Kimitsuki Chapter 1.5 Bahasa Indonesia




XxxX

Ibu Mamizu, Ritsu-san, tampak seperti orang yang agak memaksa.
Ada atmosfer yang berat di sekeliling dirinya, tetapi pada saat yang sama, dia tampak kelelahan.Dia memiliki fitur wajah yang bagus yang membuatku berpikir dia mungkin wanita cantik di masa lalu ,Tapi tidak ada tanda-tanda dia memakai riasan apapun, dan meski wajahnya masih berusia empat puluhan, namun nyatanya dia berumur lebih tua dari penampilannya.
“Ah, kamu datang lagi hari ini,” katanya.
Hari itu adalah hari keduaku bertemu dengannya. Kata-katanya lembut, tapi ada sesuatu yang menggigit dengan caranya berbicara.Ritsu-san tidak pernah memanggilku dengan namaku. Selalu memanggil “kamu.” Aku punya firasat bahwa dia tidak terlalu memikirkanku, seseorang yang tidak dia kenal yang tiba-tiba mulai sering mengunjungi kamar rumah sakit putrinya
“Baiklah, aku akan pulang. Jangan terlalu bersemangat; pastikan dirimu istirahat dengan tenang, ”Ritsu-san berkata pada Mamizu dengan nada yang agak memarahi, dan kemudian meninggalkan ruangan.
“Takuya-kun, kok ekspresimu agak gelap hari ini?” Tanya Mamizu sambil melihat wajahku, terdengar sedikit khawatir. “Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu merasa tidak enak badan? ”
“Tidak … itu bukan masalah besar,” kataku.
“Ada yang salah?”
Earphone-ku rusak.”
Aku mengeluarkan earphone dari saku dan menunjukkannya pada Mamizu. aku sedang mendengarkan musik saat perjalanan kesini dan benda ini tersangkut di dahan pohon. Sekarang, aku hanya bisa mendengar suara melalui satu sisi.
”Apa harganya mahal?” Tanya Mamizu.
“Tidak juga,” Balasku.
Tapi earphone ini adalah hadiah ulang tahun yang dibeli Meiko untuk diriku dengan memakai gaji kerja part-time pertamanya saat SMA, jadi itu semacam kejutan bagiku.
Mamizu mengambil earphone-ku dan menatapnya dengan saksama untuk beberapa saat. Dan kemudian dia menatapku dengan ekspresi yang tampak seolah-olah dia baru saja memikirkan ide yang menyeramkan. “Hei, Takuya-kun.”
“Apa ?”
Dia takkan menyarankan sesuatu yang merepotkan lagi, ‘kan? pikirku, menguatkan diri .
“Haruskah kita coba melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan?”

rrr

“Sesuatu yang seharusnya tidak kita lakukan” yang Mamizu maksud adalah pergi ke toko di lantai pertama rumah sakit. Dia rupanya dilarang meninggalkan tempat tidurnya. Tetapi dia beralasan bahwa jika ketahuan pun takkan mengorbankan nyawa kami.
Aku berjalan di depannya untuk memeriksa koridor. Jika kami ketahuan oleh perawat atau dokter, berakhir sudah. Kami terus berjalan dengan hati-hati lewat koridor dan tiba di tangga. Karena, jika memakai lift, risiko ketemu orang lain akan lebih besar.
Mamizu mencengkeram pegangan tangga dan menuruni tangga dengan langkah yang sedikit goyah.
“Apa kamu benar-benar ngga apa-apa?” Aku bertanya padanya.
“Jangan mengejekku. Aku ini bukan nenek-nenek, tahu. ”katanya.
Kami mencapai lantai pertama dan sampai di toko dengan selamat. Diputuskan bahwa aku akan berdiri di pintu masuk toko dan bertugas mengawasi agar tidak ada yang melihat Mamizu.
” Ini dia! Takuya-kun, ada di sini! ” Teriak Mamizu dengan pelan.
Aku berbalik untuk melihat apa yang membuatnya girang, dan melihat dirinya melambai padaku seperti anak kecil. Kalau dilihat lebih teliti, aku bisa melihat bahwa ada bungkusan yang diayunkan di tangannya.
“Apa itu?” Tanyaku.
Mamizu mendekat dan memegang bungkusan itu di depan wajahku.
“Coba liat baik-baik. Ini sama seperti earphone-mu ‘kan, Takuya-kun. ”
Memang, itu adalah merek dan model yang sama persis. Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Pikirku. Apa dia susah-susah menyelinap keluar dari kamar rumah sakitnya hanya untuk sesuatu seperti ini?
“Aku mau beli yang ini,” kata Mamizu, dan sebelum aku bisa menghentikannya, dia menyerahkan bungkus earphone ke wanita yang ada di meja kasir.
“Meski kau bilang begitu, kau ini tidak punya uang, ‘kan?” Ucapku sedikit menyindir.
“Ta-dah. aku punya kartu ajaib, ”kata Mamizu, mengeluarkan kartu yang belum pernah aku lihat sebelumnya.“Ini kartu prabayar untuk rumah sakit. Jika punya ini, aku bisa menonton TV dan melakukan banyak hal. ”
“Maksudku, kamu tidak benar-benar harus membelinya,” kataku.
Tapi Mamizu tidak meladeniku, dan membeli earphone. “Perlakukan mereka dengan hati-hati kali ini,” katanya.
“Ini … Bukan berarti aku tidak memperlakukan mereka dengan hati-hati sebelumnya.” Seharusnya aku mengucapkan terima kasih, tapi untuk beberapa alasan, aku malah mengatakan sesuatu yang lain.
Mamizu tiba-tiba menjadi tanpa ekspresi dan menatapku.
“Apa? Jika kau ingin mengatakan sesuatu, katakan saja, ”kataku.
Pada saat berikutnya, tubuh Mamizu bergoyang sempoyongan. Tidak memberiku waktu untuk memikirkan penyebabnya, dia roboh ke arahku seakan-akan hendak meringkuk padaku. Aku refleks mengulurkan tanganku dan memeluknya.
“Oi, apa kau baik-baik saja?” tanyaku sedikit panik.
“Takuya-kun. Maaf . Aku sedang dalam masalah sekarang, ”kata Mamizu, dan kemudian, entah mengapa, dia tertawa sendiri. “Aku tidak bisa merasakan tenaga sedikit di dalam tubuhku.”
“Hei, kau bercanda, kan?”
“Aku serius.”
Di depan meja kasir, dalam pose yang tampak seperti saling berpelukan, kami berdua tidak bisa bergerak. Apa kau bercanda kan? pikirku sekali lagi.
“Permisi, bisakah anda memanggil seseorang ke sini?” Aku bertanya pada pegawai yang ada di kasir.

uuu

Ada sedikit kegemparan yang terjadi Dokter dan perawat berlari dengan ekspresi yang berubah-ubah. Mamizu diletakkan di atas tandu, sesuatu yang mirip tempat tidur dengan roda di bawahnya, dan dibawa pergi entah kemana.
“Aku gagal, ya?” Gumam Mamizu saat dia dibawa pergi, menatap langit-langit.
Tentu saja, aku juga tidak bisa lepas dari masalah ini.
Ritsu-san, yang sedang dalam perjalanan pulang, kembali ke rumah sakit dalam waktu kurang dari satu jam.
Dia dan aku duduk di kursi samping tempat tidur kosong Mamizu di kamarnya dan saling berhadapan.
“Sejujurnya. Aku tidak ingin kamu datang ke sini, ”kata Ritsu-san terus terang. Suaranya terdengar marah.
“Saya minta maaf.” Aku tidak membuat alasan dan hanya meminta maaf.
“Bukan hanya hal yang menyedihkan, tapi hal yang menyenangkan juga, bisa menyebabkan stres pada manusia. Apa kamu mengerti? Gadis itu tidak normal, ” lanjutnya.
Aku hanya duduk terdiam di sana dan menerima amarahnya.Puluhan kata yang ingin kukatakan melayang di pikiranku, tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Setelah beberapa saat, Mamizu kembali ke ruangannya.
Dia duduk di kursi roda dengan seorang perawat mendorongnya.
“Jangan membuatnya memaksakan dirinya ,” kata perawat itu kepadaku.
Dia tampak berkemauan keras dan memiliki label nama yang bertuliskan ‘Okazaki’ di dadanya.
Aku hanya mengangguk
Dan kemudian, dengan bantuan perawat dan Ritsu-san, Mamizu merangkak ke tempat tidur. Dia duduk dengan punggungnya menempel ke dinding dan menatap kami satu demi satu.
“Jangan menatapku dengan wajah menakutkan seperti itu,” katanya.“Semuanya membuat keributan besar. Hal semacam ini sering terjadi di masa lalu, ‘kan? Bukan karena kami pergi ke toko. ” ucap Mamizu lagi.
“Karena ini sering terjadi itulah, sesuatu yang buruk mungkin terjadi jika kamu hanya berjalan berkeliling,” kata Okazaki-san, seolah-olah memarahi Mamizu.
“Kamu juga, beginilah jadinya, jadi aku ingin kamu tidak mengatakan apapun yang tidak perlu untuk menggoda dia,” kata Ritsu-san padaku “Jika mungkin, kamu harus mengambi kesempatan ini untuk berhenti menjenguk …”
Sebelum Ritsu-san menyelesaikan kalimatnya, setetes air mata mengalir di pipi Mamizu.
“Aku minta maaf,” kata Mamizu.
Aku bisa melihat tubuh Ritsu-san sedikit goyah.
“Ini bukan salah Takuya-kun. aku memaksanya untuk ikut denganku.Jadi jangan mengatakan hal seperti itu dan memarahinya. Jika ingin memarahi seseorang, marahi saja aku. ”Ucap Mamizu sambil menangis tersedu.
“Watarase-san, tenangkan diri anda,” kata perawat Okazaki-san, memberi Ritsu-san sinyal dengan matanya.
Ekspresi Ritsu-san tampak seolah dia menyerah pada sesuatu, dan dia melunakkan sikapnya. “aku ada urusan untuk dihadiri. aku akan pulang sekarang. ”
Tanpa melihatku, Ritsu-san meninggalkan ruangan.
“Kamu juga cepatlah pulang. Yah … Apapun yang kamu lakukan, pastikan kamu jangan berlebihan ” Dengan kata-kata terakhir itu, Okazaki-san pergi dengan langkah kaki bergegas
Aku berdiri hendak pulang seperti yang diperintahkan dan berbalik untuk melihat Mamizu. Dia masih menangis.
Mamizu menatapku. “Yah, ini adalah air mata palsu,” katanya.
Aku hampir roboh karena kaget. Jika itu adalah sandiwaranya, itu Nampak sangat professional di mataku.
“Aku tidak bisa menghentikan ini dengan mudah.” Air mata masih mengalir dari mata Mamizu, tapi nadanya kembali normal. “Tapi aku minta maaf. Karena menyebabkan masalah untukmu. ”
“Ayo fokus jangan menangis dulu.” Aku mengeluarkan sapu tangan dan menyerahkan padanya.
“Terima kasih … Takuya-kun, terkadang kamu bisa baik juga, ya?”
“Bagian ‘terkadang’-nya tak perlu di ucapkan juga kali.”
Lalu, aku menunggu beberapa saat agar Mamizu berhenti menangis.
“Aku merasa tidak enak atas semua yang sudah kamu lakukan untukku. Aku juga ingin melakukan sesuatu untukmu, Takuya-kun, ”katanya dengan nada yang terdengar seolah dia merasa malu dengan kegagalannya.
Jadi itulah yang dia pikirkan, pikirku, sedikit terkejut.
“Aku akan menghargai earphone ini,” kataku.
Mamizu menatapku, seolah terkejut.
“Jangan membuat wajah aneh itu.”
“Wajahku selalu seperti ini,” kata Mamizu, tertawa sedikit malu.





close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama