Chapter 11
“Jadi, apa semuanya
berjalan lancar antara kau dengan pacarmu?”
“Sudah berapa kali
aku bilang kalau dia cuma teman?”
Takato yang berdiri
di mesin kasir yang lain, menggoda Tooru yang berkelit dengan melambaikan
tangannya.
Sehari telah berlalu
setelah Ia dan Satsuki pergi ke bioskop.
Untuk meringkas makan
siang yang Satsuki buat, itu adalah maha karya.
Sosis berbentuk
gurita tak hanya dianggap sebagai santapan lezat, tapi juga membawa kembali
kenangan masa kecil dan linangan air mata Tooru. Sayuran juga
disajikan. Mungkin kesempatan kena obesitas takkan mungkin terjadi. Yah,
itu mungkin saja.
Takato terus merasa
kepo dengan senyum licik di wajahnya.
“Apa kau sudah
merencanakan kencan malammu dengan benar? Apa kau memberinya hadiah? Kau
tidak membuatnya bosan, ‘kan?”
“Itu cuma jalan-jalan
malam .”
“Mengajak gadis secantik
dia tidak ada arti lain selain kencan, dasar keparat. Mau tukaran dengan
pacarku?”
“Hah? Aku tidak
tahu kalau kamu punya pacar, Takato-san.”
“Kami sudah berpacaran
selama tiga tahun sekarang.”
Baru pertama kalinya
Tooru mendengar hal itu. Ia sudah bekerja di sini selama lebih dari
setahun, namun Ia belum pernah melihat pacar Takato sama sekali
Takato bilang kalau
Ia tidak bisa menunjukkannya pada Tooru sekarang karena masih ada banyak
pelanggan, tapi dia sangat lucu.
Mendengar Takato
mengatakan itu membuat Tooru melihatnya dalam kesan baru. Takato bukan
cowok, tapi pria — yang sangat mencintai pacarnya.
“Kembali mengenai
dirimu. Karena sudah seminggu, jadi kau setidaknya sudah menciumnya,
‘kan?”
“Me-Menciumnya
?! Tentu saja tidak!”
Wajah Tooru berubah
merah padam ketika atasannya terkekeh padanya. Kau brengsek! pikirnya.
Takato selalu menjadi
mentor yang baik tapi jika ada satu kekurangan yang bisa dikeluhkan Tooru tentang
dia, Takato selalu menggoda Tooru. Selain dari hal itu, Tooru
menganggapnya cowok yang baik dan selalu memalukan dari waktu ke waktu.
Untuk membuatnya lebih baik, Takato pandai bercanda.
Untuk membuatnya lebih baik, Takato pandai bercanda.
“Hei, jadi ...”
“Ada apa?”
“Kau sepertinya
selalu tersenyum saat bersama dia. Dasar hoki. Aku harap aku
seusiamu!”
“En ... tahlah.”
Ini selalu membuat
Tooru penasaran, bagaimana Ia bersenang-senang ketika berbicara tentang
Satsuki.
Mungkin karena mereka teman. Tooru belum pernah punya teman cewek sejak SD, jadi mungkin Ia merasa senang dari sesuatu yang begitu sederhana.
Mungkin karena mereka teman. Tooru belum pernah punya teman cewek sejak SD, jadi mungkin Ia merasa senang dari sesuatu yang begitu sederhana.
Belum lagi, Satsuki
adalah orang yang baik dan cantik. Tidak banyak orang lain yang bisa
menjadi teman yang lebih baik.
Takato menggoda Tooru
sambil menyeringai, tapi ketika Ia melihat ke luar toko, Ia menyeringai lebih lebar
lagi. Satsuki berdiri di sana dengan punggung menghadap ke jendela.
Melihat dia di sini
membuat jantung Tooru berdebar lebih kencang. Dia tampak lebih kecil, pikirnya
sebelum membungkuk sedikit pada Takato; jam telah berdentang di angka
tujuh saat Ia melihat ke luar.
“Baiklah, kalau
begitu, sampai jumpa lagi lusa nanti.”
“Yup. Jangan
buat pacarmu menangis, oke.”
“Sudah kubilang kalau
dia cuma teman!”
“ ... kau akan segera
naik level.”
Tooru mengabaikan apa
yang Takato ucapkan dan bergegas untuk mengganti seragam kerjanya.
Kemudian, Ia berjalan keluar di mana Satsuki sedang menunggu.
Kemudian, Ia berjalan keluar di mana Satsuki sedang menunggu.
“Maaf sudah membuatmu
menungguku.”
“Tidak juga. Aku
baru saja sampai di sini. ”
Melihat senyumnya
membuatnya merasa tenang.
Tapi ada sesuatu yang
mengganjal di pikirannya. Mereka sudah saling kenal untuk sementara waktu
sekarang, namun mereka masih belum bertukar informasi kontak. Mungkin
karena sudah lama Tooru punya teman cewek dan bingung harus bagaimana.
Satsuki menyadari
ekspresinya dan menatap Tooru dengan rasa ingin tahu. Dia tersenyum
kembali.
“Oh, tidak
apa-apa. Aku tahu ini agak telat untuk bertanya sekarang, tapi ... apa aku
boleh tahu alamat kontakmu? Apa kau menggunakan aplikasi perpesanan?”
“Tidak.”
“Serius? Baiklah,
aku akan mendaftarkannya untukmu. Silakan cari di app store ...”
Satsuki dengan cepat
memahami pesan instan dan mereka sekarang bisa saling bertukar pesan satu sama
lain kapan pun mereka mau.
“Terima kasih sudah
menunjukkan cara melakukan ini.”
“Kau mempelajarinya
dengan cepat. Menyelamatkanku dari kerumitan karena aku bukan guru yang
baik.”
“Hehe, terima
kasih. Cowok di kasir …... Ia sudah menatap kita dari tadi.”
Tooru
tersentak. Ia lalu melihat ke arah dalam toko dan melihat Takato menatapnya
dengan seringai nakal.
“Apa Ia ... seniormu
di tempat kerja? Ia jelas bukan seperti anak SMA.”
“Ugh, ayo kita pergi
sekarang.”
“Hah? Oh, uhh,
tentu. ”
Tooru meraih tangan
Satsuki untuk menariknya. Satsuki sedikit terkejut, tapi dengan cepat
menyamai kecepatannya.
“Tadi itu siapa cowok
yang berambut ikal?”
“Sasaki
Takato. Dia supervisorku ... yah, Ia bukan orang jahat atau semacamnya.”
Satsuki merespons
jawaban Tooru dengan hmm ...
Takato bisa dianggap
sebagai "tampan". Pelanggan bahkan mungkin meminta nomornya,
jika Ia menutup mulut embernya.
Ia sedikit brengsek,
menyia-nyiakan wajah tampanannya.
Tapi fakta bahwa dia
punya pacar? Kesampingkan rasa terkejut. Tooru bahkan tak pernah
menduganya.
“Jika ada satu hal
yang harus kau ketahui tentang orang itu, Ia selalu bermain-main. Ia
menemukan kesenangan dalam menggoda bawahannya di tempat kerja.”
“Ini baru pertama
kalinya aku mendengarmu berbicara tentang orang lain.”
“Oh, maaf, aku harap aku
tidak terlalu menyinggungmu.”
Satsuki menggelengkan
kepalanya.
“Tidak juga. Aku
menikmatinya, kok. Ceritakan lebih banyak tentang teman dan rekanmu. Ini
semua hal yang baru bagiku.”
Wah.
Tapi itu benar. Keluarga Satsuki selalu ikut campur dengan semua hubungan pribadinya. Tooru senang Ia tidak melangkahi batasannya tapi berbicara tentang hal seperti ini dengan santai mungkin akan berakhir dengan menyakiti perasaannya.
Tapi itu benar. Keluarga Satsuki selalu ikut campur dengan semua hubungan pribadinya. Tooru senang Ia tidak melangkahi batasannya tapi berbicara tentang hal seperti ini dengan santai mungkin akan berakhir dengan menyakiti perasaannya.
“Apa kau
yakin? Aku tidak ingin membuatmu merasa buruk atau semacamnya.”
“Aku akan berbohong
jika aku mengatakan kalau aku tidak iri ... tapi tidak, aku tidak merasa
terluka. Ditambah, aku sudah punya temanku sendiri sekarang juga, bukan? ”
Senyumnya menenangkan
kecemasannya.
Ada sesuatu yang
menggembirakan saat mendengar bahwa Satsuki menganggapnya sebagai teman juga.
Tooru sedikit terkejut pada saat itu dan mengatakannya saat itu, tapi Ia senang
berteman dengan Satsuki.
“Jadi, kamu
menganggapku temanmu juga?”
“Kamu sendiri pernah
bilang ‘kan.”
“Haha, ya kurasa
memang pernah.”
Mereka berhasil
sampai ke kosan Tooru sambil mengobrol di sepanjang jalan. Tiba-tiba,
Satsuki berbalik dan melihat ke arah Tooru.
“Hei. Apa kamu
masih menjadi temanku, apa pun yang terjadi?”
“Ada apa tiba-tiba?”
“Bukan apa-apa. Aku
hanya penasaran."
Senyumnya terlihat
samar-samar. Tooru membalasnya sambil tersenyum.
“Tentu saja. Aku
akan mengurus Amane dengan caraku sendiri.”
Itu semacam
janji.
Terlibat dengan Satsuki
berarti terlibat dalam urusan Amane juga. Tidak ada cara untuk menghindarinya. Tapi
apa pun yang Amane rencanakan, Tooru takkan melepaskan Satsuki dari hidupnya.
Tooru tak keberatan
bila ini disebut rasa keadilan yang palsu; jika itu berarti menyelamatkan
seorang gadis, mungkin itu saja sudah cukup untuk memuaskan egonya.
Tetapi jika memang
begitu, biarlah. Ia tidak akan mengatakannya di depan Jun dan
teman-temannya yang lain, tapi Tooru tidak tahan melihat Satsuki menderita.
Dia dikenal licik, tapi
tidak peduli bagaimana atau apa yang akan dilakukan Amane. Ia akan
menghadapinya sampai dia selesai bersamanya.
Jika Tooru bisa
menjadi sasaran kebenciannya, setidaknya itu berarti Ia bisa melepas sebagian beban
Satsuki.
Jujur, bahkan Tooru
tahu bahwa dia memasang wajah berani. Tapi itulah yang harus dilakukan
seorang cowok. Ia tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada Satsuki.
Setelah mendengar
jawabannya, senyum lembut bersemi di wajah Satsuki. Dia menggenggam
kantong plastik yang penuh bahan makanan lebih kencang.
“Terima kasih
banyak.”
“Aku tidak yakin
bagaimana mengatakannya, tapi aku akan selalu berada di sisimu selama kau
mengijinkanku.”
Dia dengan antusias
mengangguk dua kali lalu mengangkat tasnya.
“Kalau begitu aku
akan berusaha sebaik mungkin untuk makan malam ini. Aku harap kamu siap
untuk itu!”
“Tentu! Aku
sangat menantikannya.”
Perut Tooru keruyukan
saat membayangkan masakan Satsuki yang lezat.
Kemudian, mereka
berdua memasuki kosan Tooru. Tapi tanpa diketahui mereka, ada seseorang
yang diam-diam mengawasi mereka.