelap atau semacamnya, dan aku akan dipaksa untuk
mengumpulkan barang-barang dengan mencuri. Pemikiran
bodoh seperti itu mulai muncul. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin. Jika itu
tidak mungkin… Blue Morpho, apa sebenarnya tujuannya?
Aku tidak
bisa memikirkan hal-hal di masa depan. Saat ini, aku hanya berusaha sekuat
tenaga untuk menyelesaikan misi di depanku.
Misi dua
puluh delapan, bayangkan dan tuliskan hal yang paling tidak ingin terjadi.
Orang tuaku menangis. Hitachi
meninggalkanku. Hitachi berhenti menghubungiku. Anak-anak di kelas bergabung
dengan Blue Morpho.
“Enda,
kulitmu akhir-akhir ini parah, rasanya kamu
terlihat seperti zombie.”
“Kalau
tampil di TV, pasti akan ada keluhan.”
“Itu
bisa dilaporkan, kan?”
“Bisa
dilaporkan, sungguh
kosakata yang luar biasa."
Suara
tawa terdengar. Sepertinya anak-anak di kelas sedang mengejek kulitku yang
bermasalah. Setelah menyelesaikan misi dua puluh delapan, kulitku mulai rusak.
Mungkin ini karena stres. Aku belum pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya.
Meskipun ucapan orang-orang di sekitarku
seharusnya membuatku stres, tetapi karena telingaku tersumbat dan aku tidak
bisa mendengarnya dengan baik, yang membuatku bisa bertahan. Mungkin karena aku
sudah terbiasa menyalahkan diriku sendiri, aku tidak bisa membedakan suara dari
luar dan suara dari dalam, dan akibatnya, aku merasa baik-baik saja.
Mungkin karena
reaksiku yang terlalu datar, anak-anak di kelas melihatku dengan aneh sebelum
perlahan menjauh. Rasanya menyenangkan. Tidak menanggapi adalah balasan
terbaik, dan aku merasakannya sendiri. Betapa lebih mudahnya jika aku
benar-benar bisa mengabaikan semuanya.
Aku harus
fokus hanya pada Blue Morpho. Jika dibandingkan dengan misi itu, semua ini
hanyalah hal sepele.
Minggu
berikutnya, kru TV mendatangi sekolah
untuk melakukan siaran dan wawancara.
Kalau
diingat-ingat lagi, kunjungan pertamaku ke rumah Hitachi adalah untuk
meminta tanda tangan persetujuan untuk laporan TV ini. Meskipun aku sudah
menyerahkan surat persetujuan yang ditulis dengan tulisan acak, Hitachi
ternyata tidak datang ke sekolah. Apa mungkin laporan itu dibatalkan karena
satu surat persetujuan yang kurang? Sepertinya tidak.
Tujuan siaran ini adalah menunjukkan realitas
siswa SMA saat ini kepada selebriti, yang sebenarnya tidak ada gunanya, dengan
merekam di ujung koridor dan menunjukkan kepada siswa barang-barang yang
populer di era Heisei, benar-benar konten yang tidak penting.
Anak-anak
di kelas tampaknya sangat ingin tampil di acara itu, mereka mengejar tim
laporan dengan sangat antusias.
Aku
berusaha bersembunyi di sudut kelas, berusaha tidur sedikit. Sejak berhasil
mencuri, perutku terus-menerus sakit dan aku tidak bisa tidur.
Ketika
akhirnya aku merasa bisa tidur, tim laporan masuk dengan ramai. Sepertinya,
anak-anak nakal di kelas sengaja memanggil mereka. Seorang gadis yang berdandan
lebih rapi dari biasanya duduk di kursi dan bersiap untuk diwawancarai. Aku
berusaha bersembunyi dari gadis itu dan kembali mencoba tidur.
“Kalau tidak
salah, di kelas ada anak yang tidak masuk sekolah, ‘kan?”
Kata-kata
tersebut masuk ke dalam telingaku.
“Ya.
Begitulah. Dia anak yang sangat pendiam dan sepertinya tidak bisa beradaptasi
dengan kelas.”
“Begitu
ya. Kamu mengkhawatirkannya?”
“Ya.
Kami berusaha menciptakan suasana agar Hitachi bisa datang ke sekolah.”
“Kita
semua berpikir tentang julukan, iya ‘kan?”
“Iya~,” kata orang-orang di sekelilingnya. Rasa kantukku benar-benar
hilang. Perutku terasa tertekan. Rasa sakit membuatku hampir mengerang.
“Jika
Hitachi datang, akhirnya kelas 2-5
akan sempurna.”
“Semoga
dia segera datang.”
“Jika
Hitachi datang selama wawancara TV, rasanya
pasti akan sangat menarik.”
Tawa
menggelegar kembali pecah.
Jangan
bercanda. Jangan bercanda. Memangnya menurut
kalian, siapa yang bertanggung jawab atas Hitachi tidak masuk sekolah? Rasanya konyol sekali bahwa menganggap
itu seperti takdir, seolah-olah Hitachi lah yang
bersalah.
Jangan
bercanda. Kalian yang tidak melakukan apa-apa, hanya orang biasa. Jangan
meremehkan. Jangan meremehkan. Kami adalah pemain Blue Morpho. Jangan memanfaatkan Hitachi seperti
itu.
Tiba-tiba,
aku menyadari bahwa teriakan telah terdengar.
