u
Sudut Pandang si Senpai u
Setelah acara
festival budaya selesai, satu malam pun berlalu.
Meski aku bilang
festival sudah selesai, bukan berarti kita akan mengadakan pesta penutupan atau
semacamnya. Itu berlaku untuk OSIS dan juga klub seni.
Nah, jadi, setelah aku
berkeliling menikmati festival bersama Kouhai-chan kemarin, kami langsung
pulang. Jarang-jarang kami bisa pulang bersama, jadi rasanya cukup segar.
Sepertinya dia harus
bekerja hari ini untuk menebus istirahatnya kemarin.
Yah, sekolahnya sendiri
diliburkan. Namun, masih ada “Hari Pembersihan
Festival Budaya” pada jadwal hari
ini. Kami harus mencopot semua dekorasi di ruang kelas dan
mengembalikannya ke keadaan normal, mengatur meja dan kursi di semua tempat dan
meluruskannya seperti semula.
Pekerjaan OSIS
dimulai pada jam 11, kebanyakan cuma tugas sederhana. Lagi pula, kami
bahkan bisa menyelesaikan ini tepat setelah festival budaya selesai. Aku
menggotong meja dengan pemikiran seperti itu.
“Ketua, itu akan
menjadi yang terakhir.”
Benar. Ruang kelas
kembali ke bentuk aslinya dalam waktu kurang dari satu jam, dan aku hanya perlu
meletakkan meja yang aku gotong ke lokasi yang tepat, dan semuanya pun selesai.
Ngomong-ngomong,
barang yang tidak terjual dikemas dalam kotak kardus dan disimpan ke gudang. Aku
penasaran apakah mereka akan menjualnya lagi tahun depan jika ada cukup
ruang? Bazaar OSIS pasti praktis sekali.
“Oke.”
“Baiklah, semuanya,
bersih-bersih festival budaya kita akan berakhir dengan ini. Kalian boleh
pulang sekarang. Terima kasih atas kerja kerasnya.”
Sebagian besar
anggota OSIS memberikan tanggapan yang teledor dan keluar dari ruang
kelas. Aku mengikuti arus.
Hmm, apa yang harus aku
lakukan sekarang? Karena aku datang ke sekolah hanya untuk agenda ini, aku
merasa sedikit sedih.
Setelah berpikir
sebentar, aku memutuskan untuk pergi ke klub seni. Bukannya aku punya niat
lain.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Bahkan setelah festival
sekolah selesai, klub seni masih ada kegiatan lain yang dimulai pukul 10
pagi. Waktu kita tidak samaan lagi.
Kami menurunkan
dekorasi, melepas gambar yang tergantung di dinding, dan mengatur meja dan
kursi di kelas hari ini. Sederhananya, kami harus mengembalikannya menjadi
seperti semula.
“Yoneyama-san.”
“Iya?”
Senpai dari klub seni
memberi isyarat kepadaku.
Ia melihat ilustrasi
ikan buntal yang bersandar di dinding.
“Mengenai gambar ini,
apa kau ingin menginventariskan ke klub seni, atau mau kau bawa pulang? Itu
terserah pilihan Yoneyama-san.”
Ah, itu?
Kupikir itu hanya
akan dibuang.
“Kau tidak harus memutuskannya
sekarang, cukup luangkan waktu di rumah. Tapi bisakah kau nanti
memberitahuku apa yang akan kau lakukan dengannya?”
“Oh aku mengerti.”
Meski aku menjawab
begitu, ilustrasinya cukup tebal dan berat, karena panelnya dibuat bagus.
Sata aku berpikir
bahwa membawanya pulang sendirian akan sulit, pintu kelas terbuka.
“Selamat
sore. Apa Yoneyama ...”
“Senpai!”
Senpai yang memiliki
wajah cemberut seperti biasa berdiri di sana, mengintip ke dalam.
“Senpai, ada apa?”
“Yah, aku bebas ―
Maksudku, aku menjadi bebas. Semuanya, terima kasih telah menjaga kouhai-ku.”
Semua orang di klub
seni tampak sangat terkejut.
Hanya ada satu orang
yang menjawab dengan "Tidak masalah", Idezuka-senpai.
“Aku benar-benar ingin
tahu hubungan seperti apa yang kalian berdua miliki ~”
Idezuka-senpai
menyeringai pada Senpai, membuatnya gelisah dengan nada yang biasanya aku
gunakan.
“Tidak ada. Dia
cuma kouhai-ku.”
“Sudahlah, jujur saja.”
Astaga kau ini, ucap Idezuka-senpai
semabri menghela nafas, saat dia memalingkan wajahnya ke arahku.
“Nn, kalau begitu,
Yoneyama-chan. Kau boleh pulang sekarang. Lagipula pekerjaan itu
sudah selesai.”
Ia bahkan mengedipkan
matanya padaku dengan sembrono. Aku penasaran apa yang Ia katakan kepada senpai
sebelumnya?
Baiklah, mari kita
terima saja tawarannya.
“Boleh? Terima
kasih banyak!”
“Oi kamu, tunggu.”
Aku takkan menunggu Sebaliknya,
ada sesuatu yang harus Senpai bawa.
“Kalau begitu, Senpai,
bisakah kamu membawakan ini untukku?”
Aku menyerahkan tas
plastik besar kepadanya.
“Apa ini?”
“Ilustrasiku.”
“Mana sudi, kau harus
membawanya sendiri.”
“Itu berat.”
“Ini adalah sesuatu
yang kau buat sendiri, ‘kan? Berikan sedikit cinta.”
Nn.
“Aku mengerti. Aku
akan membawa setengahnya.”
“Setengah?”
“Seperti ini.”
Senpai dan aku
berjalan berdampingan, kami berdua membawa setiap sisi masing-masing.
Sebenarnya, ini tidak
terlalu berat. Aku ingin tahu apa artinya melakukan ini?
“Kita takkan bisa
melewati pintu.”
“Lalu, Senpai, tolong
bawa saat sudah melewati pintu.”
“Oi, kaulah yang harus
membawanya, tahu!”
Kami memutuskan untuk
meninggalkan ruang kelas untuk saat ini, karena kami cuma berdebat melulu.
u
Sudut Pandang si Senpai u
Kami berjalan di
sepanjang lorong sambil memegang kantong plastik dengan panel seperti
perisai. Tidak ada orang lain, jadi seharusnya ini aman, bukan? Tapi
aku takut tidak sengaja menabrak sesuatu.
Omong-omong, hampir
waktunya untuk makan siang.
“Kouhai-chan, apa kau
sudah makan siang?”
“Belum.”
“Kau tidak membawa
bekal?”
“Tidak, karena aku
tidak tahu kapan bersih-bersihnya akan selesai.”
“Bagaimana kalau makan
di suatu tempat?”
“Ayo?”
Aku mengundangnya
tanpa sadar, tapi aku jarang melakukan ini sebelumnya.
Kami memasuki sebuah
restoran keluarga dan akhirnya menaruh gambar berat.
“Senpai, ini adalah『 pertanyaan hari ini 』dariku.”
Kouhan mulai
berbicara ketika aku meneguk minuman dinginku.
“Apa?”
“Senpai, apa kamu mau
gambarku?”
Aku tidak terlalu
melihatnya pas dua hari yang lalu, jadi tentu saja aku ingin melihatnya lagi.
“Apa maksudmu?”
“Aku akan
memberikannya kepada senpai.”
Hmmm…
“Tapi tentu saja, aku
akan memberikannya jika Senpai memberitahuku kalau kamu menginginkannya ♪”
Aku tidak punya hobi
menempel poster anime di depan mejaku. Tapi karena itu gambar biasa,
kurasa aku bisa memajangnya di kamarku.
“Kalau begitu, aku
menginginkannya.”
“Lalu, aku akan
memberikannya padamu.”
Pada akhirnya,
setelah meninggalkan restoran keluarga, aku membawa lukisan itu pulang.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Di dalam kereta
perjalanan pulang, Senpai menengok ke arahku.
“Hei, apa aku boleh mengajukan『 pertanyaan hari ini 』sekarang?”
“Tentu.”
“Kenapa kau memberikan
gambar ini kepadaku?”
Dia mengangkat tas
besar itu dan bertanya padaku.
Tentu saja, aku tidak
bisa mengatakan bahwa aku memberinya demi hal itu. Apa yang keluar dari
mulutku hanyalah kata-kata ini.
“Aku ingin Senpai
melihatnya lebih dekat.”
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (72)
Ia mau menerima
gambarku.
Gambarnya maharun buatku aja deh
BalasHapus