Chapter 06 - Kalau Meminjam Uang, Kau Harus
Mengembalikannya
Jika
tubuh manusia memiliki pembatas alami, itu berarti ada hal-hal yang tidak
seharusnya dilakukan. Jadi apa yang akan terjadi jika kamu menerobos batas itu?
Jawabannya
adalah apa yang sekarang tubuh Yuichi alami.
Ia
meringkuk di sudut lorong, wajahnya terlihat kesakitan. Otot robeknya
membengkak karena proses pemulihan diri. Sederhananya, tubuhnya menjerit
kesakitan. Kaki kirinya bahkan lebih parah. Yuichi takkan bisa berjalan untuk
beberapa saat.
"Sulit
sekali untuk melatih bagian atas kepala! Ini adalah titik lemah! Lihat, Yu
bilang orang itu superman, jadi aku tahu Ia tidak bisa mengalahkannya dalam
pertarungan yang adil. Itulah mengapa Ia harus menyerangnya di titik rentan!
Mungkin akan menang kalau melakukan itu, tapi Yu harus segera menyerangnya lagi
untuk memastikannya. Jadi selanjutnya, pukul dia di bagian ginjal! Meskipun
kupikir otot oninya mungkin cukup kuat untuk menahanya, tapi kurasa itu bukan
masalah! "
Dia
sepertinya baru saja menduga bahwa penyerang bertanduk itu adalah seorang oni.
"Um
... Mutsuko? Apa Sakaki akan baik-baik saja? " Tanya Aiko memberanikan
diri.
Mutsuko
kembali berbicara setelah sedikit memperhatikan kondisi adiknya, jadi Aiko
pergi untuk memeriksanya.
"Dia
baik-baik saja! Dia tangguh! Ya, dia sekuat ibu dan anak perempuan dari Shatun:
Higuma no Mori! "Katanya.
"Aku
bahkan tidak tahu apa maksdunya itu!"
"Oh?
Nah, bagaimana kalau begini: Yuichi cukup tangguh untuk menerima hantaman dari
Nanahan 750cc dan berkata 'Jangan khawatir, aku baik-baik saja!' "
"Um
... Nanahan, maksudmu motor Nanahan? Apa dia pernah tertabrak sepeda motor?
"
"Ya!
Dan dia masih menendang sesudahnya. Furukami mengambil seorang korban, tapi dia
baik-baik saja! Terakhir kali, dia hanya butuh istirahat sehari penuh untuk
pulih! "
Aiko
merasa tidak yakin apakah harus khawatir atau merasa lega.
Yuichi
melakukan furukami yang Ia sendiri tahu akan membutuhkannya satu hari untuk
pulih.
Mungkin
Ia takkan bisa lama-lama berkelahi, tapi Ia tahu bahwa jika terjadi sesuatu,
kakakknya yang akan mengambil alih. Itulah mengapa Ia terus melanjutkannya.
Aiko
berjalan mendekati Yuichi, yang wajahnya berkerut kesakitan. "Hei,
Sakaki," katanya.
"Hmm?"
"Apa
kamu menyembunyikan fakta bahwa kamu ini benar-benar kuat?"
"Um
..." Yuichi tanpa sadar mengalihkan pandangannya.
"Jika
kamu bisa mengalahkannya, apakah kita memang harus melarikan diri?"
"Baiklah
..." Yuichi terbata-bata. Ia yakin ekspresinya tampak sangat memalukan.
"Izinkan
aku untuk menjelaskannya!" Mutsuko menyela, mendadak muncul di sampingnya.
"'Oh, ini sangat sulit! Aku sangat kuat, namun aku harus menyembunyikan
kekuatan sejatiku untuk menghindari sorotan! Aku tidak bisa mengungkapkannya
untuk sesuatu yang sangat sepele! "Itulah kinerja kecil yang Ia suka
pertahankan."
"Tidak!
Bukan begitu maksudku! "Yuichi berteriak keras hingga hampir meludahkan
darahnya, dan memohon dengan tatapannya agar Aiko mempercayainya.
"...
maaf ... kurasa aku salah mengerti tentang dirimu, Sakaki. Tidak masalah. Aku
mempercayaimu ... "Aiko menepuk kepala Yuichi dengan lembut.
"Apanya
yang salah paham?"
"Caramu
menemukan rahasiaku dan sebagainya? Kupikir kau itu hanyalah orang yang
brengsek. "
"Oh,
itu ... Um, maaf ..." Permintaan maafnya tulus. Meskipun Ia menginginkan
bantuannya, mungkin akan ada cara yang lebih baik untuk memintanya.
"Welp,
terlalu buruk rahasiamu sudah terbongkar sekarang," lanjut Mutsuko, tak
sadar akan saat tenang mereka berbagi. "Selamat tingggal pada kehidupan
sekolahmu yang damai, ya? Semua tatapan diam-diam ... hei! "Dia
menggerutu, sepertinya akhirnya dia memperhatikannya. "Jangan tinggalkan
aku dan pergi ke dunia kecilmu sendiri! Rasanya kesepian tau! "Dia jelas
tidak suka diabaikan.
"Omong-omong,
bukan berarti aku yang menyembunyikannya," gumam Yuichi. "Hanya saja,
orang yang menunjukkan kalau mereka bisa menendang siapa pun tanpa alasan
adalah orang idiot. Dan aku baru saja masuk SMA tahun ini, lho? Bukan waktunya
untuk mulai membual tentang keterampilan bertarungku. Dan ... mungkin jika aku
mempelajari karate atau judo yang tepat atau semacamnya, aku tidak keberatan
dengan itu. Tapi ... lihat, aku mempraktekkan gaya bertarung yang aneh yang
dibuat kakak perempuanku berdasarkan hal-hal yang dia baca di manga! Aku tidak
bisa menunjukkannya kepada orang lain, itu sangat memalukan! "
"Oh,
Yu! Mudah sekali merasa malu, bahkan di SMA! " Mutsuko memberinya tepukan
santai di punggungnya.
"Itu
karena aku sudah SMA makanya rasanya memalukan!"
"Um
... aku tidak akan memberitahu siapa pun kalau itu akan mempermalukanmu. Tapi
bisakah kita mencari tahu apa yang akan kita lakukan dengan orang itu?
"Aiko bertanya, memotong argumen antar saudara itu.
Yuichi
memusatkan kembali perhatiannya pada musuh mereka yang jatuh. Ia bisa bangun
kapan saja, jadi berurusan dengannya harus menjadi prioritas pertama mereka.
"Pertanyaan
bagus," kata Mutsuko. "Kita tidak bisa meninggalkannya begitu saja di
sini, tapi aku harus segera ke bengkel eskalator untuk ..."
Mata
Yuichi melebar karena terkejut. "Hah? Kau masih mau melakukan itu?
Bukannya urusan yang ini jauh jebih penting?" Ia tidak percaya bahwa
kakaknya akan bertindak tidak masuk akal seperti itu.
"Bagaimana
Kamu bisa mengatakan itu, Yu?" Tanya Mutsuko. "Penting untuk menepati
janjimu. Dunia orang dewasa mengandalkan kepercayaan. "
"Ugh
... Sekarang kau menggunakan akal sehat?"
Mutsuko
berjongkok di samping anak laki-laki yang jatuh dan mendorongnya ke sana-sini,
seolah menyelidiki sesuatu. "Begitu ya. Ia terlihat seperti orang asing.
Lihat? Matanya berwarna biru. "Mutsuko menarik salah satu kelopak matanya.
Ciri
wajah anak laki-laki itu sangat mencolok, rambutnya pirang, dan matanya biru.
Dilihat dari dekat, Ia jelas bukan orang Jepang.
"Kamu
bilang Ia punya tanduk saat pertama kali kau melihatnya, ‘kan? Tapi aku tidak
melihatnya sekarang ... Mungkin hanya muncul saat Ia menggunakan kekuatannya?
...Aku mengerti. Jadi ada beberapa kebenaran teori Oni Asing. Kamu tahu yang
ini? Dikatakan bahwa oni dari legenda Momotaro sebenarnya orang asing. Ada
teori juga bahwa tengu adalah orang asing pula. Bagaimana jika mereka semua
hanya orang asing, kau tahu? Kurasa beberapa orang pasti mengira kappa dan
sejenisnya adalah orang asing juga ... "
"Cukup
dengan hal sepele itu! Apa yang kita lakukan?" Yuichi mendesaknya. Ia
tampak takut jika membiarkannya terus berlanjut, kakaknya takkan pernah
berhenti mengoceh.
"Untuk
saat ini, kita harus mengikatnya. Yu ... tidak, kamu mungkin belum bisa
mengatasinya. Kalau begitu, Noro, apa kamu bisa mengurusi yang satunya?"
Mutsuko mengangkat salah satu lengan anak laki-laki itu, dan mengarahkan Aiko
untuk mengambil yang lain. Dia sepertinya ingin menyeretnya ke suatu tempat.
Aiko
melakukan apa yang diperintahkan, mengambil tangan anak itu dan bekerja sama
dengan Mutsuko untuk menariknya ke dalam ruangan klub. "Apa menguncinya di
ruangan saja sudah cukup? Ia mungkin akan segera bangun, "katanya.
"Jangan
khawatir. Aku punya cara untuk berurusan dengan oni!" Saat dia berbicara,
Mutsuko membuka kunci pintu.
Keduanya
bekerja sama untuk menyeretnya masuk.
Yuichi
berhasil mengangkat tubuhnya, penasaran dengan apa yang sedang mereka berdua
lakukan. Ia telah pulih sedikit tapi masih belum mampu untuk berlari, tapi ia
bisa berjalan lambat.
Sepertinya
kakaknya sudah menyelesaikan persiapan anti-oni saat dia membawanya ke sana.
Anak laki-laki itu diletakkan di lantai, dibungkus berulang kali dengan shimenawa, sebuah tali seremonial
Shinto. Beberapa jenis ikan dan daun kering terjebak ke dalam dan di tali. Satu
buah persik dimasukkan ke dalam mulutnya.
—Kemungkinan palsu, karena dari
bentuknya - cenderung terlihat sebagai lelucon. Ada jimat kertas menempel di
dahinya yang dilukis dengan simbol yang Yuichi tidak mengerti. Semua hal itu
sendiri sudah aneh, tapi masih ada lagi. Di sekeliling anak laki-laki itu, ada
lebih banyak barang aneh: gelas pengukur berisi kedelai, pedang terbuat dari
kayu, dan pedang yang terbuat dari koin yang dihubungkan dengan benang ...
Omong kosongnya membuatnya pusing.
Mutsuko menatapnya. "Oh, kamu sudah bisa jalan? Hah ... aku
yakin itu berarti kita bisa memperpanjang waktu aktivasi furukami ... Hei, apa
kamu bisa pulang sendiri? Jika demikian, aku akan langsung melakukan aktivitas
klubku. "
"Aku bisa pulang sendiri. Jadi, apa-apaan semua itu? "
"Penanganan Oni! Sarden, daun holly dan kedelai untuk Setsubun! Dan agar aman, aku menambahkan
beberapa tindakan bergaya Tionghoa. Pedang terbuat dari kayu plum dan pedang
koin! "
"Aku bahkan tidak akan bertanya dari mana kamu
mendapatkannya. Apa itu beneran ampuh?" Sama seperti kamarnya di rumah,
ruangan klub dipenuhi dengan tumpukan barang-barang aneh. Ia tidak akan
terkejut dengan apapun yang mungkin dia temukan.
"Coba saja! Saat berurusan dengan yokai, hantu dan legenda perkotaan, hampir semua pengetahuan umum
bekerja. Maksudku, jika tidak ada cara mudah untuk menghentikan mereka, mereka
pasti sudah menyerbu kita dalam waktu singkat! Dengan kata lain, mereka pasti
memiliki banyak kelemahan. Misalnya vampir, mereka rentan terhadap sinar
matahari, bawang putih, salib... tidak bisa menyeberangi air mengalir, tidak
bisa dilihat di cermin ... Begitulah cara mereka disingkirkan! "
Rahang Aiko terjatuh.
Wajah Yuichi tampak lebih pucat. Ada vampir dengan sedikit
kelemahan tepat di depannya. Ini menimbulkan keraguan yang ekstrem atas logika
di dalam kepala Mutsuko.
"Dengar ... ini cuma hipotetis, bagaimana kalau ada vampir
atau semacamnya yang tidak memiliki kelemahan itu?" Tanya Yuichi.
"Pertanyaan yang bagus. Kurasa mungkin saja ada! Tapi jangan
khawatir. Jika mereka tidak memiliki kelemahan, mereka sudah lemah dengan
sendirinya, dan dengan demikian, tidak ada ancaman bagi kita! "
"Logika macam apa itu?"
"Yah, Setidaknya, kamu tidak perlu khawatir tentang oni.
Ayolah, mereka itu terkenal ‘kan! Mengapa kita masih melakukan Festival
Setsubun di Jepang kalau benda-benda ini tidak berhasil? "
Mutsuko meninggalkan ruangan, ekspresinya berseri-seri dengan
percaya diri. Yuichi dan Aiko mengikutinya.
Yuichi melirik dengan cemas pada Aiko. Kebingungannya terlihat jelas
di wajahnya. Pasti semua orang sepertinya tidak bisa dimengerti olehnya.
Yuichi menepuk bahunya dengan lembut.
"Jangan khawatir, Noro. Aku juga tidak mengerti," Yuichi
meyakinkannya.
Mutsuko mendengus pada dirinya sendiri, jelas percaya diri dalam
tindakan penanggulangannya saat dia mengunci ruangan.
"Hei, tidak masalah kalau meninggalkannya di sini, tapi
bagaimana kalau ada yang datang? Penjaga malam punya kunci cadangan ‘kan?
Bukannya itu akan runyam kalau mereka menemukannya? "
"Cerdas sekali, Yu! Aku bahkan belum mempertimbangkan itu!
Tapi jangan khawatir! Aku punya ide bagus! "
Mutsuko kembali ke ruangan klub dan kembali dengan beberapa kertas
printer, sebuah pulpen, dan sedikit pita.
"Aku akan memasang tanda!" Serunya. Mutsuko duduk di
lantai dan mulai menulis kata-kata di atas kertas.
Yuichi mengintip dari balik bahunya, penasaran dengan apa yang
sedang dia tulis. Dengan tulisan tangan yang anggun yang terbaca:
Menu baru: ramen dingin!
"Itu kebalikan dari apa yang kita inginkan! Siapa pun ingin
membuka pintu untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam! "
"Itu adalah sebuah kesalahan! Aku cuma kepikiran itu saat
mencoba menulis sesuatu ... "Mutsuko meremas kertas itu dan mencoba lagi.
Tulisan tangannya sekali lagi tidak perlu elegan. Kali ini, mungkin itu yang
ingin ditulisnya.
Itu tertulis: pembersihan serangga sedang berlangsung!
"Aku merasa sedikit tidak enak memperlakukannya seperti kecoa
..." Aiko berkata dengan rasa bersalah. "Apa itu boleh
meninggalkannya terkunci di sana sampai besok? Bukankah dia akan lapar atau
semacamnya? "
"Dia seharusnya baik-baik saja jika hanya untuk satu
hari," kata Yuichi. Aiko membiarkan Yuichi bersandar di bahunya saat
mereka berjalan menuju gerbang depan sekolah.
Matahari terbenam di sepanjang jalan yang pinggirannya berjejer
pohon. Mutsuko sudah pergi duluan, takut terlambat.
Pada saat ini, satu-satunya orang yang tertinggal di sekolah akan
sibuk dengan aktivitas klub. Semua orang pergi.
"Apa kamu baik-baik saja, Sakaki?" Tanya Aiko.
"Istirahat sehari kayaknya cukup," jawabnya. "Besok
pagi mungkin aku sudah bugar kembali."
"Aku harap begitu ... Hei, apa aku bisa mendapatkan uangku
kembali?"
"Hah?"
"Aku memberimu koin 500 yen itu, ingat? Balikin lagi sini.
"
"Aku sudah menyuruhmu untuk memberikannya kepada aku! "
"... Apa kau benar-benar mengira bisa bebas gitu aja? Kau
pikir bisa mendapatkan 500 yen dan tidak perlu membayarnya kembali? "
"Baiklah, tapi aku sudah melemparkan koin-koin itu dan tidak
tahu ke mana perginya. "
"Tahu kok. Aku nggak
bahas koin yang kau lempar ke orang itu. Aku anggap itu sebuah pengorbanan yang
diperlukan Tapi kau cuma melempar delapan, kan? Harusnya masih ada dua yang
tersisa."
"... aku tidak percaya kau memperhatikan itu. Lihat, aku
tidak mencoba merampokmu atau apapun! Aku hanya lupa."
Aiko menyipitkan matanya menatap Yuichi dengan skeptis. "Yah,
buat sekarang gak papa sih. Kau bisa mengembalikannya nanti."
"... Untuk seseorang yang membawa uang sebanyak itu, ternyata
kamu cukup pelit ..."
"Hei, apa ada kemampuan lain yang harus aku ketahui?"
Aiko menatap Yuichi penuh harap. Ia tidak bisa menyembunyikan
ketidaknyamanannya tentang pertanyaan itu.
"Eh ... baiklah ... aku punya beberapa. Sejauh ini,
sepertinya aku bisa melempar sumpit kayu. "
"Maksudmu sejenis barang yang bisa kita dapatkan di toko
serba ada? Apa gunanya melempar benda itu? "
"Aku bisa menembus tikar tatami."
"... sebenarnya kamu ini bertarung dengan siapa,
Sakaki?" Aiko menatapnya tak percaya.
"Aku tidak bertarung dengan siapapun! Jika aku menghabiskan
seluruh hidupku melawan monster, aku takkan takut dengan pembunuh berantai!
"
"Oh, bagus sekali. Jadi, apa lompatan yang kau lakukan saat
itu? "
"Itu disebut pendaratan lima poin. Penerjun payung melakukan
itu untuk menyelamatkan diri saat jatuh."
" Oh, katakanlah ... Apa kau menggunakan itu saat
menyelamatkanku juga? Kamu berada di atap, ‘kan?"
"Aku meluncur turun dinding waktu itu."
"Hah?"
"Ini jauh lebih aman."
Aiko membiarkan percakapan itu berlalu, tenggelam dalam memikirkan
sesuatu.
"Ada apa?" Tanya Yuichi.
"Um ... kupikir aku harus berterima kasih padamu, tapi ...
semua ini tidak akan terjadi jika kamu tidak melibatkanku dari awal ... jadi
kurasa aku tidak akan melakukannya."
"Bagus. Sepertinya aku sudah membuat masalah untukmu ... yah,
aku kira kita berdua membuat masalah satu sama lain. Ada masalah dengan kakakmu
juga. Meski aku masih belum tahu harus berbuat apa. "
"...Hei.
Bukannya kau ini sedikit tidak formal denganku di beberapa titik " Tanya
Aiko.
"Hah?
Benarkah? "Yuichi tampak tercengang. Ia sepertinya baru menyadarinya.
Dinding terkadang rusak saat mereka dikejar oleh Pembunuh berantai II.
"Jika kamu tidak menyukainya, aku bisa
berhenti."
"...
tidak apa-apa," kata Aiko. Dia tidak keberatan.
"Omong-omong,
kamu tidak menjawab sebelumnya, tapi mengapa kamu melarikan diri, walau kau
bisa mengalahkannya?"
"Hhmmm
... jika kamu melihat seekor monster, apa yang terlintas dipikiran pertamamu
adalah mengalahkannya? Tentu saja, kamu akan berpikir kabur, bukan?" Yuichi
menghela napas.
Manusia
bukanlah binatang. Saat diserang, mana ada pikiran pertama orang modern tentang
bagaimana caranya menyerang kembali. Cara yang paling aman adalah melarikan
diri jika kamu bisa.
"Benar,
tapi ... apa yang membuatmu memutuskan untuk bertarung?"
"Kakakku
bilang aku bisa menang. Dia mungkin sedikit aneh, tapi dia mendapat penilaian
sempurna tentang hal semacam itu. Jika dia menyuruhku berlari, aku pasti terus
berlari dengan kalian berdua. "
"Hmm
... Jadi kau percaya padanya, ya?"
"Hei!
Jangan memperlakukan kami seperti saudara yang sangat lengket. "
"Kau
tidak berpikir begitu? Setidakbya kalian tampak lebih akur daripada aku dan
kakak laki-lakiku."
"...
Yah, kurasa itu tidak buruk. Tapi bukannya aneh jika memiliki hubungan dekat
dengan kakak perempuanmu walaupun kamu sudah SMA? "
"Benarkah?
Yah, kurasa aku tidak ingin menjadi dekat dengan kakakku yang sekarang, aku
sendiri pun ... "
Jalan
lambat mereka akhirnya membawa mereka ke gerbang sekolah. Tepat sebelum mereka
sampai di sana, Yuichi berhenti mendadak. Aiko menatapnya dengan penuh
pertanyaan.
"Aku
benar-benar lupa ... Noro, cobalah berpura-pura."
"Hah?"
Tanyanya.
Suara
Yuichi terdiam, matanya terkunci di pintu gerbang. Apa yang sedang ia lihat? Pikir Aiko.
Permukaan
tanah dilapisi dengan pagar tanaman yang sedikit lebih tinggi dari permukaan
mata. Yuichi tidak bisa melihat apa yang melewati gerbang, tapi dia bisa
merasakan kehadiran di sana.
Dia
mulai berjalan maju lagi, tapi dengan hati-hati.
Hal
pertama yang ia lihat adalah kata "Pembunuh Berantai."
Natsuki
Takeuchi melangkah dari sisi lain gerbang. "Selamat siang, Sakaki, Noro.
Hmm? Atau apa aku harus mengucapkan selamat sore? "Katanya.
Dia
masih mengenakan seragam blazer sekolah. Dia pasti tidak pulang ke rumah sama
sekali. Dia pasti berkeliaran di luar.
"Tindakan
bagus," gumam Yuichi.
Natsuki
menatapnya bingung. "Maaf?"
Tiba-tiba
ia menyadari bahwa pembicaraan kecilnya yang pura-pura itu terjadi karena
kehadiran Aiko di sampingnya. Jika Natsuki menganggap Aiko tidak terlibat, itu
adalah kepentingan terbaiknya untuk bermain bersama.
"Bukan
apa-apa, apa yang kamu lakukan pada jam segini, Takeuchi? Melupakan
sesuatu?"
"Kurang
lebih," jawabnya. "Kalian berdua terlihat sangat dekat akhir-akhir
ini. Apa kalian berpacaran?"
"Umm
... eh ..." Aiko tergagap, wajahnya langsung merah padam.
Jika
Yuichi tidak menghentikannya, dia akan mengungkapkan semuanya. "Tidak
juga," sela Yuichi. "Pergelangan kakiku keseleo, dan Noro kebetulan
menemukanku. Dia sudah membantuku. "
Yuichi
menjauh dari Aiko dan bersandar ke pintu gerbang.
"Noro.
Terima kasih sudah mengantarku sejauh ini. Aku sudah baik-baik saja sekarang,
jadi kamu bisa pergi lebih dulu. "
"Um,
tapi ..."
"Aku
bisa melakukannya jika aku berjalan cukup lambat. Aku tidak bisa memintamu
mengantarku sampai di rumah, " katanya santai.
Cepat
pergi dari sini! Pikir Yuichi sambil menatap Aiko.
"Oke,"
akhirnya dia berkata. "Nah ... sampai jumpa lagi. Harap hati-hati saat
pulang nanti, oke? "
Setelah
bilang begitu, Aiko melanjutkan perjalanannya. Yuichi dan Natsuki dibiarkan
berdua saja.
Orang
yang memecahkan keheningan terlebih dahulu adalah Natsuki.
"Aku
tidak berpikir kalau kamu masih hidup." Dia tampak terkejut. Hampir
terkesan.
"Kau
pasti menyempatkan waktumu untuk datang kemari, bukan?" Yuichi membalas,
diam-diam menguji gerakan tubuhnya.
Selain
kaki kirinya, Ia mungkin bisa menggerakan tubuh bagian lain jika memaksanya ...
tapi jika kemampuan Natsuki setara atau lebih besar dari Pembunuh berantai II,
Ia tidak akan bisa berkutik.
"Kau
tidak tahu aku ada dimana, namun kau mengklaim bahwa aku menyempatkan
waktuku?" Tanya Natsuki tajam. "... baiklah, kamu tidak salah
sejujurnya, aku pikir kau sudah mati, jadi aku tidak terlalu terburu-buru. Aku
menghabiskan sedikit waktu mencari-cari di sekitar sekolah, tapi tidak ada
tanda-tanda polisi dipanggil, atau masalah apa pun, jadi aku datang untuk
melihat apa yang sedang terjadi. Jadi ada apa sebenarnya?"
Yuichi
mencari-cari di sakunya. Ia masih memiliki dua dari 500 yen koin yang
dipinjamnya. Meskipun itu bukan senjata yang hebat.
"Aku
menerima saranmu dan terus berlari. Dan begitulah akhirnya sampai kakiku
keseleo karena lari tergopoh-gopoh. Namun beberapa saat kemudian, Ia
menghilang. "
"Hah?
Itu sepertinya tidak mungkin ... tapi kurasa aku akan mempercayaimu. "
"Hah?"
Itu adalah alasan yang menyedihkan, jadi kenyataan bahwa Dia mempercayai itu
menyebabkan wajah Yuichi sedikit kaku.
"Hanya
itu satu-satunya cara mu bisa bertahan," Natsuki mengangkat bahu." Ia
tipe plinplan, jadi aku tidak akan terkejut jika dia bosan."
Kata-katanya
memiliki terdengar masuk akal. Mungkin cukup sulit dipercaya bahwa Yuichi
selamat dari serangan, apalagi melawan dan mengalahkan penyerang. Dia
memutuskan untuk tetap menggunakan cerita itu.
"Katakan
padanya untuk jangan mengejarku lagi," kata Yuichi. "Kau tidak punya
alasan untuk tiba-tiba membunuhku, ya?"
"Kurasa
tidak," kata Natsuki. "Kupikir akan lebih mudah bagiku menyingkir
darimu, tapi sepertinya meminta bantuannya memperburuk keadaan. Aku akan
menyuruhnya untuk melepaskannya, meski aku tidak tahu apa Ia akan
mendengarkanku atau tidak. Jadi aku akan memberikan peringatan. Perhatikan
sekelilingmu dalam perjalanan pulang. Perburuan mungkin masih berlangsung. Jika
kamu mengendurkan kewaspadaanmu, aku tidak bisa menjanjikanmu tidak akan
berakhir dengan pisau di punggungmu. "Dengan itu, Natsuki pergi.
Setelah
mengkonfirmasikan bahwa Natsuki telah pergi, Yuichi terduduk ke tanah,
punggungnya masih menempel di gerbang.
Ia
membiarkan napasnya keluar dengan perlahan dan santai.
Aku akan beristirahat selama beberapa
menit, lalu pulang ke rumah ...
Tapi
sebelum Ia bisa menyelesaikan pikiran itu, seseorang mendekatinya dengan
teriakan putus asa.
"Sakaki!"
Yuichi mengangkat wajahnya lagi. Aiko berdiri di depannya, bersana denga
wajahnya yang pucat
"Aku
ketahuan!" Serunya.
"Hah?"
Tanya Yuichi. Aiko jelas sedang kacau, tapi Ia tidak mengerti mengapa.
"Aku
sedang menunggu di tikungan, dan Takeuchi mendatangiku!" Teriaknya.
"Aku
menyuruhmu pulang ke rumah kan? ..." Yuichi menghela napas.
"Ta-tapi,
Takeuchi pergi dengan kereta, jadi kupikir dia akan ke arah sebaliknya, menuju
stasiun ..."
"Jadi,
ada apa sebenarnya?" Tanyanya, kembali ke pertanyaan semula. "Dia
mengejutkanku dan berkata, 'Jangan berikan
nomor teleponku ke sembarang
orang, 'jadi aku bilang,' aku
minta maaf '... "
Yuichi
menutupi wajahnya dengan tangan. Dia tidak tahu pasti apakah rahasia mereka
terbongkar atau tidak, tapi yang pasti hal itu menunjukkan bahwa ada hubungan
antara dirinya dan Aiko. Kemudian lagi, fakta bahwa Takeuchi bahkan telah
mencoba untuk memancingnya seperti itu menunjukkan bahwa dia mencurigainya.
Bahkan jika Aiko tidak mengatakan apapun, mungkin hanya tinggal menunggu waktu
saja sebelum dia menyadari kalau Yuichi dan Aiko berkolusi.
"...
Baiklah, kurasa rahasia itu terbongkar ... Jadi, apakah dia membiarkanmu
pergi?"
"Dia
pergi, setidaknya ..." kata Aiko.
Yuichi
mencoba memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menempatkan Natsuki dari jalan
setapak. "Untuk saat ini, ayo kita pulang dan tidur," katanya. Ia
kelelahan, dan tubuhnya sakit. Kepalanya sudah tidak mampu berpikir apapun
lagi.
"Hah?
Apa apaan?"
"Kita
akan cari tahu besok!" seru Yuichi, dengan percaya diri sebanyak yang bisa
dikerahkannya.
Lalu Ia
berjalan pulang sambil bersandar di bahu Aiko sepanjang perjalanan.
Tags:
Nee-chan wa Chuunibyou