“Hei, Haru-kun, ini untukmu——”
Orang yang memberikan sesuatu padaku dengan senyuman
adalah adik perempuanku, Natsuna.
Dia memegang sangkar hijau di tangan kecilnya, dengan
kumbang di dalamnya.
Ini terjadi saat aku di kelas tiga SD.
Saat itu, hal yang populer bukanlah permainan video atau
permainan kartu kolektif, tapi menangkap serangga.
Saat itu, siapa pun yang punya kumbang besar yang
terlihat keren akan langsung populer, tetapi selalu teman-temanku yang
menangkapnya. Aku bisa mengingat dengan baik bahwa aku tidak bisa
menangkap satu pun.
“Bagaimana dengan itu?”
“Aku pikir kamu mungkin menyukainya, Haru-kun, jadi aku
menangkapnya.”
Balas Natsuna dengan sangat gembira. Lengan rampingnya
mengalami lecet dimana-mana.
Dia lebih ceria ketimbang kebanyakan anak laki-laki, dan
sering suka bermain sepak bola dan bola basket dengan mereka, tapi dia hampir tak
pernah terluka, terutama karena dia memahami konsep-konsep olahraga. Dan,
dia sangat baik kepada ibu karena ibu selalu khawatir kalau dia, seorang gadis,
mudah terluka.
Hari ini terlihat berbeda. Jarang-jarang melihat
Natsuna terluka.
Dia terluka karena diriku, dan karena itu, hidungku
sedikit gatal.
“Rasanya sakit, ‘kan?”
Dengan lembut aku menyentuh luka di wajah
Natsuna. Dia secara naluriah menutup matanya, tetapi dia menggelengkan
kepalanya.
“Tidak apa-apa. Ini tidak sakit, kok. ”
“Baru terasa saat basah pas mandi.”
“Aku akan menahannya.”
“Hey, Natsuna.”
“Hm?”
“Terima kasih.”
Aku berterima kasih pada Natsuna, menyentuh
kepalanya. Suara rambutnya halus dan lembut, dengan sedikit wangi. Kami
menggunakan sampo yang sama, tetapi mengapa baunya bisa berbeda?
Jadi aku membelai rambutnya dengan lembut, menyebabkan
suara yang lembut dan gemerisik. Dia menunjukkan senyum pusing.
“Ehehe. Aku suka saat kamu mengelus kepalaku seperti
ini, Haru-kun. ”
“Sungguh?”
“Bisakah kamu terus menggosok kepalaku di masa depan
nanti?”
Melihat adik perempuanku mengajukan pertanyaan ini dengan
sangat polos, aku mengangguk sambil meringis.
“Tentu, jika kau jadi anak baik, Natsuna.”
Bahkan sejak itu, apa pun yang terjadi, Natsuna akan
menjulurkan kepalanya, dan aku akan mengelus kepalanya. Ini berakhir jadi
kebiasaan burukku. Setiap kali aku melamun, aku akan mengelus kepala siapa
saja, bukan hanya Natsuna. Seperti misalnya, temanku Akane.
Dan sekarang juga——
“Ini, Yoshi-kun, untukmu. Kamu sudah bekerja keras
hari ini. Inilah hasilnya.”
Yuki memberiku jus.
Kata-katanya yang dibuat dengan cermat tampak megah, tapi
aku tidak membencinya. Dia tampak senang ketika mengatakan ini, wajahnya sedikit
gembira, agak mirip dengan wajah yang dibuat Natsuna muda.
Tentunya inilah alasannya.
Aku benar-benar tidak punya pikiran yang aneh-aneh di
pikiranku, tetapi tubuhku tidak menuruti ketika aku mengulurkan tanganku ke
arah Yuki. Tangan itu berhenti di udara, tidak menyentuh
rambutnya. Perasaan ingin menyentuh Yuki bertentangan dengan perasaan yang
seharusnya tidak kulakukan, membuat kesalahan.
Ini adalah pertama kalinya ini terjadi padaku, dan aku terkejut,
terganggu oleh perasaanku sendiri.
“Ada apa, Yoshi-kun?”
Yuki memiringkan kepalanya, menatapku. Pada saat
ini, dorongan untuk menyentuh Yuki membuatku kewalahan, tetapi aku melakukan
yang terbaik untuk menahannya. Kami baru saja bertemu satu sama lain
beberapa hari yang lalu.
“Tidak apa-apa. Maaf. Aku pikir di rambutmu ada
daun atau sesuatu, tapi tampaknya aku salah lihat.”
Aku membuat alasan, dan menerima jus dari Yuki. Aku
bisa merasakan dingin, perasaan tanpa cinta, sementara hatiku berpikir, ini
bukan.
Apakah suatu hari telapak tanganku akan menemukan tempat
yang seharusnya?
Dalam waktu dekat (dekat masa lalu), aku akan menemukan
jawaban itu.