Otonari no Tenshi-sama Vol.1 Chapter 9 Bahasa Indonesia

Chapter 09 - Ulang tahun Tenshi

 

“Amane , bagaimana?”

Ujian akhir semester akhirnya berakhir, dan para siswa akhirnya dibebaskan dari ujian yang bikin depresi. Mereka berkumpul dalam beberapa kelompok di ruang kelas, dengan lebih antusias.

Amane dan Itsuki merasa lega karena ujian mereka juga berakhir, menilai penampilan mereka kali ini.

“Hm? Normal kok, tidak terlalu buruk.”

Amane secara alami menjawab pertanyaan itu, tapi benar-benar tidak banyak yang bisa dikatakan. Semua pertanyaan berada dalam ruang lingkup pengujian, dan tidak terlalu sulit jika Ia telah merevisinya dengan benar.

Ia tidak menemui banyak kesulitan dalam ujian ini, jadi Amane merasa tidak ada yang berbeda dengan ujian terakhir kali.

Sementara Amane adalah orang yang membenci kerumitan, Ia tidak malas dalam belajarnya. Ia memahami sebagian besar isi pelajaran, dan sementara Ia mengalami kesulitan mendapatkan nilai sempurna, setidaknya Ia yakin bisa mendapatkan sekitar 80-90% nilai ujian.

“Kau mungkin akan masuk dalam 30 besar ... dasar cerdas, kau.”

“Belajarlah setiap hari."

“Kau menyuruhku untuk melakukan apa yang biasanya kau lakukan setiap hari?”

“Aku tidak ingin mendengarnya darimu ketika kau cuma mesra-mesraan dengan pacarmu dan tidak belajar.”

Perbedaan antara Amane dan Itsuki bukan pada otak, tapi karena Itsuki menghabiskan terlalu banyak waktu buat pacarnya, Chitose.

 

Itsuki sendiri tidaklah bodoh, dan Ia bisa mendapat peringkat tinggi jika Ia berniat begitu, tapi sayagnya, Ia memprioritaskan sebagian besar waktunya untuk Chitose, dan peringkatnya lebih rendah dari Amane.

“... Punya pacar enak tau?”

“Ya ya.”

“Hei Amane, kau juga harus mencarinya.”

“Cowok meneteskan air mata darah cuma untuk menginginkan pacar.”

Ada segerombolan orang yang menginginkan pasangan, dan bagi orang-orang tertentu, kata-kata ceroboh Itsuki mungkin membuat mereka marah.

Amane tidak bermaksud untuk marah, dan pada titik ini, Ia tidak punya keinginan untuk mencari pacar, jadi Ia hanya bermaksud meladeni Itsuki.

“Bagaimana caranya mendapatkan pacar?”

“Kencan ganda.”

“Jadi, apa aku seharusnya terpesona dengan pacar khayalanku?”

“Kalau begitu, pamerkan pada kami!”

“Kau pikir aku punya kepribadian untuk itu?”

“... Tidak mungkin ya?”

“Tentu saja.”

Amane juga punya kesadaran diri akan kepribadiannya yang terlalu datar.

Ia sendiri yang menghindari kerepotan sebanyak mungkin, dan terlalu jujur. Beberapa mungkin menganggapnya terlalu datar, dan yang lain biasanya memiliki kesan buruk padanya. Mana mungkin kepribadian seperti itu bisa mendapatkan pacar.

Dan jika Amane entah bagaimana mendapatkan pacar, hubungan di antara mereka akan benar-benar hambar. Paling tidak, itu tidak menonjol seperti hubungan Itsuki.

“Tidak, Amane, kau harus menemukan seseorang yang kau suka. Ngomong-ngomong, para gadis akan memiliki pandangan yang berbeda tentangmu jika kau memotong ponimu, terlihat sedikit lebih segar, dan menegakkan punggungmu.”

Amane merasa Itsuki punya pendapat yang akurat tentang dirinya sendiri. Ia tidak super tampan seperti Yuuta, atau tipe yang terlihat keren seperti Itsuki, tapi Ia juga tidak terlalu jelek.

Jika Ia sedikit merias dirinya sendiri, dan memperhatikan kebiasaannya, dia takkan kalah dengan cowok SMA biasa.

Tetapi bahkan jika Ia benar-benar merias dirinya sendiri, Amane bukanlah tipe orang yang akan mendekati orang lain.

“Orang yang tertarik padamu hanya karena penampilan bukanlah tipe yang setia.”

“Kau bilang begitu, tapi jika mereka tidak tertarik padamu, kau tidak bisa memahami kepribadiannya, kan?”

“... walau begitu, aku sedang tidak ingin mencari pacar.”

Dan bahkan jika Ia beneran punya, delusi pacarnya akan hancur ketika melihat kehidupan sehari-hari Amane.

Amane adalah manusia dengan nol kemampuan untuk hidup sendiri, tidak ramah kepada orang lain. Bahkan Ia akan meringis pada dirinya sendiri, berpikir bahwa Ia ingin bertemu dengan seorang gadis yang akan tertarik padanya.

Bagaimanapun juga, Ia benci berinteraksi dengan orang lain, kepribadiannya tidak cocok untuk ini, dan Ia tidak punya niat untuk mendapatkannya.

Tapi dengan adanya Mahiru memasak di apartemennya, akan menjadi tragedi bila Ia punya pacar. Amane tidak punya niat untuk mendapatkannya, dan tidak khawatir dengan itu, tapi satu alasan itu saja yang menghalanginya untuk melakukannya.

Pada titik ini, prioritasnya adalah “masakan Mahiru mendapatkan pacar”, dan itu tidak bisa berubah dengan mudah.

“Kau benar-benar membosankan,  ... mau Chii memperkenalkan beberapa temannya?”

“Jangan. Sebagian besar teman-teman Chitose itu berisik, dan cuma punya satu sebagai pacar saja sudah cukup sakit kepala. ”

“Lagipula kau suram, Amane.”

“Berisik kau.”

"Yah, jika kau berkata begitu, aku akan membiarkannya untuk sekarang. Tapi bukannya tak tertahankan untuk tidak punya pacar, hanya menghabiskan waktumu sendirian selama kehidupan SMA yang indah ini? ”

“Tidak perlu, dan itu terdengar merepotkan.”

Apa yang kau pikirkan tentang kehidupan sekolah, Ia sebenarnya tidak memiliki pemikiran seperti itu, tapi seorang pacar benar-benar suatu keharusan, dan Ia tidak memiliki pemikiran untuk mencarinya.

Selain itu, tidak mudah untuk menemukannya, dan tidak mudah pula untuk jatuh cinta.

“…Sayang sekali.”

“Ya ya.”

“Tapi yah, kau akan berubah ketika memiliki seseorang yang kau suka, Amane?”

“Dari mana rasa kepercayaan itu berasal.”

“Itu karena kamu adalah tipe orang yang akan memanjakan kekasihmu seperti anak kucing.”

“Terserah apa kata kau.”

Amane merasa bahwa Ia pasti takkan menjadi pacar yang memuakkan, dan tidak bisa membayangkan dirinya dalam situasi seperti itu, jadi Ia mengesampingkan kata-kata Itsuki saat dia pergi.

Itsuki pada gilirannya menatap Amane dengan tercengang ... melihat ke samping, dia tampak santai.

“Ikkun, kamu mau pulang~?”

“Ohh, Chii?”

Kebetulan Chitose muncul, dan mereka berdua tampaknya setuju untuk pulang bersama. Percakapan Amane dengan Itsuki hanyalah untuk menghabiskan waktu buat Itsuki.

Jadi Amane berbalik, dan menemukan seorang gadis tomboy dengan rambut sedang coklat kemerahan, berseri-seri saat dia melambai pada mereka, atau lebih tepatnya, pada Itsuki.

Sifat periang dan senyum yang tulus agak terlalu menyilaukan bagi Amane. Sesuai dengan penampilannya, dia adalah gadis ramah, bersemangat, dan tipe yang selalu menyebabkan keributan tidak peduli baik atau buruk.

Dia adalah tipe kecantikan yang berbeda dari Mahiru, dan dia berlari ke arah mereka, sambil menyeringai.

Amane benar-benar berharap kalau dia bersikap diam, karena setiap kali dia muncul, Amane akan digoda terus.

“Katakan, Chii, bukankah menurutmu Amane itu tipe yang memanjakan pacarnya?”

“Cukup dengan itu.”

“Eh, apa? Amane punya pacar?”

“Tidak.”

“Ehhh ~, apa ~. Padahal aku ingin bergaul dengannya.

Cih, dia mendecakkan lidah dan tampak kecewa.

“Bergaul denganmu artinya memiliki skinship yang terlalu agresif. Bahkan aku akan merasa kasihan pada pacar khayalanku jika aku memilikinya. ”

“Eh, jadi kamu punya pacar khayalan?”

“Aku bilang jika aku punya, oke !?”

“Bercanda doang kok ~”

“Rasanya melelahkan berurusan denganmu ...”

“Itu karena kau kekurangan stamina, Amane.”

“Bahkan jika aku punya, itu akan habis karena meladenimu ...”

Lebih dari sekadar stamina fisik, Ia merasa pikirannya yang akan lelah. Amane biasanya tidak berbicara dengan siapa pun selain mereka yang akrab dengannya, tidak menonjolkan diri, dan menjalani kehidupan sekolah yang lesu. Akan sangat sulit baginya untuk berbicara dengan orang-orang yang hiperaktif seperti Chitose.

Terlepas dari jawaban yang menyendiri, Chitose tidak keberatan sama sekali, "Kamu tidak terlihat baik." ujarnya pada Amane yang tampak letih, sambil berseri-seri bahagia.

“Cepat dan biasakan itu.” Itsuki secara acak melemparkan saran ini, dan yang bisa dilakukan Amane hanyalah mendesah panjang.

 

zzzz

 

“…Apa yang sedang kamu lakukan?”

Amane kembali ke apartemennya, menyantap makan malam buatan Mahiru, dan setelah mencuci piring, Ia melihat Mahiru meletakkan kertas ujian di meja ruang tamu.

Mencuci piring adalah tugas bergilir buat mereka, tapi Amane mengambil kesempatan untuk mencuci terlebih dahulu, tidak ingin menambah lebih banyak beban kerja pada Mahiru, dan karenanya Mahiru menghabiskan waktunya di ruang tamu. Dia bilang kalau dia menyerahkan semuanya pada Amane dan kembali ke apartemennya, dia akan merasa sedikit tidak enakan.

“Memeriksa jawaban.”

“Yah, aku bisa melihatnya.”

Dia kelihatannya memeriksa jawabannya, memeriksa buku teks, dan melihat apakah jawabannya ada yang salah atau tidak.

“Jadi gimana?”

“Jika aku tidak menulis jawaban yang salah, nilai sempurna.”

“Yah,  seperti diharapkan darimu.”

Balasan dari Mahiru tetap membosankan ketika dia menyebutkan kalau dia bisa mendapat nilai sempurna, dan Amane juga tidak menunjukkan reaksi ekstrem.

Kurangnya kejutan karena Mahiru selalu menempati ranking pertama di tahun ini untuk nilai sekolah mereka.

Amane merasa bahwa Mahiru bisa melakukannya, dan berpikir kalau dia akan mendapatkan nilai lebih dari awal.

“Aku tidak benci yang namanya belajar. Bagaimanapun juga, aku sudah belajar semua yang harus diajarkan setahun yang lalu, jadi yang perlu aku lakukan hanyalah meninjau ulang. ”

“Wooahh, seperti yang diharapkan darimu ...”

“Bukannya kamu juga pandai, Fujimiya-san?”

“Jadi, kamu tahu nilaiku?”

“Aku punya kesan ketika kamu tertera di daftar peringkat.”

Tampaknya Mahiru sudah mengenal lebih dulu tentang Amane sebelum Ia pertama kali berbicara dengannya.

Amane berasumsi bahwa mereka yang tidak berada dalam peringkat satu digit, tidak layak mendapatkan perhatian Mahiru, tapi dia menyebutkan peringkat Amane sebelumnya, jadi sepertinya dia menaruh perhatian padanya.

Amane berusaha keras untuk belajar bukan karena pemikiran serius seperti ... tugas siswa adalah belajar. Itu adalah syarat yang diberikan keluarganya.

“Yah, itu syarat bagiku untuk hidup sendiri. Mempertahankan nilaiku. ”

Ketika Ia diizinkan untuk hidup sendiri, Amane diberitahu untuk tidak membiarkan nilainya turun.

Ada juga syarat dimana Amane harus pulang ke rumah setiap setengah tahun, namun itu bisa diatur selama liburan panjang, sehingga keluarganya takkan mencampuri urusannya jika Ia mempertahankan nilai-nilainya.

“Aku hanya bekerja cukup keras agar mereka tidak membuatku masalah, tapi aku tidak bisa melakukan yang terbaik seperti dirimu. Kau benar-benar berusaha keras.”

“... Penting untuk berusaha keras.”

Mahiru bergumam sambil menunduk ke bawah,

Poni rambutnya menutupi ekspresinya, tapi tentunya dia merasa tidak senang sedikit pun.

Meski begitu, dia dengan cepat mengangkat kepalanya, kembali dengan ekspresinya yang biasa, jadi Amane kehilangan kesempatan untuk melihatnya.

Dan bahkan jika Ia punya kesempatan, Amane takkan bertanya. Bagaimanapun juga, dia sepertinya menahan rasa sakit.

Dari waktu ke waktu, Mahiru akan menunjukkan ekspresi seperti itu.

Dia tidak akan pernah mengatakan mengapa dia terlihat begitu menyakitkan, begitu jijik, tapi sepertinya dia terikat oleh hal-hal tertentu, berjuang melawan sesuatu.

Tidak sulit untuk membayangkan, kalau penyebabnya adalah lingkungan keluarganya.

Jadi, rasanya tidak pantas bagi Amane untuk ikut campur.

Ia tahu betul bahwa itu adalah area yang tidak boleh diganggu olehnya sebagai orang luar, jadi Ia menjaga jarak sebagai tetangganya selama ini.

Amane juga mempunyai sessuatu yang tidak ingin dibicarakan orang lain. Ia terlalu sering merasakan bahwa gangguan dari luar benar-benar hal yang kasar, dan mendapati dirinya lebih bersyukur ketika orang lain pura-pura tidak menyadarinya.

Mahiru melakukan yang terbaik untuk menyembunyikan emosi yang dimilikinya, "Aku akan pergi sekarang." Ucapnya dengan nadanya yang biasa, dan kemudian memasukkan buku pelajaran dan lembar soalnya ke dalam tas.

Amane tidak bermaksud menghentikannya, "Aku mengerti" dan menjawab dengan singkat sambil melihat ke arah Mahiru.

Dia selesai mengemasi semua barang yang diambilnya, dan berdiri dari tempat dia duduk ketika Amane memperhatikan ada sesuatu yang bukan miliknya di belakang cangkir kosong.

Ia mengulurkan tangannya, dan menemukan sebuah kotak plastik yang berisi ID siswa, yang biasa dimiliki setiap murid sekolahan.

Tampaknya, Mahiru mengeluarkannya bersama dengan buku-buku pelajarannya, dan lupa untuk mengemasnya kembali.

Amane melihat gambar wajahnya bersamaan dengan namanya, nomor siswa, ulang tahun dan golongan darah, informasi yang sederhana, dan memanggilnya ketika Mahiru sedang mengenakan sepatu di pintu masuk.

“Kau melupakan ini.”

“Ahh, maaf sudah membuatmu membawanya padaku. Kalau begitu selamat malam.”

“Selamat malam.”

Dia membungkuk dengan sopan, dan meninggalkan apartemennya. Ketika Amane menyaksikan Mahiru menghilang di balik pintu, Ia dengan lembut menghela nafas.

Ia mengingat tanggal yang tertulis di kartu pelajar ... terutama bulan dan hari, dan meletakkan tangannya di dahinya.

“... Empat hari lagi?”

Jika Amane tidak melihat kartu pelajar Mahiru, Ia tidak akan pernah tahu tentang hari ulang tahun Mahiru. Kalau saja aku tahu sebelumnya, gumamnya sambil menghela nafas lagi.

 

zzzz

 

“Jadi, apa kau punya sesuatu yang kau inginkan?”

Keesokan harinya, Amane mengambil kesempatan untuk mengungkit masalah ini ke Mahiru saat makan malam.

Sementara Ia mengatakan itu adalah hadiah ulang tahun, Amane tidak bermaksud apa-apa, dan hanya ingin membalas budi padanya. Ia memutuskan untuk memberinya hadiah pada Mahiru.

Tapi itu terdengar sangat mencurigakan.

Bahkan Ia mendapati pertanyaannya tidak sopan, bahkan terdengar kasar, dan mulai menyesalinya. Tapi Mahiru menatapnya dengan heran.

“Kenapa kamu mendadak menanyakan ini?”

“Yah, sepertinya kamu tidak punya apa-apa yang kau inginkan, jadi aku hanya bertanya karena aku merasa penasaran.”

“Itu masih terlalu tiba-tiba ...”

Amane merasa Ia bisa melakukan lebih baik dengan mencoba mengelabuinya, tapi Ia tidak bisa menarik kembali pertanyaan yang sudah Ia ucapkan.

Beruntung atau tidak, tampaknya Mahiru tidak menyadari kalau itu adalah ulang tahunnya.

Pada akhirnya, Mahiru mungkin mengira kalau Amane tidak mungkin tahu tentang hari ulang tahunnya, dan tidak pernah memikirkan hal itu.

“Begitu rupanya. Jadi apa yang aku butuhkan sekarang? Atau apa yang aku inginkan?”

“Apa yang kau inginkan?”

“Batu asahan.”

“…Batu asahan?”

Amane bertanya lagi tanpa berpikir, karena jawabannya benar-benar di luar harapannya.

Atau lebih tepatnya, tidak ada yang menyangka seorang gadis SMA mengatakan kalau itulah yang dia inginkan.

Biasanya, mereka menginginkan kosmetik, aksesoris, tas, dan barang-barang semacam itu. Amane tidak dapat membayangkan kalau Mahiru akan meminta alat untuk menajamkan logam.

“Ya, batu asahan. Aku sudah punya beberapa, tapi aku berharap punya batu asah yang lebih bagus. ”

“Hei, kau ‘kan gadis SMA.”

“Tolong jangan menganggapku sebagai gadis SMA biasa.”

Kata-katanya membuat Amane terdiam.

Tak peduli seberapa entengnya mereka mengatakannya, Mahiru benar-benar tidak bisa disebut sebagai gadis SMA biasa.

Dia sudah terkenal sebagai Tenshi di sekolah, dilengkapi dengan otak dan bakat, mahir dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dan memasak. Merawat Amane, yang sama sekali tidak punya harapan dalam pekerjaan rumah, siapa pun akan berasumsi kalau dia adalah gadis yang sudah menikah.

(Tapi siapa yang akan membayangkan kalau dia menginginkan batu asahan.)

Tampaknya, cuma Mahiru yang menjadi satu-satunya gadis SMA yang menginginkan batu asahan.

“Kau tidak membelinya sendiri?”

“Bukannya aku tidak bisa, tapi aku sering tidak punya kesempatan, dan itu relatif mahal, jadi aku tidak punya. Lagian, aku sudah punya beberapa batu asah, jadi aku tidak terlalu membutuhkannya. ”

Ketika dia menyebutkan kalau dia punya beberapa, Amane tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya Mahiru di masa depan.

“... Kami memiliki seorang gadis SMA yang mengasah pisaunya di sini.”

“Tapi ada, kok.”

“Bahkan jika ada, cuma kau satu-satunya yang aku kenal, tidak peduli seseorang yang ingin memiliki batu asahan.”

“Kedengarannya seperti hal yang langka. Tidak buruk.”

“Apa maksudmu, tidak buruk ...”

Jarang-jarang melihat seorang gadis menyukai hal yang begituan, jadi Amane tidak tahu apa yang diinginkan Mahiru.

Ia sendiri sudah kehabisan akal, dan Mahiru memiringkan kepalanya dengan ragu.

 

zzzz

 

“Hei Itsuki.”

Karena Ia tidak tahu hal-hal seperti apa yang diinginkan Mahiru, Ia hanya bisa bergantung dengan usaha terakhirnya, untuk bertanya kepada Itsuki.

Ia sudah mengantisipasi bahwa sejak Itsuki memiliki pacar seperti Chitose, Ia puya firasat tentang proses berpikir seorang gadis, gambaran kasar dari apa yang seorang gadis inginkan.

Ia tidak tahu apakah Mahiru biasa, tetapi Amane menyimpulkan bahwa, paling tidak, Mahiru tidak akan membenci apa pun yang diinginkan seorang gadis.

“Apa?”

“Hadiah apa yang kamu berikan pada Chitose?”

Amane pikir itu bakal baik-baik saja jika Ia bertanya apa yang diberikan Itsuki, menanyakannya, tapi Itsuki malah memendangnya dengan heran.

“Eh, kau mau memberikan hadiah untuk gadis yang kau suka?”

“Kau pikir aku tipe orang yang melakukan itu?”

“Tidak.”

“Iya, ‘kan?”

“Jadi, kenapa kau bertanya?”

“Seseorang yang aku kenal sebentar lagi ulang tahun. Cuma untuk referensi saja.”

Amane akan mengambil referensi ini ke tingkat berikutnya, dan pergi untuk membelinya, tapi Ia tidak ingin mengatakan itu.

“Uh huh. Hal terbaik adalah sesuatu yang dia sukai. Bagaimanapun juga, biasanya kau harus menyelidiki ini dulu. Ini adalah trik untuk menjaga hubungan yang baik.”

“Sudah kubilang dia bukan pacarku.”

Amane dapat membayangkan betapa berbahayanya jika Mahiru adalah pacarnya, Dalam banyak artian (sebagian besar niat membunuh di sekitarnya), dan takut dengan gagasan itu.

Memang benar kalau Amane merasa nyaman bersamanya, tapi keduanya hanya bersama, tanpa keinginan untuk terikat. Itu sama sekali bukan cinta.

Meskip Ia menganggap Mahiru imut, Ia tidak berniat untuk mengakhiri hubungan seperti itu. Begitulah perasaannya terhadap Mahiru.

“Apa yang dia inginkan ... bagaimana jika aku tidak tahu?”

“Harus melihat seberapa dekatnya kau dengannya. Jika hubungan kalian baik, memberi aksesori seharusnya baik-baik saja, tapi jika kau tidak sedekat itu, beberapa barang kecil atau barang habis pakai; dia seharusnya senang dengan bunga, tapi terkadang itu akan membuat segalanya menjadi rumit. ”

“... Kamu sangat berpengalaman dalam hal itu.”

“Lagipula aku belajar dari pengalamanku.”

Awalnya, Itsuki dan Chitose bukanlah pasangan mesra. Tampaknya mereka semakin dekat selama SMP. Amane berada di sekolah SMP yang berbeda dari mereka, jadi Ia tidak tahu detailnya, tapi tampaknya mereka mengalami banyak kesulitan sebelum mereka mulai berkencan. Bahkan pada titik ini, Amane mendengar desas-desus tentang masa lalu mereka.

Itsuki pasti telah merenung sedikit memilih hadiah untuk Chitose, jadi pilihan yang Ia ajukan mungkin telah dibuat setelah banyak pertimbangan.

“Ah, tapi krim tangan seharusnya juga boleh.”

“Krim tangan?”

Pilihan yang tak terduga membuat Amane merenung. Dengan ekspresi ceria, Itsuki menjelaskan.

“Hadiah seperti itu ampuh buat kelompok umur berapa pun. Siswa menggunakan buku teks dan buku catatan setiap hari untuk kelas, dan tangan mereka mudah kering; orang dewasa yang bekerja juga bisa mengeringkan tangan dengan mengetik di ruang AC; ibu rumah tangga biasanya merendam tangan mereka dalam air, dan tangan mereka menjadi kasar dengan mudah. Ini benar-benar dapat digunakan sebagai hadiah.”

“Hmm, rasanya jadi menjijikkan karena kau tahu banyak.”

“Yah, kaulah yang bertanya duluan.”

Plak, punggung Amane ditepak dari belakang, tetapi mereka hanya menertawakannya, karena itu cuma candaain biasa.

(Krim tangan?)

Memang benar ini mungkin takkan membuatnya kesulitan.

Amane menegaskan tugasnya untuk mencuci piring setelah makan malam, tapi Mahiru pasti akan mencuci barang di rumahnya. Tangannya pasti akan kering juga.

Sudah pasti, memandangi tangannya yang halus, kalau Mahiru sering merawatnya. Kalau begitu, membeli produk perawatan kulit seperti itu harusnya baik-baik saja.

“Yah, aku akan mempertimbangkannya.”

“Tanyalah pada Chii nanti. Orang dari jenis kelamin yang sama mungkin memiliki ide yang berbeda.”

“……Ehhh.”

“Sudah waktunya kau terbiasa dengannya, oke?"

Amane tidak membencinya, tentu saja, tapi Ia merasa kalau Chitose adalah tipe orang yang tidak bisa Ia tangani, dan tidak antusias tentang prospek. Itsuki hanya tersenyum sambil menepuk punggung Amane.

 

zzzz

 

“Ehh ~? Kamu mau membeli hadiah ulang tahun untuk seorang gadis, Amane?”

Jarang, benar-benar sangat jarang, itulah reaksi yang Chiitose miliki ketika dia menyeringai, atau lebih tepatnya, tersenyum lebar. Amane mengerahkan semua kekuatannya untuk tidak membiarkan pipinya berkedut.

Sepulang sekolah, Ia pergi ke ruang kelas Chitose untuk bertanya, dan seperti yang diharapkan, dia sangat antusias. Terlebih lagi, Itsuki bilang kalau Ia tidak khawatir tentang Amane sama sekali, jadi dia kembali ke rumah setelah mengirim pesan kepada Chitose.

Begitu Amane melihat wajahnya yang sangat gembira, Ia hanya bisa menghela nafas lelah.

(Inilah sebabnya aku tidak ingin bergantung pada Chitose.)

Jika Amane bertanya padanya, Chitose pasti akan bertanya lebih lanjut dan menggodanya, jadi Ia benar-benar tidak mau. Dia bukannya tak mau membantu, tetapi fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa Amane buruk dalam berurusan dengan Chitose.

“Jadi itulah yang dimaksud pesan Ikkun 'Aku akan menyerahkan Amane kepadamu, Chii'~. Jadi kamu butuh bantuanku?”

“Hanya kau satu-satunya gadis yang bisa aku andalkan, Chitose.”

“Aku akan merasakan sesuatu jika kamu mengatakannya dengan blak-blakan.”

Dia sedikit terdiam saat melihat ke arahnya, bahkan ekspresi kasihan, tapi Amane mengabaikannya.

Faktanya, Amane tidak punya teman gadis selain Chitose. Ia hanya ingat wajah-wajah gadis lain di kelasnya, dan tidak punya wajah lancang untuk meminta bantuan mereka.

Sejujurnya, kebanyakan dari mereka merasa kalau Amane tidak pernah menonjol, dan akan bermasalah jika Ia meminta bantuan mereka.

“Yah, kamu tidak mengerti apa yang dipikirkan seorang gadis, Amane. Aku akan membantumu. Chitose-san ini akan membicarakannya denganmu.”

“…Aku berutang budi padamu.”

“Apa maksudmu, berutang satu padaku? Walau aku terlihat seperti ini, tapi aku tahu hati seorang gadis dengan sempurna!”

“Setidaknya, kau ini seorang gadis.”

“Kenapa kamu menambahkan setidaknya? Sebelah mananya aku ini mirip cowok?”

Chitose mengangkat dadanya dengan bangga, tetapi sayangnya untuk Amane yang bisa melihat Mahiru setiap hari, bagian itu benar-benar konservatif, matanya akhirnya melihat ke bawah.

Tapi Chitose populer di kalangan anak cowok.

Dia memiliki kepribadian yang ceria, ramah, dan bergaul dengan siapa saja. Popularitasnya berbeda dari Mahiru, dan dia selalu menjadi pembuat suasana kelas.

Dikatakan kalau dia sebagai bagian dari klub lari saat SMP, tubuhnya yang ramping, kaki yang kencang dan kaki yang mulus membuatnya sangat populer. Bahkan Amane menyetujui nagian kaki yang mulus, dan Itsuki telah membujuk cowok-cowok lain "Aku akan marah jika kau terus menatap pacarku."

“Ah ya ya kau memang gadis yang manis ~.”

Sebenarnya, dia agak terlalu tidak ramah, meskipun imut adalah istilah yang tepat untuk menggambarkannya. Popularitasnya bisa dimengerti.

“... Dan itu karena sikapmu itu, orang-orang jadi salah paham denganmu. Serius.”

“Berhentilah mengurusi urusan orang lain.”

“Ya ya. Jadi, untuk seorang gadis? Gadis seperti apa?”

Dia bertanya, pada dasarnya menyiratkan bahwa dia tidak tahu bagaimana memulai tanpa mengetahui itu. Amane mengerti bahwa jika Ia tidak sengaja nyeletuk, Ia akan digoda. Karena itu, Ia memilih kata-katanya dengan hati-hati.

“Dia ini gadis yang aku kenal, sedikit lebih muda. Untuk sisanya, aku akan menggunakan hakku untuk tetap diam.”

“Hei ... jika aku tidak tahu apa yang dia sukai, orang seperti apa yang dia cari, aku tidak bisa memberikan saran.”

“Mungkin kau bisa menyarankan beberapa hal berdasarkan apa yang kau rasakan, Chitose? Aku akan memilih dari sana.”

“Yah aku tahu kamu takkan mengatakannya. Mau bagaimana lagi. ”

Kata-kata Chitose masuk akal, tapi jika Amane mengatakannya, itu adalah Ia berhubungan baik dengan seorang gadis muda, dan topiknya akan menyimpang ke arah yang aneh. Dia bahkan mungkin mencari tahu kebenarannya.

Dia mencoba yang terbaik untuk menghindari situasi tersebut, dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Chitose juga tahu Amane tidak mau mengatakan apa-apa, dan tidak bertanya lebih jauh.

“Hmm, mari kita lihat ... Aku tidak tahu bagaimana tepatnya hubungan itu bekerja, tapi jika dia seseorang yang sering kamu ajak bicara ... lalu jika aku adalah dia, aku akan dengan senang hati mendapatkan sesuatu dari seseorang seperti kamu. Pada dasarnya, dia tidak mencari barang konsumsi atau barang sehari-hari yang mahal.”

“Itu yang dikatakan Itsuki juga.”

“Ikkun benar-benar mengerti hati seorang gadis. Nah, jika tidak ada kondisi, beberapa snack, saputangan, dompet, atau sesuatu yang kecil pasti masih bisa diterima. Tapi jika aku menerima aksesori darimu, aku akan berpikir seperti “Apa, apa kamu mau menyuapku !?”, perasaan semacam itu. ”

“Apa gunanya menyuapmu di sini?”

Bisakah aku mendapatkan sesuatu yang baik darimu, Amane menatapnya dengan pandangan seperti itu, "Kurasa begitu."  balas Chitose dengan tersenyum.

“Sesuatu yang kecil akan lebih baik.”

“…Begitu ya.”

“Kamu tidak senang tentang itu?”

“Tidak juga.”

Tentu saja, Amane bukannya tidak senang dengan hal itu, tetapi Ia khawatir Mahiru tidak akan menyukainya.

Jika Amane memberikan sesuatu yang kecil padanya, Ia harus mempertimbangkan kualitasnya. Mahiru mungkin memiliki preferensi mewah, dan tipe yang memilih sesuatu dengan kualitas dan fungsionalitas. Amane tidak tahu apakah pilihannya akan diterima oleh mata Mahiru.

Chitose tampaknya memperhatikan bahwa Amane tidak menerima pilihan ini, "Hm." jadi dia berpikir sebentar, dan berkata,

“... Yah, kamu juga bisa memberinya sesuatu yang lucu.”

“... Sesuatu yang lucu?”

“Kamu harus melihat minatnya dulu, tapi aku rasa kamu bisa juga memberikan hal-hal lucu padanya ... seperti boneka, gantungan kunci, dan semacamnya.”

Saran ini benar-benar tidak terduga bagi Amane, yang berkedip beberapa kali. Chitose terkekeh, melihat wajahnya.

“Mau berapapun usianya, anak perempuan sering suka hal-hal lucu. Beberapa orang dewasa masih menyimpan boneka, jadi aku pikir seharusnya ada banyak yang suka boneka. ”

“... Boneka, ya?”

Meski Ia tidak tahu kecenderungan Mahiru, tapi Amane ingat pernah melihat embel-embel lucu di pakaiannya, bersamaan dengan dia yang mengenakan pakaian berenda. Dia mungkin tidak membenci barang-barang imut.

Apa Mahiru akan senang jika Amane memberinya boneka?

“Oh, sekarang kamu terlihat sedikit tertarik, bukan?”

Begitu dia menyadari ada reaksi dari Amane, Chitose terkikik. Yang pertama merasa sedikit bertentangan, tetapi Ia masih mengangguk, dan menghela nafas sedikit.

“... Tapi itu terlalu aneh bagiku untuk pergi membeli boneka sekarang, ‘kan?”

“Kamu ‘kan mau membeli hadiah, dan itu yang kamu khawatirkan?”

“Di umur segini, rasanya memalukan bagi seorang cowok untuk membawa boneka ke kasir.”

“Kamu tidak punya nyali, ya.”

“Ugh.”

Dia sepenuhnya benar, tetapi Amane merasa sangat bertentangan karena dibilang blak-blakkan begitu.

Ia seharusnya membuang semua rasa malunya, tapi bagaimanapun juga, rasanya sangat canggung baginya untuk membeli boneka sendirian.

Untungnya, Chitose ada bersamanya. Mungkin ada kemungkinan dia berjalan pulang bersamanya.

Kemungkinan itu masih mungkin.

“... Chitose, kumohon”

“Kumohon?”

“... Pergilah berbelanja denganku.”

“Sekarang apa yang harus aku lakukan, ya~?”

Tapi, ternyata Chitose adalah gadis yang tidak sabar.

Tentu saja, dia tidak benar-benar berniat untuk menolaknya. Dia berpura-pura terlihat frustrasi hanya untuk menggoda Amane, dan untuk mengeraskan tekadnya.

“Aku mohon padamu, serius.”

“Hmm, aku sih tak masalah dengan itu, tahu? ... ngomong-ngomong, Amane-kun, aku ingin makan sesuatu yang manis. Ada toko crepes di depan stasiun menjual barang edisi terbatas yang lezat~.

“... Tolong izinkan aku untuk mentraktirmu.”

“Yay!”

Begitu Chitose dengan licik meminta traktiran, wajahnya berkedut. Tapi itu masih murah, dan Ia mengangguk setuju.

Jauh lebih mudah membeli satu crepe ketimbang pergi ke toko yang khusus gadis sendirian.

Dan ketika Chitose menyeringai, Amane menghela nafas panjang, diam-diam menghitung anggaran yang ada di dompetnya.

 

zzzz

 

Setelah selesai meminta saran kepada Itsuki dan Chitose, Amane akhirnya memilih hadiah, dan pada hari ulang tahun Mahiru, Ia menatap punggungnya, merasa sangat tegang.

Pembayarannya kepada Chitose adalah sebungkus krep khusus dari toko depan stasiun (berry berry terbatas edisi musim dingin), dan setelah meyakinkannya untuk membeli sesuatu yang lain, Amane menambahkan itu ke hadiahnya ... tapi pada titik ini, Ia bertanya-tanya bagaimana cara menyerahkannya ke Mahiru.

Orang yang seharusnya merayakan ulang tahunnya sedang makan malam seperti biasa.

Ia tidak tahu apa menunya, tapi sepertinya dia membuat makanan Jepang. Dia bertindak secara alami seperti biasa, tidak ada yang terlalu berbeda tentang dirinya.

Ia tidak bisa merasakan getaran ulang tahun darinya. Caranya bertindak begitu tenang, orang akan bertanya-tanya apakah dia mengingatnya atau tidak.

Bahkan setelah makan malam disajikan, tidak ada yang berubah. Mereka mengobrol saat makan malam, makan seperti biasa.

Amane benar-benar tidak tahu kapan Ia harus memberikannya hadiah, jadi Ia melihat ke arah kantong kertas dengan hadiah yang tersembunyi di balik sofa, mengerutkan kening.

Setelah makan malam selesai, Amane membersihkan meja, dan kembali ke ruang tamu, dan melihat Mahiru sedang duduk di sofa. Sepertinya dia membawa buku ke sini.

Bahkan saat membaca buku, dia tampak seperti di dalam lukisan. Sungguh sangat sesuai dengan julukan Tenshi-nya.

Amane bingung apakah Ia harus duduk di sebelahnya ... tapi Ia tidak bisa terus ragu. Jadi Ia mengangkat tas yang diletakkan di sana, dan duduk di sebelahnya.

Mahiru tiba-tiba mengangkat kepalanya.

Dia mungkin memperhatikan kehadiran Amane dan kerut-kerut kantong kertas, dan matanya yang berwarna karamel memandang ke arah Amane, dan kemudian ke arah kantong kertas yang dipegangnya.

Dia terlihat agak bingung. Tampaknya pada saat ini, dia belum menyadari kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya.

“Ini. terimalah.”

Amane menggeser tas ke lutut Mahiru, membuatnya semakin terperangah.

“Apa ini?”

“Bukannya ini hari ulang tahunmu?”

“Memang ... tapi bagaimana kamu bisa tahu? Aku tidak ingat menyebutkannya kepada orang lain.”

Dia memiliki tatapan waspada di matanya, “Kamu meninggalkan kartu pelajarmu di atas meja terakhir kali", tetapi begitu Mahiru mendengar itu, dia mungkin menerima penjelasan ini, dan kembali ke tampilan yang biasa.

“Kamu tidak perlu khawatir. Lagipula aku tidak merayakan ulang tahunku. ”

Amane mungkin tidak salah mengira suara dingin dan acuh darinya.

Melihat tatapan matanya, tampaknya kata ulang tahun itu sendiri adalah hal yang tabu baginya.

Begitu ya, begitu pikir Amane.

Meski ini adalah hari ulang tahunnya, dia tidak memiliki perubahan sikap bukan karena dia tidak mengingatnya.

Dia mungkin lupa tentang itu karena itu menyusahkannya, mungkin.

Jika tidak, mana mungkin nada suaranya akan sedingin itu.

“Ah, jadi begitu. Anggap saja sebagai rasa terima kasih karena sudah merawatku selama ini. