Chapter 25 – Apa hewan kesukaanmu, Kouhai-chan?
u Sudut Pandang si Senpai u
Hari Rabu seharusnya
menjadi hari yang ada di tengah-tengah dalam sepekan, tapi minggu ini sedikit istimewa,
karena Senin kemarin adalah hari libur. Setelah hari ini berakhir,
akhirnya akan menjadi hari tengah minggu.
Menjadi pelajar
memang sulit.
“Selamat pagi.”
“Ahh, pagi.”
“Ming Ming Sel Rab Kam
Jum Sab…”
“Senpai lagi
kerasukan apa sih mendadak meneriakan nama-nama hari? Terus, hari Seninnya ketinggalan
tau.”
“Ini tentang minggu
ini.”
“Ah, tapi karena
kemarin libur nasional, bukankah lebih baik menyebutnya Ming Lib Sel Rab?”
“Baik, baik. Itu
masih mending daripada Sen Sen Sel Rab Kam Jum.”
“Apa itu?”
Astaga. Kau
tidak tahu?
Ketika aku hendak
menjelaskannya kepadanya, aku sadar. Aku hanya tahu liriknya, bukan
detailnya.
“Sepertinya pada jaman
perang, ada lagu seperti ini untuk membuat orang bekerja setiap hari.” (TN : 月月火水木金金, Merujuk pada lagu ini: https://youtu.be/fFJYSHnMM6Q )
“Pada waktu itu,
negara ini adalah perusahaan gelap, ya. Atau lebih tepatnya negara gelap?”
“Ini tidak lucu, jadi
hentikan.”
Aku merasa kalau
kata-katanya terdengar kejam.
“Hei, bukankah kau
pikir rasanya bakal menyenangkan untuk memiliki sesuatu seperti Ming Ming Ming
Ming Ming Sab Ming sesekali?”
“Senpai, bukannya itu
sudah terjadi pada liburan musim panas atau musim dingin?”
“Kau ada benarnya
juga…”
Kalau dipikir lagi,
memang hal itu terjadi pada masa liburan panjang.
“Senpai, kamu pasti di
rumah terus, ‘kan?”
Guh ...
Aku tidak bisa
menyangkalnya.
“Eh, Senpai?”
Kouhai-chan tersenyum
jahat, dan mendekatiku.
“Terlalu dekat,
terlalu dekat, terlalu dekat”
“Ngga masalah ‘kan,
kamu takkan menjadi lebih kurus karena dekat denganku ー”
“Bukankah dialog kita
malah kebalik?”
Dia mengabaikan
bantahanku.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku akan menyeretmu
keluar pada liburan musim dingin
mendatang, Senpai!
Itulah yang
kugumamkan di dalam hati, tapi aku bersumpah pada diriku sendiri.
Kereta pun tiba, dan
kami menempati posisi kami yang biasa.
Apa yang harus kami
bicarakan hari ini?
“Fuu. Apa aku
boleh mengajukan pertanyaan lebih dulu?”
Oh tumben. Atau
mungkin, sudah cukup lama.
Sudah berapa lama
sejak senpai bertanya duluan? Apa sekitar dua minggu?
Akhir-akhir ini Senpai
lebih aktif terlibat dalam percakapan, tetapi pertanyaannya sendiri sebagian
besar datang dariku terlebih dahulu.
“Iya, silahkan saja.”
“Kalau begitu,『 pertanyaan hari ini 』dariku. Apa hewan
favoritmu?”
Karena Ia menanyakan
itu, aku tak punya pilihan selain menjawabnya dengan ini. Karena janjinya
adalah untuk menjawab dengan jujur, jadi mau gimana lagi.
“Manusia.”
“Manusia? Maksudmu
homo sapiens?”
“Iya.”
“Ini bukan untuk
individual tertentu?”
Apa yang kamu
tanyakan sekarang, senpai?
“Yah, tentu saja aku
menyayangi keluargaku, tapi bukan tentang itu. Aku menyukai mereka sebagai
subjek.”
“Haa ...”
“Ini sudah menjadi
fakta, tetapi manusia memiliki sirkuit pemikiran yang sama denganku,
kan? Karena manusia adalah makhluk yang bertindak menggunakan logika, rasanya
sangat menarik untuk mengamatinya.”
“Ah, seperti yang kuduga,
itu alasannya, ya?”
“Iya. Sangat
menarik ketika aku berpikir tentang apa yang akan terjadi jika itu aku, atau
tentang perspektif dan lingkungan orang lain.”
“Meski kau menjelaskan
itu kepadaku, jujur saja aku masih
tidak mengerti.”
Karena senpai tidak
punya hobi mengamati manusia, wajar saja jika Ia tidak mengerti.
“Bagaimana dengan
binatang yang bisa kau miliki sebagai hewan peliharaan?”
“Nn, bingung.”
“Oh, tidak bisa
menjawabnya?”
“Bukankah efek 『 pertanyaan hari ini 』 sudah berakhir
sekarang?”
“Uwahhh ...”
“Aku bercanda kok. Tolong
jangan khawatir.”
Tapi aku juga jujur kalau aku tidak bisa menjawabnya
langsung.
“Aku tidak terlalu
suka binatang peliharaan semacam itu.”
“Aku pikir para gadis
memiliki gambaran seperti itu di mana mereka akan berlari ke arah binatang
sambil berteriak『 Kyaa ー ☆ Lucunya !!! 』atau sesuatu seperti
itu.”
“Stereotip macam apa
itu? Aku bahkan tidak mau menyentuh anjing dan kucing sekalipun.”
“Kau nanti tidak bisa
bergaul dengan para gadis-gadis. Apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan bilang kalau
aku alergi.”
“Begitu ya. Tapi
sangat disayangkan, padahal mereka sangat imut.”
“Apa mereka benar-benar
lucu?”
“Ya, imut.”
Saat aku mendengar
senpai berkata "Imut",
jantungku berdetak sangat kencang, dan aku merasa pahit.
“Tapi kupikir kalau aku
lebih manis daripada kucing.”
Itu sebabnya, ini
adalah balas dendamku.
“Kau ini…!”
Karena wajah senpai
juga ikut memerah, semuanya baik-baik saja.
u Sudut Pandang si Senpai u
Tolong berhenti
memberiku serangan mendadak!
“Nn, sejak awal,
mungkin aku takut pada hal-hal yang terlalu sulit untuk diprediksi.”
Kouhai-chan terus
melanjutkan pembicaraan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
“Apa maksudmu?”
“Manusia kebanyakan
cerdas, jadi kita kebanyakan bisa memprediksi bagaimana mereka akan bertindak,
kan?”
Ya, dia
benar. Mana mungkin ada orang yang mendadak melepas pakaian mereka di
kereta, melakukan headstand, dan
bergerak melewati orang lain dari gerbong pertama sampai gerbong kedelapan.
“Dan, jika mereka bisa
diprediksi, mereka takkan menyakiti orang lain, terutama diriku sendiri, ‘kan?”
“Lalu bagaimana dengan
kasus penyerang acak?”
“Kejadian seperti itu
sangat langka. Di sisi lain, hewan peliharaan gampang mengamuk,
bukan? Jika mereka ingin menggigit, mereka pasti akan menggigit,
bukan? Bukannya itu akan membuat seseorang terluka? Aku pikir itulah
yang tidak aku inginkan terjadi.”
“Apa kau pernah
digigit? Mungkin caramu mengelus salah?”
Jadi sepertinya dia
tahu bagaimana berinteraksi dengan orang, tetapi tidak dengan binatang.
“Katakan saja aku akan
setelah berinteraksi dengan mereka. Lagi pula, aku tidak suka apapun yang
tidak dapat diprediksi.”
“Hmmm”
Lain kali, ayo kita
buat dia mencoba mengelus mereka. Bulu mereka benar-benar terasa lembut
saat disentuh, rasanya akan sia-sia jika dia tidak mengalaminya.
“Kalau begitu,
sekarang giliranku. Aku akan mengembalikan 『 pertanyaan hari ini 』. Senpai, binatang
seperti apa yang kamu suka?”
Yah, malah berakhir
seperti ini, ya.
“Kurasa kucing. Aku
juga mengelus mereka setiap pagi.”
“Apa itu kucing
tetangga senpai?”
“Ya.”
Ketika aku membelai
area tenggorokannya, mereka akan menyipitkan mata dan mendengkur seolah-olah
merasa sangat nyaman. Sangat lucu.
“Bukannya itu
membosankan kalau cuman itu saja? Tolong beritahu aku yang lain.”
“Yang lain? Kau
benar-benar meminta yang tidak masuk akal.”
Yang lain, ya.
“Saat aku pergi ke
Australia, aku memegang koala.”
“Jika itu koala, aku
mungkin akan berpikir kalau mereka lucu.”
Dia harus segera menghancurkan
ilusi itu.
“Koala selalu hidup di
pohon, ‘kan?”
“Iya, Mereka tinggal di
pohon eucalyptus. Padahal sebenarnya itu pohon beracun. “
“Memang. Terus,
kuku mereka benar-benar tumbuh dengan baik. Kuku mereka menancap ke dalam tanganku.”
Rasanya sangat
menyakitkan.
“Uwahh ... Mendadak
mereka tidak lucu lagi. Lagipula, mereka masih binatang.”
“Ya. Walau
mereka imut, mereka tetap binatang buas.”
u Sudut Pandang si Kouhai u
Untuk beberapa
alasan, aku ingin makan cokelat.
“Senpai, trick or treat.”
“Sekarang!?”
“Karena kita sedang
membicarakan Koala, aku tiba-tiba ingin makan Koala March. Senpai bisa memberinya kepadaku saat sudah tiba
di stasiun, jadi tolong belikan untukku.”
“Kau ini benar-benar…”
“Senpai mau pilih yang
mana, memberi cokelat atau dijahili?”
“Apa kau tidak takut
gemuk? Kau sudah sarapan, ‘kan?”
“Kamu seharusnya tidak
boleh bilang semacam itu kepada seorang gadis, Senpai.”
Seharusnya tidak
apa-apa. Belakangan ini aku belum makan yang manis-manis.
“Baiklah…”
“Terima kasih senpai ♪”
“... Setidaknya beri
aku setengahnya ...”
“Apa kita bisa membagi
bungkusnya??”
“Kurasa itu mustahil.”
❀❀❀
Sambil memakan
cemilan yang dipegang Senpai, kami berjalan menuju ke sekolah. Aku senang
kami bisa menjaga tempo kecepatan berjalan sambil melihat pemandangan di
sana-sini. Tidak ada murid lain dari sekolah kami yang menempuh rute ini.
“Kalau begitu, sampai
ketemu lagi.”
Ketika bangunan sekolah
mulai terlihat, Senpai meningkatkan kecepatan berjalannya seperti
biasa. Ketimbang mempercepat langkahnya, mungkin bisa dibilang kalau
itulah tempo berjalannya yang biasa. Karena aku tidak mencoba untuk
mengimbangi kecepatannya, jarak kami secara alami mulai melebar.
Itu pintu
belakang. Dari sana, kami akan memasuki halaman sekolah.
Kami bisa melihat
gerbang ini dari jendela ruang kelas. Senpai memberitahuku kalau Ia tidak
ingin masuk sekolah bersamaku setiap pagi, karena Ia takkan tahu apa yang akan
terjadi jika temannya memergokinya berjalan bersamaku.
Senpai yang tidak
bisa berkutik karena naik kereta yang sama denganku, tidak mau menyerah pada
masalah ini.
Oleh sebab itu, kami
mulai melebarkan jarak saat mencapai area ini, sebelum memasuki
sekolah. Ini semacam aturan tak tertulis antara kami berdua.
Mungkin jarak antara
diriku dan senpai yang berjalan duluan masih belum terisi denganku. Aku mendadak
berpikir begitu ketika melihat punggungnya.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor ㉕
Seperti yang aku
duga, sepertinya Ia menyukai kucing.