Memori 2: Sekolah dan Makan Siang serta Diriku
—Apa sekarang aku bahagia?
Maksudku, aku memahami konsep
dasar kebahagiaan, dan sepenuhnya sadar akan arti harfiahnya. Tapi, jika
seseorang bertanya kepadaku apakah emosi yang memenuhi dadaku ini adalah
kebahagiaan, lalu aku akan kebingungan bagaimana harus menanggapinya.
Aku akhirnya berhasil kembali
ke dunia asalku, setelah melintasi berbagai dunia yang berbeda selama 7362 hari
... Tidak, ini bahkan bukan tentang dunia asalku. Yang ingin aku lakukan adalah
memberitahu Koori rasa terima kasihku ... mengenai perasaanku. Hanya itu
satu-satunya alasan aku ingin kembali, membuatku merasakan dorongan, keinginan
untuk kembali. Untuk bertemu Koori lagi.
Aku mengukir kata-kata ini di dalam hatiku, satu-satunya keinginanku untuk
menyampaikannya kepada Koori secara langsung.
“Senpai terlalu lucu ... jadi
aku akan berpacaran denganmu.”
Kami bahkan menjalin hubungan
luar biasa ini, yang mungkin memberikan kejutan terbesar sepanjang hidupku,
sangat mengejutkan lebih dari apa pun yang aku lihat selama di dunia berbeda
yang pernah aku kunjungi. Bahkan setelah menggunakan mantra [Arusal]
berkali-kali untuk mengecek, kenyataan saat ini tidak berubah. Itu sebabnya—
“Ah, Senpai~Pagi~”
Aku bahkan tidak menjawab salam
Koori saat dia berjalan ke arahku dengan mengenakan seragam sekolahnya.
“Ahaha, wajah macam apa itu ~?”
“... Ini terlalu menyilaukan.”
“Hm? Menyilaukan? Memangnya cuaca
hari ini secerah itu ya?” balas Koori saat dia menyipitkan matanya sambil
menatap langit.
Melihat dia seperti ini, dia
sekali lagi tampak seperti keberadaan yang terlalu jauh sehingga membuatku
pusing.
“Ahh, aku ngerti, aku ngerti.
Senpai, kamu pasti memikirkan sesuatu yang aneh lagi, kan?”
“Sesuatu yang aneh…”
Benarkah…? Aku tidak bisa
menilai dengan benar jika apa yang aku pikirkan ini adalah aneh. Itu sebabnya aku
mencoba mengungkapkannya ke dalam kata-kata.
“Aku sedang... memikirkan
kebahagiaan ...”
“Kebahagiaan ….... Pfft,
apa-apaan itu ~? Itu memang seperti Senpai, sangat lucu! ” Koori menyembunyikan
mulutnya dengan tangan saat dia tertawa.
Rambutnya yang lembut dan
halus, lengannya yang ramping nan putih, pahanya yang mempesona. Yang paling
penting, tawa tulusnya, aku bisa menyaksikannya seumur hidupku. Ya ... ini dia.
Itu tadi. Pemandangan ini yang selalu kuimpikan ...
“Apa mengenai itu? Sesuatu
seperti kamu merasa bahagia karena bisa bersamaku lagi? Yah, mungkin tidak ...”
“Ya, tentang itu.”
“Eh.”
Sekali lagi, aku menyadari
betapa tajamnya insting Koori.
“Bisa berjalan bersama denganmu
seperti ini ... adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku.”
Mengutarakan ke dalam kata-kata
sebenarnya tidak terlalu banyak berarti. Kenapa aku baru menyadarinya, padahal
sesederhana ini?
“...? Kenapa kau malah membungkuk
seperti itu?”
“... Karena ... ahh ayolah ...
ini curang ...”
“-! Anomali status ?! ”
Waktu sudah berlalu sejak
ancaman kelainan status telah dikonfirmasi sangat penting, jadi semakin cepat
kita menanganinya, semakin baik.
“Ahh, hentikan, hentikan, hentikan!
Kamu tidak perlu menggunakan sihir segala! Aku beneran baik-baik saja!”
“Tapi,
wajahmu ...”
“Abaikan saja wajah tomatku
untuk saat ini ... Jangan lihat aku.”
“Ma-Maaf ...” Aku melakukannya
lagi.
Aku masih jauh dari kata sempurna
dalam memahami akal sehat dunia ini. Jujur saja, bahkan ekspresi marah Koori
seperti itu adalah sesuatu yang kunikmati, tapi aku benar-benar tidak ingin dia
membenciku, jadi sebagai gantinya aku terpaksa diam-diam menatapnya dari
samping. Bahkan ketika kami mulai berjalan, Koori terus menggumamkan kata-kata
seperti Tenanglah, diriku ... tenang ...
pada dirinya sendiri.
“Ah, benar-benar ... Senpai,
sudah lama sekali sejak melihatmu memakai seragam.”
“Seragamku…”
Sekarang dia mengungkitnya, 20
tahun yang lalu, Koori mengenakan
seragam divisi sekolah menengah, tapi sekarang kami berdua sama-sama memakai
versi SMA. Dari dulu dia sudah imut, tapi itu bahkan tak sebanding dengan dirinya
yang sekarang.
“... Aku tidak tahu, aku tidak
merasa terlalu nostalgia.”
“Kamu hampir tidak ingat apa
pun dari masa sekolahmu, ‘kan ... Yah wajar sih sudah dua tahun — atau lebih
tepatnya, 20 tahun di dalam kepalamu ... Woah, itu pasti sulit ya. Sungguh,
serius!”
Tepat ketika mata Koori terbuka
lebar dengan ekspresi terpukau, dia mengubahnya menjadi senyum gembira.
“Aku senang kamu bisa kembali
saat aku masih pelajar ~ Meski itu juga memudahkanku karena Senpai jadi
seangkatan denganku sekarang ~”
“………”
Sebelum aku koma di dunia ini,
Koori duduk di kelas dua divisi SMP, sedangkan aku duduk di kelas 1 SMA. Koori
sendiri menjalani proses belajar dengan normal selama bertahun-tahun, sampai
tiba di tahun sekarang, sementara aku disuruh mengulang keals 1 SMA lagi
setelah bangun dari koma. Tentu saja, aku benar-benar senang bahwa aku tidak dipaksa
meninggalkan sekolah, jadi begitulah.
“Hm ...? Oh jangan bilang ...
kamu benar-benar merasa terganggu oleh itu?”
“…Ya.”
“Eh!”
“Kau dan aku berada di angkatan
yang sama sekarang. Bukannya itu sedikit mengganggu bila kau terus memanggilku
Senpai? ”
“—Ah, ahhh! Jadi itu yang kamu
maksud? Ya ampun ... itu bikin kaget aku saja. ”
“...? Apa maksudmu?”
“Tidak, tidak, tidak, bukan
apa-apa ~!”
Aroma jeruk yang samar-samar
datang melayang dari Koori saat dia dengan panik melambaikan tangannya ... Ini
aroma yang menyenangkan.
“Maksudku, kita memang
seangkatan sekarang ... tapi itu tidak menghilangkan perbedaan usia kita, ‘kan?
Senpai itu seperti Senpai dalam hidupku! ”
“Dalam hidup ... begitu ya.
Memang benar bahwa menghormati orang tua adalah prinsip yang bisa ditemukan di
dunia mana saja. ”
“Hahahaha, menghormati orang
tua, katanya! Ungkapan boomer seperti
itu!”
Hanya dengan melihat Koori
tertawa histeris ketika dia memegangi perutnya saja membuat semua kenangan
brutal dan keji dari dunia lain yang aku alami hanya beberapa hari yang lalu
benar-benar menghilang.
“Ahh, ini hebat ... waktu pasti
berlalu dengan cepat ketika kamu bersenang-senang, aku benar-benar mengerti
sekarang ... Oiya, Senpai, ruang guru ada di sebelah sana ~ Kamu harus
menyelesaikan beberapa dokumen karena kamu kembali ke sekolah, ‘kan?”
Bahkan sebelum aku
menyadarinya, kami sudah tiba di sekolah, dan Koori berjalan cepat saat dia
menunjukkan arah kepadaku.
“Baiklah, Senpai, sampai jumpa
lagi!” Menampilkan tanda peace di
sebelah kepalanya, pose yang pas untuk Koori, dia lalu perlahan berbalik.
“Nanonano ~ Pagi ~”
“Pagi ~ Oh, kamu memotong ponimu?
Terlihat imut banget~”
“Eh, s’rius? Yay ~ ”
“Nano-jan, ye ye ~”
“Ye ~ apa ada sesuatu yang baik
terjadi? Kamu sepertinya dalam suasana hati yang baik~ ”
“Kamu bisa tahu ~? Oya Nano ~ Kamu
melihat drama itu kemarin? Aktor baru itu, kamu tahu, dia— ”
Dalam hitungan detik, Koori
dikelilingi oleh teman-teman, dan aku melihatnya berjalan pergi dengan senyum
gembira. Melihat apa yang selalu aku impikan terjadi di hadapanku, aku merasa
sangat puas—
“Hm? Kamu, apa ada yang salah? Ruangan
kelas ada di sebelah sana.”
Seorang pria tak dikenal
memanggilku, menyadarkanku kembali ke kenyataan. Dari kelihatannya, impianku
ini masih akan berlanjut—
ghghghgh
“Omong-omong, Nano? Siapa cowok
tadi? ”
“Eh.”
“Bukannya kamu berangkat
sekolah bareng dengan dia ~? Kamu senyam-senyum seperti orang gila saat kamu
berbicara dengannya.”
“…….”
Aku membeku saat mendengar perkataan
temanku. Yah aku harus bisa menutupinya entah bagaimana. Aku cukup pandai dalam
hal itu, kok ~ Tapi, aku merasa itu tidak enakan terhadap Senpai.
“Um ... yah, bagaimana aku
harus mengatakannya ... Ia itu pacarku.”
Mengatakannya langsung memang
terasa memalukan, suaraku lalu menjadi sangat kecil.
“Umm ... pacar, ya ... Begitu
ya, begitu ... Apa ?! Pacar?!”
Reaksi panik temanku membuatku
melompat kaget.
“Wah, suaramu terlalu kencang
...”
“Nano ?! Pacar ?! Serius ?! Eh,
beneran?! Sumpah?!”
“Apa apa? Aku barusan mendengar
kata pacar datang dari sini, ya ~? Ikut nimbrung dong ~ ”
“Nano punya pacar !!”
“-Hah?! Tidak mungkin! Tahan!
Tunggu sebentar, serius ?! -Berita besar! Nano punya pacar!! ”
“-Yang bener?!”
Kamu bercanda? Berita tersebut
menyebar ke seluruh ruangan dalam hitungan detik, dan teman-temanku, yang
bersebaran di dalam kelas, mulai mendekati, lalu mengelilingiku seolah-olah aku
sedang diinterogasi oleh polisi.
“Ehhh ...? Apa yang sedang
terjadi?”
Kalian semua tidak punya hal lain
untuk dilakukan? Seriusan?
“Nano! Kamu punya keberanian
untuk menjadi populer di kalangan anak cowok, tapi tidak pernah berpacaran
dengan siapa pun, ‘kan ?! ”
“Apa maksudmu aku punya
keberanian ... Yah, itu benar sekali kalau aku punya pacar.”
“Sumpah?!”
“Hei, bukannya kamu baru saja
ditembak oleh si keren dari sekolah lain?! Kamu menolaknya, jadi mengapa?”
“Nano bahkan dirayu oleh
mahasiswa ketika sedang bersamaku ~”
“Dan, siapa cowoknya ?!”
“Ia bukan dari kelas kita, ‘kan?!”
“Um ...”
Aku sedikit ragu mengenai apa
yang harus dikatakan dan apa yang tidak boleh dikatakan.
“Ia dari sekolah kita ... tapi
aku tidak tahu apa Ia akan ada di kelas kita ...”
Itu mengingatkanku, apa Senpai
sudah mengurus formalitasnya dengan benar?
“Kurasa aku melihat pacar Nano!”
“Serius?! Ia seperti apa ~?”
“Tampang keren? Pasti yang
keren! ”
“Cuma sebentar sih, jadi aku tidak
bisa melihat dengan baik.”
“Info yang tidak berharga ~!”
“Tapi, kupikir Ia — Watase
Kairi!”
Dia menebak dengan benar
sampai-sampai aku bahkan tidak bisa berkata apa-apa. Tunggu, bukannya dia juga
yang berpapasan denganku ketika sedang mengunjungi Senpai di rumah sakit ...?
“Watase Kairi ... Siapa?”
“Ah, cowok yang harus mengulang
tahun ini, ‘kan?”
“Aku tahu cowok itu ~ Ia
dirawat di rumah sakit, kurasa ~”
“Dirawat ... Cowok yang
kecanduan beberapa obat aneh?”
“Tidak—”
“Wah, itu benar-benar
menakutkan!”
“Eh, Koori, kamu baik-baik
saja?!”
“Nano ~ Aku tahu kamu menyukai
sesuatu yang terdengar menyenangkan, tapi jangan terlalu berlebihan, oke ~”
“…Hm…Hmmm…”
Ini ... malah berubah menjadi
situasi yang sulit. Mungkin lebih baik aku memberi tahu mereka apa yang
sebenarnya terjadi ….. Astaga, seharusnya aku diam saja tentang semua ini.
Tapi, sebelum aku bisa
menjelaskan semuanya, mereka semua mulai mendiskusikan Senpai — Tidak [Watase
Kairi] dengan beberapa cerita karangan. Namun ketika aku tidak tahu apa yang
harus dilakukan ,—
“Ah, Senpai.”
Aku melihat orang yang
dibicarakan ketika Ia baru saja memasuki ruang kelas. Mendengarku memanggilnya,
yang lain langsung terdian dan menatapnya. Tidak, lebih tepatnya melototinya.
Tapi, waktu yang tepat sekali ~
Seperti yang diharapkan dari
Senpai, Ia sama sekali tidak terganggu dengan tatapan semua orang yang tertuju
padanya. Setelah beberapa detik keheningan yang canggung, Senpai adalah orang
pertama yang memutuskan kontak mata, yang lain mulai berbisik satu sama lain.
“…Cowok itu?”
“Eh, Ia terlihat, tidak
menakutkan sama sekali?”
“Dasar bodoh, lihat dengan baik,
tatapan matanya dingin sekali ...”
“... Wah, menakutkan ~”
“Tidak, dia benar-benar normal!
Sebaliknya, itulah bagian yang bagus darinya! Serius, kalian pada melihat ke
mana sih~?” Atau begitulah yang ingin aku katakan, tapi untung saja berhasil
menahan diri.
Tahan itu. Tahan itu, diriku.
Senpai berjalan menuju bagian
depan papan tulis, dan melihat sekeliling kelas saat Ia menyipitkan pandangannya.
“... Entah bagaimana, ini
terasa nostalgia.”
Ya, masuk akal ........lagipula sudah 20 tahun lamanya...
“Ia berbicara seakan-akan baru
kembali dari penjara anak ... ?!”
“Eh, mantan dari sekolah
anak-anak nakal... ?!”
“Jadi itu yang kamu maksud
dengan dirawat?!”
“Ini terlalu menakutkan ...!”
Um ... Aku bisa mendengar
kalian semua dengan jelas ... Senpai mungkin dapat mendengarnya — Tunggu,
Senpai, mengapa kamu mengulurkan tanganmu ke arah pintu dengan tatapan dingin
seperti itu— ?!
“Senpai, berhenti!”
Semua orang terkejut karena aku
tiba-tiba berteriak keras, tetapi Senpai lebih cepat dariku.
“[Excel]”
Sebuah lubang besar tercipta di
pintu, dan guru yang ada di balik pintu menjerit ... Ya ampun ...
“……Musuh…”
Tepat sebelum Senpai bisa
berjalan di luar, aku akhirnya berhasil menghentikannya.
“Senpai! Itu bukan musuh!
Beliau adalah wali kelas kita!”
“Wali ... kelas ...? …… Ahhh. ”
Dengan ekspresi Kalau dipikir-pikir lagi , Senpai
menghentikan apa pun yang hendak Ia lakukan, setidaknya ...
“…Hah?! Eh, apa yang baru saja
terjadi ?!”
“Senjata api?!”
Yeah, ketahuan …... pikirku,
saat aku memegang kepalaku.
“Kau baik-baik saja, Koori?
Tidak perlu memaksakan dirimu jika kau merasa tidak enak ... Aku bahkan bisa
menggunakan [Recure] jika kau membutuhkannya— ”
“Ah, tidak, aku baik-baik saja,
sungguh ...”
Jadi kamu menganggapnya seperti
itu? Aku tidak tahu apakah kamu mau mencoba membunuhku atau bersikap baik hati …...
Yah, kurasa pembicaraan kita tidak bakal nyambung. Meski begitu, aku menganggap
ini terasa menyenangkan.
“Heh ... haha, kurasa kehidupan
pelajar yang normal pun akan cukup bermasalah ~”
“...? Aku pasti bisa melewati
berbagai situasi yang berbahaya. Meski nyawaku yang jadi taruhannya. ”
“Hidupmu tidak akan dalam
bahaya di sini!”
Apa yang kamu bicarakan, mana
mungkin situasi berbahaya bisa terjadi di sekolah ?!
“Dan, hal serupa pernah terjadi
di dunia yang berbeda juga.”
"Eh, serius? Kedengarannya
sangat menarik ...”
Aku ingin mendengar lebih
banyak tentang itu, tetapi sebelum itu—
“Mungkin kita harus memikirkan
alasan yang tepat untuk kekacauan ini dulu ~” Aku tersenyum masam kepada yang
Senpai memiringkan kepalanya ke kiri.
TTTTT
Tentu saja, itu bukan akhir
dari segalanya. Pertama, Ia yang berbicara dengan murid lain berubah menjadi
berantakan. Pada dasarnya, hampir tidak ada teman sekelas yang berani mendekati
Senpai karena apa yang terjadi tadi pagi, tapi ini juga merupakan pemicu bagi
beberapa murid cowok untuk membuat langkah pertama.
“Yo, Watase-kun! Senang bertemu
denganmu!”
“………”
“... Um ... Watase ... kun
...?”
“... Hm? Ah, kau berbicara
denganku? Maaf. Mungkin itu karena mereka tidak memanggilku dengan nama
tersebut ketika aku di sana, jadi aku hampir tidak bereaksi saat dipanggil
Watase lagi. ”
“Di-Di sana? Apa kau pergi ke
suatu tempat?”
“Dari dunia yang berbeda — ah.”
“Dunia yang berbeda…? Eh, apa?”
“... Aku mengacaukannya ...
janjiku dengan Koori ...”
“Ohh, jadi kau dan Nano-chan
sebenarnya — Hah? Kenapa kau mencengkram kepalaku seperti itu ?! Wah, tunggu
?!”
“Maaf. Biarkan aku menghapus
ingatanmu. ”
“Ing-Ingatanku ?!”
“—Okay Senpai, tenanglah
sebentar!”
Hal seperti tadi sering
terjadi, dan aku selalu berhasil menyela. Bahkan selama jam pelajaran, ketika
guru mengatakan Sudah dua tahun sejak
pelajaran terakhirmu, kan, Watase, Senpai hanya berkomentar dengan acuh tak
acuh tidak, sebenarnya sudah 20 tahun,
membuat semua orang kebingungan, atau ketika teman yang ada di kursi
belakangnya bangkit untuk menjawab , Senpai mendorongnya ke bawah dalam sekejap
... Aku bahkan mendengar bahwa sesuatu yang gila terjadi selama jam pelajaran
olahraga anak cowok.
Bagaimanapun juga.
Karena semua tersebut
terus-terusan terjadi, yang bermula dari kesalahpahaman kecil berubah menjadi
desas-desus gila …... Jujur, aku sudah tidak tahan lagi.
“Senpai, bisakah kamu ikut
denganku sebentar ~?”
ghghghgh
Jika tebakanku tidak salah, aku
mungkin melakukan sesuatu yang fatal. Aku mengingat kembali saat Koori dan aku
mengadakan pertemuan strategi—
“Senpai, kamu hampir melupakan
kenangan waktumu saat masih menjadi pelajar, ‘kan? Jika begitu, maka ... tolong
jangan lakukan hal yang mencurigakan, terutama pada hari pertamamu. Tidak
mengeluarkan beberapa item dari ruang hampa seperti sebelumnya. Khususnya
pedang atau senjata lain, Kamu mengerti? Sama halnya dengan sihir ... Aku tahu
mungkin sulit rasanya karena tiba-tiba tidak menggunakannya lagi, tapi
berusahalah yang terbaik untuk tidak menonjol dalam hal itu.”
... Sampai batas tertentu, aku
benar-benar berusaha untuk menepati janji tersebut …... Tepat sebelum aku ingin
melakukan sesuatu, aku memang menahan kemampuan terbaikku, dan aku juga tidak
menggunakan [Garden ]. Aku memang menggunakan sihir di sana-sini, tapi
seharusnya tidak ada yang bisa melihatnya.
Yang paling menimbulkan masalah
adalah tubuhku sendiri, karena sudah terbiasa untuk langsung bereaksi terhadap
segala sesuatu kejadian aneh yang ada di sekitarku. Hanya tentang itu, aku
tidak bisa mengontrolnya. Mengejutkan orang yang ada di sekelilingku
berkali-kali.
“………”
Dia pasti cukup muak denganku
sekarang. Membayangkan adegan ini di kepalaku, aku cukup hancur sampai-sampai
aku bahkan tidak sanggup memanggil Koori yang berjalan di depanku. Lalu, kami
akhirnya tiba di atap, dengan Koori berbalik ke arahku dengan ekspresi yang
kaku — ekspresi ... yang kaku?
“Pffft…Hahahahahaha…hahahahahaha!”
Dia tertawa terbahak-bahak. Dia
tertawa. Terus tertawa. Dan tertawa terpenggal-penggal.
“Ha ... hahaha ... Ahh, akhirnya
... itu sulit buat menahan diri ... Aku benar-benar hebat untuk menahannya….
... Aku pantas dipuji karena ini ... Fiuh ...”
“…Menahan?”
“Maksudku, kamu mengejutkan
semua orang seperti itu ... dan Senpai tidak tahu apa penyebabnya ‘kan ...
Pffft ... Hahaha, gawat! Cuma mengingatnya saja sudah bikin aku ngakak lagi!
Ahahahaha!”
“Kau tidak ... marah?”
“Ahaha ... Hahaha ... heh?
Ma-Marah? Pada apa? ”
“Kau menyuruhku untuk
berhati-hati ... dan aku barusan ...”
“Ahhh, yah, aku sempat panik
beberapa kali di sana-sini, tapi apa boleh buat ~”
“Apa maksudmu…?”
“Maksudku, kamu terlempar ke
dunia lain selama dua puluh tahun, dan sekarang kamu tiba-tiba kembali ke
lingkungan asing ini ... Tidak ada yang menyalahkanmu karena tidak tahu mana
yang salah atau benar. Paling tidak, aku takkan melakukan itu, jadi aku tidak
punya hak untuk marah pada orang lain, bukan begitu? ”
Melihat Koori tersenyum lebar
padaku, aku terdiam.
“Ah, aku yang harus minta maaf!
Kamu mencemaskan itu, ‘kan ... Aku seharusnya memberitahumu dulu...”
“Koori.”
“Iya?”
“Terima kasih.”
Sungguh. Dari lubuk hatiku,
perasaan syukur yang kuat muncul. Itu sebabnya, aku hanya bisa membungkuk ke
Koori, di mana dia mulai kebingungan.
“Tunggu ... Su-Sudah berapa
kali kubilang, jangan melakukan aksi seperti itu ... apa yang aku katakan cukup
normal, jadi ...”
Senyum malu-malu Koori tampak
begitu mempesona, aku akan kehilangan diriku sendiri ... Kumohon, aku tidak
membutuhkan hal lain dalam hidup, jadi biarkan waktu ini berlanjut selamanya.
TTTTT
Dilihat dari ekspresinya, Senpai
tampak sangat terganggu. Meski tidak terlalu diperlihatkan dari luar, jadi aku
hanya menikmatinya dengan banyak kesenangan, tapi mungkin aku sedikit kasar.
Jika itu masalahnya, maka setidaknya aku harus bertanya mengapa, jadi aku tanya.
“... Awalnya, kupikir ini hanya
bayanganku saja ... Tapi, berjalan menyusuri lorong, orang-orang di sekitar
kita ...” Senpai angkat bicara.
“Ahh ... jadi kamu mendengar
itu?”
Saat berjalan ke atap beberapa
menit yang lalu, kami berpapasan dengan banyak orang yang saling berbisik
tentang Senpai. Misalnya saja-
“... Hei, bukannya itu ...?”
“Cowok yang menghempaskan guru
...”
“Ia menghancurkan pintu dengan
senjata ...”
“Ia juga melempar murid dari
klub judo ...”
“Ia berada di penjara remaja
selama dua tahun, ‘kan?”
“Kenapa Ia tiba-tiba di sekolah
kita ...?”
“Mungkin Ia mengancam kepala
sekolah—”
Dan semacamnya. Sesuatu yang
terdengar mungkin, sesuatu yang terdengar konyol ... yah, sebagian besar dari
desas-desus yang mereka bayangkan sama sekali tidak benar, tapi tidak semuanya
bohong pula. Karena Senpai tidak berkomentar sama sekali, aku pikir Ia bahkan
tidak mendengarnya.
“Yang membuat semuanya sulit
... adalah aku.”
“………… Hm? Apa yang sedang kamu
bicarakan?”
Seperti serius, apa yang Ia
bicarakan? Ini bukan tentang mereka yang berbisik di belakang punggungnya? Apa
Ia pikir semua orang menghindarinya karena mereka pikir Ia berandalan?
“Semua orang berpikir kalau kau
kehilangan jalanmu, Koori.”
“... Permisi, tapi apa yang
sebenarnya kamu pikirkan tentangku, Senpai?”
“Tapi ... di ruang kelas, mereka
semua memohon padamu ...”
“Hmm? Apa begitu ya ~?”
Aku pribadi merasa itu cuma
cemoohan yang tidak berharga.
“Kau benar-benar populer,
Koori.”
“Populer ~? Yah, aku menag cukup
terkenal, terutama dengan para cowok ~ ”
“... Ya, itulah yang
kupikirkan.”
“... Um, aku tahu ini
kedengarannya aneh, tapi bisakah kamu tidak setuju denganku? Mengatakan itu
sendiri rasanya sangat memalukan. ”
Tapi, Senpai hanya
menggelengkan kepalanya, dan melanjutkan.
“Tidak, kamu benar-benar cantik,
Koori. Setelah datang ke sekolah ini, dan melihat semua gadis lain, mereka
tidak bisa dibandingkan denganmu. Tidak salah lagi.”
“... Itu ... yah ... terima
kasih ... banyak ...”
Lagi-lagi itu ... Lagi dengan
... Ahhhhh! Sialan ... Senpai sangat tidak adil ...
“Terutama ketika mereka
mengobrol denganmu Koori, mereka selalu tersenyum sepanjang waktu itu —
Terutama murid cowok.”
“Aku penasaran tentang itu ~?
Semua orang sangat ramah denganku, jadi lebih mudah untuk berbicara dengan
mereka, kurasa ...”
Bukannya itu juga karena
kehadiran Senpai hari ini? Terus, Ia benar-benar memperhatikanku dengan intens
... Apalagi sangat peduli dengan rincian kecil seperti murid cowok — Tunggu,
jangan bilang ...?
“Hm? Senpai ... jangan bilang
kamu merasa cemburu?”
Jujur saja, hanya bertanya
begitu saja sudah membuatku tersipu, tapi bagaimana Senpai bereaksi dengan
pertanyaan eksplosif ini?
“………! ……! ” Dia tetap diam, tapi
ekspresi wajahnya menyiratkan semua yang perlu aku ketahui.
—Sampai
segitunya?! Aku ingin berteriak padanya, tapi saat melihat wajah Senpai memerah
seperti apel matang, aku bahkan tidak perlu bertanya, jadi pada akhirnya tidak
apa-apa. Yah ... mungkin tidak sebanyak itu, melihat itu saja sudah membuatku
ikutan malu. Tetapi bahkan lebih dari itu, aku mati-matian untuk menyembunyikan
wajah menyeringaiku dari Senpai.
“Ahh, Senpai ~ kita bukan
anak-anak lagi ~”
... Dang. Suaraku sampai
gemeteran segala. Niatku sih cuma sebagai lelucon, tapi rasanya seperti aku menggali
kuburanku sendiri dengan itu ... Mu-Mungkin aku harus mengubah topik
pembicaraan.
“Un-Untuk saat ini, ayo makan
siang, bagaimana?"
Benar, benar. Salah satu alasan
untuk datang ke sini adalah untuk mengeluarkan semua tawa yang harus aku tahan
di kelas, tapi sebenarnya masalah utama baru dimulai sekarang.
Karena sekolah kami adalah
sekolah gabungan SMP dan SMA, ada banyak siswa yang ada, dan sejumlah besar
fasilitas untuk menunjang.
Namun, dengan banyak bangunan
dan atap, cuma atap gedung kelas satu SMA yang terbuka, dan salah satu dari
bangunan ke-3 divisi SMP ini biasanya tidak boleh dimasuki siswa.
Sekarang, jika seseorang
bertanya bagaimana Senpai dan aku bisa naik ke tempat terlarang ini ….. yah,
melalui berbagai insiden, aku berhasil mendapatkan kuncinya, tehe, tapi lebih
baik kita kesampingkan itu sekarang ~ Dengan tidak ada orang di sini, kita bisa
memonopoli sepenuhnya seluruh atap ini hanya untuk kita berdua, duduk di dekat
pagar pembatas. Dengan roti dan minuman yang aku beli dari kantin sekolah,
persiapan sudah selesai ~
Sebelum ada yang bertanya, aku terkadang
makan siang sendirian di sini juga. Biasanya aku makan siang bersama
teman-teman di ruang kelas atau di luar di halaman, tapi ketika aku ingin makan
sendirian, aku selalu mengunjungi tempat ini.
Tapi — sekarang, Senpai yang
masih sedikit tersipu duduk di sebelahku, jadi aku tidak bisa menahan
kegembiraanku.
“Hehe ... sudah lama sekali
sejak aku bisa makan siang bersama Senpai ~”
Buatku, sudah dua tahun
lamanya. Tapi bagi Senpai — ini sudah 20 tahun. Jujur saja, aku tidak pernah
membayangkan kalau aku akan bisa makan siang dengan Senpai lagi seperti ini ...
“... Sejujurnya, aku tidak
menyangka bisa menghabiskan waktu dengan Koori lagi seperti ini.”
“—Ahaha, jangan mengatakan hal
yang sama yang kupikirkan ~” Aku akan tersipu lagi ‘kan, ehe.
“Hal yang sama…? …Begitu ya.”
... Apa-apaan dengan wajah
keren yang gila ini. Aku tak bisa ... Aku tak bisa berhenti menyeringai.
Senpai hanya menatap kosong ke
arahku, jadi aku menunjukkan padanya satu senyuman lagi, memberikan roti dan
teh padanya.
“Ini, Senpai. Kamu suka roti
kacang, ‘kan? Atau apakah seleramu berubah saat berada di dunia yang berbeda?”
“………”
“Kenapa kamu diam saja seperti
itu ~ Ah apa jangan-jangan tebakanku tepat sasaran?”
“Tidak ... aku hanya berpikir
bahwa kau benar-benar mengingatnya.”
“Eh. Ahh ~ Yah, itu karena
jarang-jarang ada yang suka roti kacang ... ”
Alasan sebenarnya adalah karena
aku sering mengenang masa dimana Senpai masih bersamaku ...
“Melihat Koori mengingatnya
tentang diriku ... membuatku benar-benar bahagia.”
“—!”
Lagi-lagi ... dengan ...
aaaaaah!
“... Kenapa kau condong ke depan
seperti itu — jangan bilang!”
“Tidak apa! Aku baik-baik saja!
Jangan lakukan apa pun!”
Karena Senpai hendak
mengeluarkan pedang lagi, atau mengeluarkan sihir aneh, aku bahkan tidak bisa
menggeliat, meski kelucuannya hampir membunuhku setiap saat. Terutama sejak
kami datang ke sekolah hari ini. Mungkin dia gugup? Lagipula, sudah 20 tahun
baginya ... Maksudku, aku bahkan tidak bisa membayangkan sudah berapa lama
rasanya. Dia jauh hidup lebih lama ketimbang hidupku.
Senpai menghabiskan waktu
tersebut di tempat yang sama sekali berbeda, sendirian. Semakin aku
memikirkannya, semakin aku berpikir pula bahwa Senpai berada di sini sudah
merupakan keajaiban.
“Haaa ... Tentu ini luar biasa
... Nom.”
“... Apa itu enak?”
“Mm? Roti ini? Yah ... kurasa?”
Aku kebingungan kenapa Senpai tiba-tiba
mengungkit hal itu, tapi mungkin karena apa yang aku katakan sebelumnya.
Sepertinya dia berpikir bahwa bagian 'luar biasa' mengacu pada rasa roti yang
sebenarnya. Kalau dilihat dari kebiasaannya, dia mungkin mempertimbangkan diriku.
Sebelum dia pergi, dia tidak pernah bertanya apa yang aku makan dan sebagainya.
Lagi-lagi, aku tak bisa tidak
berpikir bahwa pasti banyak hal sudah terjadi selama waktunya di dunia yang
berbeda, dan berkat itu juga dia mungkin sudah banyak berubah.
“Kamu pasti makan siang bersama
seseorang saat kamu berada di dunia lain, ‘kan?”
Orang pertama yang terlintas di
pikiranku adalah Shaltinia-san. Hm ... yeah, itu pasti terjadi. Meski aku tidak
bisa membayangkannya.
“...... Dengan seseorang ... di
dunia lain ...” Senpai bergumam pada dirinya sendiri dengan ekspresi yang
sulit.
“Maksudku, jika sulit untuk
dibicarakan, Senpai tidak perlu memberitahuku, oke. Aku cuma penasaran saja.”
“Tidak.” Balasnya segera. “Aku
penasaran bagaimana cara memberitahumu — tapi ini mungkin cara yang tercepat.”
“Eh, jangan bilang—“
Dia akan menggunakan sihir yang
360° itu—? Pikirk, tapi sebelum aku bisa menyelesaikan kalimat tersebut, area
sekelliling kami menjadi gelap gulita. Dia benar-benar bergerak cepat ...
Sebenarnya, aku agak iri pada itu, karena aku cenderung ragu dan khawatiran.
“Senpai, ini ...”
“Ini akan berubah dalam
secepatnya.”
Seperti yang dia katakan, itu
segera cerah. Di bawah langit biru yang lebar, sebuah kota yang terbuat dari
batu berdiri. Nampak terlihat sedikit ... gaya eropa? Mungkin yunani? Di
sebelah jalan beraspal itu ada toko terbuka, dengan banyak orang—
“Tunggu, apa ini ?! Ekor?!
Tanduk ?!”
Aku hanya berasumsi mereka
adalah manusia normal, tapi mereka semua memiliki ekor dan tanduk yang tumbuh
dari tubuh mereka ?! Wajah mereka ... Eh? Setidaknya mereka terlihat seperti
manusia normal ... lebih tepatnya, ada banyak wajah cantik!
“Ini ⛛ ☆.”
“Maaf apa?”
“…… Ah ... Ya, para penduduk
[Mektray] semuanya memiliki darah naga yang mengalir di nadi mereka. Pada
dasarnya, mereka semua ras demi-human. ”
“Begitu rupanya ~”
Maksudku, aku tidak terlalu mengerti
definisi demi-human, tapi mereka mungkin makhluk yang mirip manusia? Apa semua
orang di dunia itu terlihat seperti orang-orang ini? Aku yakin kalau manusia
normal seperti Senpai pasti sangat menonjol sekali. Apa dia akan baik-baik saja
seperti itu?
“Tapi, dimana Senpai?”
“…Di sana.”
Aku melihat ke arah yang
ditunjuk Senpai. Senpai masa lalu sedang duduk di tempat terbuka dekat air mancur,
kepalanya menunduk ke bawah, ditutupi oleh tudung.
“Ahh, itu seperti Senpai ~”
Kamu bisa langsung tahu melalui
aura yang dia berikan. Aku mendekatinya untuk melihat wajah yang dibalik
tudung, dan—
“Eh, wah ... Bukannya kamu,
tampak, kurus sekali ?! Apa kamu baik-baik saja saat itu ?!”
Senpai masa lalu jauh lebih
ramping dari yang sekarang, dan aku semakin khawatir bahwa dia mungkin akan mati
kelaparan ... jadi aku merasa panik.
“U-Untuk serkarang, kamu harus
makan sesuatu—“
「Untuk
sekarang, makanlah sesuatu!」
Suaraku bertumpang tindih
dengan suara orang lain. Orang tersebut duduk di sebelah Senpai yang kurus di
bangku. Gadis itu memegang ... sesuatu seperti roti, kurasa...? dan sup ...?
saat dia mendesak Senpai untuk memakannya. Yah, aku akan bereaksi dengan cara
yang sama jika aku melihat Senpai seperti itu ... Tapi, yang lebih penting,
melihat gadis ini dari depan, aku kehilangan ketenanganku.
“Tunggu sebentar ... bukannya
gadis ini sangat imut ... ?!”
Tingginya hampir sama denganku,
tapi rambut peraknya yang mengkilap membuatku merasa iri, rupa wajahnya kecil
dan menggemaskan, dan mata ungunya bersinar dengan kekhawatiran …. Produk
perawatan seperti apa yang dia gunakan untuk kulitnya, seperti , permisi?! Itu
terlihat sangat halus dan bersinar!
Bila dilihat lebih dekat, ada
tanduk kecil yang mencuat dari kepalanya, dan itu untuk beberapa alasan itu
sangat cocok untuknya... super imyuuuttt! Dia tampaknya ... memiliki ekor juga
...? Wah, kakinya sangat ramping! Ahhh, ehhhhh ... uuuuuuh?
“Siapa gadis itu?!” Aku
berbalik sambil bertanya histeris kepada Senpai yang asli.
“Sejujurnya ... Aku lebih tidak
ingin melihat wajahnya lagi ...” Ujarnya, jelas mengungkapkan kekecewaannya.
“…………Ehhh?”
Apa yang dia bicarakan? Kamu
merasa kecewa terhadap kecantikan yang tak tertandingi seperti dia? Aku cukup
yakin bahwa aku bisa menatapnya selama seminggu …... Terlebih lagi dia
mengkhawatirkan Senpai ... Seperti, hubungan seperti apa yang mereka miliki?
Tepat saat aku merasa agak
suram, Senpai angkat bicara.
“Tepat setelah itu ...”
Dengan waktu yang bersamaan
dengan komentar Senpai, si cantik mulai bertindak. Dia membagi roti, dan
mendorongnya ke arah wajah Senpai, tapi ... dia tidak memakannya. Setelah itu,
si cantik itu mengambil sepotong kecil roti di antara jari-jarinya,
mendorongnya ke mulut Senpai masa lalu …... tapi dia masih belum memakannya.
Baik…
「Ayo
dimakan!」
Ah, apa dia merasa muak? Pikirku,
ketika gadis itu meletakkan roti di mulutnya sendiri. Ehhhh? Bahkan cara mengunyahnya
terlihat sangat lucu! Seperti hamster kecil ... Tapi juga sangat bermartabat
...? Apa dia, mungkin, seorang bangsawan? atau begitulah asumsiku, ketika dia
tiba-tiba menggerakkan mulutnya ke arah Senpai — Bukan, gadis itu dengan paksa
membuka mulutnya, dan mendorongnya ke bawah, untuk memberinya makan.
“Ehhhhhhhhhhhhhh?!”
“Itu yang terburuk ... ‘Kan?”
“Ma-Maksudku ... kurasa
begitu...?”
Dia agak terlalu liar ...? Tapi
meski begitu, gadis cantik liar seperti dia tidak terlalu buruk juga ...
“Hah? Senpai tidak menolak sama
sekali ...? “
Senpai hanya membiarkannya begitu saja ... ah, tunggu. Gadis cantik liar itu terlihat seperti menyentuh
tubuh Senpai ...? Rasanya ada banyak sentuhan yang tidak perlu di sana ...? Dan
wajahnya juga agak memerah?
“... Pada saat itu, aku hampir
mati kelaparan, jadi aku bahkan tidak punya tenaga untuk melawan.”
Jadi itu sebabnya dia bisa
melakukan semua itu tanpa perlawanan Senpai — mengatakan itu mungkin terlalu
jauh, ya. Nah, kesampingkan itu ...
“Jangan bilang, gadis cantik
liar ini ... um ... siapa namanya lagi?”
“♢ ⛛ ... kata Shemi mungkin hampir mendekati
bahasa kita.”
“Shemi-chan ... bukankah dia
terlihat cukup dekat denganmu?”
“Mustahil.” Senpai menyatakan.
“Aku bisa menunjukkan buktinya padamu.”
Usai bilang begitu, pemandangan
di depan mataku bergerak lagi. Dengan momentum yang cukup cepat membuatku merasa
pusing, pantulan di hadapanku berubah. Seperti yang kuduga, ini benar-benar
menyenangkan.
Pemandangan sekarang tampaknya berada
di semacam hutan, dengan Senpai yang sedang memusnahkan seekor ular raksasa,
bersama si cantik Shemi-chan yang keren di sebelahnya. Menyamai Senpai, dia
bergerak dengan kecepatan yang gila, tapi sementara mereka berdua bertarung,
mereka terus bertengkar satu sama lain.
Selanjutnya, di tempat gelap
dekat dengan batu raksasa, Shemi-chan bertarung dengan harimau seukuran gajah,
terus-menerus melirik ke sini. Yang kumaksud di sini tentu saja merujuk pada
Senpai masa lalu,, yang tampaknya memahami petunjuk itu, dan pergi untuk
membantu Shemi-chan dalam pertempurannya, lalu mengeluh. Aku tidak pernah bilang kalau aku butuh bantuanmu ! , dan ... Ah,
Senpai berjalan pergi.
Setelah itu, pemandangannya
berubah lagi menjadi tempat gunung merapi yang benar-benar panas, saat Senpai
bertarung dengan makhluk bersayap yang sangat menakutkan ... makhluk yang mirip
seperti naga, melindungi Shemi-chan yang terluka. Menanggapi hal itu,
Shemi-chan menatapnya dengan mata berair, memintanya untuk meninggalkanku
begitu saja ...! tapi Senpai tampak lebih kesal dari apa pun.
Bahkan di jalan-jalan kota,
lapangan terbuka saat fajar, dan sebuah kastil raksasa ... Eh, kastil? Serius,
siapa sebenarnya Shemi-chan?
Bagaimanapun. Semua adegan
berbeda ini dengan sempurna menunjukkan bahwa Shemi-chan bertingkah dengan cara
yang rumit terhadap Senpai.
“Begitu ya, begitu ya~”
Senpai menatapku, tampak
bertanya padaku melalui tatapannya apakah aku mengerti apa yang Ia maksud, dan
aku mengangguk.
“Aku sudah mengerti sekarang ~”
Shemi-chan benar-benar menyukai
Senpai. Tapi, karena dia benar-benar payah dalam menunjukkan perasaannya, dia
malah melakukannya dengan cara yang kikuk. Meski begitu, aku takkan memberi
tahu Senpai. Sebaliknya, aku bahkan tidak bisa …... siapa yang tahu gimana
reaksinya nanti.
Senpai menganggap sebagai tanda
penegasan di sisiku, benar-benar tidak memahami kebenarannya, tapi masih
mengembalikan pemandangan ke air mancur yang ditunjukkan di awal.
“Selama berada di [Mektray],
aku lebih sering berkelana dengannya, dan sebagai hasilnya, aku tak bisa makan
bersama orang lain, dan aku kesulitan menerima makanan yang setengah dimakan.”
Menunjukkan kelemahanmu, dan
mereka akan mengambil keuntungan dari hal itu — pelajaran tersebut sepertinya
telah terukir di kepala Senpai. Senpai mengatakan itu sekarang, dan Senpai yang
pada saat itu ketika Ia dalam perawatan Shemi-chan memiliki ekspresi yang sama
sekali berbeda.
“...
Ya, masuk akal ...”
Aku bisa memahami perasaan
Senpai dengan sempurna, dan aku juga merasakan masalah Shemi-chan. Dia pasti panik
karena perasaannya tidak tersampaikan kepada Senpai ~ Dan, aku merasa berterima
kasih padanya karena dia menyelamatkan Senpai dari dalam keadaan bermasalah
yang dia alami, tapi ...
“Menyuapi dari mulut ke mulut,
ya ...”
Maksudku, aku sangat memahami
kalau dia putus asa, tapi pasti ada cara lain ... ?! Seperti, meski aku tahu
itu tidak bisa dihindari, aku masih merasa agak putus asa ….... Ini jarang
terjadi padaku!
“Ahhhh…”
“... Koori?”
Sementara aku merasa kesal atas
keegoisanku, kami tampaknya kembali ke atap lagi, dan Senpai menatapku dengan
khawatir.
“…Tidak, aku baik-baik saja.”
Aku segera merilekskan wajahku untuk membuatnya tampak seperti aku benar-benar
oke, lalu aku menyadari apa sebenarnya yang kupegang.
Bahkan sebelum aku bisa
menyelesaikan pikiranku, aku berbicara.
“Mm ... Senpai mau coba?”
Dari rotiku yang setengah
dimakan.
—Mengulurkan kepada Senpai,
yang tak bisa memakan makanan dengan orang lain. Bahkan tidak bisa memakan
makanan yang setengah dimakan dari orang lain.
—Tunggu ... tunggu tunggu
tunggu, apa yang sedang aku lakukan ?!
Aku merasa jauh panik dari yang
aku harapkan, dan menyadari bahwa aku bahkan tidak merujuk langsung ke roti,
dan menjadi semakin tersipu. Um ... um ... apa yang harus dilakukan ... ?!
“Cu-Cuma bercanda ... ~”
Tapi.
Senpai.
Meraih tanganku.
“Aku akan memakannya.”
Dengan ekspresi serius.
Dia melihat wajahku.
“Eh ... Tidak, tidak, tidak,
itu Cuma bercanda! Ini sudah setengah dimakan ... kau tahu ...? ”
Oleh diriku.
Ahh, bagaimana jika Ia bilang
tidak? Tapi aku ingin Ia mengatakan tidak, tapi juga ya pada saat yang sama ...
dan uuuuuughhhhh ...
“Jika itu punyamu, maka.”
Senpai menjeda kata-katanya
sejenak, lalu melanjutkan dengan kekuatan sebanyak yang Ia bisa kerahkan.
“Aku pikir aku bisa memakannya
kalau itu milikmu, Koori ... Tidak, aku ingin memakannya.”
“——”
Senpai, seperti biasa, semerah
tomat. Ia ... mencoba mengatasi trauma yang dideritanya ... tetapi, lebih dari
itu ... Ia mengatakan Ia ingin melakukannya karena ini aku—
“……………… Aku tidak bisa.”
“—Ma-Maaf ... itu pasti
menjijikkan, ‘kan ...”
“Ahhh, tidak, tidak, tidak,
tidak! Bukan itu yang aku maksud! Sebaliknya, aku ingin kamu memakannya! ”
“Eh?”
Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuh ?! Apa aku
sudah benar-benar gila?!?!?! Aku ingin meninju diriku sendiri ... !! Tapi aku
harus menahan diri ...!
“Um ... boleh aku menanyakan
sesuatu yang sangat memalukan ...?” Pintaku, tapi tidak perlu untuk menunggu
jawaban Senpai. “Apa kamu tahu istilah ... ciuman tidak langsung?”
—Yah begitulah. Aku tahu. Aku benar-benar tahu.
Meski selama ini aku tidak punya pacar, aku sudah ditembak berkali-kali
sekarang, dan pergi ke pesta dan karaoke dan ke mana saja dengan teman-teman
dan cowok-cowok lain ... dan aku harusnya baik-baik saja dengan ini. Aku
sebenarnya ... baik-baik ... tapi.
“…Aku tahu.” Jawab Senpai.
“~~~!!!”
Jika kamu bilang begitu dengan
wajah tegas ... lalu aku akan benar-benar kehilangan diriku, Senpai ...! Ak-Aku
tidak bisa ... Aku tidak bisa menatap matanya lagi ...! Ba-Bagaimana aku bisa
berakhir seperti ini ...?
“La-Lalu ... um ... in-ini dia
...”
Ini dia, kataku ?! Serius ?!
Tepat saat kepalaku hampir
pecah, tepat saat Senpai hendak memasukkan roti ke mulut ini — itu menghilang.
“…Hah?”
Mendongak ke atas langit, ada seekor
burung terbang melewati kami, dan di paruhnya ada sepotong roti.
“Eh ... serius?”
Sesuatu seperti ini ...
sebenarnya bisa terjadi? Bukannya waktunya terlalu kebetulan? Eh ...?
Sementara aku menatap burung
itu dengan kaget, Senpai langsung mengeluarkan pedang—
“Berhentiiii!! Tetap di sana!
Apa yang kamu lakukan karena sepotong roti belaka?! ”
“Tapi…”
Ah, ugh ...! Jangan membuat
wajah sedih seperti itu ...! Haa ... aku tidak bisa lagi ... aku ...
“Aha ... ahahahaha! Bu-Burung?!
Seekor burung menyambar roti dengan kebetulan waktu yang begitu konyol ?!
Ehhhhh, hal seperti ini benar-benar terjadi di kenyataan ?! In-Ini terlalu
lucu… ahahahaha! ”
“………… Aku tidak mengharapkan
itu.”
Juga, Senpai terlihat sangat
frustrasi! Ahhh, bagaimana mungkin bisa ada cowok seimut ini! Meskip aku juga
tidak bisa berhenti mengawasinya ~
“Ayo menyerah saja, Senpai.
Lagian, jika kamu sangat menginginkannya, aku tak keberatan memberimu setengah
makanku— ”
Tunggu. Bukannya ini, seperti,
sangat menjijikkan untuk mengatakan bahwa Ia boleh memakan makanan yang sudah
setengan kumakan kapan saja Ia mau?
Kemudian aku menyadari betapa
bodohnya pemikiranku ini, dan tertawa sekali
lagi. Senpai pada akhirnya terus melihatku juga dengan ekspresi lembut, membuatku
merasa hangat.
Di tempat yang sama seperti dua
tahun lalu, melakukan hal-hal yang tidak dapat kami lakukan dua tahun lalu —
Perasaan yang tidak aku miliki dua tahun lalu — Menyadari bahwa aku
menyukainya. Mulai sekarang, kita bisa mengalami semua hal ini dengan tempo
kita sendiri, jadi tidak perlu terburu-buru.
Tapi hal terpenting dari itu
semua—
“Bisa bersama dengan Senpai
seperti ini ... rasanya benar-benar menyenangkan!”
Itulah yang terpenting. Atau
setidaknya aku pikir begitu.
“... Ya, bisa bersama dengan
Koori seperti ini ... adalah kebahagiaan dalam hidupku.”
Senpai menimpali kata-kataku dengan
senyuman yang sangat lembut, membuat jantungku berdetak kencang — memangnya aku
ini seorang gadis yang sedang jatuh cinta atau apa? Tunggu, itu pertanyaan
retoris.
Dengan campuran rasa malu dan kebahagiaan,
aku sekali lagi menggeliat dalam penderitaan yang nyaman.
wowkwowkk cewe isekainya gada yg bener
BalasHapusMc-nya aja yg gk bener ��
BalasHapus