Omae wo Onii-chan Vol.3 Chapter 05 Bahasa Indonesia

Jumat, 10 Mei - Ayah. Ibu. Pertemuan keluarga.

Dinding yang memisahkanku dari teman-teman sekelas semakin menebal. Bahkan sebelum jam homeroom pagi, semua orang tampak gelisah karena mereka menatapku dari jauh. Mereka melihatku seolah-olah seperti binatang langka di kebun binatang.
Kunjungan Yuuki kemarin tampaknya menjadi rumor dan menyebar ke seluruh sekolah. Begitu aku sampai ke tempat duduk, Mariko langsung mendekatiku.
Hal pertama yang dia katakan adalah "Apa benar kamu punya tunangan?". Sepertinya dia cukup resah dengan rumor yang beredar. Saat Mariko bertanya langsung, aku mulai berpikir.
Aku penasaran apa itu baik-baik saja untuk mengatakan "Dia itu sebenarnya adikku" di sini. Aku tidak ingin berbohong lagi, tapi aku khawatir tentang tatapan orang-orang sekitarku. Kemarin, hanya karena Yuuki datang, sudah menyebabkan banyak keributan. Jika mereka tahu skandal keluarga Taishido, aku penasaran keributan macam apa yang akan terjadi.
Satu-satunya karangan yang bisa aku buat, tak disengaja keluar dari mulutku.
“Umm ... sebenarnya dia itu Kouhai-ku saat SMP.”
Ya. Sungguh bodoh. Aku malah berbohong lagi ...
Setelah mendengar jawabanku, Mariko menghela napas diam-diam dan berkata “Tidak peduli seberapa akrabnya kalian, sampai repot-repot datang ke sekolahmu ... apa dia benar-benar hanya Kouhai-mu?” kemudian, memiringkan kepalanya dengan penuh rasa ingin tahu.
“Ka-Kau tau .. di-dia seorang kouhai yang berbakti, dia datang untuk mengantarkan beberapa barang-barangku yang ketinggalan di ruang OSIS.”
Mariko menanggapinya dengan "Hmm, begitu ya. Jadi bukan berarti kamu punya pacar.", Mengkonfirmasi hal itu.
“Tidak, mana mungkin! Pasti tidak!”
Merasa lega, Mariko bergumam "Aku sedikit khawatir" dan kembali ke tempat duduknya. Khawatir katanya ... di-dia khawatir tentang apa?!
Dan berkat percakapan kami di pagi hari , sebelum istirahat makan siang "tunangan Taishido Yoichi sebenarnya kouhai dari SMP" dan semuanya kembali tenang.
Hanya kali ini aku berterima kasih kepada STRING. Rumor menyebar dalam sekejap mata, tapi begitu pula cara penanggulangannya.
Jika aku bilang "Sebenarnya ... tiba-tiba, aku mendapat lima adik dan dia adalah salah satu dari mereka", aku penasaran apa yang akan terjadi sekarang. Hanya memikirkan itu saja sudah membuatku takut.
Namun, setidaknya aku harus memberitahu Mariko tentang kebenaran hal itu.
Tapi ... jika aku mengajak Mariko ke suatu tempat di mana orang lain tidak bisa mendengar, mungkin akan menyebabkan kesalahpahaman lain …... bahkan tanpa itu, tampaknya teman sekelas kami berpikir kalau kami ini berpacaran. Bagaimanapun, aku tidak ingin membawa masalah pada Mariko.
Saat aku tertekan tentang hal tersebut, sekolah selesai dengan cepat.
Aku berjalan pulang bersama Mariko, seperti biasa. Setelah sekian lama, akhirnya aku menyadari.
Tidak ada yang menghentikanku lagi, aku bisa membertahunya sekarang. Tidak ada murid lain dari sekolah kami.
“Um, uhh ...”
Ketika aku hendak mengatakan itu, Mariko mengatakan "Jangan lupa janji kita minggu depan, oke?" dan dengan tersenyum, dia pergi ke persimpangan jalan.
Sial, waktuku kurang pas lagi.
Apa boleh buat. Saat hari Senin nanti, aku akan memberitahunya tentang hal itu.
Setelah memutuskan itu, perasaanku mulai sedikit tenang.

uuuu

Setelah mengatasi kehidupan sekolah yang lebih sulit dari biasanya, entah bagaimana aku kembali ke apartemen Taishido dan menuju ke kamar Mika.
Setelah menekan tombol interkom, Mika membuka pintu dan menyambutku dengan tersenyum.
“Selamat datang kembali Nii-chama!”
“Ya, Aku pulang.”
Lenganku ditarik oleh Mika, kemudian aku diseret ke ruang tamu.
Ruangannya sangat lucu seperti biasa. Dan, sangat tertata rapi.
Eh? Jumlah dekorasi origami di dekat TV meningkat. Saat aku mendekati untuk memeriksanya, aku melihat ada bangau lipat dengan kertas ungu.
Bahkan dibandingkan dengan yang sudah aku buat, itu terlihat sangat kikuk sekali, bagaimana harus mengatakannnya …... rasanya disayangkan. Kertas ini dilipat berkali-kali dan menjadi lusuh.
Tepat di sampingku, Mika berbicara dengan nada gembira.
“Anone, ini! Murasaki-neechama yang melipatnya. Dia bisa melakukan apa saja, tapi dia tidak ahli dengan origami. Aneh.”
Rasanya seperti jika diminta, Murasaki-san akan melipat seribu bangau kertas untuk pelatihan. Sepertinya dia sensitif saat menyangkut Mika pinta padanya, orang itu.
“Be-Begitu ya, itu memang tak diduga.”
Dia tidak suka dengan roller-coaster dan ternyata cukup kikuk juga, Murasaki-san adalah orang yang misterius.
Mika membelai ringan origami buatan Murasaki-san dengan jarinya dan menjauh dari TV, lalu mendudukkan Maple di sofa. Eh? Aku ingin tahu apa perasaan tidak nyaman ini.
“Nii-chama, duduk di sini hari ini.”
“Te-Tentu. Jika kau mengatakan begitu.”
Aku duduk di bangku.
“Kamu melakukannya dengan baik, yoshi…yoshi.”
Sementara aku duduk, Mika memeluk kepalaku dari depan dan mulai menepuk-nepuk kepalaku. Ah, ada aroma wangi, sabun ... heh, apa-apaan dengan situasi ini?
“Hei, Mika? Aku tidak ingat melakukan apapun yang layak mendapat pujian?”
“Ini sepuluh tahun terlalu awal buatmu untuk merujuk dirimu sendiri dengan 'Ore'. Katakanlah 'Boku' dengan benar.”
“Y-ya?”
“Oh gawat, Ayah. Yoichi tampaknya sedang dalam fase memberontak. Pastikan untuk memarahinya.”
Mika menjauh dariku,lalu  mengambil Maple yang duduk di sofa dan membantunya berdiri.
“Bertingkah kasar seperti itu kepada ibumu tidak bisa ditoleransi.”
Lalu dia berbalik dengan berputar dan menyipitkan matanya sambil menatapku.
“Suda,sudah, Ayah, aku memintamu untuk memarahinya tapi kamu tidak perlu pergi sejauh itu. Benar ‘kan, Yoichi?”
Apa yang sebenarnya ... ah. Ada sesuatu yang seperti ini ketika aku masih kecil. Aku pernah melakukan ini dengan Mariko.
Sederhananya, situasi ini disebut main rumah-rumahan.
Tanpa tanda-tanda dimulai, aku berada di tengah-tengah situasi bermain rumah-rumahan.
“Tu-Tunggu sebentar! Hei, Mika. Jangan bilang peranku adalah ...”
“Oh ayolah! Dan di sini Mii-chan berperan jadi Ibu.”
“Jadi, itu bukan ibu tapi ... Nyonya!”
Mika tidak mengerti balasanku dan tampak tercengang. Meski aku sendiri yang mengatakan itu, apa-apaan sih "Nyonya"!
Pokoknya, tampaknya Mika memiliki peran Ibu. Aku baru saja memiliki firasat buruk, tapi aku menegaskan sekali lagi.
“Mungkinkah, Maple adalah ayah dan aku ...”
“Nii-chama adalah anak sulung, tau?”
Mika mengatakan itu seolah-olah suda jelas. Ini waktunya di mana aku harus meminta perubahan peran.
“Bukankah lebih baik jika aku melakukan peran Ayah dan Maple yang jadi anak sulung? Lihat, aku cukup tinggi dan besar.”
“Eh! Tapi Maple bilang ia ingin menjadi ayah ...”
Dia menggembungkan pipinya besar-besar.
“Aku ingin menjadi ayah juga. Li-Lihat, aku mungkin lebih tua dari Maple. Dalam tanggal pembuatannya.”
Seperti yang diharapkan, mana mungkin Maple diproduksi lebih dari lima belas tahun yang lalu. Eh? Enam belas tahun?
Pokoknya, aku pikir itu lebih masuk akal untuk anak laki-laki yang lebih tua seperti diriku untuk menjadi ayah, aku pikir.
Berbicara tentang perasaanku yang sebenarnya, itu karena menjadi anak sulung dari ibu SD rasanya terlalu memalukan!
Menyangkal tuntutanku, Mika menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.
“Nii-chama, kita tidak bisa bermain rumah-rumahan terasa seperti bermain rumah. Bermain rumah-rumahan bukanlah permainan.”
Ap-Apa ?! Mika terus melanjutkan saat aku tertegun.
“Ini bermain pura-pura, jadi kamu perlu untuk menjadi seseorang yang bukan biasanya.”
Meski dia bilang kami tidak bermain sebelumnya ….. tapi, jangan mengungkit kesalahan itu. Mika sedang serius. Juga, aku tahu bahwa itu mungkin untuk mendapatkan serius ketika bermain.
Justru karena orang yang dibebaskan dari tanggung jawab dan kewajiban, mereka tidak punya kekhawatiran yang tidak perlu dan dapat membenamkan diri dengan akting 100%.
Karena mereka sedang bermain, jadi ini bukan hanya sebuah permainan. Adalah bagaimana rasanya.
Yup, dengan itu sebagai dasar, mari kita membuat permintaan yang tepat.
“Tteap saja, memiliki peran anak sulung masih memalukan!”
Mika sama sekali tidak goyah.
“Murasaki-neechama melakukan peran putri sulung ini! Dia super imut!”
Murasaki-san melakukan itu ...
Dia benar-benar orang yang baik, ya? Meski dia bilang diwajibkan oleh kontrak ...
Mika menatapku berkecil hati, suaranya sedikit gemetar.
“Atau mungkin Nii-chama benci bermain rumah-rumahan? Anak laki-laki tidak ingin bermain rumah-rumahan.”
“Ak-aku akan melakukannya! Biarkan aku melakukannya! Aku akan melakukan yang terbaik sebagai putra sulung!”
Ekspresi muramnya berubah menjadi terang seperti matahari dalam sekejap.
“Sekarang, Yoichi akan meminta maaf kepada Ayah.”
Main rumah-rumahan kami dimulai sekali lagi, dengan perkembangan yang memalukan. Tapi, berperan jadi anak baik di sini, ayo kita menurunkan kepalaku.
“Ma-Maaf, Ayah.”
Ayah ... huh.
Omong-omong, aku berpikir aku tidak sering menggunakan kata-kata "Ayah" dan "Bapak" sebelumnya. Selama yang aku ingat, tidak ada kesempatan untuk menggunakannya, kata-kata yang tidak berhubungan denganku.
Sejak SD, waliku adalah Kakek dan Nenek.
Bahkan sekarang, ketika aku tahu siapa ayah kandungku, rasanya masih agak sulit untuk mengatakannya.
Ayah…..
Sungguh, aku hanya bisa memikirkan beliau sebagai sebuah eksistensi yang jauh, aku tidak bisa memikirkan Jinya-san sebagai ayah.
Aku pikir itu sebabnya. Kata "Ayah" yang datang dari mulutku terasa seperti kebohongan.
Mika membuat Maple mengangguk dua kali.
“Yoichi adalah anak yang baik, jadi aku akan memaafkanmu.”
Aku merasa karakter Maple telah berubah. caranya berbicara sedikit kuno. Jadi untuk Mika, kesan Ayah adalah sesuatu seperti itu.
Dia berdiri, pergi ke ruang di belakan..g ... dan segera kembali dengan celemek.
Menyesuaikan ukuran tubuh Mika, itu celemek lucu dengan desain bunga di atasnya.
“Sekarang, ibu akan membuat beberapa makanan yang lezat. Kubis sekarang sedang mahal, itu meresahkan. Pertemuan membahas keuangan rumah tangga memang sulit, jadi ayo kita lakukan tanpa kubis hari ini. Kita akan menggunakan tauge.”
Itu kalimat untuk ibu arogan. Juga, tauge untuk makan siang ...
“Memasak adalah cinta, tauge adalah sekutu rumah tangga.”
Itu bukan Mika yang polos dan mudah tertipu. Ibu perlu melakukan yang terbaik. Rasa kewajiban semacam itu bisa kurasakan ... bukan, itu pasti cuma imajinasiku.
“Pam pam pam pam. Pam pam pam pam. Potong tauge dalam rice cooker dimasukkan ke dalam saus dan jahe merah sehat, lezat, mantap.”
Tauge dan nasi, itu cuma nasi yang dimasak dengan sayuran!
Suara hatiku menjawab ... tidak juga, tapi Mika berhenti menggerakkan tangannya dan mengangkat tangan Maple dengan gaya isyarat banzai.
“Ah, bahu ayah kaku.”
Mika menatap wajahku. Itu hanyalah protes diam untuk memaksaku untuk berpartisipasi.
“Ah! Ya! Ayah, aku hanya perlu untuk memijat bahumu, ‘kan?”
“Nii-chama, yang benar 'Boku', ingat?”
Jadi aku tidak bisa menggunakan "Ore" ya. Apa boleh buat. Ayo ulangi itu. Kekanak-kanakan, aku harus berperilaku kekanak-kanakan.
“Ak-aku akan menggosok bahu ayah, oke?”
“Ohh! Anakku, Kau memang anak yang berbakti.”
Jika aku berpikir tentang karakter Maple lagi, aku merasa seperti aku akan kalah. Aku mengambil Maple dari sofa dan menyuruhnya duduk di bangku lagi, lalu aku bergerak ke belakangnya dan memijat bahunya.
Bahu yang super ceroboh.
“Ba-Bagaimana, Ayah?”
“Yoichi adalah anak yang baik. Ini sangat nyaman sampai membuatku mengantuk.”
Mika mengubah nada suaranya.
“Oh astaga, ayah kelihatannya mabuk. Pekerjaan ini memang melelahkan.”
Ma-Mabuk ... tidak, aku tidak bisa membalasnya di sini.
“Hei, Mika ... tidak, Mom. Jenis pekerjaan apa yang ayah lakukan?”
“Ayah adalah masinis kereta, lain kali Ia seharusnya mengambil ujian untuk menjadi sopir.”
Dia lancar menjawab pertanyaanku tanpa jeda. Sepertinya karakter Maple dan perannya bermain lebih solid dari yang aku kira.
“Nah, karena ayah pergi tidur, bagaimana Yoichi dan Ibu mengobrol sebentar buat mengakrabkan diri?”
Heyy! Kemana masakannya pergi ?! Saat aku berteriak dalam kepalaku, Mika cepat-cepat melepas celemeknya.
“Mengakrabkan diri, maksudnya ...”
Mika duduk bersimpuh di atas karpet dan menepuk pangkuannya dua kali.
“Sekarang, ayo ke sini Yoichi.”
Ini, itu bantal pangkuan bukan. Apa aku akan meminjam bantal pangkuan adik dari SD ...?!
“Bahkan jika kau memberitahuku untuk datang, rasanya memalukan ...”
“Apa yang Ibu katakan adalah mutlak.”
Mutlak?! Serius?
“Apa Yoichi benci Ibu?”
Mata Mika berkaca-kaca, rasa gatal dan malu yang membuncah dalam pikiranku, ketidakmampuanku untuk berhasil membayangkan seorang ibu, semua dilemparkan keluar jendela.
“Se-Seperti ... ini?”
Aku merasa sangat malu. Memanggil adikku yang dari SD "ibu", seorang anak SMA berbaring di pangkuan bantal!
“Nii-chama, tidak apa-apa untuk dimanjakan oleh Mii-chan, oke?”
“Tapi menjadi dimanja begini terasa memalukan.”
“Di sini cuma ada orang tua dan anak, ‘kan? Benar ‘kan, Ayah? Lihat, Ayah bilang begitu juga? Sejak kapan Yoichi telah menjadi anak tidak berharga, katanya.”
“Anak tidak berharga ... malahan, bukannya Ayah sedang tertidur ...”
Mika mengambil nafas dengan cara bermasalah.
“Yoichi benar-benar rewel ya, jangan-jangan kamu lapar? Mau tetek? Mau minum dari tetek?”
“Apa yang terjadi dengan pengaturan usiaku!”
“Anak-anak selalu lucu. Nii-chama, menjadi bayi?”
“Setidaknya jangan yang itu!”
“Ehh, membosankan sekali.”
Tolong berhenti menaikkan bajumu hingga ke atas dada, wahai adik kecilku.
Dia lalu melanjutkan sambil tersenyum.
“Kalau begitu, ayo berhenti dengan tetek, dan berlatih mengatakan 'Aku menyayangimu Ibu'.”
“Um, to-tolong setidaknya jangan itu!”
Sejenak, air mata muncul di mata Mika.
“Mii-chan ingin Nii-chama untuk mengagumi dia sebagai ibu! Jika kamu tidak mau mengatakan ibu, aku akan melakukan ini!”
Sekali lagi, sia mencoba untuk melepas bajunya.
Jika aku tidak mengatakan itu ... dia akan menanggalkan pakaian ?!
Mika menyuruhku dengan ekspresi serius.
“Ibu, atau tetek. Pilih salah satu!”
“Ap-Apa tidak ada pilihan lain?”
“Tidak ada! Mii-chan juga, sebenarnya malu dengan tetek juga! Penyebabnya' kamu bukan bayi”
Dari tengah-tengah itu, tampaknya Mika kebingungan juga.
Po-Pokoknya, hanya ada dua pilihan. Tidak, tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, hanya ada satu cara.
Aku menegaskan diriku sendiri. Ini sudah cukup untuk mempermalukan diriku di sini.
“Ba-Baiklah! Aku sudah memutuskannya!”
“Nii-chama, milih tetek?”
“Ti-tidak! U-umm, I-I-Ib ...”
Dia menatap mataku. Biasanya dia akan menatapku, tapi diberi pangkuan bantal posisi kami jadi terbalik.
Dalam keheningan, Mika menungguku untuk berbicara.
“I-I-I-I-I—I-I-Ib ... Ibu ... Aku menyaya ... ngimu ....”
“Suaramu terlalu kecil dan aku nyaris tidak bisa mendengarnya.”
Saat dia berusaha untuk menaikkan ujung pakaiannya, aku jelas menyatakan.
“Aku menyayangi Ibu!”
“Sekali lagi!”
“Aku menyayangi Ibu!”
“Lagi!”
“Aku menyayangi Ibu!”
“Lagi!"
“Aku menyayangi Ibu!”
Berirama, dengan selingan, aku meneriakkan kata-kata memalukan tersebut.
Mika membuat ekspresi puas.
“Bagus! Yoichi adalah anak yang sangat baik. Oh astaga, jangan tinggalkan Ayah.”
Dia memeluk kepalaku dan sekali lagi mulai menengelus.
Ya, rasa sangat memalukan sampai-sampai aku merasa seperti sekarat.
Tapi, apa ini. Aku merasa sedikit ... senang.
Aku menyayangi Ibu. Hal semacam itu, tidak pernah ada kesempatan bagiku untuk mengucapkan kata-kata ini. Itu adalah sosok yang bahkan lebih jauh dari kata ayah.
Ucapan apresiasi untuk orang yang sudah melahirkanku ke dunia ini ... ya.
Aku penasaran kapan terakhir kali aku dimanjakan oleh seseorang seperti ini. Aku merasakan kenyamanan yang tak terduga atas suasana ini.
Sudah cukup main rumah-rumahannya dan kami tidak melanjutkan setelah itu, seperti biasa kami melipat origami atau mewarnai gambar, waktu yang dihabiskan bersama Mika anehnya terasa menyenangkan.



close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama