Watashi no Shiranai, Senpai no Hyakko no Koto Chapter 44



u Sudut Pandang si Senpai u
“Selamat pagi.”
Nn, pagi.
Senin. Ketika aku bangun pagi ini, aku merasa lebih segar setelah jumlah rambutku berkurang.
“Bagus.”
“Apa? Aku tidak terlambat, ‘kan?”
“Bukan itu. Seperti yang aku pikirkan, Senpai benar-benar tidak terlihat bagus dengan kacamata.”
Cerewet. Aku baik-baik saja seperti ini.”
“Iya. Aku pikir itu tidak apa-apa.”
Ha?
Oi. Mana yang lebih baik, pakai kontak atau kacamata?

u Sudut Pandang si Kohai u
Senpai mungkin lebih baik tetap seperti ini, terlihat sedikit membosankan seperti biasanya.
... Terutama di sekolah. Ya. Lebih baik baginya untuk tidak menonjol.
Kami menempati posisi kami yang biasa di kereta (sudah tiga hari sejak kami terakhir di sini), dan aku mulai berbicara dengan senpai.
Senpai, apa yang kamu lakukan di akhir pekan?”
“Apa kamu sibuk?”
Maukah kamu menyelamatkan kami? ... bukan itu!” (TN : Parodi dari LN sukasuka, tau ‘kan animenya? Itu loh yang MC-nya adalah ras manusia terakhir di bumi)
Itu dari Kadokawa Sneaker Bunko, kalau aku tidak salah.
Karena Ia mengatakan itu dengan sangat serius, aku melihat ke arah senpai dengan tatapan penuh makna.
Lalu, senpai juga memfokuskan matanya ke arahku, dan pandangan kami bertemu.
Kereta bergetar sekali.
Baik Senpai maupun aku mengalihkan pandangan kami dari satu sama lain.
Kereta bergetar sekali lagi.
Aku menggembungkan kedua pipiku. Jika senpai memandangi wajahku dari atas, Ia seharusnya tahu aku mencoba melakukan kesan ikan buntal.
Aku mendengar suara berderek. Kereta lain berpapasan dengan kereta kami.
Senpai menjulurkan lidah ke arahku.
Mungkin, senpai tidak punya daftar wajah-wajah aneh.
Meski begitu, Ia yang ingin membuat wajah aneh sudah cukup bagiku.
Pfft ...
Hahaha…!”
Begitu aku meredam tawa, Senpai mulai tertawa terbahak-bahak.
Jika ini adalah permainan saling menatap, maka ini seri, Senpai.”
Senpai menghela nafas.
Lagian, apa yang sedang kita lakukan tadi?
Ini salah Senpai karena mengatakan hal yang aneh tadi.
Jika kau bilang begitu, Kau sendiri yang mulai duluan menatapku.
Pada saat itu, karena senpai balas menatapku, jadi ini menjadi semacam lomba menatap.
Karena kau harus menjadi orang yang berbicara berikutnya, kenapa kau terus diam?
Itu karena senpai mulai mengatakan sesuatu yang membosankan lagi.
Meski kau benar-benar mengabaikanku, Kau setidaknya harus mengubah topik pembicaraan, ‘kan?
Aku benar-benar mengabaikan senpai, jadi itu valid.

u Sudut Pandang si Senpai u
Kami terus berdebat sampai melewati satu stasiun, dan kemudian kami menenangkan diri.
Tatapan orang-orang di sekitar kami terasa sedikit menyakitkan.
Yah, biasanya memang seperti ini di kereta, jadi ayo abaikan saja.
Apa aku boleh mengajukan pertanyaan hari ini , Senpai?
Apa kau baru memikirkan apa yang harus ditanyakan hari ini?
Aku sudah memikirkan ini dari kemarin.
Haa ...
Senpai, berapa banyak uang saku yang biasanya kamu terima?
Wow. Dia sekarang menanyakan sesuatu yang agak pribadi, ya.
Sayangnya, aku tidak dilahirkan dengan sendok perak di mulutku.” (TN : Yang sering baca novel korea pasti ngerti arti peribahasa ini. Yah, artinya sih lahir di keluarga tajir)
Kira-kira, berapa banyak yang Senpai dapatkan?
Kau ini, apa-apaan dengan ekspresi yang memberitahuku jika aku dapat lebih banyak darimu, aku harus mentraktirmu?”
Seperti yang kuduga, Senpai tidak mau menjawab? Kalau begitu—”
Tidak, karena ini adalah pertanyaan hari ini , aku akan menjawabnya.
Sebagai gantinya, aku akan menanyakan hal yang sama nanti.
Mungkin bisa dibilang kalau aku punya uang saku 0 yen per bulan.
Ah?
Ya, memang begitu adanya. Jika aku memiliki sesuatu yang aku butuhkan, aku tinggal memberitahu ibuku. Dia akan membelinya untukku. Selain itu, aku harus puas dengan uang Tahun Baru, atau yang lainnya.”
“Begitu ya.”
Sebenarnya, aku tak berpikir ada banyak orang yang memiliki sistem uang saku semacam itu.
Jika anak SMA memiliki kekuatan finansial, sebagian besar pemasukannya berasal dari pekerjaan part-time mereka daripada uang saku. Sebagian besar dari mereka. Mungkin.
Tidak, ini sulit, tau?
Ngga masalah ‘kan? Toh, Ibu Senpai akan membiarkanmu membeli sebagian besar persediaanmu.”
Kouhai-chan menambahkan bahwa untuk gadis, mereka perlu membeli lebih banyak barang seperti kosmetik.
“Itu tidak benar.”
Aku memiliki sesuatu yang lebih penting untuk dibeli!
Kau tidak tau gimana rasanya aku berjuang setiap hari untuk membuat ibuku bisa menerima buku yang aku inginkan sebagai buku yang diperlukan !
Karena aku membaca banyak buku, mengamankan buku yang aku inginkan adalah salah satu masalah terpenting bagiku.
Jika aku ingin membaca klasik, aku dapat menemukannya di perpustakaan, tetapi jika ini adalah publikasi yang lebih baru, tidak ada pilihan lain selain membelinya di toko buku.
Dan juga, haraga buku tidaklah murah.
Light Novel biasanya berharga sekitar 700 yen, dan biaya volume terpisah sekitar 1500-2000 yen. Jumlah uang itu cukup tinggi bagi siswa SMA untuk bermain sepanjang hari. Berbicara tentang LN, aku bahkan bisa membaca 2 atau 3 LN dalam sehari.
Karena itu, aku memerlukan subsidi dari keluargaku. Jika kau bisa berbicara baik-baik dengan ibumu, dan mengatakan padanya itu untuk belajar, atau membuatnya yakin kalau itu "perlu" untuk masa depanku (meskipun aku tidak tahu standar apa), aku bisa mendapatkan buku baru tanpa menguras isi dompet. Jika berjalan dengan baik, itu akan menjadi fantastis.
Ini salahku bertanya hal begitu kepada Senpai.
Kouhai-chan menyela pembicaraanku, seolah-olah dia sudah menyerah bertanya kepadaku. Sungguh orang tak berperasaan.
Bagaimana dengan uang saku Kouhai-chan sendiri?
Ah, aku lupa mengatakan ini.
Itu adalah pertanyaan hari ini dariku.
“Ya ya. Uang sakuku sekitar 5.000 yen sebulan.”
“Begitu ya.”
Ya, itu jumlah yang standar.
…Hah?
“Terus..”
Tunggu, tunggu, tunggu.
Aku menghentikan kata-kata Kouhai-chan.
Itu artinya kau menghabiskan setengah dari uang sakumu di salon kecantikan kemarin?
Karena dia bilang sendiri kalau dia akan mentraktirku dan takkan mengijinkanku membayar untuk itu, aku hanya bisa melihatnya membayar diam-diam, tapi jika aku tidak salah, total biayanya sekitar 2.500 yen.
Jika Senpai membicarakan uangku, maka jawabannya iya.
Apa kau baik-baik saja menggunakan uang sebanyak itu untuk cowok yang bahkan bukan pacarmu?
Aku merasa jengkel dengan bagaimana Senpai mengutarakannya, tapi yah, tidak apa-apa.
“Tapi—”
Aku akan menjelaskannya. Senpai, Kamu tahu kalau aku punya kakak laki-laki, bukan?”
Kau pernah bilang kalau Ia pergi ke pedesaan sebelumnya.
“Iya. Senpai ingat, ya.”
Kami pernah membicarakan ini dulu, tapi jika aku tidak salah, saat ini Ia kuliah di universitas lokal, dan tidak tinggal bersama dengannya.
“Lalu, apa ada hubungannya dengan kakakmu?
Ia mentransfer beberapa kepadaku.
Mentransfer apa?
Apa lagi yang bisa seseorang transfer selain uang, Senpai?
“Kenapa?”
Aku tidak tahu, tapi sepertinya jumlahnya setengah dari upah yang Ia dapatkan dari pekerjaan part-time.
“Untuk apa?”
Aku bilang aku tidak tahu, senpai.
Hah, apa kau sebelumnya pernah memintanya?
Tidak kok. Ia tiba-tiba mulai melakukan itu ketika masuk universitas.”
Tapi kau menggunakannya juga, ‘kan.
Nah, itu sih masalah yang berbeda.
Aku butuh banyak uang sebagai seorang gadis, tau, pungkasnya.
Lagi pula, bukankah kakaknya terlalu perhatian? Bukannya Ia siscon, mengirim setengah dari upah yang Ia terima untuk adiknya?
Jika kakaknya tahu kalau adik perempuannya bertemu denganku, yang bahkan bukan pacarnya, setiap pagi di kereta, dan pergi ke sekolah sambil berjalan bersama ...
Aku merasa Ia takkan memaafkanku begitu saja.




Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor
Sepertinya Ia tidak punya sistem uang saku.


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama