u
Sudut Pandang si Senpai u
“Senpai, selamat pagi.”
“Pagi.”
Aku bertegur sapa
dengan Kouhai-chan di platform stasiun seperti biasa.
... Dia tampak tidak
bersemangat. Aku bisa merasakan suasana suram di sekitarnya.
“Hah?”
“Apa yang terjadi?”
Kouhai-chan menoleh
ke arahku, memiringkan kepalanya dengan bingung.
“Senpai, apa ada
sesuatu yang terjadi padamu?”
“Apa maksudmu?”
Setelah Kouhai-chan
mengedipkan matanya beberapa kali, dia berbalik.
“Kalau begitu, lupakan
saja.”
“Eh, apa-apaan itu?”
“Bukan sesuatu yang
penting kok, Senpai.”
Kereta pun datang,
membuat suara berderak. Kami masuk ke dalam saat pintu dibuka.
Kouhai-chan yang
menempatkan dirinya dalam posisi kami yang biasa menghela nafas.
Uh huh.
Aku tidak tahu bahwa dia
berniat terlihat sedih, tapi karena dia melakukannya dengan sangat
terang-terangan, tentu saja aku akan penasaran.
“Apa yang terjadi,
Maharu-sama?”
Yah, tidak sopan bila
bertanya langsung padanya, jadi ayo kita lakukan dengan cara seperti ini.
“Sudah kubilang kalau
itu bukan apa-apa.”
“Sudikah kamu
memberitahuku, Nona?”
“Senpai jangan
bersikap munafik begitu, itu menjijikkan.”
Aku pikir kau tidak
perlu mengatakannya secara langsung begitu.
“Aku hanya berusaha
bersikap sopan.”
“Itu sama sekali tidak cocok untukmu. Aku juga sedang
tidak ingin membalasnya.”
“Apa-apaan
itu? Kalau begitu, apa yang ingin kau lakukan?”
“Aku tidak akan
memberitahumu.”
Ahh, sungguh. Aku
mengerti, oke?
“『 Pertanyaan hari ini 』. Katakan apa
yang ingin kau coba katakan tadi setelah bertemu aku sebelumnya.”
u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku pikir aku
berhasil mengelak. Keretanya pun datang di saat yang tepat pula.
Tapi sepertinya
mustahil. Ia terus bertanya, dan bahkan menggunakan 『pertanyaan hari ini』.
“Errr…”
“Apa?”
“Kamu beneran tidak
mengerti apa-apa, Senpai?”
Aku pikir bukan hanya
aku yang terseret dalam masalah ini, deh.
Tapi karena Senpai
adalah ... Senpai, Ia seharusnya belum menyadarinya, eh. Mungkin.
“Apa? Apa aku
melakukan sesuatu yang salah?”
“Daripada Senpai, ini
tentang aku, atau mungkin tentang kita berdua.”
“Hah?”
Aku menyadari kalau aku
menjelaskannya kurang jelas.
Yah, toh itu bukan
masalah besar. Katakan saja dengan cepat.
“Sebenarnya…”
“Uh huh?”
“Teman-temanku bilang,『 Kamu punya pacar, ya! Selamat
!!! 』kemarin.”
Mereka juga
mengatakan itu dengan senyum lebar. Apa-apaan dengan senyum mereka itu.
“Haa ... ehhh ??”
Jadi sekarang, aku
menantikan reaksi dan jawaban senpai.
u
Sudut Pandang si Senpai u
Kemarin adalah hari
pertama pelajaran dimulai pasca acara festival budaya selesai. Dengan kata
lain, itu adalah hari ketika semua orang di kelas berkumpul untuk pertama
kalinya setelah festival budaya dan berbicara tentang rumor dan gosip.
Uhhh.
Dibilang kalau
Kouhai-chan “punya pacar”, harusnya pasti saat
di festival budaya, ‘kan? Kios takoyakinya mencurigakan, tapi penjahat itu
tidak lagi menjadi masalah.
Pertama-tama, apa aku
benar-benar pasangannya? Itulah masalahnya.
Dia bisa menipu
seseorang tanpa mengusap kelopak mata.
“Selamat untuk cowok
itu, kalau begitu. Siapa cowok beruntung itu?”
Kouhai-chan menghela
nafas saat dia menjatuhkan bahunya.
“Temanku
menyaksikannya saat festival budaya kemarin.”
“Hee.”
“Aku selalu bersama
cowok ini di setiap stan manapun, dan bahkan saling menyuapi Takoyaki Rusia satu
sama lain untuk makan siang.”
Jadi, dari sudut pandang
objektif, hubungan macam apa yang ada antara Kouhai-chan dan diriku?
Mungkin kami tampak
seperti orang yang berpacaran. Bahkan mungkin, 80% dari orang-orang yang
melihat kami pasti akan berpikiran begitu.
“Hoo.”
Meski aku mengerti, aku
berpura-pura tidak memahaminya.
Kouhai-chan pasti
tahu kalau aku sedang berpura-pura.
“Ngomong-ngomong.”
Dia mengintip ke
mataku.
“Orang itu sekarang
berdiri di depan mataku.”
“Hee.”
“Kasih rekasi kaget
atau apa kek, Senpai.”
“Maaf, aku tidak
benar-benar tahu bagaimana meresponsnya dengan benar.”
Mungkin aku harus
mengatakan sesuatu seperti, 「Ba-Barusan kau bilang
apa!?」?
“Yah, tidak apa-apa.”
Kouhai-chan tertawa.
“Jadi itu tidak
apa-apa?”
u Sudut Pandang si Kouhai u
“Eh, pokoknya. Tidak
ada yang bilang begitu pada Senpai, kan?”
“Uh huh.”
“Aku yakin kamu tidak
menyadarinya. Kamu sedang digosipkan, Senpai.”
“Ini bukan seperti aku
punya Efek Pesta Cocktail, jadi bukannya tidak apa-apa?”
Efek pesta koktail
seperti ketika seseorang bisa mendengar nama mereka dengan baik meski di
lingkungan yang bising.
Pipiku yang tersenyum
secara alami mulai menegang, dan aku menanyakan ini pada Senpai.
“Bagaimana jika tidak
baik-baik saja? Apa yang akan Senpai lakukan?”
“Apa maksudmu?”
Aku menjadi sedikit
terlalu gugup, jadi aku berdehem dan melanjutkan.
“『 Pertanyaan hari ini 』. Jika rumor
kalau aku dan senpai berpacaran menyebar, apa yang akan dilakukan Senpai?”
Senpai menggaruk
kepalanya seolah-olah Ia sedang bermasalah.
“Uhm ... Yah, aku
tidak bisa melakukan apa-apa selain menyangkalnya. Lagipula aku adalah
ketua OSIS.”
Iya. Seperti
yang sudah kuduga, Senpai benar-benar tipe orang seperti itu, ya.
“Sebagai ketua OSIS, aku
harus melakukan itu. Aku harus memberi contoh kepada semua siswa, jadi aku
harus mengikuti aturan yang ada dalam peraturan sekolah. Hubungan romantis
dilarang.”
Setelah berbicara
serius sebanyak itu, Senpai memalingkan wajahnya dariku.
Kemudian, aku
mendengar Ia mengatakan ini dengan suara kecil.
“Bahkan aku juga ingin
merevisinya, oke.”
Aku mendengarnya dengan
jelas, tetapi aku berpura-pura tidak bisa mendengarnya karena suara kereta untuk
membuatnya lebih menarik.
“Eh?”
“Ya, itu saja.”
Aku mendekatkan
telinga kiriku ke Senpai, dan bertanya lagi.
“Apa katamu?”
“Bukan apa-apa.”
Peran kami sepenuhnya
terbalik, dan rasanya menjadi agak menarik bagiku.
“Tolong beritahu
aku.”
“Aku takkan
mengatakannya lagi.”
Pipi Senpai sedikit merah,
dan Ia tidak mau menatap mataku apa pun yang terjadi. Namun, melihat
gelagatnya tidak pernah membuatku bosan sama sekali.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (74)
Sudah kuduga,
menggodanya itu lebih menyenangkan.
Udahlah pacaran aja
BalasHapus