Hari ke-18: ...
“...
Kalau begitu, ayo berbincang-bincang lagi besok.”
“Ya, telepon aku kapan saja. Hati-hati di
jalan saat malam hari.”
Setelah
mengucapkan salam perpisahan, panggilan telepon pun terputus.
Aku
menghela napas ringan sambil menekan tombol “Akhiri Panggilan” di layar.
...…
beberapa waktu sudah berlalu sejak aku bertemu Akira sebagai target dari Mary-san
dalam pelatihan. Aku tidak tahu seberapa spesifik tempat dan waktunya, tapi
meski begitu, setidaknya aku bisa bilang kalau aku sudah semakin lebih dekat
dengannya.
Aku
ragu apa masih bisa 2 minggu lagi waktu yang bisa kuhabiskan untuk berbicara
dengannya. Maksudku, setelah itu, aku akan mencapai tempatnya.
Setelah
menggelengkan kepalaku, aku terus menggerakkan kaki yang belum berhenti sejak
aku berangkat dari Nagasaki.
Langkah
demi langkah. Bagaikan benang melewati kain, setiap langkah membawaku semakin
dekat. Jalan yang aku pikir tak ada habisnya, tanpa aku sadari, sudah melewati
setengah dari tujuanku.
Saat
aku melihat ke atas langit, aku melihat matahari tenggelam. Saat itu …... mulai
dari sini, waktu malam dimulai. Tinggal sedikit lagi sebelum cahaya senja
menghilang dari langit barat.
Malam
hari... dari dulu hingga sekarang adalah waktunya bagi para hantu dan dedemit.
Menghilangnya
matahari merenggut jauh berkat cahaya, membiarkan kegelapan menyelimuti segala
macam roh dan iblis. Di era sekarang, cahaya malam nyaris tak ada bedanya
dengan waktu siang hari, tapi meski begitu, tak perlu dipertanyakan lagi bahwa
masih ada sosok keberadaan yang sama seperti diriku.
...
Tapi entah kenapa. Sejujurnya, saat ini aku tidak terlalu menemukan kenikmatan
waktu yang disebut malam hari.
Matahari
tertidur, kota tertidur, orang-orang tertidur ... pada waktu seperti ini, aku sendirian, tak terlihat oleh
siapapun, kakiku terus melangkah ke tempat yang jauh, dan terus jauh. Aku tidak
bisa melihatnya, tapi aku yakin sesuatu di dalam diriku secara perlahan berubah
sedikit demi sedikit.
Apa
ini namanya 'Keresahan'?
...Sungguh
aneh. Ketika aku pernah menjadi makhluk yang berpakaian atas gagasanku sendiri,
datang dari jauh, akhirnya aku sempat merasa sendiri.
“...
Ini semua salah Akira.”
Diam-diam
aku bergumam mengenai apa yang ada di pikiranku.
...
Itu benar, ini pasti salah Akira. Itu karena waktu yang aku habiskan dengan
orang itu terlalu menyenangkan sampai-sampai cahaya bulan yang menerangi malam
yang sunyi ini serta keriuhan dari serangga dan burung liar menjadi begitu
membosankan bagiku.
Sebuah
pertanyaan mendadak muncul di benakku.
Bagiku,
dia itu orang seperti apa?
"…
Seorang target. Seorang kakak yang bermain denganku. Seorang teman."
Dan
kata-kata tersebut tertanam kuat di dalam hatiku. Aku merasa kalau wajahku
sedikit memanas.
Saat
aku pertama kali bertemu dengannya, mungkin ada bagian dari diriku yang terlalu
bersemangat. Aku membuat keputusan, dan aku bertindak semata-mata untuk memastikan
kalau keputusan yang kubuat bukanlah isapan jempol belaka.
...
Tapi diriku yang sekarang mulai sedikit berubah sejak saat itu.
“...
Dia terlalu bebas.”
Itu
benar, orang itu terlalu bebas ... dan baik. Jika aku ingin mengungkapkan orang
itu dalam kata-kata, Ia adalah orang yang hidup sesuai keinginannya.
Mungkin
karena masih pemula sebagai legenda urban, dalam beberapa minggu terakhir- dalam artian buruk atau baik- aku terpengaruh
sifat Akira, dan merubahku sedikit. Aku sendiri tidak yakin kalau itu yang disebut
pertumbuhan.
Tentu
saja, jika aku berpikir sebagai seorang hantu, sejak aku berbicara dengan orang
itu, mungkin aku mulai tumbuh menjadi lebih lemah.
Maksudku,
ketika aku memulai perjalanan ini, aku tidak pernah merasa sangat kesepian saat
di malam hari. Aku yakin kalau aku ingin menjadi Mary-san, dan perasaan itulah
yang menjadi penyemangatku untuk terus berjalan.
Tapi
sekarang, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda ... tentu saja, tidak ada yang
berubah dalam keinginanku untuk menjadi Mary-san. Tapi lebih dari itu, ini
seperti aku berjalan semata-mata untuk bisa membusungkan dada dan memberitahu
Akira, 'Aku melakukan hal yang terbaik
hari ini'. Ini seperti aku berjalan demi kebahagiaan yang kudapat atas pujian
yang dilontarkan darinya kepadaku.
...
Tinggal dua minggu lagi. Dua minggu adalah waktu yang cepat. Aku terus
berbincang-bincang dengan Akira, walau begitu, kalimat yang ingin aku sampaikan
padanya tak pernah terucap.
Usai
menyadari apa yang sedang aku pikirkan, aku mulai mendesah lagi.
uuuu
Aku
mendongak ke atas seraya berjalan di bawah langit di ambang kegelapan.
Langkah
demi langkah, semakin membawaku menjauh.
Saat
aku terus berjalan, lingkungan sekitar secara bertahap kian meredup.
Orang-orang
yang kutemui pun semakin sedikit. Satu-satunya suara yang bisa kudengar adalah
suara burung dan serangga dari hutan; suara gemerisik yang terbawa oleh angin; serta
suara mobil yang sesekali lewat ... itu semua berpadu menjadi satu.
Hembusan
angin hangat membawa semacam udara yang membuat seseorang menjadi suram, dan
wajahku mulai sedikit murung.
Karena
aku adalah seorang hantu, aku takkan pernah lelah tak peduli seberapa jauh aku
berjalan, dan tubuhku tidak bisa kotor. Aku pun tak butuh makan, dan aku yakin
di mana pun aku berada , aku mampu melanjutkan keberadaanku sendiri ......namun...
“...
Aku ingin mendengar suaranya.”
Aku
penasaran kenapa saat sendirian rasanya begitu sangat kesepian.
Perkataan
yang serius tersebut mendadak keluar dari lubuk hatiku, yang mana hal itu
membuatku panik dan langsung menutupi mulutku.
“Ti-Tidak
mungkin, tidak mungkin! Jika terus seperti ini, Ia pasti akan mengejekku lagi.”
Sekarang
adalah waktu yang tepat untuk melengkapi tubuhku dengan gaya seorang legenda
urban atau martabat, atau semacamnya. Bila hal tersebut terjadi, Akira mungkin
akan menertawakanku lagi.
Kugelengkan
kepalaku dan mendesah, jangan dipikirkan,
jangan dipikirkan, aku membaca mantra itu pada diriku sendiri, terus berjalan
dan terus dan terus ... Kemudian aku menyadari sesuatu.
...
Aku akan pergi dan menemui orang itu,tapi apa yang akan aku lakukan setelah itu?
Aku
akan menjadi Mary-san. Itu adalah sesuatu yang sudah diputuskan, aku tidak
punya niat untuk memikirkan kembali itu ... tapi apa?
Bagiku,
sekarang adalah waktu yang paling menyenangkan dalam hidupku, dan aku sudah merasa
sangat puas.
Kalau
begitu…… ketika aku tidak bisa lagi berbicara dengan orang itu, apa yang akan aku
lakukan?
“...
Memikirkan hal semacam ini pasti akan merepotkan pria itu juga.”
Aku
mencoba mengatakan kata-kata yang sangat jelas menyakitkan .
Maksudku,
aku yakin bahwa bagi orang itu, aku hanyalah secuil kenangan aneh di musim
panas . Di antara ratusan musim panas yang akan dia alami dalam kehidupan
manusia, sebuah singularitas belaka. Serpihan kenangan perlahan ...
kesampingkan waktu sekarang, bila diberi waktu, aku yakin kalau bagi orang itu,
hanya itu saja arti keberadaanku.
“...
tak perlu dikatakan.”
Tapi,….kata
“tapi” ini tidak mau menghilang dari kepalaku .
Aku
sudah pernah membicarakannya dengan Akira, tapi bagi seseorang yang dihantui oleh
keberadaan seperti diriku pada dasarnya adalah kejadian keji, bukan hal yang
baik sama sekali. Alasannya, seperti namanya, Anomali [Hantu/Legenda
perkotaan/Mitos] adalah hal-hal yang aneh dan tidak teratur.
Bagi
manusia, tanpa diragukan lagi bahwa keberadaan kami mempunyai banyak dampak
negatif daripada positifnya.
Misalnya,
sekarang, karena Akira berhubungan dengan orang seperti diriku, ia akhirnya
membuang-buang waktu sorenya ... tidak, saat aku menggunakan clairvoyance untuk melihat dirinya, Ia
selalu tidur atau membaca buku, jadi aku kurang yakin tentang hal itu.
Aku
tertawa kecil; Aku tahu kalau perjalananku masih panjang.
uuuu
Langkah demi langkah, terus
kujalani. Langit biru sudah berubah gelap gulita.
Sangat kabur dan tidak dapat diandalkan,
awan yang menggantung menghalangi cahaya bulan di jalan malam.
Aku penasaran apa yang sedang
Akira lakukan sekarang. Aku menahan diri untuk tidak mengintip dengan clairvoyance milikku.
....... karena jika tidak,
rasanya akan mengerikan bila ia sedang mandi atau semacamnya. Terakhir kali, aku
tidak sengaja mengintipnya saat ia sedang mandi. Tentu saja, aku langsung
memotong clairvoyance milikku, tapi
jantungku masih berdetak kencang, dan di hari berikutnya, aku canggung
berbicara dengannya. Aku tidak ingin mengulangi kesalahan itu lagi.
…... Tentu saja, tanpa perlu
dipertanyakan lagi, mengintip adalah tindakan yang tidak baik. Tapi bagian itu
merupakan hak istimewa Mary-san.
"... Mn."
Saat aku tengah memikirkan hal
semacam itu, angin kencang tiba-tiba bertiup. Angin yang menyedot panas dari
aspal terbungkus dalam kehangatan menindas, membuatku mendadak berhenti dan
memalingkan wajahku.
... Daftar produk untuk daftar
musim panas sebagai item populer, tapi apa mereka tidak bisa melakukan sesuatu
tentang ini? Mustahil bagiku untuk terus berjalan di bawah cuaca yang manas ,
dan aku tidak berkeringat juga, walau begitu, yang namanya panas tetap saja
panas. Dalam hal bidang itu, seperti yang aku pikir, ini pasti ketidakdewasaanku sebagai Hantu yang setengah-setengah.
Aku mendesah saat aku mulai
berjalan lagi.
Pada saat yang sama. Aku
mengira jantungku akan berhenti.
“Eeeehh!?”
... Apa itu ... mata? Dua titik
cahaya hijau yang kecil mengambang di dalam kegelapan. Cahaya tersebut
seakan-akan menatap lurus ke arahku.
“... A-Ada apa ya? Apa kamu
perlu sesuatu dariku?”
Bahkan jika aku bergerak
sedikit ke samping, mata itu terus menatapku.
Bahkan saat aku mencoba melompat-lompat,
mereka menatapku.
Bahkan ketika aku mencoba
menghapus hawa kehadirank, mereka menatapku.
“A-Apa yang harus aku lakukan
... mata? Hantu?”
Tak diragukan lagi keberadaan
yang hanya matanya saja pasti seorang hantu. Tapi, apa ada hantu yang seperti
itu ...?
Saat aku memikirkan itu dan
mengamatinya, keberadaan tersebut menunjukkan wujud aslinya.
“Ini cuma kucing ...”
Aku menunduk dengan kekecewaan.
... Wujud asli dari mata itu
adalah seekor kucing hitam. Jenis kucing yang mudah di abaikan, tubuhnya yang
hitam mengkilap layaknya warna malam.
“Aku harus menguatkan diriku
sendiri ...”
Aku ingin memegangi kepalaku.
Tidak peduli seberapa keras aku
menekankan bagian trainee, aku masih
seorang legenda urban. Bagiku untuk menyalahpahami kucing sebagai semacam hantu,
seberapa kurang dewasanya aku? Aku bahkan memiliki clairvoyance, kemampuan khusus untuk melihat.
... Jika kamu mau alasanku,
ketika terkejut, reaksi manusia, Baik legenda urban atau hewan tidak ada
bedanya. Ya, ayo lita berikan alasanitu saja.
“Jalan-jalan malam? Warnamu ini
gelap gulita, jadi kamu harus berhati-hati supaya tidak ditabrak mobil.”
Aku berjongkok dan mengelus
kucing tersebut.
Entah kucing ini memahami
perkataanku atau tidak.
Dan mungkin karena sudah tak
tertarik padaku, kucing ini mulai menggunakan kaki depannya untuk membersihkan
wajahnya. Setelah itu, unaa, menguap, dan membuat suara gemuruh di
tenggorokannya.
... Saat aku melihat fenomena
seperti itu, pertanyaan tertentu muncul di dalam benakku.
Mungkin. cuma kemungkinan.
... Mungkinkah makhluk hidup
yang paling lucu di dunia adalah makhluk yang disebut kucing ini?
“… Nyaa.”
Aku mencoba menirunya. Unaa? Dia mendengkur dan memiringkan
kepala.
Aku langsung memetik rumput
liar yang tumbuh di dekat kakiku dan menyajikannya di depan Miss Kucing.
Aku mengayunkan rumput itu di
depan Miss. Kucing dan dia mengejarnya
dengan wajah seolah-olah dia tidak memiliki apa-apa di pikirannya.
... Lu-Lucunya.
Kepalanya ikut bergerak ke kiri
dan ke kanan, dan sekarang, dia mengangkat satu kaki untuk membuat pukulan
kucing.
Jika aku mencoba bergerak lebih
dekat atau lebih jauh, dia mencoba meninju saat dalam jangkauannya, lalu
terkadang terjatuh loyo saat aku melemparkannya, dan menarik kaki depannya
seakan-akan dia telah tersesat.
Saat aku menambah rumputnyaa,
mata kucing tidak bisa lagi mengejar saat memutar-mutarkan. Gagal saat dia mencoba
untuk menangkapnya dengan kedua kakinya, posisi dia saat dai tersungkur ke
tanah adalah adegan yang sangat menenangkan hati.
“......... ♡”
Setelah keheningan sejenak,
tiba-tiba aku kembali ke alam sadarku.
... Sudah berapa menit yang
kuhabiskan di tempat ini?
“... Ti-Tidak boleh begini,
tidak boleh begini! Aku akan menjadi Mary-san! Aku tidak bisa disesatkan, aku
harus bergerak maju!”
Aku menyemangati diri sendiri
dan mengurungkan keinginanku untuk bermain dengan kucing.
Aku akan berjalan. berjalan dan
terus berjalan, lalu membuat Akira memujiku lagi besok.
Aku berdiri, lalu berjongkok
lagi untuk berbicara dengan Ms. Kucing.
“Aku minta maaf karena tidak
punya apa-apa untuk memberimu makan. Tapi terima kasih sudah bermain denganku ...
jika kita bertemu lagi, ayo kita bersenang-senang lagi nanti, oke?”
Ucapku begitu dan mencoba untuk
mengelus kepalanya, tapi Ms. Kucing langsung cepat melarikan diri ke samping
dan pergi.
... Tampaknya kontak fisik adalah
hal yang mustahil.
Merasa sedikit kesepian, aku
langsung berdiri lagi.
Sekarang kembali ke perjalanan.
Jarak yang tersisa hanya tinggal kurang dari seribu kilometer lagi, aku akan
menempuhnya dengan berjalan lagi.
Saat aku berpikir begitu, aku
tertegun.
... Mataku terbuka lebar.
Di jalan tepat di sampingku,
artinya, arah kucing itu pergi beberapa saat yang lalu. Dari belakangku, sebuah
mobil datang dengan kecepatan yang luar biasa.
“... - !?”
Aku menjerit keras.
Di tengah jalan, tubuh kucing itu
berdiri kaku karena terkejut, tepat di jalan dimana mobil melaju kencang.
Apa karena warna dari kucingnya?
Orang yang mengemudi mobil tidak dapat melihatnya, dan tdak menunjukkan tanda-tanda
untuk menuruni kecepatan.
Tinggal beberapa detik lagi.
Aku yakin Miss. Kucing akan langung menghindar dari jalan.
... Jadi pada saat itu, aku
tidak memiliki satu pikiran di pikiranku.
Dengan pemikiran yang kosong kecuali
melihat adegan kematian Miss. Kucing.
... Hanya karena pikiran itu,
aku langsung melompat ke tengah jalan.
uuuu
“... Dasar anak bodoh, lain
kali hati-hati kalau jalan!”
Usai mengucapkan kekesalan,
mobil tersebut pergi dengan momentum yang sama saat mobil tersebut datang.
Aku hanya bisa menatap mobil yang
mulai menjauh dalam keadaan linglung.
Setelah beberapa detik berlalu,
aku kembali tersadar.
Tubuhku ambruk ke sisi jalan.
Dalam pelukanku, si kucing mendesis dan menggeliat berusaha untuk keluar.
Kelihatannya ... aku berhasil tepat
waktu, dan baik aku maupun Miss. kucing
akhirnya tidak tertabrak.
Tubuhku tiba-tiba menjadi lemas.
… Aku takut. Aku benar-benar
takut.
Aku ini hantu, aku ragu kalau aku
akan mati. Tapi emosi yang aku rasakan saat aku melompat ke depan mobil itu
tidak diragukan lagi adalah emosi yang belum pernah kurasakan sebelumnya …....
ini adalah rasa takut.
Melompat keluar dari tanganku yang
sedang dalam keadaan linglung, si kucing melarikan diri.
Dari langkahnya, tampaknya dia tidak
terluka. Aku lega itu bukan sesuatu yang serius.
Jika sedetik saja, sedetik
terlambat, aku pasti takkan berhasil.
“... Jangan main-main ke tengah
jalan lagi.”
Saaat aku memperingati kepada
kucing yang sudah lama melarikan diri ke semak rumput, nyaa, balasnya kembali. Balasan samar seperti itu membuat pikiranku
menjadi tenang. Kuharap dia benar-benar mendengarnya dan berhati-hati di waktu
berikutnya.
Bayangan kucing menghilang ke
semak-semak, meninggalkanku sendirian. Seolah-olah apa yang barusan terjadi
hanyalah ilusi belaka, hanya sebuah malam di musim panas yang kembali hening
nan sunyi.
"… Syukurlah."
Gumamku tanpa sadar.
Tak peduli bagaimana ini terjadi,
aku berhasil menyelamatkan satu kehidupan yang akan segera menghilang di depan
mataku. Paling tidak, aku sendiri bangga akan hal itu.
Aku menepuk-nepuk kotoran dipakaianku
seraya berdiri. Lalu, aku mengambil napas dalam-dalam.
Ketidaknyamanan yang kurasakan
seakan-akan tercabut dari tubuh setiap kali aku mengambil napas. Beberapa puluh
detik berikutnya, goresan dan memar yang ada di badanku menghilang, aku
benar-benar sembuh.
... Apa yang baru saja menutupi
seluruh tubuhku adalah sensasi yang begitu sulit untuk mengungkapkan. Sensasi
tersebut membuatku ingin menangis. Aku yakin kalau itu adalah hal yang
dinamakan, 'Sakit'.
Beberapa saat berlalu tanpa aku
bisa memikirkan apa-apa. Setelah beberapa menit, kepalaku akhirnya mulai
berfungsi dengan baik.
“... Aku harus mulai berjalan.
Aku sedang di tengah-tengah ... perjalanan ... ini bukan tempat untuk membuang
waktuku.”
Aku yakin aku berpikir begitu
supaya aku mencoba untuk mulai berjalan.
Angkat kakiku sedikit, memindahkannya
ke depan, mengarahkan pusat gravitasi tubuhku ke depan, dan menggunakan
kekuatan untuk menggerakkan kakiku yang lain. Ulangi ... ini sederhana, gerakan
yang sangat sederhana sekali. Untuk anak-anak kecil di TK, berjalan kaki adalah
sesuatu yang mudah mereka lakukan.
Namun ......entah kenapa, aku
tidak bisa bergerak.
“... Eh?”
Gerakan mengangkat kakiku
sedikit dan melangkah maju.
... Aku tidak bisa melakukan
hal yang sederhana itu. Aku terpaku seakan-akan aku tertancap di tempat ini.
Aku tidak bisa menggerakkan
satu langkah sedikit pun.
“... ini pasti .......bercanda
. Mungkin, aku hanya sedikit lelah karena berjalan, jadi aku mengucapkan
candaan untuk mengalihkan perhatianku.”
Aku mengatakan hal seperti itu,
menekankan kata “kelelahan” yang tak pernah dirasakan oleh seorang legenda urban,
dan mencoba membuat kaki tak bergerakku sebagai kebohongan.
Namun, meski aku melakukan itu,
kakiku tetap tidak mau bergerak. Selangkah pun tidak, bukan, jangankan
sekangkah, bahkan setengah langkah pun rasanya mustahil.
Aku coba mulai dari kaki kiri,
bukan dari kaki kanan. Seperti yang diduga, kakiku terasa berat seolah-olah
terbuat dari timah, bahkan setengah centimeter
pun tidak.
"Mengapa. Mengapa kakiku tak
bisa bergerak ...?”
Aku bertanya pada kegelapan
tanpa ada siapapun yang menjawab.
Tentu saja, tidak ada jawaban
yang datang.
... Kalau begitu, siapa yang
tau jawaban dari pertanyaan itu?
“Aku tidak ... berpikir itu
...”
Tanpa aku sadari, mulutku mulai
berbicara sendiri.
“Aku tidak memikirkan itu. Aku
tidak memikirkan itu. Aku tidak memikirkan hal seperti itu sama sekali. Aku
tidak mempertimbangkan hal seperti itu. Aku tidak berpikir apa yang sudah
kuputaskan untuk diriku sendiri adalah sebuah kebohongan. Aku……"
... Aku harus berhenti
berbicara.
Namun mulutku masih melanjutkan
kata-kata hatiku.
“...... Aku tak berpikir kalau aku tidak ingin
berjalan lagi.”
... Usai kata-kata tersebut
terucap, aku jatuh tak berdaya di atas tanah. Permukaan kasar jalan terasa
seperti kejadian dari dunia yang jauh.
“... Maksudku, aku memutuskan
untuk menjadi Mary-san.”
Ting.
Saat aku memikirkan itu,
sensasi yang baru pertama kali kurasakan….... rasa sakit mulai menghinggapi
lagi.
Tong.
Saat aku menyadari hal
tersebut, Emosi yang kurasakan pertama kali ... rasa takut mulai datang kembali.
“... -!”
Tubuhku gemetaran.
Tidak peduli apapun yang
kulakukan untuk menghentikan gemetar ini, semuanya tak berhasil.
Mengapa.
Jawaban untuk pertanyaan yang
keluar dari bibirku sendiri.
“... Aku memiliki rasa sakit.
Aku takut ....”
Jika aku tidak menyelamatkan
kucing tadi, apa yang akan terjadi nanti?
“Dia pasti akan tertabrak …....
dan mati.”
Fakta yang sangat jelas
tersebut diam-diam terucap dari bibirku.
Aku tidak tahan. Aku tidak
mampu berdiri.
Tanpa perlu dikatakan, tubuhku sudah
menolak ide untuk bergerak dari sini.
“~~~~ -!”
Kepalaku terasa seperti akan
terbelah.
Maksudku, berkat senyuman paman.
Itu sebabnya aku ingin menjadi Mary-san. Namun, Miss. Kucing tiba-tiba di ambang kematian. Artinya, kematian
seseorang yang tidak adil dan tidak wajar adalah kejadian yang jelas. Tapi aku
tidak tahu sesuatu begitu nyata sampai saat ini. Meski begitu, aku yang ingin
menjadi legenda urban di bawah gagasan yang sembarangan kalau aku mungkin bisa
menolong seseorang. Mempercayai hal tersebut begitu lama, aku terus
melangkahkan kaki ke depan. Namun mengetahui fakta tersebut di akhir, apa yang
aku takutkan adalah...
"… Aku…"
Saat aku berkata begitu, rasa
sakit di kepalaku mulai samar-samar mereda.
Aku mendesah keras, dan
mengambil napas dalam-dalam.
Dalam pola pikir yang meleleh
ini, hanya sensasi udara hangat nan lembab yang merembes ke dalam tubuhku saja
yang terasa jelas dan pasti untukku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa
yang harus aku lakukan? Aku bahkan tidak tahu lagi ...
... Dan itulah mengapa aku
membuat panggilan ke orang itu.
Tags:
Short Story