Watashi no Shiranai, Senpai no Hyakko no Koto Chapter 25




Chapter 25 – Apa hewan kesukaanmu, Kouhai-chan?

u Sudut Pandang si Senpai u
Hari Rabu seharusnya menjadi hari yang ada di tengah-tengah dalam sepekan, tapi minggu ini sedikit istimewa, karena Senin kemarin adalah hari libur. Setelah hari ini berakhir, akhirnya akan menjadi hari tengah minggu.
Menjadi pelajar memang sulit.
“Selamat pagi.”
Ahh, pagi.
Ming Ming Sel Rab Kam Jum Sab…
“Senpai lagi kerasukan apa sih mendadak meneriakan nama-nama hari? Terus, hari Seninnya ketinggalan tau.”
Ini tentang minggu ini.
Ah, tapi karena kemarin libur nasional, bukankah lebih baik menyebutnya Ming Lib Sel Rab?
Baik, baik. Itu masih mending daripada Sen Sen Sel Rab Kam Jum.”
“Apa itu?”
Astaga. Kau tidak tahu?
Ketika aku hendak menjelaskannya kepadanya, aku sadar. Aku hanya tahu liriknya, bukan detailnya.
Sepertinya pada jaman perang, ada lagu seperti ini untuk membuat orang bekerja setiap hari. (TN : 月月火水木金金, Merujuk pada lagu ini: https://youtu.be/fFJYSHnMM6Q )
Pada waktu itu, negara ini adalah perusahaan gelap, ya. Atau lebih tepatnya negara gelap?”
Ini tidak lucu, jadi hentikan.
Aku merasa kalau kata-katanya terdengar kejam.
Hei, bukankah kau pikir rasanya bakal menyenangkan untuk memiliki sesuatu seperti Ming Ming Ming Ming Ming Sab Ming sesekali?
Senpai, bukannya itu sudah terjadi pada liburan musim panas atau musim dingin?
“Kau ada benarnya juga…”
Kalau dipikir lagi, memang hal itu terjadi pada masa liburan panjang.
Senpai, kamu pasti di rumah terus, ‘kan?
Guh ...
Aku tidak bisa menyangkalnya.
Eh, Senpai?
Kouhai-chan tersenyum jahat, dan mendekatiku.
Terlalu dekat, terlalu dekat, terlalu dekat
Ngga masalah ‘kan, kamu takkan menjadi lebih kurus karena dekat denganku
Bukankah dialog kita malah kebalik?
Dia mengabaikan bantahanku.

u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku akan menyeretmu keluar  pada liburan musim dingin mendatang, Senpai!
Itulah yang kugumamkan di dalam hati, tapi aku bersumpah pada diriku sendiri.
Kereta pun tiba, dan kami menempati posisi kami yang biasa.
Apa yang harus kami bicarakan hari ini?
Fuu. Apa aku boleh mengajukan pertanyaan lebih dulu?”
Oh tumben. Atau mungkin, sudah cukup lama.
Sudah berapa lama sejak senpai bertanya duluan? Apa sekitar dua minggu?
Akhir-akhir ini Senpai lebih aktif terlibat dalam percakapan, tetapi pertanyaannya sendiri sebagian besar datang dariku terlebih dahulu.
“Iya, silahkan saja.”
Kalau begitu, pertanyaan hari ini dariku. Apa hewan favoritmu?”
Karena Ia menanyakan itu, aku tak punya pilihan selain menjawabnya dengan ini. Karena janjinya adalah untuk menjawab dengan jujur, jadi mau gimana lagi.
Manusia.
“Manusia? Maksudmu homo sapiens?”
“Iya.”
Ini bukan untuk individual tertentu?
Apa yang kamu tanyakan sekarang, senpai?
Yah, tentu saja aku menyayangi keluargaku, tapi bukan tentang itu. Aku menyukai mereka sebagai subjek.”
Haa ...
Ini sudah menjadi fakta, tetapi manusia memiliki sirkuit pemikiran yang sama denganku, kan? Karena manusia adalah makhluk yang bertindak menggunakan logika, rasanya sangat menarik untuk mengamatinya.”
Ah, seperti yang kuduga, itu alasannya, ya?
“Iya. Sangat menarik ketika aku berpikir tentang apa yang akan terjadi jika itu aku, atau tentang perspektif dan lingkungan orang lain.”
Meski kau menjelaskan itu kepadaku, jujur saja aku ​​masih tidak mengerti.
Karena senpai tidak punya hobi mengamati manusia, wajar saja jika Ia tidak mengerti.
Bagaimana dengan binatang yang bisa kau miliki sebagai hewan peliharaan?
Nn, bingung.
Oh, tidak bisa menjawabnya?
Bukankah efek pertanyaan hari ini sudah berakhir sekarang?”
“Uwahhh ...”
“Aku bercanda kok. Tolong jangan khawatir.”
Tapi aku juga jujur ​​kalau aku tidak bisa menjawabnya langsung.
Aku tidak terlalu suka binatang peliharaan semacam itu.
Aku pikir para gadis memiliki gambaran seperti itu di mana mereka akan berlari ke arah binatang sambil berteriak Kyaa Lucunya !!! atau sesuatu seperti itu.
“Stereotip macam apa itu? Aku bahkan tidak mau menyentuh anjing dan kucing sekalipun.”
Kau nanti tidak bisa bergaul dengan para gadis-gadis. Apa yang akan kau lakukan?”
Aku akan bilang kalau aku alergi.
“Begitu ya. Tapi sangat disayangkan, padahal mereka sangat imut.”
Apa mereka benar-benar lucu?
Ya, imut.
Saat aku mendengar senpai berkata "Imut", jantungku berdetak sangat kencang, dan aku merasa pahit.
Tapi kupikir kalau aku lebih manis daripada kucing.
Itu sebabnya, ini adalah balas dendamku.
“Kau ini…!”
Karena wajah senpai juga ikut memerah, semuanya baik-baik saja.

u Sudut Pandang si Senpai u
Tolong berhenti memberiku serangan mendadak!
Nn, sejak awal, mungkin aku takut pada hal-hal yang terlalu sulit untuk diprediksi.
Kouhai-chan terus melanjutkan pembicaraan seolah-olah tidak ada yang terjadi.
“Apa maksudmu?”
Manusia kebanyakan cerdas, jadi kita kebanyakan bisa memprediksi bagaimana mereka akan bertindak, kan?
Ya, dia benar. Mana mungkin ada orang yang mendadak melepas pakaian mereka di kereta, melakukan headstand, dan bergerak melewati orang lain dari gerbong pertama sampai gerbong kedelapan.
Dan, jika mereka bisa diprediksi, mereka takkan menyakiti orang lain, terutama diriku sendiri, ‘kan?
Lalu bagaimana dengan kasus penyerang acak?
Kejadian seperti itu sangat langka. Di sisi lain, hewan peliharaan gampang mengamuk, bukan? Jika mereka ingin menggigit, mereka pasti akan menggigit, bukan? Bukannya itu akan membuat seseorang terluka? Aku pikir itulah yang tidak aku inginkan terjadi.”
Apa kau pernah digigit? Mungkin caramu mengelus salah?”
Jadi sepertinya dia tahu bagaimana berinteraksi dengan orang, tetapi tidak dengan binatang.
Katakan saja aku akan setelah berinteraksi dengan mereka. Lagi pula, aku tidak suka apapun yang tidak dapat diprediksi.”
“Hmmm”
Lain kali, ayo kita buat dia mencoba mengelus mereka. Bulu mereka benar-benar terasa lembut saat disentuh, rasanya akan sia-sia jika dia tidak mengalaminya.
“Kalau begitu, sekarang giliranku. Aku akan mengembalikan pertanyaan hari ini . Senpai, binatang seperti apa yang kamu suka?”
Yah, malah berakhir seperti ini, ya.
Kurasa kucing. Aku juga mengelus mereka setiap pagi.”
Apa itu kucing tetangga senpai?
“Ya.”
Ketika aku membelai area tenggorokannya, mereka akan menyipitkan mata dan mendengkur seolah-olah merasa sangat nyaman. Sangat lucu.
Bukannya itu membosankan kalau cuman itu saja? Tolong beritahu aku yang lain.”
“Yang lain? Kau benar-benar meminta yang tidak masuk akal.”
Yang lain, ya.
Saat aku pergi ke Australia, aku memegang koala.
Jika itu koala, aku mungkin akan berpikir kalau mereka lucu.
Dia harus segera menghancurkan ilusi itu.
Koala selalu hidup di pohon, ‘kan?
“Iya, Mereka tinggal di pohon eucalyptus. Padahal sebenarnya itu pohon beracun.
Memang. Terus, kuku mereka benar-benar tumbuh dengan baik. Kuku mereka menancap ke dalam tanganku.”
Rasanya sangat menyakitkan.
Uwahh ... Mendadak mereka tidak lucu lagi. Lagipula, mereka masih binatang.”
“Ya. Walau mereka imut, mereka tetap binatang buas.”

u Sudut Pandang si Kouhai u
Untuk beberapa alasan, aku ingin makan cokelat.
Senpai, trick or treat.
“Sekarang!?”
Karena kita sedang membicarakan Koala, aku tiba-tiba ingin makan Koala March.  Senpai bisa memberinya kepadaku saat sudah tiba di stasiun, jadi tolong belikan untukku.”
“Kau ini benar-benar…”
Senpai mau pilih yang mana, memberi cokelat atau dijahili?
Apa kau tidak takut gemuk? Kau sudah sarapan, ‘kan?”
Kamu seharusnya tidak boleh bilang semacam itu kepada seorang gadis, Senpai.
Seharusnya tidak apa-apa. Belakangan ini aku belum makan yang manis-manis.
“Baiklah…”
Terima kasih senpai ♪
... Setidaknya beri aku setengahnya ...
Apa kita bisa membagi bungkusnya??”
Kurasa itu mustahil.

❀❀❀

Sambil memakan cemilan yang dipegang Senpai, kami berjalan menuju ke sekolah. Aku senang kami bisa menjaga tempo kecepatan berjalan sambil melihat pemandangan di sana-sini. Tidak ada murid lain dari sekolah kami yang menempuh rute ini.
Kalau begitu, sampai ketemu lagi.
Ketika bangunan sekolah mulai terlihat, Senpai meningkatkan kecepatan berjalannya seperti biasa. Ketimbang mempercepat langkahnya, mungkin bisa dibilang kalau itulah tempo berjalannya yang biasa. Karena aku tidak mencoba untuk mengimbangi kecepatannya, jarak kami secara alami mulai melebar.
Itu pintu belakang. Dari sana, kami akan memasuki halaman sekolah.
Kami bisa melihat gerbang ini dari jendela ruang kelas. Senpai memberitahuku kalau Ia tidak ingin masuk sekolah bersamaku setiap pagi, karena Ia takkan tahu apa yang akan terjadi jika temannya memergokinya berjalan bersamaku.
Senpai yang tidak bisa berkutik karena naik kereta yang sama denganku, tidak mau menyerah pada masalah ini.
Oleh sebab itu, kami mulai melebarkan jarak saat mencapai area ini, sebelum memasuki sekolah. Ini semacam aturan tak tertulis antara kami berdua.
Mungkin jarak antara diriku dan senpai yang berjalan duluan masih belum terisi denganku. Aku mendadak berpikir begitu ketika melihat punggungnya.




Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor
Seperti yang aku duga, sepertinya Ia menyukai kucing.


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama