XxxX
Ibu Mamizu, Ritsu-san, tampak seperti orang yang agak memaksa.
Ada atmosfer yang berat di
sekeliling dirinya, tetapi pada saat yang sama, dia tampak kelelahan.Dia
memiliki fitur wajah yang bagus yang membuatku berpikir dia mungkin wanita
cantik di masa lalu ,Tapi tidak ada tanda-tanda dia memakai riasan apapun, dan
meski wajahnya masih berusia empat puluhan, namun nyatanya dia berumur lebih
tua dari penampilannya.
“Ah, kamu datang lagi hari
ini,” katanya.
Hari itu adalah hari keduaku
bertemu dengannya. Kata-katanya lembut, tapi ada sesuatu yang menggigit dengan
caranya berbicara.Ritsu-san tidak pernah memanggilku dengan namaku. Selalu memanggil
“kamu.” Aku punya firasat bahwa dia tidak terlalu memikirkanku, seseorang yang
tidak dia kenal yang tiba-tiba mulai sering mengunjungi kamar rumah sakit
putrinya
“Baiklah, aku akan pulang.
Jangan terlalu bersemangat; pastikan dirimu istirahat dengan tenang, ”Ritsu-san
berkata pada Mamizu dengan nada yang agak memarahi, dan kemudian meninggalkan
ruangan.
“Takuya-kun, kok ekspresimu
agak gelap hari ini?” Tanya Mamizu sambil melihat wajahku, terdengar sedikit
khawatir. “Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merasa tidak enak badan? ”
“Tidak … itu bukan masalah
besar,” kataku.
“Ada yang salah?”
“Earphone-ku rusak.”
Aku mengeluarkan earphone dari saku dan menunjukkannya
pada Mamizu. aku sedang mendengarkan musik saat perjalanan kesini dan benda ini
tersangkut di dahan pohon. Sekarang, aku hanya bisa mendengar suara melalui
satu sisi.
”Apa harganya mahal?” Tanya
Mamizu.
“Tidak juga,” Balasku.
Tapi earphone ini adalah hadiah ulang tahun yang dibeli Meiko untuk diriku
dengan memakai gaji kerja part-time pertamanya saat SMA, jadi itu semacam
kejutan bagiku.
Mamizu mengambil earphone-ku dan menatapnya dengan
saksama untuk beberapa saat. Dan kemudian dia menatapku dengan ekspresi yang
tampak seolah-olah dia baru saja memikirkan ide yang menyeramkan. “Hei,
Takuya-kun.”
“Apa ?”
Dia
takkan menyarankan sesuatu yang merepotkan lagi, ‘kan?
pikirku, menguatkan diri .
“Haruskah kita coba melakukan
sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan?”
rrr
“Sesuatu yang seharusnya tidak
kita lakukan” yang Mamizu maksud adalah pergi ke toko di lantai pertama rumah
sakit. Dia rupanya dilarang meninggalkan tempat tidurnya. Tetapi dia beralasan bahwa
jika ketahuan pun takkan mengorbankan nyawa kami.
Aku berjalan di depannya untuk
memeriksa koridor. Jika kami ketahuan oleh perawat atau dokter, berakhir sudah.
Kami terus berjalan dengan hati-hati lewat koridor dan tiba di tangga. Karena,
jika memakai lift, risiko ketemu orang lain akan lebih besar.
Mamizu mencengkeram pegangan
tangga dan menuruni tangga dengan langkah yang sedikit goyah.
“Apa kamu benar-benar ngga
apa-apa?” Aku bertanya padanya.
“Jangan mengejekku. Aku ini
bukan nenek-nenek, tahu. ”katanya.
Kami mencapai lantai pertama
dan sampai di toko dengan selamat. Diputuskan bahwa aku akan berdiri di pintu masuk
toko dan bertugas mengawasi agar tidak ada yang melihat Mamizu.
” Ini dia! Takuya-kun, ada di
sini! ” Teriak Mamizu dengan pelan.
Aku berbalik untuk melihat apa
yang membuatnya girang, dan melihat dirinya melambai padaku seperti anak kecil.
Kalau dilihat lebih teliti, aku bisa melihat bahwa ada bungkusan yang diayunkan
di tangannya.
“Apa itu?” Tanyaku.
Mamizu mendekat dan memegang
bungkusan itu di depan wajahku.
“Coba liat baik-baik. Ini sama
seperti earphone-mu ‘kan, Takuya-kun.
”
Memang, itu adalah merek dan
model yang sama persis. Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Pikirku. Apa dia
susah-susah menyelinap keluar dari kamar rumah sakitnya hanya untuk sesuatu
seperti ini?
“Aku mau beli yang ini,” kata
Mamizu, dan sebelum aku bisa menghentikannya, dia menyerahkan bungkus earphone ke wanita yang ada di meja kasir.
“Meski kau bilang begitu, kau ini
tidak punya uang, ‘kan?” Ucapku sedikit menyindir.
“Ta-dah. aku punya kartu ajaib,
”kata Mamizu, mengeluarkan kartu yang belum pernah aku lihat sebelumnya.“Ini
kartu prabayar untuk rumah sakit. Jika punya ini, aku bisa menonton TV dan
melakukan banyak hal. ”
“Maksudku, kamu tidak
benar-benar harus membelinya,” kataku.
Tapi Mamizu tidak meladeniku,
dan membeli earphone. “Perlakukan mereka dengan hati-hati kali ini,” katanya.
“Ini … Bukan berarti aku tidak
memperlakukan mereka dengan hati-hati sebelumnya.” Seharusnya aku mengucapkan
terima kasih, tapi untuk beberapa alasan, aku malah mengatakan sesuatu yang lain.
Mamizu tiba-tiba menjadi tanpa
ekspresi dan menatapku.
“Apa? Jika kau ingin mengatakan
sesuatu, katakan saja, ”kataku.
Pada saat berikutnya, tubuh
Mamizu bergoyang sempoyongan. Tidak memberiku waktu untuk memikirkan
penyebabnya, dia roboh ke arahku seakan-akan hendak meringkuk padaku. Aku refleks
mengulurkan tanganku dan memeluknya.
“Oi, apa kau baik-baik saja?”
tanyaku sedikit panik.
“Takuya-kun. Maaf . Aku sedang
dalam masalah sekarang, ”kata Mamizu, dan kemudian, entah mengapa, dia tertawa
sendiri. “Aku tidak bisa merasakan tenaga sedikit di dalam tubuhku.”
“Hei, kau bercanda, kan?”
“Aku serius.”
Di depan meja kasir, dalam pose
yang tampak seperti saling berpelukan, kami berdua tidak bisa bergerak. Apa kau bercanda kan? pikirku sekali
lagi.
“Permisi, bisakah anda
memanggil seseorang ke sini?” Aku bertanya pada pegawai yang ada di kasir.
uuu
Ada sedikit kegemparan yang
terjadi Dokter dan perawat berlari dengan ekspresi yang berubah-ubah. Mamizu
diletakkan di atas tandu, sesuatu yang mirip tempat tidur dengan roda di
bawahnya, dan dibawa pergi entah kemana.
“Aku gagal, ya?” Gumam Mamizu
saat dia dibawa pergi, menatap langit-langit.
Tentu saja, aku juga tidak bisa
lepas dari masalah ini.
Ritsu-san, yang sedang dalam
perjalanan pulang, kembali ke rumah sakit dalam waktu kurang dari satu jam.
Dia dan aku duduk di kursi
samping tempat tidur kosong Mamizu di kamarnya dan saling berhadapan.
“Sejujurnya. Aku tidak ingin
kamu datang ke sini, ”kata Ritsu-san terus terang. Suaranya terdengar marah.
“Saya minta maaf.” Aku tidak
membuat alasan dan hanya meminta maaf.
“Bukan hanya hal yang
menyedihkan, tapi hal yang menyenangkan juga, bisa menyebabkan stres pada
manusia. Apa kamu mengerti? Gadis itu tidak normal, ” lanjutnya.
Aku hanya duduk terdiam di sana
dan menerima amarahnya.Puluhan kata yang ingin kukatakan melayang di pikiranku,
tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Setelah beberapa saat, Mamizu
kembali ke ruangannya.
Dia duduk di kursi roda dengan
seorang perawat mendorongnya.
“Jangan membuatnya memaksakan
dirinya ,” kata perawat itu kepadaku.
Dia tampak berkemauan keras dan
memiliki label nama yang bertuliskan ‘Okazaki’ di dadanya.
Aku hanya mengangguk
Dan kemudian, dengan bantuan
perawat dan Ritsu-san, Mamizu merangkak ke tempat tidur. Dia duduk dengan
punggungnya menempel ke dinding dan menatap kami satu demi satu.
“Jangan menatapku dengan wajah
menakutkan seperti itu,” katanya.“Semuanya membuat keributan besar. Hal semacam
ini sering terjadi di masa lalu, ‘kan? Bukan karena kami pergi ke toko. ” ucap
Mamizu lagi.
“Karena ini sering terjadi
itulah, sesuatu yang buruk mungkin terjadi jika kamu hanya berjalan
berkeliling,” kata Okazaki-san, seolah-olah memarahi Mamizu.
“Kamu juga, beginilah jadinya,
jadi aku ingin kamu tidak mengatakan apapun yang tidak perlu untuk menggoda
dia,” kata Ritsu-san padaku “Jika mungkin, kamu harus mengambi kesempatan ini
untuk berhenti menjenguk …”
Sebelum Ritsu-san menyelesaikan
kalimatnya, setetes air mata mengalir di pipi Mamizu.
“Aku minta maaf,” kata Mamizu.
Aku bisa melihat tubuh Ritsu-san
sedikit goyah.
“Ini bukan salah Takuya-kun.
aku memaksanya untuk ikut denganku.Jadi jangan mengatakan hal seperti itu dan
memarahinya. Jika ingin memarahi seseorang, marahi saja aku. ”Ucap Mamizu
sambil menangis tersedu.
“Watarase-san, tenangkan diri
anda,” kata perawat Okazaki-san, memberi Ritsu-san sinyal dengan matanya.
Ekspresi Ritsu-san tampak
seolah dia menyerah pada sesuatu, dan dia melunakkan sikapnya. “aku ada urusan
untuk dihadiri. aku akan pulang sekarang. ”
Tanpa melihatku, Ritsu-san
meninggalkan ruangan.
“Kamu juga cepatlah pulang. Yah
… Apapun yang kamu lakukan, pastikan kamu jangan berlebihan ” Dengan kata-kata
terakhir itu, Okazaki-san pergi dengan langkah kaki bergegas
Aku berdiri hendak pulang seperti
yang diperintahkan dan berbalik untuk melihat Mamizu. Dia masih menangis.
Mamizu menatapku. “Yah, ini
adalah air mata palsu,” katanya.
Aku hampir roboh karena kaget.
Jika itu adalah sandiwaranya, itu Nampak sangat professional di mataku.
“Aku tidak bisa menghentikan
ini dengan mudah.” Air mata masih mengalir dari mata Mamizu, tapi nadanya
kembali normal. “Tapi aku minta maaf. Karena menyebabkan masalah untukmu. ”
“Ayo fokus jangan menangis
dulu.” Aku mengeluarkan sapu tangan dan menyerahkan padanya.
“Terima kasih … Takuya-kun, terkadang
kamu bisa baik juga, ya?”
“Bagian ‘terkadang’-nya tak perlu di ucapkan juga kali.”
Lalu, aku menunggu beberapa
saat agar Mamizu berhenti menangis.
“Aku merasa tidak enak atas
semua yang sudah kamu lakukan untukku. Aku juga ingin melakukan sesuatu
untukmu, Takuya-kun, ”katanya dengan nada yang terdengar seolah dia merasa malu
dengan kegagalannya.
Jadi
itulah yang dia pikirkan, pikirku, sedikit terkejut.
“Aku akan menghargai earphone ini,” kataku.
Mamizu menatapku, seolah
terkejut.
“Jangan membuat wajah aneh
itu.”
“Wajahku selalu seperti ini,”
kata Mamizu, tertawa sedikit malu.