Jumat, 10
Mei - Ayah. Ibu. Pertemuan keluarga.
Dinding yang memisahkanku dari
teman-teman sekelas semakin menebal. Bahkan sebelum jam homeroom pagi, semua orang tampak gelisah karena mereka menatapku
dari jauh. Mereka melihatku seolah-olah seperti binatang langka di kebun
binatang.
Kunjungan Yuuki kemarin
tampaknya menjadi rumor dan menyebar ke seluruh sekolah. Begitu aku sampai ke
tempat duduk, Mariko langsung mendekatiku.
Hal pertama yang dia katakan
adalah "Apa benar kamu punya
tunangan?". Sepertinya dia cukup resah dengan rumor yang beredar. Saat
Mariko bertanya langsung, aku mulai berpikir.
Aku penasaran apa itu baik-baik
saja untuk mengatakan "Dia itu
sebenarnya adikku" di sini. Aku tidak ingin berbohong lagi, tapi aku
khawatir tentang tatapan orang-orang sekitarku. Kemarin, hanya karena Yuuki
datang, sudah menyebabkan banyak keributan. Jika mereka tahu skandal keluarga
Taishido, aku penasaran keributan macam apa yang akan terjadi.
Satu-satunya karangan yang bisa
aku buat, tak disengaja keluar dari mulutku.
“Umm ... sebenarnya dia itu
Kouhai-ku saat SMP.”
Ya. Sungguh bodoh. Aku malah berbohong
lagi ...
Setelah mendengar jawabanku,
Mariko menghela napas diam-diam dan berkata “Tidak
peduli seberapa akrabnya kalian, sampai repot-repot datang ke sekolahmu ... apa
dia benar-benar hanya Kouhai-mu?” kemudian, memiringkan kepalanya dengan penuh
rasa ingin tahu.
“Ka-Kau tau .. di-dia seorang
kouhai yang berbakti, dia datang untuk mengantarkan beberapa barang-barangku
yang ketinggalan di ruang OSIS.”
Mariko menanggapinya dengan
"Hmm, begitu ya. Jadi bukan berarti kamu
punya pacar.", Mengkonfirmasi hal itu.
“Tidak, mana mungkin! Pasti
tidak!”
Merasa lega, Mariko bergumam
"Aku sedikit khawatir" dan
kembali ke tempat duduknya. Khawatir katanya ... di-dia khawatir tentang apa?!
Dan berkat percakapan kami di
pagi hari , sebelum istirahat makan siang "tunangan
Taishido Yoichi sebenarnya kouhai dari SMP" dan semuanya kembali
tenang.
Hanya kali ini aku berterima
kasih kepada STRING. Rumor menyebar dalam sekejap mata, tapi begitu pula cara
penanggulangannya.
Jika aku bilang "Sebenarnya ... tiba-tiba, aku mendapat
lima adik dan dia adalah salah satu dari mereka", aku penasaran apa
yang akan terjadi sekarang. Hanya memikirkan itu saja sudah membuatku takut.
Namun, setidaknya aku harus
memberitahu Mariko tentang kebenaran hal itu.
Tapi ... jika aku mengajak
Mariko ke suatu tempat di mana orang lain tidak bisa mendengar, mungkin akan
menyebabkan kesalahpahaman lain …... bahkan tanpa itu, tampaknya teman sekelas
kami berpikir kalau kami ini berpacaran. Bagaimanapun, aku tidak ingin membawa
masalah pada Mariko.
Saat aku tertekan tentang hal
tersebut, sekolah selesai dengan cepat.
Aku berjalan pulang bersama
Mariko, seperti biasa. Setelah sekian lama, akhirnya aku menyadari.
Tidak ada yang menghentikanku
lagi, aku bisa membertahunya sekarang. Tidak ada murid lain dari sekolah kami.
“Um, uhh ...”
Ketika aku hendak mengatakan
itu, Mariko mengatakan "Jangan lupa
janji kita minggu depan, oke?" dan dengan tersenyum, dia pergi ke
persimpangan jalan.
Sial, waktuku kurang pas lagi.
Apa boleh buat. Saat hari Senin
nanti, aku akan memberitahunya tentang hal itu.
Setelah memutuskan itu,
perasaanku mulai sedikit tenang.
uuuu
Setelah mengatasi kehidupan
sekolah yang lebih sulit dari biasanya, entah bagaimana aku kembali ke
apartemen Taishido dan menuju ke kamar Mika.
Setelah menekan tombol interkom,
Mika membuka pintu dan menyambutku dengan tersenyum.
“Selamat datang kembali
Nii-chama!”
“Ya, Aku pulang.”
Lenganku ditarik oleh Mika,
kemudian aku diseret ke ruang tamu.
Ruangannya sangat lucu seperti
biasa. Dan, sangat tertata rapi.
Eh? Jumlah dekorasi origami di
dekat TV meningkat. Saat aku mendekati untuk memeriksanya, aku melihat ada
bangau lipat dengan kertas ungu.
Bahkan dibandingkan dengan yang
sudah aku buat, itu terlihat sangat kikuk sekali, bagaimana harus
mengatakannnya …... rasanya disayangkan. Kertas ini dilipat berkali-kali dan
menjadi lusuh.
Tepat di sampingku, Mika berbicara
dengan nada gembira.
“Anone, ini! Murasaki-neechama yang
melipatnya. Dia bisa melakukan apa saja, tapi dia tidak ahli dengan origami.
Aneh.”
Rasanya seperti jika diminta,
Murasaki-san akan melipat seribu bangau kertas untuk pelatihan. Sepertinya dia
sensitif saat menyangkut Mika pinta padanya, orang itu.
“Be-Begitu ya, itu memang tak
diduga.”
Dia tidak suka dengan
roller-coaster dan ternyata cukup kikuk juga, Murasaki-san adalah orang yang
misterius.
Mika membelai ringan origami
buatan Murasaki-san dengan jarinya dan menjauh dari TV, lalu mendudukkan Maple
di sofa. Eh? Aku ingin tahu apa perasaan tidak nyaman ini.
“Nii-chama, duduk di sini hari ini.”
“Te-Tentu. Jika kau mengatakan
begitu.”
Aku duduk di bangku.
“Kamu melakukannya dengan baik,
yoshi…yoshi.”
Sementara aku duduk, Mika memeluk
kepalaku dari depan dan mulai menepuk-nepuk kepalaku. Ah, ada aroma wangi,
sabun ... heh, apa-apaan dengan situasi ini?
“Hei, Mika? Aku tidak ingat melakukan
apapun yang layak mendapat pujian?”
“Ini sepuluh tahun terlalu awal
buatmu untuk merujuk dirimu sendiri dengan 'Ore'.
Katakanlah 'Boku' dengan benar.”
“Y-ya?”
“Oh gawat, Ayah. Yoichi
tampaknya sedang dalam fase memberontak. Pastikan untuk memarahinya.”
Mika menjauh dariku,lalu mengambil Maple yang duduk di sofa dan
membantunya berdiri.
“Bertingkah kasar seperti itu
kepada ibumu tidak bisa ditoleransi.”
Lalu dia berbalik dengan
berputar dan menyipitkan matanya sambil menatapku.
“Suda,sudah, Ayah, aku
memintamu untuk memarahinya tapi kamu tidak perlu pergi sejauh itu. Benar ‘kan,
Yoichi?”
Apa yang sebenarnya ... ah. Ada
sesuatu yang seperti ini ketika aku masih kecil. Aku pernah melakukan ini
dengan Mariko.
Sederhananya, situasi ini
disebut main rumah-rumahan.
Tanpa tanda-tanda dimulai, aku
berada di tengah-tengah situasi bermain rumah-rumahan.
“Tu-Tunggu sebentar! Hei, Mika.
Jangan bilang peranku adalah ...”
“Oh ayolah! Dan di sini Mii-chan
berperan jadi Ibu.”
“Jadi, itu bukan ibu tapi ...
Nyonya!”
Mika tidak mengerti balasanku
dan tampak tercengang. Meski aku sendiri yang mengatakan itu, apa-apaan sih
"Nyonya"!
Pokoknya, tampaknya Mika
memiliki peran Ibu. Aku baru saja memiliki firasat buruk, tapi aku menegaskan
sekali lagi.
“Mungkinkah, Maple adalah ayah
dan aku ...”
“Nii-chama adalah anak sulung,
tau?”
Mika mengatakan itu seolah-olah
suda jelas. Ini waktunya di mana aku harus meminta perubahan peran.
“Bukankah lebih baik jika aku
melakukan peran Ayah dan Maple yang jadi anak sulung? Lihat, aku cukup tinggi
dan besar.”
“Eh! Tapi Maple bilang ia ingin
menjadi ayah ...”
Dia menggembungkan pipinya besar-besar.
“Aku ingin menjadi ayah juga.
Li-Lihat, aku mungkin lebih tua dari Maple. Dalam tanggal pembuatannya.”
Seperti yang diharapkan, mana
mungkin Maple diproduksi lebih dari lima belas tahun yang lalu. Eh? Enam belas
tahun?
Pokoknya, aku pikir itu lebih
masuk akal untuk anak laki-laki yang lebih tua seperti diriku untuk menjadi
ayah, aku pikir.
Berbicara tentang perasaanku
yang sebenarnya, itu karena menjadi anak sulung dari ibu SD rasanya terlalu
memalukan!
Menyangkal tuntutanku, Mika menggelengkan
kepalanya ke kiri dan kanan.
“Nii-chama, kita tidak bisa
bermain rumah-rumahan terasa seperti bermain rumah. Bermain rumah-rumahan
bukanlah permainan.”
Ap-Apa ?! Mika terus melanjutkan
saat aku tertegun.
“Ini bermain pura-pura, jadi
kamu perlu untuk menjadi seseorang yang bukan biasanya.”
Meski dia bilang kami tidak
bermain sebelumnya ….. tapi, jangan mengungkit kesalahan itu. Mika sedang serius.
Juga, aku tahu bahwa itu mungkin untuk mendapatkan serius ketika bermain.
Justru karena orang yang dibebaskan
dari tanggung jawab dan kewajiban, mereka tidak punya kekhawatiran yang tidak
perlu dan dapat membenamkan diri dengan akting 100%.
Karena mereka sedang bermain, jadi
ini bukan hanya sebuah permainan. Adalah bagaimana rasanya.
Yup, dengan itu sebagai dasar,
mari kita membuat permintaan yang tepat.
“Tteap saja, memiliki peran
anak sulung masih memalukan!”
Mika sama sekali tidak goyah.
“Murasaki-neechama melakukan
peran putri sulung ini! Dia super imut!”
Murasaki-san melakukan itu ...
Dia benar-benar orang yang
baik, ya? Meski dia bilang diwajibkan oleh kontrak ...
Mika menatapku berkecil hati,
suaranya sedikit gemetar.
“Atau mungkin Nii-chama benci
bermain rumah-rumahan? Anak laki-laki tidak ingin bermain rumah-rumahan.”
“Ak-aku akan melakukannya! Biarkan
aku melakukannya! Aku akan melakukan yang terbaik sebagai putra sulung!”
Ekspresi muramnya berubah
menjadi terang seperti matahari dalam sekejap.
“Sekarang, Yoichi akan meminta maaf
kepada Ayah.”
Main rumah-rumahan kami dimulai
sekali lagi, dengan perkembangan yang memalukan. Tapi, berperan jadi anak baik
di sini, ayo kita menurunkan kepalaku.
“Ma-Maaf, Ayah.”
Ayah ... huh.
Omong-omong, aku berpikir aku tidak
sering menggunakan kata-kata "Ayah" dan "Bapak" sebelumnya.
Selama yang aku ingat, tidak ada kesempatan untuk menggunakannya, kata-kata
yang tidak berhubungan denganku.
Sejak SD, waliku adalah Kakek
dan Nenek.
Bahkan sekarang, ketika aku
tahu siapa ayah kandungku, rasanya masih agak sulit untuk mengatakannya.
Ayah…..
Sungguh, aku hanya bisa memikirkan
beliau sebagai sebuah eksistensi yang jauh, aku tidak bisa memikirkan Jinya-san
sebagai ayah.
Aku pikir itu sebabnya. Kata
"Ayah" yang datang dari mulutku terasa seperti kebohongan.
Mika membuat Maple mengangguk
dua kali.
“Yoichi adalah anak yang baik,
jadi aku akan memaafkanmu.”
Aku merasa karakter Maple telah
berubah. caranya berbicara sedikit kuno. Jadi untuk Mika, kesan Ayah adalah
sesuatu seperti itu.
Dia berdiri, pergi ke ruang di
belakan..g ... dan segera kembali dengan celemek.
Menyesuaikan ukuran tubuh Mika,
itu celemek lucu dengan desain bunga di atasnya.
“Sekarang, ibu akan membuat
beberapa makanan yang lezat. Kubis sekarang sedang mahal, itu meresahkan.
Pertemuan membahas keuangan rumah tangga memang sulit, jadi ayo kita lakukan
tanpa kubis hari ini. Kita akan menggunakan tauge.”
Itu kalimat untuk ibu arogan.
Juga, tauge untuk makan siang ...
“Memasak adalah cinta, tauge
adalah sekutu rumah tangga.”
Itu bukan Mika yang polos dan
mudah tertipu. Ibu perlu melakukan yang terbaik. Rasa kewajiban semacam itu
bisa kurasakan ... bukan, itu pasti cuma imajinasiku.
“Pam pam pam pam. Pam pam pam
pam. Potong tauge dalam rice cooker ♪
dimasukkan ke dalam saus dan jahe merah ♪ sehat,
lezat, mantap.”
Tauge dan nasi, itu cuma nasi
yang dimasak dengan sayuran!
Suara hatiku menjawab ... tidak
juga, tapi Mika berhenti menggerakkan tangannya dan mengangkat tangan Maple
dengan gaya isyarat banzai.
“Ah, bahu ayah kaku.”
Mika menatap wajahku. Itu
hanyalah protes diam untuk memaksaku untuk berpartisipasi.
“Ah! Ya! Ayah, aku hanya perlu
untuk memijat bahumu, ‘kan?”
“Nii-chama, yang benar 'Boku', ingat?”
Jadi aku tidak bisa menggunakan
"Ore" ya. Apa boleh buat.
Ayo ulangi itu. Kekanak-kanakan, aku harus berperilaku kekanak-kanakan.
“Ak-aku akan menggosok bahu
ayah, oke?”
“Ohh! Anakku, Kau memang anak
yang berbakti.”
Jika aku berpikir tentang
karakter Maple lagi, aku merasa seperti aku akan kalah. Aku mengambil Maple
dari sofa dan menyuruhnya duduk di bangku lagi, lalu aku bergerak ke belakangnya
dan memijat bahunya.
Bahu yang super ceroboh.
“Ba-Bagaimana, Ayah?”
“Yoichi adalah anak yang baik.
Ini sangat nyaman sampai membuatku mengantuk.”
Mika mengubah nada suaranya.
“Oh astaga, ayah kelihatannya
mabuk. Pekerjaan ini memang melelahkan.”
Ma-Mabuk ... tidak, aku tidak
bisa membalasnya di sini.
“Hei, Mika ... tidak, Mom. Jenis
pekerjaan apa yang ayah lakukan?”
“Ayah adalah masinis kereta,
lain kali Ia seharusnya mengambil ujian untuk menjadi sopir.”
Dia lancar menjawab
pertanyaanku tanpa jeda. Sepertinya karakter Maple dan perannya bermain lebih
solid dari yang aku kira.
“Nah, karena ayah pergi tidur,
bagaimana Yoichi dan Ibu mengobrol sebentar buat mengakrabkan diri?”
Heyy! Kemana masakannya pergi
?! Saat aku berteriak dalam kepalaku, Mika cepat-cepat melepas celemeknya.
“Mengakrabkan diri, maksudnya
...”
Mika duduk bersimpuh di atas
karpet dan menepuk pangkuannya dua kali.
“Sekarang, ayo ke sini Yoichi.”
Ini, itu bantal pangkuan bukan.
Apa aku akan meminjam bantal pangkuan adik dari SD ...?!
“Bahkan jika kau memberitahuku
untuk datang, rasanya memalukan ...”
“Apa yang Ibu katakan adalah
mutlak.”
Mutlak?! Serius?
“Apa Yoichi benci Ibu?”
Mata Mika berkaca-kaca, rasa
gatal dan malu yang membuncah dalam pikiranku, ketidakmampuanku untuk berhasil
membayangkan seorang ibu, semua dilemparkan keluar jendela.
“Se-Seperti ... ini?”
Aku merasa sangat malu.
Memanggil adikku yang dari SD "ibu", seorang anak SMA berbaring di
pangkuan bantal!
“Nii-chama, tidak apa-apa untuk
dimanjakan oleh Mii-chan, oke?”
“Tapi menjadi dimanja begini
terasa memalukan.”
“Di sini cuma ada orang tua dan
anak, ‘kan? Benar ‘kan, Ayah? Lihat, Ayah bilang begitu juga? Sejak kapan
Yoichi telah menjadi anak tidak berharga, katanya.”
“Anak tidak berharga ...
malahan, bukannya Ayah sedang tertidur ...”
Mika mengambil nafas dengan
cara bermasalah.
“Yoichi benar-benar rewel ya,
jangan-jangan kamu lapar? Mau tetek? Mau minum dari tetek?”
“Apa yang terjadi dengan
pengaturan usiaku!”
“Anak-anak selalu lucu.
Nii-chama, menjadi bayi?”
“Setidaknya jangan yang itu!”
“Ehh, membosankan sekali.”
Tolong berhenti menaikkan
bajumu hingga ke atas dada, wahai adik kecilku.
Dia lalu melanjutkan sambil
tersenyum.
“Kalau begitu, ayo berhenti
dengan tetek, dan berlatih mengatakan 'Aku menyayangimu Ibu'.”
“Um, to-tolong setidaknya jangan
itu!”
Sejenak, air mata muncul di
mata Mika.
“Mii-chan ingin Nii-chama untuk
mengagumi dia sebagai ibu! Jika kamu tidak mau mengatakan ibu, aku akan
melakukan ini!”
Sekali lagi, sia mencoba untuk
melepas bajunya.
Jika aku tidak mengatakan itu
... dia akan menanggalkan pakaian ?!
Mika menyuruhku dengan ekspresi
serius.
“Ibu, atau tetek. Pilih salah
satu!”
“Ap-Apa tidak ada pilihan
lain?”
“Tidak ada! Mii-chan juga,
sebenarnya malu dengan tetek juga! Penyebabnya' kamu bukan bayi”
Dari tengah-tengah itu,
tampaknya Mika kebingungan juga.
Po-Pokoknya, hanya ada dua
pilihan. Tidak, tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, hanya ada satu cara.
Aku menegaskan diriku sendiri.
Ini sudah cukup untuk mempermalukan diriku di sini.
“Ba-Baiklah! Aku sudah memutuskannya!”
“Nii-chama, milih tetek?”
“Ti-tidak! U-umm, I-I-Ib ...”
Dia menatap mataku. Biasanya
dia akan menatapku, tapi diberi pangkuan bantal posisi kami jadi terbalik.
Dalam keheningan, Mika menungguku
untuk berbicara.
“I-I-I-I-I—I-I-Ib ... Ibu ...
Aku menyaya ... ngimu ....”
“Suaramu terlalu kecil dan aku
nyaris tidak bisa mendengarnya.”
Saat dia berusaha untuk
menaikkan ujung pakaiannya, aku jelas menyatakan.
“Aku menyayangi Ibu!”
“Sekali lagi!”
“Aku menyayangi Ibu!”
“Lagi!”
“Aku menyayangi Ibu!”
“Lagi!"
“Aku menyayangi Ibu!”
Berirama, dengan selingan, aku
meneriakkan kata-kata memalukan tersebut.
Mika membuat ekspresi puas.
“Bagus! Yoichi adalah anak yang
sangat baik. Oh astaga, jangan tinggalkan Ayah.”
Dia memeluk kepalaku dan sekali
lagi mulai menengelus.
Ya, rasa sangat memalukan sampai-sampai
aku merasa seperti sekarat.
Tapi, apa ini. Aku merasa sedikit
... senang.
Aku menyayangi Ibu. Hal semacam
itu, tidak pernah ada kesempatan bagiku untuk mengucapkan kata-kata ini. Itu
adalah sosok yang bahkan lebih jauh dari kata ayah.
Ucapan apresiasi untuk orang
yang sudah melahirkanku ke dunia ini ... ya.
Aku penasaran kapan terakhir
kali aku dimanjakan oleh seseorang seperti ini. Aku merasakan kenyamanan yang
tak terduga atas suasana ini.
Sudah cukup main
rumah-rumahannya dan kami tidak melanjutkan setelah itu, seperti biasa kami melipat
origami atau mewarnai gambar, waktu yang dihabiskan bersama Mika anehnya terasa
menyenangkan.
Ngeri
BalasHapusAkaoakwoal