Chapter 09 – Apa hobimu, Senpai?
uSudut Pandang si Senpai u
Senin
pagi kembali tiba di minggu ini.
Ehh
... Mungkin menggunakan kata “kembali” terasa agak aneh. Karena Senin lalu
adalah hari libur nasional, aku benar-benar dimanjakan oleh keramahan hari itu.
Ahh,
aku males buat bangun ...
Tapi,
meski aku terus berpikiran seperti itu, waktu akan terus berjalan tanpa
berhenti. Arus sungai yang mengalir takkan pernah berhenti mengalir. Ah,
puisi itu bukan karya Saigyo, atau Sesshu Toyou... err, itu Kamo no Choumei . Menit
ini dan detik ini takkan pernah kembali lagi.
Apa
yang ingin kukatakan ialah, jika aku membiarkan kebahagiaan berbaring di kasur
pergi sekarang, aku takkan bisa merasakan “Kebahagiaan berbaring di tempat tidur
pada 25 September 2017, Senin pagi”
lagi.
Kesimpulannya,
aku masih mengantuk.
Setelah
terbiasa dengan beberapa alarm pada smartphone-ku, aku sekarang bisa
mematikannya tanpa melihat layar. Aku hanya memeriksa layar untuk
mengkonfirmasi batas waktu bangunku untuk berjaga-jaga.
Tetapi
belakangan ini, itu menjadi tidak perlu lagi.
Maharun♪:Senpai, pagi yang bahagia!
Aku
tak pernah memberi tahu Kouhai-chan alamat rumahku, jadi aku percaya ini hanya
kebetulan. Namun, waktu ketika Kouhai-chan mengirimiku pesan LINE di pagi
hari benar-benar tepat pada batas waktuku.
Aku
tidak pernah melihat seseorang menggunakan salam “Pagi
yang bahagia”. Baiklah. Ayo bangun sekarang ...
uSudut
Pandang si Kouhai u
Setelah
akhir pekan berakhir, hari Senin akhirnya tiba.
Senpai
yang tidak kulihat selama sehari memiliki rambut acak-acakan seperti
biasa. Aku penasaran apakah orang ini tak punya kebiasaan merapihkan
rambutnya setiap hari.
“Selamat
pagi, Senpai”
“Oh. kau
tidak menggunakan “pagi yang bahagia” di
sini, ya. “
“Apa?!
jadi kamu membaca pesanku, ya. Senpai bisa saja membalas LINE-ku.”
“Sudah
kubilang, itu merepotkan.”
“Ya
ya.”
Pada
pagi hari, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengirimnya pesan LINE
sebagai panggilan bangun setiap hari pada waktu yang tetap, tapi Senpai tidak
membalas pesanku. Mungkin itu karena dia pertama kali bilang kepadaku
kalau itu “merepotkan”?
Bagaimanapun,
Senpai adalah tipe orang yang bertanggung jawab atas apa yang dIa katakan.
Nah
sekarang.
Pembicaraan
seperti apa yang akan aku lakukan dengan Senpai hari ini?
uSudut
Pandang si Senpai u
Setelah
mengamankan posisinya yang biasa, Kouhai-chan mulai berbicara.
“Oke,
aku sudah memutuskan. Ini adalah “pertanyaan hari ini”
dariku. Senpai, apa hobimu?”
Hobi? Hobi,
ya ...hmmm….
Pada
sesuatu seperti lembaran murid yang diserahkan ke sekolah, akan selalu ada
bagian untuk menulis “hobi / keterampilan khusus”,
tapi aku selalu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengisi bagian itu.
Alasannya
sendiri agak rumit, tapi alasan terbesarnya adalah karena sebagian besar hobiku
adalah yang paling tidak menarik untuk ditulis pada bagian itu.
“Seperti
yang kupikirkan, mungkin membaca?”
“Membosanan
sekali. Tolong kasih tahu hobi lain yang lebih menarik.”
Seperti
bagaimana tanggapan Kouhai-chan, aku juga merasa kalau hobi yang terlalu sulit
untuk ditulis adalah “membaca”. Jika
aku cuma membaca misteri, atau fiksi ilmiah, atau bahkan novel ringan dan genre
tertentu lainnya, itu bisa menjadi bahan untuk percakapan, tetapi sayangnya, aku
ini seorang omnivora. Tipe pembaca yang “Aku akan membaca apa saja jika itu
menarik”.
Hobiku
berikutnya setelah mengecualikan “membaca”
seharusnya adalah ini, tapi hobi ini rasanya sangat sulit untuk ditulis dalam
catatan murid.
“Lalu,
bermain gim. Video gim.”
“Itu
terlalu payah.”
“Saat
ini aku akan menjadi cumi-cumi dan membunuh salmons tanpa henti.”
“Memangnya
gim macam apa itu?”
“Ini
adalah gim menembak Nintendo yang populer, apa kau tidak tahu itu ?.”
“Haa
...”
Baik
itu lelucon atau bukan, sulit untuk mengatakan bahwa “Hobiku adalah bermain video gim!”Di tempat umum. Bukannya aku
ragu untuk mengatakan itu sendiri, tapi aku tidak bisa disukai karena itu.
“Ngomong-ngomong,
Senpai, apa kamu tahu tentang awal dari Nintendo?”
“Mereka
dulunya perusahaan kartu Hanafuda, ‘kan? Aku tahu, aku tahu.”
(TN: Yang ngga tau Hanafuda, mending
nonton anime Chihayafuru deh, dijamin seru :v)
“Setidaknya,
tolong biarkan aku menyelesaikan perkataanku ...”
Tiba-tiba
aku mengingat sesuatu setelah berbicara dengan Kouhai-chan.
“Ah,
aku juga suka menonton acara kuis di televisi.”
“Lagipula,
Senpai
tahu banyak hal sepele seperti barusan. Aku bisa membayangkan kalau Senpai
membuat wajah sombong di depan orang tuamu setelah menjawab lebih cepat dari
pemain di televisi.”
“Bagaimana
kau bisa tahu? Dan jangan bilang itu sepele!”
“Tepat
sasaran…? Yah, aku agak bisa membayangkannya.”
“Eh,
apa aku benar-benar karakter yang terus memamerkan pengetahuanku sendiri?”
“Ketimbang
itu, kurasa Senpai lebih seperti seseorang yang benci namanya kekalahan.”
Disaat
dia mengatakan kalimat ini, aku merasa kalau kabut di pikiranku entah bagaimana
langsung lenyap.
Apa
yang barusan dia katakan?
Dengan
bunyi gedebuk, aku merasa seperti aku setuju dengan masukannya, seperti aku
memberikan persetujuanku pada label itu.
Persetujuan?
“…Senpai?”
“Ah
maaf. Aku cuma terkejut.”
“Terkejut?”
“Mungkin
lebih seperti aku mencapai pemahaman? Ngomong-ngomong, aku memang benci yang
namanya kalah.”
Ketika
aku mengatakannya sendiri, aku tersadar.
Jika
orang lain mengatakan kepadaku kalau aku adalah orang yang ngga mau kalah, dan aku
menerimanya begitu saja, jadi, bagian manakah dari diriku yang “ngga mau kalah”?
“......
Mungkin aku ngga mau kalah, aku sendiri tidak yakin ...”
“Ya
ya.”
Bagaimanapun
juga.
Aku
mendapat satu info lagi yang bisa kutulis pada catatan murid.
“Aku
benci kalah, dan aku akan membangkitkan kegigihanku apa pun”,
atau sesuatu seperti itu.
uSudut
Pandang si Kouhai u
“Lalu,
apa hobi Kouhai-chan? Itu adalah “pertanyaan hari ini” dariku.”
Sebenarnya,
aku punya banyak hobi, tetapi karena ini adalah “pertanyaan hari ini”,
aku tidak punya pilihan selain menjawab ini dengan jujur.
“Hobiku
adalah mengamati manusia.”
Aku
pikir semua hobi di dunia ini memiliki unsur “pengamatan manusia” dengan
caranya tersendiri.
Bahkan
hobi ini adalah salah satu akar pendapatku.
“
Mengamati manusia? Maksudmu memonitoring?”
“Itu
sih acara televisi.”
“Apa
ini berbeda?”
Mungkin.
“Aku
pikir ini berbeda. Sebenarnya, aku belum pernah melihat acara TV itu, aku
tidak tahu.”
“Oi….
oi ...”
Ekspresi
Senpai menyatakan kalau Ia tidak mengerti sama sekali.
“Daripada
penampilan mereka, kupikir aku lebih tertarik mengamati perasaan batin
mereka. Aku ingin tahu apa yang orang lain pikirkan dan rasakan ketika
mereka menghadapi situasi yang sama sepertaku.”
Senpai
mengedipkan matanya beberapa kali, dengan ekspresi seolah-olah Ia mengerti,
namun masih belum paham.
“Jadi
kau mengamatiku? Seekor kelinci percobaan? Subjek percobaan?”
“Eksperimen
macam apa itu?”
“Eksperimen
dan observasi tentang apa yang akan terjadi jika seorang gadis ceria mendekati
anak laki-laki SMA yang suram?”
Jadi
Ia menyadari kalau aku sangat aktif mendekatinya. Seperti yang diharapkan
dari Senpai.
“Kurasa
tidak salah juga, sih.”
“Oi.”
“Tapi,
Senpai, kamu tidak benar-benar membencinya, ‘kan? Jika memang benar-benar
membencinya, Kamu seharusnya sudah melarikan diri ke suatu tempat dariku
sekarang.”
“Itu
karena kau menguntitku dari awal.”
“Yang
berlalu biarlah berlalu, masa sekarang ya masa sekarang. Juga ー ー”
Juga.......
“Tapi
aku tak berpikir kalau Senpai adalah orang yang suram? Sebaliknya, aku
pikir kamu adalah orang yang sangat menarik.”
Tinggal
satu dorongan lagi.
Setelah
sudah mengobrol sejauh ini, jika aku mengatakannya sekarang secara alami, aku
bisa mengabaikannya nanti, ‘kan?
“Aku
menyukaimu, senpai.”
Hal
yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor ⑨
Sepertinya,
Ia tidak suka kalah, terlepas dari penampilannya.
Ehhhhhh?!!! Gak nyangka banget dong Kouhai-chan bakal ngomong gini.
BalasHapusDan ya Aku pun tak berpikir kalau akan berlanjut ke tingkat seperti ini xD