“Selamat pagi ... Fwahh,”
“Ah, pagi.”
Aku menyapa Senpai di peron stasiun seperti biasa.
Aku tidak bisa menahan menguap, dan itu keluar dari mulutku.
“Apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat sangat mengantuk.”
“Bukan apa-apa, Senpai.”
Rasanya Bikin malu jika Senpai bertanya padaku mengenai detailnya, jadi aku akan melakukan yang terbaik untuk menghindari pertanyaannya.
“Begitu ya.”
Kereta pun tiba, jadi kami berdua masuk ke gerbong.
Aku sudah memutuskan pertanyaanku hari ini sejak semalam. Sebenarnya, aku baru menyadari ini tadi malam.
“Senpai, ini『 pertanyaan hari ini 』dariku.”
“Tumben sekali. Apa kau ingin menyelesaikan ini lebih awal dan pergi tidur?”
“Apa?”
“Jika kau mengantuk, lebih baik kau tidur saja.”
“Mana mungkin aku tidur di kereta. Lagian, tidak ada tempat kosong untuk tidur, tau?”
Aku tidak punya hobi membiarkan orang melihat wajahku yang tertidur.
“Eh, tapi ‘kan kau bisa tidur?”
“Eh?”
“Kau bisa tidur walaupun kau berdiri. Apalagi karena kau bersandar di dinding.”
“Haa?”
Apa yang Ia katakan?
“Jika manusia tertidur, mereka akan merilekskan tubuh mereka, ‘kan?”
“Ya.”
“Lalu, bukannya lututku akan rileks dan membuatku jatuh?”
“Benarkah?”
“Eh, tidak ya?”
“Aku tidak berpikir akan bakalan seperti itu.”
Ternyata, struktur tubuhku dan Senpai sepertinya berbeda.
“Pokoknya, Senpai salah. Aku tidak mau tidur. Ini pertanyaanku.”
“Ya, tentu.”
u Sudut Pandang si Senpai u
“Senpai, jam berapa kamu biasanya tidur?”
“Pada akhirnya, ini berkaitan dengan tidur, ‘kan!”
Tak kusangka aku hampir saja berteriak.
“Ayolah, ini『 pertanyaan hari ini 』.”
“Ya ya. Aku biasanya akan bersiap-siap tidur ketika tanggalnya berubah, jadi bisa dibilang sekitar jam 12-an saat aku membungkus diri dengan selimut.”
“Eh, selarut itu?”
“Yah, itu akan sangat berbeda dari hari ke hari. Itu jam tidurku di hari biasa. Memangnya ini dianggap larut ya?”
“Ya. Itu sebabnya kamu mengantuk setiap pagi, Senpai.”
“Ah begitu ya ~”
Memangnya jam segitu dianggap larut ya? Tapi karena aku tidak bisa mendapatkan tujuh jam tidur yang disarankan, itu memang larut malam, sih.
“Kouhai-chan sendiri bagaimana? Jam berapa kau tidur? 『Pertanyaan hari ini.』”
“Tak peduli seberapa larutnya, aku biasanya tidur jam 11 malam.”
“Wah, gaya hidup sehat.”
“Senpai lah yang tidak sehat.”
“Aku sehat, kecuali miopia dan alergi serbuk sariku.”
Aku mungkin tipe orang yang akan menghancurkan tubuhku dengan gaya hidup ini, tapi itu tidak masalah karena aku masih muda. Aku percaya begitu.
“Bukannya mereka membuat definisi tentang apa yang dianggap sehat?”
“Ah, itu ya. Orang-orang dari WHO.”
“Itu dia.”
Aku ingat bahwa di buku teks Pendidikan Jasmani, ada sesuatu seperti “Definisi Kesehatan”, dan semua orang harus membacanya.
“Jika diterapkan secara ketat, tidak ada orang Jepang yang dianggap sehat.”
“Itu benar sekali.”
“Apa lagi? Aku lupa sejak aku membacanya setahun yang lalu.”
“Ummm, ... Aku lupa.”
“Oi.”
Karena tidak banyak yang bisa dilakukan, aku mencarinya dengan smartphone-ku.
“Ini adalah kondisi dimana fisik, mental dan hubungan sosial yang sehat dan tidak adanya penyakit atau kelemahan. Ah bikin deja vu.”
“Sungguh kehidupan yang ideal. Fwahhh,”
Kouhai-chan menguap, lalu merentangkan salah satu tangannya.
“Ya. Terlalu ideal.”
Mungkin aku harus berharap dulu “Aku ingin sehat terlebih dahulu” sebelum berharap “aku ingin sehat selamanya”. Tapi kupikir kondisiku saat ini masih dianggap “sehat”.
u Sudut Pandang si Kouhai u
“Terus, kenapa terlihat Kouhai-chan mengantuk hari ini?”
Sepertinya kembali ke awal, yah.
Senpai menanyaiku untuk kedua kalinya sambil menyeringai, seolah-olah bertekad untuk mengorek sesuatu dariku.
“... Sudah kubilang kalau itu bukan apa-apa, kan?”
Tidak apa-apa karena aku tidak bisa tidur karena alasan memalukan ini, tapi bagaimana jika itu karena menstruasiku? Apa yang akan Ia lakukan?
“Ayolah. Menurutmu sudah berapa hari kita saling enal?”
“Hari ini adalah hari ke-59.”
“Terima kasih. Aku tidak bisa menghitung hari dengan benar.”
Sama-sama, balasku dalam hati.
“Jadi, aku belum pernah melihat Kouhai-chan yang mengantuk seperti ini dalam 59 hari terakhir ... atau 58 hari? sebelumnya.”
“Ye ... ah.”
Aku hampir menguap lagi, jadi aku memaksakan diriku untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih dekat ke 「Ya」.
“Tentu saja aku merasa penasaran.”
“Kalau begitu, kenapa Senpai tidak menjadikannya sebagai『 pertanyaan hari ini 』dari awal?”
Setelah mengatakan itu tanpa berpikir apa pun, aku menyadari kalau kepalaku tidak berfungsi dengan baik.
“Ah, pasti ada sesuatu.”
Tuh ‘kan. Ia menyadarinya. Ini buruk.
“Jam berapa kamu tidur kemarin?”
“Ketika jam berubah menjadi jam 12.”
Itu bohong. Sebenarnya, aku tidur sekitar jam satu.
“Ah. Tentu saja itu akan memengaruhimu jika kau menyimpang satu jam lebih dari biasanya, ya.”
“Iya.”
“Terus, alasan yang sebenarnya?”
Uhn, apa yang harus kukatakan padanya?
“Aku pernah bilang begini kemarin, kan? Apa aku boleh mengirimi pesan LINE sebelum tidur?”
“Ya, benar. Tapi pada akhirnya kau tidak mengirimiku sama sekali.”
“Aku ragu apa aku harus mengirim pesan kepada Senpai, karena Senpai mungkin sudah tidur pada saat itu.”
“Dan kemudian, Kau terus khawatir tanpa henti? Eh, serius?”
Sebenarnya, aku juga memikirkan apa yang harus kita bicarakan, apa aku boleh mengirim pesan kepadanya seperti ini, apa aku harus menelponnya, dan apa yang harus aku lakukan jika Senpai sudah tertidur? Aku memikirkan banyak hal, tapi aku tidak punya kewajiban untuk memberitahunya, jadi aku akan menyimpannya di dalam hatiku.
“Iya…”
“Apa kau ini bodoh?”
“Seseorang yang menyebut orang lain bodoh adalah dia snediri juga bodoh!”
“Itu bodoh.”
“Memanggilku bodoh lebih dari ... Benar. Baiklah.”
Senpai menghela nafas panjang.
“Kau boleh selalu mengirimiku pesan LINE, kok. Aku tidak begitu keberatan.”
“Tapi…”
“Jika aku sibuk, aku akan mengabaikanmu. Jika aku bisa melihatnya, tentu saja aku akan membalasnya.”
“Uwahh, kejamnya. Apa kamu akan mengabaikan pesan LINE seorang gadis?”
“Ya.”
Aku tak pernah menyangka kalau Senpai akan mengangguk dengan wajah serius.
“Yah, aku akan mencoba menanti pesan dari seorang putri yang membuka smartphone-nya di malam hari karena dia tidak bisa tidur sebisaku.”
Matahari pagi bersinar melalui jendela kereta dan menyinari Senpai.
Namun, setelah mengoreksi pikiranku dari iluminasi itu, aku berpikir kalau kata-kata jelek seperti itu tidak cocok dengan Senpai sama sekali.
“Tolong jangan mencoba terlihat keren, Senpai.”
“Eh, aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja aku merasa menyesal karena secara sepihak menggenggam kelemahanmu.”
“Kelemahan?”
“Bagimu untuk berpikir selama berjam-jam hanya untuk mencoba mengirimiku pesan LINE, itu tidak lain adalah kelemahan, bukan?”
Eh, apa Ia sudah mengetahui detailnya? Tapi karena kita sudah sejauh ini, yang mana pun tetap sama.
Aku akan menyalahkan mesin pemanas kereta sebagai alasan mengapa wajahku terasa agak panas.
Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor (59)
Sepertinya Ia biasa tidur setelah tanggalnya berubah.