Omae wo Onii-chan Vol.2 Chapter 07 Bahasa Indonesia

Minggu, 28 April - Praktek. Kencan. Pengalaman pertama.

Minggu, jam setengah sepuluh.
Ketika aku terbangun dan hendak bangkit dari tempat tidur, Selene sudah duduk di samping tempat tidur.
Selene bilang bahwa saat ini, Tomomi sedang berada di ruangan lain untuk persiapan kencan.
Sementara masih ada beberapa waktu yang tersisa, aku diberitahu untuk bersiap-siap dan pergi duluan ke Shibuya.
Kubilang aku akan menunggu sampai Tomomi menyelesaikan persiapannya, tapi aku di usir saat tengah mengatakan itu.
Saat aku akan meninggalkan ruangan 701, Selene menyerahkan kantong rahasia untukku. Bungkusnya bermotif bunga yang lucu. Jujur saja, membawa barang seperti ini sedikit memalukan.
Tapi, tampaknya "sesuatu yang penting" berada di dalamnya.
Gunakan saat kamu dalam kesulitan ... ucap Selene, tapi dia juga memberiku instruksi untuk tidak membukanya sampai itu akan digunakan. Hati-hati dan tidak terburu-buru, sehingga kamu tidak harus menggunakan ini jika mungkin, dengan kata lain, ini rupanya adalah sesuatu demi diriku dan Tomomi..
Aku penasaran apa isinya. Diberitahu untuk tidak membukanya, malah membuatku menjadi lebih penasaran.
Meski penasaran, aku memasukkan kantong itu ke dalam tas bahu yang kubawa.
Aku mengucapkan "Aku pergi dulu." pada Selene dan pergi menuju stasiun terdekat untuk naik bus.
Belum genap satu bulan sejak aku datang ke kota ini, tapi aku semakin terbiasa dengan pemandangan yang terlihat melalui jendela bus. Namun, itu sudah cukup lama aku tidak keluar pada hari Minggu.
Menurut peta, dapat dikatakan kalau Shibuya adalah "luas", membiarkan Tomomi sendirian membuatku khawatir. Namun, jika aku memeriksa di tempat kencan di sana-sini, lalu takkan ada praktek untuknya.
Sembari memikirkan itu, aku turun dari bus dan pindah menggunakan kereta api swasta, berganti jalur JR di tengah jalan…... tepat pukul 10 aku tiba di depan patung Hachiko Shibuya.
Ada banyak orang di sana-sini. Sungguh ramai sekali. Alun-alun di depan patung Hachiko identik dengan tempat pertemuan, ini benar-benar ramai. Jika tidak bisa bertemu orang yang kau tunggu, apa kau harus menyeberang melalui gerombolan orang yang berlalu-lalang ini? Membuatku berpikir itu benar-benar tidak efisien.
Alun-alun di depan Hachiko menyiarkan berita pagi melalui layar besar, yang ada di persimpangan jalan.
Jumlah orang terus-menerus bertambah di tepi jalan dan segera setelah sinyal pejalan kaki berubah hijau, mereka mengisi persimpangan seperti gelombang. Semua orang berjalan ke arah tujuan mereka masing-masing. Aku kagum mereka tidak saling bertabrakan.
Jika Selene datang ke tempat seperti ini, dia pasti akan pingsan.
“Yo! Nii-chan, apa kamu sudah lama menunggu?”
Jam 11 lebih sepuluh menit. Sebuah suara memanggil dari arah belakangku saat aku masih memandang ramainya persimpangan jalan.
Sepuluh menit sudah berlalu dari waktu yang dijanjikan, seharusnya dia sudah sampai di Shibuya.
Ah, mungkinkah ini percakapan "kamu sudah lama menunggu?" yang biasa digunakan saat dua sepasang kekasih berkencan.
“Um, aku baru saja datang ke sini.”
Saat aku berbalik sembari mengucapkan kalimat klasik tersebut, di sana, tepat di hadapanku, Tomomi dengan pakaian tomboynya …... atau tidak.

“Ka-Kau ... Apa kau ini Tomomi?”
“Itu tidak sopan Nii-chan. Bahkan untukku, aku akan serius saat ke dalam urusan kencan begini.”
Hari ini, Dia memakai blus berwarna putih serta rok pink pudar. Baju yang dikenakannya dihiasi dengan renda dan di area dadanya, ada pita hitam.
Dia memakai sepatu hak rendah, yang juga berwarna pink.
Ini pasti memakan waktu cukup lama. Saat aku masih tidur, dia mungkin sudah bersiap-siap.
Kukunya yang juga dihias sempurna.
Biasanya dia tidak menggunakan kosmetik ... yah, aku tak berpikir dia harus memaksakan dirinya tapi …... aku bisa merasakan aura feminim tak terduga dari Tomomi.
Bulu matanya membuat matanya tampak cantik, pipinya tampak merah muda ... apakah dandanan natural ini ulah Sayuri?
Tomomi perlahan mengangkat dan menurunkan bahunya.
“Yah, sepertinya. Memakai make-up membutuhkan waktu.”
“Apa kau melakukannya sendiri?”
“Mana mungkin. Sayuri membantu dengan make-up. Aku bertanya pada Selene untuk pakaian. Aku meminjam sepatu dari Sayuri, ternyata ukuran kita hampir sama. Pakaian wanita benar-benar merepotkan.”
“Setelah berpenampilan cantik begini, kau tidak boleh mengatakan itu 'merepotkan'.”
“Ja-Jadi kamu bilang,  Tomomi-chan yang berpakaian biasa itu tidak lucu ?!”
Dengan wajah memerah, Tomomi membalas dengan marah, lalu dia tertawa lepas. Tanpa ada tenaga, dia memukul dadaku dengan lucunya. Apa dia merasa malu?
Saat aku meladeni tingkah Tomomi, tanpa sengaja, aku melihat tiga orang yang mengintip dari balik patung Hachiko. Rupanya itu Sayuri, Yuuki dan Mika. Mika membawa Maple seperti ransel. Saat mata kami bertemu, mereka bertiga cepat bersembunyi lagi.
Sepertinya mereka serius mengawasi praktek kencan hari ini. Kelihatannya Selene sedang menerima laporan dari Sayuri yang bertanggung jawab atas pengawasan dan mengirim data berguna.
Sebuah pesan muncul di smartphoneku.
“Itu pasti dari Selene. Ayo kita lihat ... ini adalah patung Hachiko yang kedua, versi yang dulunya tidak menghadap ke stasiun.”
“Rasanya seperti informasi copy-paste dari internet, Nii-chan.”
“Ya-Yah, ngga apa-apa ‘kan. Umm ... saat tidak ada topik untuk dibicarakan selama kencan, informasi sepele begini bisa dijadikan topik.”
Ada postscript dalam pesan tadi, Selene tampaknya tahu posisi kita berdua dari fungsi GPS smartphone ... katanya. Mika dan lainnya serta Selene bisa mengetahui lokasi kita. Kelihatannya kita bisa bergabung mereka kembali jika mereka kehilangan kita berdua.
Tiba-tiba Tomomi berputar di tempat.
“Uhaa! Seperti yang kuduga, rasanya tidak nyaman kalau memakai rok.”
“Kau memakai rok saat belajar di sekolah, ‘kan?”
“Biasanya sih aku pakai pakaian olahraga. Aturan SMA-ku tidak terlalu ketat.”
“Be-Begitu ya. Omong-omong, apa kau bergabung dalam klub?”
“Jika ada klub Game, aku akan mengantar mereka ke kejuaraan nasional.”
“Sayang sekali.”
“A-Aku tidak memerlukan kegiatan klub untuk bermain game. Nah, haruskah kita pergi sekarang, Nii-chan?”
“Kita akan ke mana dulu?”
“U-umm ...”
Sebuah pesan dari Selene pun tiba.
“Shibuya sepertinya menjadi kota bukit. Banyak dari mereka memiliki nama  tersendiri, katanya.”
Saat kami berjalan dari alun-alun Hachiko menuju persimpangan, Tomomi yang ada di sebelahku mengangguk.
“Umm, jika aku tidak salah ada Miyamasuzaka, Dougenzaka, Spanishzaka dan bahkan Organzaka.”
“Hee. Kau tahu banyak ya, Tomomi.”
“Ya-Yah begitulah.”
Saat lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, kami mulai berjalan berdampingan ke arah sisi yang berlawanan.


Setelah di depan sebuah toko buku, Tomomi berhenti. Ada pusat kota di sebelah kanan dan swalayan 009 di sebelah kiri. Nama Maru-kuu benar-benar terkenal. Itu adalah tempat yang sangat terkenal di Shibuya, ada banyak toko dengan pakaian gadis di sana.
Adapun pusat kota, tidak hanya pakaian gadis tapi juga ada toko-toko lainnya di sana.
“Jadi, kita akan pergi kemana dulu?”
“Te-Tentu saja Maru-kuu. Kamu tahu, itu adalah tanah suci bagi para gadis.”
Kedua swalayan itu pasti ramai, tapi aku yakin Tomomi ingin pergi ke daerah pusat kota.
“Kalau begitu, ayo pergi.”
“Tu-tunggu dulu! Nii-chan, bi-bisakah kita ... berpegangan tangan?”
“Kita bukan lagi anak kecil, kita takkan tersesat.”
“Bukan begitu maksudku! Ki-Kita ‘kan sedang kencan.”
Tomomi mendekatiku usai mengatakan itu. Dia menyelaraskan tangannya dan menyelipkan jari-jarinya dengan milikku, hingga terjalin seutuhnya.
Ini lebih dekat dari sekedar menggenggam tangan. Jari-jariku terasa geli.
“Bu-Bukannya Ini terlalu banyak kontak fisik?”
“Ada banyak orang di sini, jadi ngga masalah! Dan kita tidak akan tersesat, bila seperti ini.”
Eh? Apa ini tindakan pencegahan supaya tidak tersesat?
“Ngga apa-apa ‘kan, Nii-chan?.”
Melihat tampilan manja di matanya, secara tidak sadar aku mengangguk.

uuuu

Kami mulai berjalan santai di pinggir jalan. Saat tiba di depan apotek yang menggunakan nama seseorang, kita sampai di persimpangan tiga arah. Jalan di depan kami bisa disamakan dengan karakter Y. Pada titik persimpangan dari jalan bercabang, ada sebuah bangunan Maru-kuu yang menjulang.
“Entah mengapa suasana di sini  benar-benar trendi, benar ‘kan, Nii-chan.”
Tampak menyenangkan ... tidak juga, Tomomi menguatkan diri saat Dia menatap menara perak. Dan kemudian suara surgawi …….. atau lebih tepatnya, sebuah pesan dari Selene.
“Ternyata, lebih bagus untuk pergi ke lantai atas di dalam lift dan kemudian turun dengan eskalator.”
Dan saat aku membicarakan strategi untuk menaklukkan tantangan, aku menoleh ke belakang kita. Aku penasaran, apa tak masalah untuk menyeret Mika ke tempat seperti ini? Tapi meski aku merasa cemas, Mika sedang berjalan bergandengan tangan di samping Yuuki sambil tersenyum. Untuk saat ini, baik Yuuki dan Mika tampak baik-baik saja.
Mata Sayuri dan mataku saling berpandang. Hari ini, dia memakai pakaian yang cukup polos.
Saat mata kami bertemu, dia tertawa dengan wajah agak bermasalah. saat itu, telingaku ditarik kuat.
“Nii-chan, ngga boleh melihat ke arah lain. Lihat Tomomi-chan saja.”
“Y-ya. Maaf. Aku sedikit khawatir tentang Mika.”
“Ada Sayuri yang mengawasinya, ‘kan.”
“Itu, yah ... aku sudah membuat isyarat kontak mata 'Aku serahkan padamu' untuk Sayuri. Kalau begitu, Ayo kita pergi.”
Omong-omong tentang pakaian, aku selalu beli pakaian bersama Nenek di Shimomura, dan dan terkadang juga di Yunikura*. (TN: Nama toko pakaian)
Maru-kuu adalah dunia baru yang sama sekali tidak aku kenal.
Kami langsung naik ke lantai 8 dengan lift. Untungnya Sayuri dan lainnya bisa mendapatkan lift juga.
Ketika kami sampai di lantai 8, aku terkejut oleh BGM. Suara perempuan dengan bahasa Inggris bisa terdengar di seluruh lantai. Meski hanya suara elektronik, tapi sangat mempesona. Tomomi memegang tanganku dengan erat dan sedikit berkeringat.
“Nii-chan. Rasanya seperti kita berada wilayah musuh.”
“Tentu saja. Tapi kau sendiri yang memutuskan untuk datang ke sini, jadi, ayo kita bersenang-senang.”
“Ka-Kamu benar. Umm ...”
Lantai 8 adalah tipe club ... baik, kurasa tak masalah. Warna bijaksana dari kombinasi hitam dan merah muda.
Orang-orang dengan penampilan seperti preman terlihat RAMAH !, Aku sendiri yang melabeli mereka seperti itu. Ini hanya prasangka satu sisi dariku.
“Ah! Nii-chan, lihat lihat! Itu Catie-chan-san!”
“Kenapa kau menaruh -san setelah -chan ... hey, ohh. Wajar saja kau akan menambahkan -san.”
Ngomong-ngomong tentang Catie-chan, dia adalah karakter kucing yang super terkenal, dan sering berkolaborasi dengan berbagai barang-barang lokal di berbagai negara dan artis terkenal tapi …... bahkan karakter ini menyatu dengan mode berbasis klub. (TN: Kurasa yg di maksud Catie-chan adalah Hello Kitty)
Dari tim pengawas yang berada di belakang kami dari jarak tertentu, ada jeritan anak kecil yang bisa terdengar.
“Waa! Ini Catie-chan! Imutnya! Apa kamu tahu? Maple memanggil Catie-chan-san 'senpai'. Aneh bukan, rasanya misterius sekali.”
Mata Mika berbinar-binar. Namun, bahu Tomomi terkulai.
“Sepertinya Mika lebih menikmatinya daripada diriku.”
Aku melihat-lihat ke area sekeliling.
“Apa kau tidak mau lihat-lihat pakaian di sini? Daripada melihat ke dalam rak toko, lebih baik melihat manekin yang dipajang, dengan semacam perasaan 'pakaian ini cukub bagus'!”
Ini juga merupakan saran yang kuterima melalui sms dari Selene.
“H-hmm. Kurasa hal semacam ini tidak sesuai dengan seleraku.”
Tomomi mengangkat alisnya dan tertawa bermasalah.
“Kalau begitu, ayo pergi ke lantai lain.”
“Y-yup.”
Kami berpegangan tangan lagi, lalu Tomomi dan aku turun menggunakan eskalator. Saat itulah nada sms berdering di ponselku, itu dari Yuuki.
“Hhhmmm ... Yuuki bilang, kalau Mika sedang tergila-gila dengan Catie-chan, dan dia akan menemani Mika jadi dia akan berpisah dulu. Dari sini mereka akan bertindak secara terpisah.”
“A-Apa itu baik-baik saja?”
“Kurasa ngga ada masalah ‘kan?”
“Pengawasan pada kita masih berjalan. Mika dan Yuuki bisa memiliki kencan mereka sendiri.”
Ketika aku berbalik, sekitar lima langkah di atas kami di eskalator, ada Sayuri.
“Aku ingin tahu apa tidak masalah membiarkan dua gadis sendirian.”
“Jangan khawatir, selama kita bergabung dengan mereka kembali sebelum malam. Setelah ini kita akan berjalan di sekitar Shibuya, ada banyak bukit di sini. Jika kita membuat Mika mengikuti kita terus, lama-kelamaan dia akan kelelahan, aku akan merasa kasihan padanya.”
“Hmm, yaa, Kau ada benarnya juga.”
“Cukup Nii-chan saja yang ikut berbelanja denganku.”
Yuuki dan Mika tampaknya akan bersenang-senang, keduanya akan baik-baik saja jadi-…….. ya. Tapi ini sulit pada Sayuri yang terus memantau kita.
Sementara aku memikirkan itu, kami tiba di lantai tujuh.
Lantai tujuh memiliki kesan langit biru dan pantai berpasir. gaya kasual pantai barat Amerika. Tomomi melirik sekilas pada dua toko di depan saat kita baru turun dari eskalator dan kemudian kami menuju ke kiri untuk melihat pakaian di toko-toko.
Dia hanya melihat-melihat pakaian yg dipajang di depan, ketika dia merasakan karyawan toko akan mendekat, dia langsung lari.
“Ada apa Tomomi? Jika kau mau, mau liat-liat lebih lama lagi juga ngga masalah kok.”
“H-hmm. Aku tidak membenci jenis pakaian ini, tapi aku merasa tidak ingin memilikinya. Ayo pergi ke toko berikutnya!”
Aku pernah mendengar kalau seorang gadis yang sedang berbelanja akan membutuhkan banyak waktu, jadi ini yang namanya begitu, ya.
Ketika kami pergi ke lantai enam, Tomomi mengunjungi toko aksesoris. Toko ini memiliki semua macam aksesoris seperti jepit rambut dan gelang. Bila yang seperti ini, lebih baik kalau coba membeli satu dan memakainya.
Eh? Uhh ... apa ngga masalah memberikan hadiah untuknya? Meski ini cuma latihan, tapi masih disebut kencan.
Tapi, jika aku memberikan hadiah pada Tomomi, Sayuri pasti akan merajuk. Dia pasti akan mengeluh kalau rasanya tidak adil bahwa hanya Tomomi yang mendapatkan hadiah dariku.
Tomomi melihat-lihat dan mengambil salah satu aksesoris lalu menempatkannya lagi. Kupikir dia sudah selesai memilih, tapi nyatanya tidak jadi beli?
“Hei, Tomomi. kita ‘kan sedang kencan. Bagaimana kalau kau memilih beberapa aksesoris dan mencoba bertanya 'apa ini cocok untukku?', Sesuatu semacam itu?”
“Eh-ehh ?! Apa benar begitu Nii-chan?”
“Mau beli atau tidaknya urursan belakangan, karena kita sudah datang ke sini, lebih baik kalau kau coba-coba memakai aksesoris yang ada di toko ini.”
“Be-Begitu ya. Aku belajar hal yang baru.”
Tomomi mengangguk setuju.
“Jadi, mau nyoba gelang dulu?”
“Ayo kita coba praktikan teknik itu!”

uuuu

Ketika kami keluar dari toko, Tomomi mendesah ringan.
"Aku tidak cocok dengan barang-barang seperti ini."
"Dengan apa? Apa kau memiliki alergi terhadap logam?"
"Bukan itu, tentang karyawannya ..."
"Tapi, terlihat normal bagiku."
"Hmm, entahlah. Aku ngga cocok aja dengan barang yang berjenis ‘gyaru’."
"Itu sama saja kalau kau ke India dan mengatakan bila kau tidak suka kari."
"Yup. Maaf, ini salahku."
Mengapa Tomomi memilih Maru-kuu? Aku ingin tahu apakah itu untuk mengatasi kelemahannya.
Kesampingkan dulu pertanyaan tadi, kami pergi ke lantai lima. Di lantai ini banyak toko pakaian dengan warna yg kalem dan netral. Juga, pakaian yang  di jual memiliki nuansa retro sekaligus feminin pula.
Ketika aku menengok ke belakang, ada Sayuri yang terlihat kewalahan karena seorang karyawan toko.
“Ada apa, Nii-chan?”
“Tidak, um ... Sayuri ...”
“Ya, sepertinya Sayuri menyukai baju model begini. Hei, Nii-chan! Jangan terlalu sering menengok ke belakang! Berkonsentrasilah pada kencan kita! Ini akan jadi salah Nii-chan jika aku gagal pada kencan yang sesungguhnya nanti .”
“Salahku?!”
"Cuma bercanda kok, tapi, aku ingin kamu lebih memperhatikan diriku."
"O-oke. paham."
Tomomi terlihat agak kecewa, jadi aku merenungkan tindakanku. heroine hari ini adalah Tomomi.
Kami meninggalkan Sayuri di belakan dan segera menuju ke lantai tiga, di sana kami menemukan toko khusus dengan celana ketat dan stoking.
"Nii-chan, apa kamu lebih suka gadis yang memakai hal semacam ini daripada kaki telanjang?"
"A-apa yang kau bicarakan?."
"Ini terlihat agak erotis, ‘kan."
"Cara berpikirmu seperti orang tua cabul, Tomomi-san."
Tomomi menatap manekin yang mengenakan stoking hitam dan membuat senyum puas.
"Kurasa yang ini lebih cocok untuk Yuuki. Dia punya badan serta gaya yang bagus."
Karena beberapa hari yang lalu, aku punya pengalaman misterius mengenakan sesuatu yang mirip pada Yuuki, kupalingkan mukaku dari manekin.
Akhirnya kami turun di lantai dua tanpa membeli apa-apa. Kencan ini rasanya  seperti tur. Banyak toko yang ramai pada hari Minggu,jadi sulit untuk mengambil waktu untuk melihat-lihat. Tapi, daripada menikmati kencan, aku merasa seperti Tomomi mencoba untuk menyimpulkannya. Yah, meski ini Cuma imajinasiku saja sih.
Toko-toko yang ada di lantai dua ini bahkan lebih feminin, ada banyak pakaian yang lucu dan imut. Ada banyak rok pendek juga ... astaga, kenapa aku malah cemas pada rok yang dikenakan manekin ...
Tomomi seperti biasa, hanya melihat-lihat baju dan label harga, lalu segera kembali.
“Nii-chan. Apa lebih baik kalau aku berubah agar hal semacam ini cocok untukku?”
Pakaian feminin biasa ... ya.
“Hari ini bajumu sudah terlihat cocok untukmu kok, kupikir kau tidak perlu terlalu mencemaskan hal itu? Aku pikir lebih baik memilih pakaian yang ingin kau pakai.”
Aku pikir pakaian apapun akan cocok untuknya.
Lagian, dia punya wajah cantik.
“Tapi kalau begitu terus, aku akan selalu mengenakan jersey atau celana pendek untuk jutaan tahun ke depan.”
Tomomi tertawa malu-malu.
Sesaat kita turun dari eskalator. Tepat di depan toko dengan sepatu, Tomomi mengerutkan bibirnya.
“Woah, mahal banget! Aku bisa membeli beberapa gim baru dengan harga segini. Dan sepatu ini terlihat sulit digunakan untuk berjalan juga.”
Tomomi terlihat kesal pada harga sepatu hak tinggi yang di tampilkan di depan toko. Jika aku tidak salah, sepatu hak tinggi dibuat untuk membuat kaki tampak lebih menarik. Mereka tidak boleh dibandingkan dengan sepatu biasa.
"Sepatu semacam ini dibuat untuk menekankan keindahan pada kaki, bukankah itu sendiri merupakan misi yang amat bagus?"
"Sudah jelas kalau sepatu yang lebih mudah untuk berjalan adalah yang lebih baik. Ah! Itu benar, saat hak sepatunya rusak, protagonis menggendong si gadis dengan gendongan ala putri. Hhmm masuk akal juga."
"Kau memang selalu begini. Maksud dari protagonist tadi, artinya ada adegan seperti itu dalam sebuah game?"
"Bukan di game, tapi di anime. Seorang gadis mabuk merusak sepatu haknya  dan seorang pria akan menggendongnya pulang ... adegan semacam itu."
Aku tidak terlalu tahu tentang anime, tapi saat membicarakan game dan anime, Tomomi selalu bersemangat. Pemandangan saat dia ketakutan karena karyawan toko dan mengendap-endap melihat label harga barusan tampak seperti sebuah kebohongan.
Pada akhirnya, benar-benar dikalahkan oleh Maru-kuu, Tomomi dan aku pergi ke luar melalui pintu di lantai pertama.
Ketika aku hendak memeriksa di belakang kami ... Sayuri tidak ada di sana.
"Hei, Sayuri ..."
"Nii-chan terlalu khawatiran."
Tomomi mengeluarkan smartphone-nya dan segera mengangguk.
"Sayuri tampaknya ingin membeli pakaian, Mika dan Yuuki sudah meninggalkan Maru-kuu dan sedang menikmati kue tart keju di alun-alun."
"Be-Begitu ya. Kalau begitu, bagaimana kalau kita ikut menikmati kue tart keju juga?"
"Nii-chan, kalau itu nantinya akan menjadi kencan ganda. Hari ini kami berlatih kencan 1 vs 1. "
"Maaf. Lalu kemana lagi kita pergi?"
"ada Dougenzaka yang terkenal, ayo kita coba berkunjung ke sana."
Setelah meninggalkan Maru-kuu, Tomomi dan aku mulai berjalan menanjak.
Dekat toko Yunikura ada Dougenzaka, Tomomi berhenti dan melihat ke sisi lain dari jalan.
"Nii-chan, ada bioskop di sana."
"Di atas papan itu tertulis TOYO Cinema."
Ada panel persegi panjang yang mengatakan kalau itu terbuka untuk umum.
"Jika Nii-chan bisa memilih, film yang seperti apa yang cocok untuk acara kencan?"
Itu adalah masalah yang tepat untuk praktek kencan.
Menurut pamflet iklan yang tersedia, ada banyak film animasi yang akan ditampilkan pada golden week. Di antara itu ada animasi CG panjang Holywood ini, aku penasaran melihat karakter terkenal dari game yang muncul dalam film.
"Lihat, ada karakter yang dari game Jepang, kelihatannya cukup menarik, ‘kan?."
"Woah! Nii-chan benar! Ta-Tapi ini kencan, bukannya lebih baik menonton film yang bergenre romatis?"
"Ye-Yeah. kau benar. Kalau begitu, apa kau ingin menonton sesuatu sekarang?"
Tiba-tiba, Tomomi mulai panik dan kelagapan.
"Kita ketemuan di Shibuya, menghabiskan dua jam menonton film bahkan jika kita bersenang-senang …... juga, kita bisa menonton film di mana saja! bioskop lokal juga sudah cukup. Ah! Tapi ada 3D , stereoponis suara dan tempat duduk yang nyaman, meski hanya untuk waktu yang terbatas, aku pernah mendengar kalau penonton dibuat kaget karena  video 4D. Teknologi sangat luar biasa bukan, Nii-chan!"
"Y-Ya. Aku tidak mengerti, tapi kedengarannya memang luar biasa."
Kalau dipikir-pikir, Tomomi cukup terobsesi tentang video dan peralatan audio. Daripada filmnya, dia lebih suka berbicara tentang teknologi video.
“Iya, ‘kan? Iya, ‘kan? Sebenarnya, aku cukup tertarik dengan home theater juga. bisa dengan mudah menonton film VCD dan drama asing, rasanya beruntung bisa lahir di era 4K proyektor  ...semacam itu ?”
Aku tidak bisa lagi mengikuti tempo percakapannya. Atau lebih tepatnya, aku benar-benar tertinggal dalam percakapan.
“A-Aku mengerti. Teknologi jaman sekarang memang menakjubkan. Tapi, ayo kita bicarakan film dan home threatre untuk hari lain.”
“Ah ... yup, tanpa sadar aku terlalu bersemangat. Maaf, Nii-chan.”