Tas
terjatuh di lantai, gantungan kunci Blue Morpho patah. Meja terbalik. Aku
mengeluarkan napas kasar seperti monster, air liur mengalir deras.
Apa yang
terjadi? Apa yang membuat semua ini terjadi? Saat aku berusaha memahami
situasi, Hasegawa dengan
keras memukulku.
“Jangan
bercanda, tiba-tiba apa yang
kamu lakukan, dasar brengsek! Ini tidak masuk akal!”
“Apa-apaan
sih, seriusan,
apa yang memicu semua ini, menakutkan..."
Aku
mendengar suara tuduhan dan akhirnya ingat apa yang telah kulakukan. Aku tidak
bisa mentolerir orang-orang yang berbicara sembarangan tentang Hitachi, jadi
aku berniat menghancurkan wawancara ini.
Orang
sepertiku tidak terbiasa berbuat onar. Dari sudut pandang orang lain, aku
mungkin terlihat seperti orang yang tiba-tiba kehilangan akal. Secara objektif,
itu menakutkan. Tapi, aku tidak bisa menahan diri. Mungkin aku kehilangan
kemampuan untuk berpikir jernih.
Meskipun
di depan kamera TV, aku dipukul habis-habisan dan dibawa ke ruang UKS. Kupikir
mungkin aku tidak akan datang ke sekolah lagi.
“Hari
ini ada wawancara TV di sekolah.”
Aku
mencoba mengirim pesan seperti itu kepada Hitachi, tetapi tidak ada balasan darinya.
Melihatku
yang pulang dalam keadaan babak belur dan
menyedihkan, ibuku tampaknya terkejut. Dengan mengguncang
bahuku, serangkaian pertanyaan pun dimulai.
“Hei, kamu
kenapa? Apa yang terjadi?"
“Bukan apa-apa.”
“Mana
mungkin itu bukan apa-apa! Aku
mendengar dari pihak sekolah bahwa
kamu tiba-tiba berbuat onar karena
tidak bisa ikut wawancara. Kamu
tidak melakukan hal seperti itu, ‘kan?”
Yah, aku
tahu bahwa siswa lain akan berpikir seperti itu, dan aku hanya bisa tersenyum
kering. Dengan ini, tidak ada nilai untukku. Bahkan guruku pun pasti merasa terkejut.
“Jika
kamu merasa telah melakukan sesuatu,
itu sudah cukup, kan? Aku tidak peduli lagi dengan apa yang orang pikirkan. Aku
takkan pergi ke sekolah untuk sementara waktu.”
“Apa
maksudnya kamu tidak berangkat ke sekolah? Nozomu, kamu dikucilkan? Atau... kamu tidak terlibat dengan sesuatu yang aneh-aneh, ‘kan? Seperti obat-obatan... Ibumu
bisa mengetahui hal-hal seperti itu.”
Mendengar
perkataan itu, darahku seketika mendidih.
Tahu
dengan baik? Jangan bercanda. Jika itu benar, kamu
seharusnya bisa menyadarinya saat aku dibully di kelas, tapi kamu
sama sekali tidak menyadarinya!
“Sudahlah,
pergi bekerja! Itu saja yang bisa kamu
lakukan! Cepat pergi!”
marahku
memuncak, dan meskipun aku tidak ingin berteriak, aku tetap melakukannya. Aku
punya banyak hal yang harus dilakukan. Aku juga harus menyelesaikan misi Blue
Morpho. Aku masih belum mendengar kabar
dari Hitachi. Rasanya semuanya tidak berjalan dengan baik. Kenapa aku bisa
berada dalam keadaan seperti ini?
Ibuku
melihatku dengan wajah yang campur aduk antara kesedihan dan kebingungan, lalu
pergi seolah-olah melarikan diri. Ruangan itu dipenuhi dengan keheningan, dan
telingaku terasa sakit.
Aku tidak
bisa berdiri lagi dan akhirnya terduduk.
Aku melihat ponselku. Aku
tidak ingin memikirkan apa pun. Misi baru Blue
Morpho belum datang. Karena masih tidak
ada kabar dari Hitachi, jadi aku
membuka media sosial.
Tren di
media sosial dipenuhi dengan Blue Morpho.
“Katanya ini ada hubungannya dengan Blue
Morpho, tapi bagaimana ya?” “Serius, akun yang berbicara
tentang Blue Morpho sebaiknya diblokir, mengaitkan semuanya itu berbahaya.” “Dengar-dengar
ada luka berbentuk kupu-kupu.” “Itu hanya kebetulan ada luka yang
mirip.”
Berita di
internet membahas tentang mayat seorang siswa laki-laki yang dipukuli dan
dibuang di tepi sungai. Meskipun kondisinya sangat parah, hanya paha kanan yang
tidak terluka dan tetap bersih.
Bentuk
luka di tubuhnya menjadi bahan perdebatan.
Misi tiga
puluh enam, pikirkan dari titik mana kmau
ingin memulai hidupmu kembali.
Sejak dilahirkan.
Misi tiga
puluh tujuh, pikirkan tentang hal-hal yang tak
bisa kau miliki dan ulangi seratus kali bahwa kamu
tak bisa memilikinya karena kamu orangnya begini.
Aku
bermimpi tentang Kei. Dalam mimpiku, Kei menyukaiku, dan kami naik kereta
bersama ke sekolah. Hal seperti itu tidak mungkin terjadi, jadi aku segera
menyadari itu hanya mimpi.
Aku
berpikir, jika aku bertemu Kei lebih awal, apa sesuatu akan berubah? Jika aku
bisa bertemu Kei, aku pasti
akan menjadi orang yang lebih baik. Aku ingin memulai semuanya dari awal.
Membuang kehidupan ini dan melanjutkan ke yang berikutnya.
Aku ingin
seseorang membantuku. Siapa saja, tolong keluarkan aku dari sini.
Sepertinya
ibuku memutuskan untuk membiarkanku sendiri.
Justru karena
dia bukan tipe yang suka ikut campur dalam situasi seperti ini, kami bisa
menjalani kehidupan di rumah sebagai ibu tunggal dengan baik. Mungkin dia
berpikir seiring waktu berlalu, aku akan tenang.
“Aku
pergi bekerja dulu, jadi
pastikan kamu makan
dengan baik.”
Di dalam
kulkas, ada banyak makanan buatan tangan yang sudah disiapkan. Aku terharu
sampai meneteskan air mata karena kasih sayangnya
padaku, karena dia memutuskan untuk memberiku makanan buatan sendiri, bukan
makanan beku. Tapi aku sama sekali tidak nafsu makan. Karena tidak bisa makan
apa pun, aku menatap misi di layar dengan saksama.
Misi
empat puluh, membakar di
tempat yang ditentukan.
Lokasi
yang ditentukan itu sepertinya rumah
seseorang. Berdasarkan aplikasi peta, tempat itu tampak seperti tempat tinggal
biasa. Aku seketika langsung menyadarinya. Ini adalah rumah pemain lain, dan pemain itu pasti telah
melakukan sesuatu yang membuatnya dihukum.
Aku tidak
bisa melakukan hal seperti ini. Di saat yang sama aku memikirkan hal itu, aku
diliputi kecemasan, bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika aku tak bisa
melakukannya. Aku teringat berita di internet tentang seorang siswa SMA yang
dipukuli dan dibunuh. Jika itu hukuman dari Blue Morpho, berarti kekuatan
kluster itu nyata. Jika aku mencoba keluar dari Blue Morpho sekarang, hampir dipastikan kalau aku akan mengalami nasib yang
sama.
Situasinya
menjadi diluar kendali. Kini aku mulai menyesal. Aku
tidak pernah berpikir akan sampai pada titik ini. Blue Morpho hanyalah
komunitas khusus, dan aku seharusnya tidak terlibat dengan permainan ini dengan
semangat yang ringan. Meskipun sudah terlambat untuk
menyesalinya sekarang, rasa penyesalan itu
mengganggu hatiku.
Dengan
keadaan seperti ini, kemarahan terhadap Hitachi yang dengan mudah mengundangku
juga muncul. Seandainya Hitachi tidak mengundangku di saat itu, aku tidak perlu
bergabung dengan Blue Morpho.
Hitachi
sudah lebih dari seminggu tidak menghubungiku.
Pada
awalnya, aku sempat mengirim pesan dan
meneleponnya
berkali-kali, tetapi sekarang semangatku sudah hilang sepenuhnya. Entah kenapa,
Hitachi telah memutuskan hubungan denganku. Atau mungkin—
Hitachi
sendiri telah dibersihkan oleh kluster.
Aku tidak
tahu apa yang terjadi, tetapi mungkin Hitachi telah dibunuh oleh kluster.
Memikirkan hal itu membuatku menggigil ketakutan.
Haruskah
aku pergi ke polisi? Apa mereka akan membantuku? Jika aku hanya melarikan diri
ke polisi, apa kluster akan menyerah padaku? Sementara aku menjelaskan situasi
kepada polisi, apa mereka akan mengincar ibuku dan mencoba membunuhnya? Jika
itu yang terjadi, ibuku akan mati karena diriku. Itu adalah hal yang sangat
buruk. Haruskah aku meminta ibuku untuk berlindung di suatu tempat? Apa dia
akan mau berlindung? Sebenarnya, apa berlindung bisa menyelesaikan masalah
ini?
Aku juga
takut jika aku pergi ke polisi, semua yang telah kulakukan akan terungkap. Aku
tidak ingin mereka tahu tentang pencurian kecilku atau bahwa aku terlibat
dengan Blue Morpho. Mungkin terdengar aneh jika aku masih peduli dengan hal
sepele seperti ini, tetapi bagiku itu penting.
Aku tidak
punya pilihan lain.
Ketika
aku memutuskan untuk bersiap, perasaanku justru menjadi lebih tenang. Ini bukan
saatnya untuk ragu. Aku harus melakukannya.
Entah
kenapa, aku juga merasa putus asa. Karena sudah sampai pada titik ini, aku tidak mempunyai pilihan lain. Tidak ada jalan lain. Lagipula, aku telah mengacau di
kelas dan kehilangan tempatku, dan tampaknya tidak ada harapan untuk kembali.
Jika harus menjalani kehidupan yang seperti ini, lebih baik aku
pergi sejauh mungkin dengan Blue Morpho.
Saat aku
mengingat misi yang telah kujalani di Blue Morpho, aku mulai membenci diriku
sendiri. Dalam misi-misi itu, aku menghadapi diriku yang sangat menyedihkan dan
tidak berdaya. Aku bahkan berpikir, bagaimana aku bisa bertahan hidup dengan
semua kebencian ini.
Apa
mungkin aku sebenarnya ingin mati selama ini?
Aku
sampai memikirkan hal itu.
Jika
tidak, kehidupanku tidak seharusnya seberat dan
sekosong ini. Kalau diingat-ingat kembali,
aku tidak memiliki apapun yang kubanggakan
atau hal-hal yang bisa membuatku
bahagia. Jika aku dibunuh sekarang, mungkin hanya ibuku yang akan peduli.
Karena
itulah, muncul keinginan untuk membalas
dendam. Aku tidak akan membiarkan diriku dibunuh begitu saja. Jika demikian,
aku ingin memberikan hukuman kepada mereka yang mencoba keluar. Aku ingin
memberi tahu mereka yang telah mencemari Blue Morpho. Aku ingin menunjukkan
kekuatan Blue Morpho kepada dunia.
Jika aku
harus dibunuh, aku ingin dibunuh oleh gadis
itu—Yosuga Kei.
Jika aku
harus membunuh, aku ingin membunuh gadis
itu—Yosuga Kei.
Kedua
keinginan itu mungkin merupakan
hasrat yang jauh dari jangkauanku. Namun, aku juga berpikir bahwa rahasia Blue
Morpho pasti menghubungkanku dan gadis
itu. Yosuga Kei tertarik pada Blue Morpho. Jika demikian, tidak ada cara lain
untuk tetap istimewa.
Tiba-tiba,
perasaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya muncul.
Aku ingin
diakui oleh Game Master.
Di Blue
Morpho, ada keberadaan yang bernama Game
Master.
Kabarnya,
orang yang menciptakan sistem Blue Morpho adalah orang yang sangat kaya,
seorang ilmuwan yang menulis makalah hebat, dan banyak tebakannya. Aku juga
percaya bahwa orang yang menciptakan Blue Morpho bukanlah orang sembarangan.
Meskipun aku tidak sepenuhnya mengerti, sistem ini luar biasa. Blue Morpho
penuh dengan alasan mengapa mustahil untuk
melarikan diri.
Semua
faktor tersebut menghalangiku
untuk bergerak. Aku sudah terjebak.
Semuanya sia-sia. Aku tidak bisa melarikan diri.
Aku ingin diakui. Aku ingin memberi tahu mereka. Semua terasa menyakitkan.
Kesimpulannya, aku harus menjalani setidaknya misi Blue Morpho, karena jika
tidak, sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Selama aku melakukannya,
setidaknya aku akan dilindungi dari kluster.
Aku ingin
diakui oleh orang yang menciptakan sistem jahat ini. Jika demikian, aku tidak
bisa mundur.
Kamar
yang ditinggalkan ibuku terasa bebas. Luka
di pergelangan tanganku sudah sepenuhnya mengering. Aku tidak punya pilihan
lain.
Aku tidak
tahu cara menyalakan api. Di tengah teriknya panas dan suara jangkrik, aku
membakar rumah seseorang. Sensasi yang tidak biasa membuatku pusing.
Karena
aku tidak bisa mendapatkan bensin atau minyak tanah, aku membeli minyak
pemantik. Aku khawatir jika sebagai siswa SMA aku akan dicurigai, tetapi
petugas di toko barang besar tidak terlalu mempermasalahkannya.
Rumah
yang ada di depanku adalah rumah tua yang mengingatkanku pada rumah Hitachi. Di
dalam kotak kardus yang bertuliskan ‘untuk
pengantaran’,
ada selebaran-selebaran yang dibuang sembarangan.
Tidak ada
tanda-tanda kehidupan.
Sebelum
memikirkan apapun, aku membuka tutup minyak pemantik dan menyemprotkannya ke
seluruh kotak pengantaran. Dengan
tangan yang bergetar, aku menggesekkan korek api dan melemparkannya ke dalam
kardus.
"Waahhh,
ahhh!"
Sebuah
suara aneh yang terulur keluar dari mulutku bersamaan dengan api yang
menyala.
Aku langsung
berlari menjauh. Aku tidak tahu apakah aku benar-benar berhasil membakar rumah
itu, tetapi aku terus berlari.
Apa orang
di dalam rumah akan menyadari suaraku dan segera datang memadamkan api? Jika
api menyala dari rumah mereka, apa mereka tidak akan menyadarinya? Aku tidak
ingin tertangkap. Aku ingin mereka menyadari. Aku ingin seseorang
menghentikanku. Pikiran yang bertentangan memenuhi kepalaku.
Saat aku
melarikan diri dengan sepeda, suara notifikasi dari smartphone-ku berbunyi. Itu
adalah pemberitahuan bahwa misi telah berhasil. Melihatnya membuatku semakin
bergetar. Jika persetujuan masuk dengan kecepatan ini, berarti aku masih
diawasi. Tubuhku bergetar lagi.
Aku
berpikir bahwa aku tidak bisa kembali ke rumah. Aku tidak mengerti mengapa aku
bisa melakukan hal seperti itu. Seharusnya aku tidak melakukannya. Kenapa aku
tidak pergi ke polisi? Seharusnya mereka bisa membantuku. Aku hanya bisa
menghubungi Kei. Apa Kei akan membalas? Jika dia membalas, apa yang harus
kukatakan padanya? Apa aku
harus bilang bahwa aku terpengaruh oleh Blue Morpho dan melakukan pembakaran? Dia pasti akan menjauh dariku.
Aku sudah
tahu ke mana sepeda ini membawaku.
Tanpa
sadar, aku sudah sampai di rumah Hitachi dengan kaleng minyak pemantik yang
kosong di keranjang sepeda.
Rumah Hitachi bahkan lebih berantakan. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi
ada lubang di pintu depan yang ditambal dengan kardus.
Aku
melangkah goyah, seolah dipandu oleh sesuatu, dan menekan bel rumah Hitachi.
Pintu
terbuka dengan suara *klik*, dan Hitachi muncul dengan mata
kosong.
"Hitachi.”
“Apaan, Enda toh? Sudah lama tak jumpa ya.”
Hitachi
kemudian perlahan kembali ke dalam kamar. Aku panik dan segera
mengikutinya.
Kamar itu
berbau lemak, dan baunya semakin menyengat. Rambut Hitachi terlihat beberapa
helai terikat dan lengket, seperti rambut boneka yang cacat.
“Apa-apaan
kamu ini... kamu tidak
mandi ya?”
“Mandi?
Tidak, aku tidak mandi. Ini adalah misi seperti itu.”
“Blue
Morpho, ya...? Sampai ada yang tidak masuk akal seperti itu.”
“Aku
sedang dalam masa
kepompong sekarang. Aku sudah memasuki tahap
akhir.”
Setelah
beberapa menit, hidungku akhirnya terbiasa, dan aku bisa berbicara dengan
normal. Pada saat yang sama, aku juga memperhatikan penampilan aneh Hitachi
saat ini.
Hitachi
tampak sangat kurus, seolah-olah dia menjadi
orang yang berbeda. Mungkin karena dia kehilangan berat badan terlalu cepat,
kulitnya terlihat menggelembung, terutama di sekitar lehernya yang tampak
seperti orang tua.
Kuku
tangannya yang berubah menjadi cokelat terlihat bergerigi dan terkoyak, dengan
bekas seperti luka. Aku tidak bisa membedakan mana yang merupakan misi Blue
Morpho dan mana yang merupakan tindakan penyiksaan diri oleh Hitachi.
“Kamu,
dengan keadaan seperti itu, orang tuamu tidak mengatakan apa-apa?”
“Orang
yang hampir tidak pulang pasti tidak akan mengatakan apa-apa. Bego banget sih.”
Hitachi
mengatakannya dengan nada merendahkan. Di wajah Hitachi, setidaknya tidak ada
bekas pukulan. Artinya, ibunya benar-benar tidak tahu tentang situasi ini.
“Kamu,
kenapa kamu datang ke sini?”
Suara
kasar Hitachi membuat gendang telingaku bergetar.
“…Karena
kamu tidak membalas pesan dengan baik. Kamu harusnya membalas pesan. Aku jadi
khawatir kamu sudah mati.”
“Misi
keempat puluh delapan, memutuskan semua hubungan manusia untuk bersiap.”
Hitachi
mengatakannya dengan nada seperti mesin.
“Kamu
sepertinya tidak tahu misi ini. Mungkin karena aku lebih duluan tahu. Sebenarnya, aku tidak
seharusnya memberitahumu, tapi aku sudah terlanjur bilang. Sebenarnya, aku
tidak berniat membuka pintu.”
Di situ, Hitachi
mengeluarkan napas kecil dan melanjutkan, “Karena
kupikir itu ibuku.”
“Yah,
sudah tidak apa-apa. Enda, tidak masalah apa kita bertemu atau tidak. Lagipula,
kita sudah benar-benar orang asing. Apa kamu baik-baik saja?”
“Orang
asing? Tidak sepenuhnya begitu. Kamu lah
yang mengundangku ke Blue Morpho.”
“Ada
benarnya juga...”
Hitachi
berkata demikian sambil tertawa kecil tanpa
tenaga.
“Pada hari
itu, ketika kamu datang ke rumahku, aku merasa sangat terhina. Aku pikir tidak
ada hal memalukan yang bisa terjadi. Seorang guru memberi tahu alamatku, itu
tidak mungkin. Dan kamu sangat tertarik dengan Blue Morpho. Aku merasa senang
bisa menjadi orang yang memiliki sesuatu yang diinginkan orang lain.”
Meskipun baru sekitar tiga bulan yang lalu, tapi Hitachi mengatakannya
dengan nada nostalgia yang dalam.
“Itulah
sebabnya, aku menggunakan hak undangan spesial. Aku ingin
diucapkan terima kasih. Saat itu, aku bisa menjadi orang yang memiliki sesuatu.”
“Jadi,
itulah alasan mengapa kamu
mengundangku?”
“Mengundangmu?
Kamu mengatakannya seolah-olah
aku menipumu. Itu benar-benar lucu.”
Senyum Hitachi
tampak rendah diri dan agresif. Aku baru tahu bahwa senyumnya yang ramah setelah
kami berinteraksi ternyata tidak tulus. Hitachi bukanlah orang yang tersenyum
seperti ini. Dia sudah menjadi orang yang berbeda.
“Aku
tidak tahu harus bagaimana. Jika terus seperti ini, aku akan dihukum oleh
kluster. Aku tidak bisa melanjutkan ini. Tapi, jika aku keluar, Hitachi juga
akan dihukum. Apa yang harus kulakukan? Memangnya
kamu tidak takut?”
“Aku
tidak takut.”
Hitachi
menjawab dengan tegas.
“Pada
akhirnya, kluster itu bukanlah esensinya. Aku takut ditinggalkan oleh
Master, tetapi selama Master mengakuiku, itu sudah cukup.”
“Master,
maksudnya Game Master?”
“Aku
pernah memberitahumu sekali.”
Aku
terkejut dan terdiam.
“Dan
aku akhirnya mengerti semuanya. Kenapa aku mengalami semua ini, kenapa hanya
aku yang mengalami ketidakadilan. Setelah aku tahu alasannya, aku merasa
sedikit tidak takut lagi. Dan itu membuatku bisa berharap untuk yang
berikutnya.”
“Berikutnya...?”
“Kamu
juga pasti ingin mengulangi kehidupanmu, ‘kan?”
Hitachi
berkata dengan ekspresi penuh kemarahan.
“Aku
selalu berpikir. Kehidupanku ini
sangat ampas sekali. Kenapa hanya aku yang
harus mengalami semua ini? Tapi, hari di mana ketidakadilan itu terbayar akan
datang, dan semuanya berkat
Blue Morpho.”
Ucapan Hitachi
menjadi tidak jelas. Dia tampak sangat
kelelahan. Tanpa mandi, di dalam ruangan gelap ini, apa yang sebenarnya dirasakan Hitachi? Dia tampak mencair dalam
kepompong, meringkuk
seolah-olah dihukum.
Namun, di
tengah semua itu, mata Hitachi bersinar
cerah. Seperti mengandung serpihan debu kupu-kupu yang
berkilau.
“Ketika
aku tidak bisa pergi ke sekolah, rasanya
sangat menyakitkan. Ah, jika mereka mengejekku, aku tidak akan bisa
memperbaikinya! Dan kemudian, aku tidak bisa berbuat apa-apa, ibuku juga... dia
bilang dia sudah tahu aku tidak bisa melakukan apa-apa... dan aku ingin
memiliki sesuatu yang istimewa yang bisa kulakukan.”
Begitulah
awal dari Hitachi dan Blue Morpho. Itu adalah bagian dari cerita yang dia
sembunyikan.
“Aku
sangat ingin menjadi pemain Blue Morpho. Lalu, ada seseorang di SNS yang
memiliki hak undangan, dan aku sangat menginginkannya...”
Suara Hitachi bergetar. Air mata menggenang di sudut matanya, dan wajahnya yang kering
mulai memerah.
“Orang
itu bilang, jika aku mengirim foto, dia akan mengundangku. Jadi, aku mengirim
beberapa foto, dan ternyata aku benar-benar diundang. Dan aku menjadi pemain
Blue Morpho. Meskipun aku sudah berusaha keras, rasanya campur aduk antara
senang dan putus asa. Kupikir,
jika aku mencoba keluar dari Blue Morpho, foto-foto itu akan disebarkan!”
Itulah
sebabnya Hitachi tidak menceritakan bagaimana dia menjadi pemain Blue
Morpho.
“Tapi,
ketika aku menjadi pemain Blue Morpho... aku merasa bangga. Kehidupanku yang tidak mendapatkan
apa-apa, tetapi aku mendapatkan apa yang aku inginkan! Kamu pasti menganggap
itu bodoh!”
“Aku
mengerti. Aku juga merasakan hal yang sama.”
Kata-kata
ini membuat Hitachi sedikit terkejut, tetapi dia kembali menatapku dengan
tajam. Bagi Hitachi, aku mungkin adalah orang yang harus dibenci dan tidak ada
di sini.
“Sama
sekali tidak! Enda tidak mengerti! Kamu tidak mengerti rasa sakitku!”
Hitachi
melemparkan jam weker yang ada di dekatnya dengan keras. Ketika benda itu
mengenai dinding di belakang, terasa sangat berat seolah bisa membunuh jika
mengenai seseorang. Aneh rasanya aku tidak berusaha menghindar sama
sekali.
“Ya,
ketika kamu datang ke rumahku! Aku sudah tahu! Kamu adalah sampah yang tidak
punya tempat di sekolah yang sama sepertiku! Jadi, kamu pasti dipaksa datang ke
tempat orang sepertiku! Itu juga... itu juga sangat memalukan! Hanya aku yang
selalu dipaksa berurusan dengan orang yang tidak berbakat seperti ini...”
Itu juga
yang kurasakan. Aku merasa dikucilkan
di kelas dan menjadi orang yang sulit dihadapi, sehingga aku terpaksa pergi ke Hitachi.
Apa yang kami pikirkan ternyata sangat mirip.
“Tapi,
untuk orang sepertimu, aku dengan susah payah memberikan hak untuk bergabung
dengan Blue Morpho yang aku dapatkan dengan mengorbankan martabatku. Apa kamu
tahu kenapa?”
“…Tidak
tahu.”
“Kupikir
orang sepertimu pasti akan segera
meninggalkan Blue Morpho dan dibunuh oleh
kluster.”
Saat
mengatakan itu, Hitachi menunjukkan senyuman yang benar-benar kejam.
“Aku
sebenarnya tidak keberatan dibunuh oleh kluster. Lagipula, kehidupanku ini tidak ada artinya. Jadi,
aku mengizinkan orang yang tidak kukenal
sepertimu untuk bergabung dengan Blue Morpho! Jika kamu melarikan diri, kupikir
itu akan membuatku bisa mati!”
Akhirnya,
semuanya mulai masuk akal. Mengapa Hitachi mengundangku meskipun dia tahu ada
risiko dalam undangan itu. Ternyata bukan karena dia mempercayaiku, tetapi
karena dia tidak peduli jika aku keluar dan dirinya
dihukum.
Dia tidak
menemukan sesuatu dariku, dan tidak ada harapan untuk hidup bersamanya. Begitu
mendengar itu, aku merasakan hatiku perlahan-lahan tergerus.
Sementara
itu, Hitachi terus bersemangat sendiri, hampir berteriak.
“Ibuku sudah tidak peduli padaku. Apapun yang
kulakukan, dia tidak peduli, dan dia bahkan tidak pernah pulang! Tapi aku tahu
alasannya! Karena aku jelek seperti ayah! Mana
mungkin dia menyayangi anak yang mirip pria yang selingkuh dan bercerai!
Sialan! Jadi, apa yang harus kulakukan?”
Jeritan Hitachi
bergema di dalam ruangan sempit yang berbau busuk.
“Sejak
lahir, aku sudah terjebak! Aku berbeda dari kupu-kupu yang cantik... aku masih
menjadi ulat yang jelek... bagaimana aku bisa hidup... pecundang yang lahir di tempat yang
salah... apa ini satu-satunya cara untuk mengakhiri
hidupku?”
Dengan
wajah menangis yang buruk rupa
dan suara jelek yang
tidak mampu menarik simpati siapa pun, Hitachi menangis
tersedu-sedu dan merintih. Melihatnya seperti itu, hatiku terasa sesak.
Namun,
perasaan tersebut hanyalah
sesuatu yang berlangsung sementara.
Di suatu tempat di lubuk hatiku, aku meremehkan Hitachi. Hitachi
pun pasti sedikit meremehkanku. Dia mengundangku karena dia mengira aku akan
segera melarikan diri, karena dia berharap seperti itu.
Sambil
melihat Hitachi yang menangis, aku hanya diam. Setelah beberapa saat, Hitachi
mengangkat wajahnya.
“Enda,
mau mati bareng denganku?”
Hitachi
berkata begitu dengan wajahnya yang berantakan karena air
mata.
“Aku
akan mencobanya lagi.
Blue Morpho tidak berbohong. Aku pasti akan bahagia di dunia berikutnya! Aku
akan membalasnya! Aku akan membalasnya!”
Tubuh Hitachi
bergetar saat dia berbicara dengan semangat. Mungkin di situ tersembunyi
perasaan sebenarnya, tetapi aku sudah tidak bisa menghentikannya.
“…Aku
tidak akan mati. Aku tidak bisa mati bersamamu, Hitachi.”
Karena
sampai sekarang pun, aku merasa kasihan pada Hitachi, tetapi aku tidak
menyukainya. Aku tidak bisa membayangkan ingin mati bersamanya.
Karena cuma
ada satu orang yang benar-benar ingin kuajak mati.
“Begitu
ya.”
Hitachi
menjawab dengan tenang dan menundukkan pandangannya ke lantai. Di lantai
terdapat banyak noda hitam.
“Pulanglah
sana. Lakukan apa yang harus kamu lakukan.”
“Baiklah.”
Mulutku
bergerak tanpa ada hubungannya dengan kehendakku.
Ketika
aku berdiri, tubuhku terasa ringan, seolah-olah keresahan yang kurasakan sebelumnya
adalah kebohongan. Hitachi masih menangis terisak di belakangku, tetapi aku tidak tahu
bagaimana menghiburnya.
Aku
mendengar suara mobil pemadam kebakaran, tetapi aku tidak tahu apakah itu
menuju rumah yang kubakar atau bukan.
Perasaanku sangat terpuruk, dan aku berkali-kali hampir berhenti
melangkah.
Aku
berharap seseorang mengeluarkanku dari sini.
Misi
keempat puluh satu, apa kamu merasa telah gagal dalam hidup? Apakah kamu merasa
kegagalan itu adalah kesalahanmu?
Aku
merasa kehidupanku gagal. Aku ingin berpikir itu
bukan kesalahanku. Tetapi, aku tidak tahu kesalahan siapa. Kurasa aku pasti
telah membuat kesalahan di gacha kelahiran. Lebih masuk akal jika aku dihukum
karena melakukan hal buruk di kehidupan sebelumnya. Aku berharap ketika bangun
pagi, semuanya hanya mimpi.
Ketika
aku bangun, aku menerima pesan video
dari Hitachi. Pesan itu tertulis “Aku
menang”.
Ketika aku memutarnya, aku melihat Hitachi menari di dalam ruangan kotor itu dengan cahaya matahari sebagai latar belakangnya.
Tariannya sangat canggung, membuatku merasa malu hanya dengan melihatnya.
Namun, air mataku terus mengalir. Hitachi terkadang mengulurkan tangannya
dengan lebar, dan itu terlihat seperti kupu-kupu.
Setelah
menari beberapa kali, Hitachi mendekat ke kamera. Sepertinya dia meletakkan
ponselnya. Wajah Hitachi terlihat dalam komposisi yang dramatis. Wajahnya
tersenyum.
Hitachi
menggantungkan lehernya pada tali yang menggantung di tengah video dan berdiri
di atas kardus yang sudah disiapkan. Kardus yang tampaknya sudah terisi itu
sedikit penyok, tetapi tetap menampung Hitachi.
Video itu
berakhir di situ. Sepertinya pengambilan gambar berhenti di sana.
Aku
mengetahui bahwa Hitachi menggantung diri di rumahnya melalui jaringan
informasi.
Misi
kelima puluh, mengucapkan selamat tinggal pada dunia ini
dan terlahir kembali.
Kamu
memiliki potensi yang luar biasa. Semua yang kamu alami selama ini adalah ujian
untuk membantumu terlahir kembali ke wujud yang lebih tinggi. Kamu hanya akan
mendapatkan segalanya dengan menjalaninya sampai akhir. Kamu ingin menjadi
siapa? Kehidupan seperti apa yang ingin kamu jalani? Apa yang kamu cintai dan
apa yang ingin kamu banggakan? Dengan mengingat hal itu, mari kita akhiri
kehidupan ini.
Aku menaiku kereta untuk pertama kalinya setelah sekian.
Suasana hatiku cerah. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku begitu pesimis
sebelumnya. Aku ingin menyanyi, tapi tidak ada lagu yang terlintas di
pikiranku. Ibuku senang dan mengatakan bahwa wajahku terlihat baik. Hari ini
pasti akan menjadi hari yang baik.
Aku
melihat smartphone-ku. Aku berulang kali mengetik pesan dan
menghapusnya.
Pada akhirnya,
aku ingin meninggalkan sesuatu untuk Kei sebelum
pergi.
Namun,
aku tidak tahu harus berkata apa padanya.
Meskipun kami sudah bertukar kontak, aku belum pernah mengirim pesan sekali
pun. Rasanya seperti apa pun yang kukirim akan membuatku dibenci. Tapi jika ini
merupakan kesempatan terakhirku, aku berpikir untuk mengirimkan
pesan yang tidak berarti sekalipun.
Apa yang
harus kulakukan jika Kei membalas? Jika dia menyadari situasiku sekarang dan
berpikir aneh-aneh, apa aku bisa tetap teguh pada keputusanku?
Aku mulai
mengetik pesan. Lalu menghapusnya.
Saat itu,
Kei masuk ke dalam kereta.
Ah,
pikirku.
Hari ini,
aku sengaja mengubah waktu naik kereta
agar tidak bertemu Kei, tetapi dia justru naik.
Aku tidak
percaya. Kei muncul di waktu yang begitu tepat.
Haruskah
aku mengatakan sesuatu kepada Kei? Tapi, jika aku mengatakan sesuatu padanya, rasanya
segalanya akan berubah.
Tapi aku
harus mengatakan sesuatu pada Kei untuk terakhir kalinya.
Saat aku
memikirkan itu, tubuhku seketika membeku.
Di
sebelah Kei, ada
seorang pria yang tak kukenal.
Di
samping pria yang mengenakan seragam sekolah yang sama, Kei tampak tersenyum bahagia. Senyum yang tidak
pernah kulihat sebelumnya, mungkin senyum yang takkan pernah aku lihat seumur
hidupku. Senyum yang jelas-jelas
menunjukkan bahwa Kei menyukai pria itu.
Aku
menghapus sepenuhnya pesan yang telah berulang kali kuketik dan menyimpan
smartphone-ku, lalu
menatap keluar jendela kereta. Tentu
saja Kei tidak akan menyadari keberadaanku. Justru itulah yang membuatku merasa lega. Rasa
kantuk yang parah menghampiriku, menetralkan keputusasaanku. Aku bahkan tidak
ingat kapan terakhir kali aku tidur nyenyak.
Setibanya
di sekolah, aku segera menaiki tangga sebelum ditemukan oleh seseorang.
Kematian Hitachi memberikan dampak besar pada sekolah, dan siswa yang sangat
terguncang diizinkan untuk belajar di rumah. Dengan alasan itu, banyak siswa
yang mengambil kesempatan untuk bolos sekolah.
Meskipun
diizinkan belajar di rumah karena dampak dari siswa yang bunuh diri, mereka
tidak pernah membayangkan tentang orang-orang yang terpengaruh dan akan
mengikuti jejaknya. Kenapa atap sekolah tidak ditutup? Mungkin karena yang
meninggal adalah siswa yang dibenci dan tidak bersekolah, jadi mereka pikir
tidak ada dampaknya. Di situ, aku tiba-tiba berpikir, pasti akan ada rumor
bodoh bahwa aku mengikuti jejak Hitachi. Namun, semua itu sudah tidak penting
lagi. Di pergelangan tanganku ada kupu-kupu milikku. Semua orang pasti segera
menyadari bahwa Blue Morpho akan semakin membuka sayapnya.
Aku tidak
mengikuti Hitachi, tetapi aku terbang untuk diriku sendiri.
Atap
sekolah adalah tempat di mana aku pernah mengambil foto yang tidak disetujui
oleh kluster. Meskipun tidak disetujui, aku menyukai foto itu dan berpikir jika
harus mati, tempat ini bisa menjadi
pilihan yang baik. Sejak saat itu, sebenarnya aku sudah lama memikirkannya.
Angin
sepoi-sepoi bertiup di sisi lain pagar. Angin sepoi-sepoi yang menyenangkan.
Tiba-tiba, aku merasa seolah semuanya telah ditegaskan. Aku merasa semuanya
akan berjalan baik mulai sekarang.
Di
kehidupan selanjutnya, aku ingin menjadi orang yang dipilih oleh anak seperti
Kei. Aku ingin bisa mengungkapkan perasaanku
secara langsung kepada Kei, dan bisa membuat senyumnya muncul. Aku pasti bisa. Karena, bertentangan
dengan perkiraan Hitachi, aku telah berhasil.
Itu
adalah hal yang luar biasa.
Dalam
beberapa detik sebelum menuju permukaan tanah, aku merasa seolah-olah bisa mendengar suara tawa kemenangan Hitachi.