Sembari membuat ekspresi sedikit menyesal, garis pandang Tomomi pindah ke toko sebelah bioskop.
“Uuu, uu. Shibuya memiliki banyak godaan.”
“Godaan?”
Sebelah bioskop ada tempat hiburan yang bernama SEKA.
“Para pemain di sana pasti sedang bersenang-senang ...”
Dengan mulut setangah terbuka, dia menatap dengan penuh semangat dan mulai memutar tubuhnya.
Dia memang biasa begini, Tomomi sangat menyukai game.
“Jika kau mau bermain game, kau tidak perlu menahan diri,  oke?”
“Si-Siapa bilang yang menahan diri! La-Lagipula, pusat game di sana tidak feminin sama sekali!”
Crane Game dan Purikura biasanya dimainkan oleh perempuan. Dan lagian, Crane Game biasa dimainkan oleh para pasangan, si cowok biasanyaka akan bilang ‘ Baiklah! Serahkan saja padaku. Aku akan mendapatkan apa yang kamu mau!' atau semacamnya.”
“Nii-chan, apa kamu pikir hal itu juga akan berlaku untukku?”
“Ah, ya. Aku kira, aku tidak bisa lebih hebat darimu.”
“Tepat. Dalam crane game, sangat penting untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan dalam tiga langkah. Adapun Photobox, aku tidak tertarik sama sekali, karena tidak ada unsur permainan di dalamnya."
Melihat ekspresi gembira Tomomi, aku menegaskan hal itu.
“Kau benar-benar menyukai pusat permainan, ya?”
“Te-Tentu saja! Sebaliknya, aku bisa memainkan gim yang aku suka melalui internet di rumah, tapi aku juga suka suasana unik dari game center. Ada juga perbedaan antara pemain di setiap kota ...”
Tomomi membuat gerakan menggunakan stik game. Ini tidak tampak seperti penembak, lebih seperti game pertarungan.
“Kalau begitu, tunggu apa lagi. Jangan pikirkan diriku, kau harus pergi mencoba melawan mereka. Aku akan menyemangatimu.”
“Ta-Tapi itu rasanya bukan seperti kencan…... au.”
Dia tiba-tiba mengusap perutnya. Lalu dengan suara manis dia meringkuk.
“Nii-chan, aku lapaaarrrrrr.”
“Baiklah. Sudah waktunya untuk makan siang.”
“Ayo makan siang di Shibuya!”
“Meski kau bilang begitu ….. Tomomi, bukannya kau punya rencana tersendiri untuk kencan hari ini?”
“Rencana bisa fleksibel dan berubah sesuai dengan situasi di lapangan, Nii-chan.”
“Kalau begitu, yang fleksibel ... bagaimana kalau di Roit?.”
Restoran keluarga The Royal Hot sepanjang jalan adalah tempat yang aku pilih
“Eh? !! Restoran keluarga? Kamu bisa menemukan Roits tempat lain juga!”
“Ini pembalasan karena tidak bisa pergi terakhir kali, karena hujan.”
“Oh, begitu. Baiklah kalau begitu!”
Tomomi langsung setuju. Dia tampaknya bertekad kalau itu menjadi tempat khusus untuk Shibuya, aku penasaran dia mau kemana lagi sehabis dari tempat itu. Hari ini, dia  benar-benar serampangan, sepertinya praktek kencan ini tidak direncanakan sama sekali.

uuuu

Setelah selesai makan siang, waktu menunjukkan jam setengah dua siang. Sesaat keluar dari Roit, Tomomi langsung berhenti dan tampak bimbang apakah kami harus melanjutkan atau kembali ke wilayah stasiun.
“Nii-chan, apa yang akan kita lakukan? Aku pikir rasanya akan buang-buang waktu saja jika kita menapaki rute yang sama saat kita datang ke sini.”
“Bukannya nanti semakin jarang ada toko bila kita bergerak menjauh dari stasiun?”
“Secara teori sih, memang begitu. Tapi Tokyo adalah daerah perkotaan, ayo kita pergi ke pintu masuk ke kota berikutnya!”
“Aku punya perasaan kalau kita bakal tersesat. Bukannya masih ada toko lain yang ingin kau kunjungi?”
“Eh, umm ... hmmnn ... jika bersama Nii-chan, kemana pun kita pergi, aku akan senang ... oh benar!”
Tomomi mengambil sebuah koin.
“Ini koin dari game center tadi, Nii-chan. Jadi, jika menunjukkan bagian depan, kita akan terus melanjutkan. Jika itu bagian belakang, kita akan kembali.”
“Ketimbang menjadi fleksibel, Kau malah meninggalkannya pada keberuntungan.”
“Keberuntungan juga bagian dari keterampilan!”
Dengan menjentikkan ibu jarinya, Tomomi melemparkan koin ke atas. Dan kemudian, dia menjepitnya di antara punggung tangan dan telapak tangannya. Saat dia perlahan-lahan mengangkat tangan kirinya, bagian depan koin bisa terlihat.
“Terus melangkah ke depan adalah hal yang baik untuk dilakukan!”
Dihadapkan dengan senyumnya yang indah dan sulit untuk mengatakan "Ayo kita putuskan tujuannya dengan benar!”. Selain itu, jika aku pergi terlalu jauh dengan ajakan, ini takkan menjadi praktek yang baik untuk Tomomi.
“Baiklah. ayo kita lakukan sesuai aturan lempar koin. Omong-omong, apa Mika dan lainnya baik-baik saja?”
“Mereka akan menghubungi kita jika terjadi sesuatu! Mereka bertiga datang karena mengkhawatirkan kita.”
Setelah memasukkan koin ke dompet, Tomomi menjabat tanganku. Kami mulai berjalan berdampingan.
“Sekarang, ayo kita lanjutkan petualangan kita! Nii-chan.”
“Te-Tentu. Tapi, memangnya ada toko di depan di sini?"
“Hal yang menarik tidak terbatas pada toko saja. Keberuntungan mungkin terjadi tiba-tiba; Kalau ngga nekat ngga bisa dapet apa-apa!”
“Kau mencampur bahasa yang aneh, Tomomi-san.”
Mendengar tsukkomi-ku, Tomomi tertawa gembira.
“Omong-omong, kadang-kadang Nii-chan berbicara menggunakan bahasa formal.”
“Apa itu tampak tidak ramah? Ini spontan sih.”
“Memang awalnya tampak tidak ramah, tapi aku tidak lagi terganggu oleh itu. Ini semacam kebiasaan, ‘kan?”
“Sesuatu semacam itu.”
Saat kami menaiki tanjakan, kami melihat gerbang perak di sebelah kanan. Merasa penasaran, Tomomi berhenti berjalan dan mendongak.
“Bagaimana cara membaca ini, Nii-chan?”
“Kayaknya, Hyakkendana, mungkin?”
“Jika ini sesuai namanya, maka itu sangat menakjubkan. Artinya ada seratus toko, ‘kan?”
“Jika memang sebanyak itu, mungkin ada beberapa toko spesifik-Shibuya yang ingin kau kunjungi.”
Tomomi mengangguk penuh semangat.
“Ayo kita pergi, Nii-chan! Rasanya seperti di jalan gang, kita mungkin menemukan toko mapan tidak dikenal di sini.”
“Hmm, entah bagaimana, aku punya firasat buruk.”
Tanganku ditarik oleh Tomomi, lalu kami menetapkan kaki di Hyakkedana.
Segera kami menemukan beberapa toko yang tidak diketahui (?) Dihiasi dengan tanda-tanda mencolok dan pencahayaan dekoratif warna neon.
Tomomi memiringkan kepalanya dengan kebingungan.
“Aneh, apa ini? Tidak ada pemandu? Dimana?”
“Si-Siapa yang tahu.”
“Ah! Aku paham. Mereka akan memberitahu kita tentang toko-toko terbaik di sini, Nii-chan.”
“Aku pikir bukan begitu.”
“Sejak itu gratis kami mungkin juga menggunakannya.”
Aku kurang berpengetahuan tentang tempat ini juga. Tapi, aku tahu kalau toko di distrik merah seperti ini bukanlah tempat untuk anak di bawah umur.
“Tomomi, tenangkan dirimu sebentar. Dengar ...... petualangan dengan panduan, adalah petualangan sejati, benar ‘kan?”
“Nii-chan ... kamu keren. Aku jatuh hati lagi denganmu!”
Aku bermaksud ingin menenangkannya, tapi Tomomi malah semakin bersemangat.
“Baguslah kalau kau memahaminya. Kita harus melangkah maju di jalan yang sudah dipilih oleh diri kita sendiri.”
“Kamu benar! Aku naif untuk berpikir bisa mendapatkan panduan!”
Kami sudah melewati kantor dengan informasi gratis. Keramaian kota besar menghilang seolah-olah itu tidak pernah ada, suasana gang tampak tenang.
Tidak ada tempat yang  "mirip-toko". Cuma ada satu café di tengah, lalu jalan menyempit dan berbelit-belit, kami seperti kupu-kupu yang terperangkap di jaring laba-laba.
Mungkin kesannya terlalu berlebihan, tapi benar-benar ... itu dia, rute yang ini.
Tomomi mendadak berhenti.
“Nii-chan. Karena kita berada di tempat yang sepi ... kita bisa ciuman, ‘kan?”
“Mendadak apa yang kau katakan sih!”
Setelah membalas pertanyaan ngawurnya, hatiku mulai berdebar cepat. Mata Tomomi yang menatap tajam padaku mulai goyah.
“Bu-Bukan berarti ... Aku ingin berlatih ciuman dengan Nii-chan! Jangan salah paham, rasanya memalukan!”
“A-Aku tahu kok.”
Bahu Tomomi terkulai sedih usai mendengar jawabanku.
“Kamu tidak perlu berbicara seperti itu juga kali.”
Entah bagaimana, Tomomi bertingkah aneh. Dia tampak gelisah sepanjang hari ini.
“Bukannya aku menolaknya sih, tapi...”
“Lalu, jika aku memintamu untuk melakukannya, apa kamu akan ... menciumku?”
Wajahnya perlahan-lahan mendekat. Jarak di antara kami sangat dekat sampai-sampai aku bisa merasakan napasnya.
Aku melangkah mundur. Di belakangku ada dinding bangunan. Tanganku masih dicengkeram, seakan menarik, Tomomi terus mendekat ke arahku. Karena ada dinding di belakangku, aku tidak bisa melarikan diri.
Aku membuat keputusan.
“Nah ... jika cuma di pipi.”
Tomomi yang perlahan-lahan mendekatiku, mendadak berhenti.
“Ap-Ap-Ap-Apa kamu ini bodoh? Apa kamu serius Nii-chan? Ini cuma latihan. Benar-benar, cuma latihan!”
“Ka-Kau ini...”
Melihat senyum Tomomi, perasaanku jadi campur aduk. Saat bibirnya mendekat, meski aku kakaknya, untuk sesaat, aku sudah memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.
Dan jalan ini ... yang bisa disebut gang belakang, memberi kesan perasaan aneh.
Itu hanya imajinasiku ... aku pikir. Tapi suasana kota dan kekuatan tempat ini, yang disebut "mood", tidak bisa diremehkan
“Ayo ayo, jangan melamun terus dan ayo pergi, Nii-chan!”
Ketika kami mulai berjalan, tanganku ditarik oleh Tomomi, kami akhirnya menemukan sebuah toko di pinggir jalan. Jendela kaca toko menampilkan seragam pelaut dan baju renang sekolah.
Paling tidak, aku tahu kalau ini bukan toko yang menjual seragam khusus untuk beberapa sekolah.
Di dalam toko bisa terlihat beberapa pakaian seperti seragam perawat dan bunny girl juga ...
“Nii-chan, lihat ada toko! Kelihatannya itu toko cosplay!”
“Tolong, jangan bilang kalau kau mau mampir ke dalam toko itu.”
“Ciiiih. Padahal di dalam sana kelihatan menarik.”
Aku menarik Tomomi yang cemberut dan terus melanjutkan jalan-jalan, lalu aku menyadari kalau jalanan yg kami lalui mulai terasa sepi.
Tampak kiri dan kanan, ada banyak hotel yang berjejeran.
“Ni-Nii-chan. Mungkinkah ini ... adalah tempat yang mesum?”
“Tomomi, apa kau melakukan ini dengan sengaja?”
“Maaf. Aku tahu kalau tempat seperti ini ada. Tapi, tak kusangka kalau kita beneran menemukannya! Tapi, lihat sebelas sana Nii-chan! Bangunan itu terlihat seperti istana asing.”
Meniru kastil tua atau resort di pantai tropis, entah bagaimana dunia orang dewasa cukup menakjubkan ... kesan semacam itu muncul di dalam benakku.
“Untuk sekarang, ayo cepat pergi dari sini.”
“Y-yup. Kamu benar, Nii-chan.”
Jika seseorang di bawah umur mampir ke tempat seperti ini, pasti akan menimbulkan masalah. Saat kami buru-buru kabur dari tempat ini, langkah kaki Tomomi mendadak berhenti.
“Uuu ... Nii-chan. Aku ingin berjalan sedikit lebih lambat.”
“Maaf. Apa jalanku terlalu cepat?”
“Biasanya sih tidak apa-apa, tapi sepatu ini terasa sempit dan sulit untuk berjalan.”
Omong-omong, Tomomi sering minta beristirahat hari ini. Ternyata dia tidak ingin mengatakan kalau kakinya sakit. Aku merasa sedikit payah karena tidak menyadarinya.
Sepertinya lebih baik kami beristirahat dulu.
Aku mengirim email ke suara surgawi. Aku bertanya pada Selene untuk mencari apa ada tempat buat beristirahat. Lalu balasan email pun tiba setelah beberapa puluh detik.
“Hotel Istana Kristal waktu pelayanan:. Untuk Istirahat : 4500 yen ... dih, aku tidak meminta tempat yang seperti itu!”
Apa kau sengaja ?! Apa kau sengaja melakukannya? Selene!
“Nii-chan, apa kita jadi istirahat?”
“Pertama-tama, kita pergi dari sini. Ayo pergi keluar sekarng juga!”
“Kita sudah berada di luar, Nii-chan.”
“Berhenti mempermasalah sesuatu yang sepele!”
Sambil mempertimbangkan keadaan kaki Tomomi, kami berjalan dengan kecepatan jauh lebih lambat dari sebelumnya. Lalu, kami akhirnya tiba di depan  swalayan di Dougenzaka barat.
Kami merasa lega karena bisa keluar dari distrik hotel cinta ke keramaian dan hiruk pikuk kota.
“Akhirnya, kita kembali ke dunia asli kita.”
“Tempat tadi memang dunia yang berbeda. Ini adalah petualangan besar yang sangat mendebarkan ya, Nii-chan."
Ya, rasanya sangat mendebarkan dalam artian lain.
Sekali lagi, aku menegaskannya pada Tomomi.
“Apa kakimu sudah tidak apa-apa?”
“Yup. Terima kasih karena sudah berjalan pelan.”
Di depan bangunan di sebelah barat, aku membandingkan lokasi kami dengan peta di smartphone.
“Kalau begitu ... kanan, kiri ... yang sebelah kanan tampaknya menuju ke stasiun.”
“Kalau begitu, ayo pilih kiri!”
“Masih mau bertualang?”
“Tentu saja. Karena kita sedang kencan.”
“Tapi sebelum itu, ayo cari tempat untuk duduk dulu.”
“Jika Nii-chan lelah, bilang aja langsung. Ayo kita anggap ini kemenanganku dalam permainan kencan.”
“Dalam kencan, tidak ada yang namanya menang atau kalah, ayo ke sana.”
“Aku rasa ada yang namannya pecundang kencan dan pemenang kencan.”
Latihan kencan yang serampangan dan membabi buta begini, mungkin bisa disebut pecundang kencan.
Dibawa pergi oleh Tomomi, kami pergi semakin jauh dari stasiun. pemandangan pusat kota perlahan-lahan berubah menjadi daerah perumahan yang tenang.
Kami tiba di Taman Nabeshima Shoto. Ada banyak tanaman hijau yang tumbuh. Ini baru pertama kalinya aku bisa merasakan oase perkotaan.
Kami berdua duduk di taman dan bersantai.
Aku mendesah lelah.
“Haaa ... sungguh kencan aneh.”
“Kenapa mendesah begitu, apa kencan tadi tidak menyenangkan untukmu, Nii-chan?”
“Bu-bukan begitu! Ada banyak pengalaman pertama yang kualami dan ... bagaimana bilangnya ya. Daripada itu, apa kakimu masih sakit? Kau tidak memaksakan dir, ‘kan?”
“Nii-chan terlalu khawatiran. Hmm. Tenang, yang sakit cuma bagian tumit.”
Tomomi melepas sepatu kaki kanannya. Tempat yang sakit tampak lecet dan merah.
Jadi dia berjalan dengan kaki yang seperti itu. Bukankah rasanya sulit untuk bisa sampai ke taman seperti ini?
“Ini benar-benar lecet!”
“Aww. Itu cukup mengejutkan. Kupikir aku bisa mengontrol rasa sakit, tapi melihatnya langsung tampak lebih menyakitkan."
“Bagaimana dengan kaki kirimu?”
“Yang sebelah ini sepertinya baik-baik saja. Ukurannya hanya sedikit terlalu kecil, tapi memang dari awal, aku tidak pernah memakai sepatu lucu macam begini. Aku tak berpikir kalau kakiku akan terasa nyeri seperti ini.”
Ini gawat. Semuanya akan baik-baik saja jika kami punya plester untuk ditempatkan di atasnya. Mungkin aku harus membelinya di minimarket terdekat.
Dan, saat aku memikirkan itu, aku teringat kantong bunga yang kumasukkan ke dalam tas bahu. Selene memberikannya kepadaku sembari memberi  beberapa kata-kata sugestif.
Ketika aku mengambil kantong dari tas, Tomomi menggembungkan pipinya.
“Nii-chan, apa itu? Itu bukan hobi Nii-chan, ‘kan?”
"Selene yang menyuruhku untuk membawanya. Dia bilang aku boleh  membukanya saat dalam kesulitan."
Aku membuka kantong dan ... ….mengambil plester. Bukalah saat dalam kesulitan, jadi Selene sudah menduga kalau ini bakal terjadi, ya. Hati-hati dan jangan terburu-buru, jadi yang dia maksud kecepatan berjalan.
“Ah! Bukannya itu plester! Selene sangat  perhatian dalam acara feminin. Aku entah bagaimana merasa kalah darinya. Sialan!”
Tomomi menutup matanya erat-erat karena frustrasi.
“Baiklah, aku akan memasangkannya. Ulurkan kaki kananmu.”
Aku berdiri dan kemudian berlutut di depan Tomomi yang sedang duduk di bangku taman.
Dia mengulurkan kaki putihnya ke arahku.
“Nii-chan. Lihat kakiku saja oke. Jika kamu mendongak ke atas sedikit saja ... bam! kamu akan mendapatkannya.”
“Jangan meledakanku seenaknya.”
“Atau mungkin Nii-chan penasaran dengan kancut kemenangan Tomomi-chan? Jika kamu jujur mengatakannya, aku tidak keberatan untuk membiarkanmu mengintip.”
“Si-Siapa juga yang mau ngintip.”
“Jadi kamu merasa  tidak puas dengan mengintip sekilas, ya. Nii-chan memang serakah. Kamu takkan puas kecuali jika kamu menjilat kancutku dengan tatapanmu, ‘kan?”
Mengabaikan tawa polos Tomomi, aku meletakkan plester pada kaki Tomomi yang lecet.
“Oww!”
“Ma-Maaf. Apa itu sakit?”
“In-Ini tidak sakit kok!”
Dengan wajah meringis, dia tersenyum. Jadi emang sakit ya.
Aku berdiri dan mengelus Tomomi.
“Kau melakukannya dengan baik sudah menahan rasa sakit itu, Tomomi. Tapi, jujurlah dan bilang saja kalau rasanya sakit.”
“Ak-Aku tidak bohong, kok! A-auu! Nii-chan, kamu licik! Jika kamu membuatku mengambil sikap seperti itu, aku tidak tahan, haauaaaa."
Dia menyipitkan matanya layaknya kucing dan wajahnya tampak keenakan.
“Hei, Nii-chan ... ayo ciuman.”
Seberapa seriusnya Tomomi ……. sejujurnya, aku tidak tahu.
Kami berdua bersaudara. Kami seharusnya tidak melakukan hal seperti itu, apalagi Tomomi sudah punya pacar. Jadi, bagiku untuk melakukan itu ..... meski kami berdua bukanlah saudara, hal tersebut adalah sesuatu yang takkan aku lakukan.
“Tomomi. Aku tidak bisa melakukan itu.”
Tomomi membuka matanya, lalu menatap lebar padaku sembari ternganga.
“Nii-chan ... bila kamu tidak serius, semua praktek yang kita lakukan sejauh ini takkan bisa dibilang berhasil.”
“Ka-Kau menyuruhku untuk serius, tentu saja aku tidak bisa melakukan itu. Tapi, aku beneran serius selama kencan hari ini.”
“Yup. Aku tahu. Nii-chan bertindak seperti Nii-chan yang biak, tapi .... Aku ...”
Dia menunduk dengan ekspresi merenung.
“Ada apa, Tomomi? Apa kau baik-baik saja? Apa kau menahan sesuatu selain rasa sakit di kakimu? Katakan padaku! Lagipula, kita adalah saudara.”
Dalam gemetar suara, Tomomi bergumam.
“Aku ingin tahu, kenapa ... kenapa Nii-chan ... Nii-chan.”
Ketika dia perlahan-lahan mengangkat wajahnya, ekspresinya tampak seperti dia akan menangis. Ini baru pertama kalinya aku melihatnya dengan ekspresi sedih.
Tomomi selalu bertingkah positif, setiap kali dalam keadaan darurat, dia salalu mengincar kesempatan untuk membalikkan situasi ... Aku menganggapnya sebagai seorang gadis yang kuat. Tapi, itu mungkin hanya imajinasiku belaka.
Melihat bahunya gemetaran,  adikku yang hampir menangis ... aku tidak tahu apa yang harus dilakukan.
“Apa aku melakukan sesuatu yang buruk? Apa aku menginjak ranjau darat, Tomomi? Apa yang kau ingin aku lakukan?”
Dia menggeleng, mengenakan sepatu dan berdiri.
“Kenapa ... bodoh ... bodoh ... idiot idiot idiot ... Nii-chan kamu ... IDIOOOOOOOOTTTTTTTTT !!”
Tanpa tahu apa yang terjadi. Aku berdiri tercengang, seperti orang bego.
Tomomi tiba-tiba mulai berlari, meninggalkanku di belakang .
“Tu-Tunggu sebentar! Tomomi! Hey Tomomi!”
Tomomi …... menangis. Dia mengelap air matanya sembari berlari menjauh dariku.
Meski aku mengejarnya mati-matian, aku kehilangan sosoknya setelah dia meninggalkan taman. Plesternya pasti ampuh karena dia bisa berlari.
Sebelah mana yang salah? Apa yang harus aku lakukan?
Aku segera mencoba menelepon Tomomi dengan smartphone. Tapi, panggilan yang anda tuju berada di luar jangkauan atau ada kemungkinan telah dimatikan. Hanya pesan standar semacam itu yang menanggapiku.
Aku mencoba menghubungi Selene, tapi rupanya GPS tidak lagi berfungsi karena smartphone-nya dimatikan.
Aku menuju ke stasiun sambil mencari Tomomi.
Sepanjang jalan, aku bergabung kembali dengan Yuuki dan Mika di toko barang Makkie MauMau, lalu menjelaskan situasi kepada mereka. Setelah itu, kami berpapasan dengan Sayuri yang sibuk membeli sesuatu di Maru-kyu. Ditambah Sayuri yang berdiri dengan tas belanjaannya, kami kembali lagi ke alun-alun di depan Hachiko patung.
Mungkin lebih baik untuk melapor pada polisi. Ketika aku mulai berpikir serius tentang hal itu, ada info yang masuk dari Selene bahwa GPS Tomomi sudah aktif lagi.
Rupanya dia berada di dalam gerbong kereta. Walau aku mencoba meneleponnya, Tomomi tidak mengangkatnya.
Di depan patung Hachiko, Mika yang melihatku, bertanya dengan cemas.
“Nii-chama, apa kamu bertengkar dengan Tomomi-neechama?”
Aku mengabaikan sesuatu. Sesuatu yang penting. Itu sebabnya Tomomi meledak. Tidak, aku meledakkan dirinya.
Hal yang sama pada hari Selasa sebelumnya. Ini adalah kedua kalinya sekarang. Namun, aku tidak tahu apa yang membuat Tomomi semarah ini.
Meledakkan bom Tomomi, aku didiskualifikasi sebagai kakaknya.
Aku bingung. pikiranku tidak bisa tenang. Tapi, membuat Mika menyadari hal tersebut, aku benar-benar didiskualifikasi sebagai kakaknya.
“Maaf sudah membuatmu khawatir Mika. Aku baik-baik saja.”
“Apa benar baik-baik saja?”
“Ya. Bagaimana kencanmu dengan Yuuki?”
“Super menyenangkan! Maple bilang kalau Ia merasa senang juga! Ia bisa melihat Catie-chan-senpai yang sedang bekerja dan sangat terkesan! MauMau-san juga hebat, katanya. Terus, Mii-chan benar-benar menyukai kue tart keju. Di dalamnya sangat lengket!”
“Begitu ya. Syukurlah. Yuuki juga, terima kasih sudah mengawasi Mika.”
Yuuki mendengarku cemas.
“Aku juga bersenang-senang dengan Mika-chan. Nii-san, apa ada sesuatu yang bisa aku lakukan, jangan ragu untuk berkonsultasi denganku.”
Sepertinya dia mengkhawatirkan Tomomi, mungkin tak masalah untuk berkonsultasi dengannya. Sekarang, aku bahkan tidak bisa memahami "apa masalahnya" di antara Tomomi dan aku.
“Y-ya. Terima kasih Yuuki. Kita harus segera pergi.”
Aku mengambil setengah dari tas belanjaan yang Sayuri bawa bersamanya.
“Ini adalah barang yang aku beli sembarangan, membiarkan Onii-sama membawa itu ...”
“Kau juga pasti lelah ‘kan. Ayo kita kembali sebelum hari gelap.”
“Y-ya ...”
Sayuri mengangguk pasrah. Sepertinya tekad mentalnya juga ikut lelah karena acara berbelanja yang tidak terbiasa.
Beberapa puluh menit setelah Tomomi, kami masuk ke kereta untuk pulang kembali ke rumah. langit terwarnai dengan warna merah padam pada saat kita sampai ke stasiun terdekat.
Apa yang terjadi dengan Tomomi, sih. Membuat adik-adiknya khawatir, itu bukanlah sikap  yang tak pantas dari seorang Nee-chan.
Sudah jelas kalau aku yang bersalah, tapi sia bisa mengatakan apa yang salah dan memberitahuku untuk tidak melakukannya ... ahh, semakin aku memikirkannya, semakin bingung pula aku dibuatnya.



close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. Makasih mimin-sama penantian setahun terbayar sudah😘

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama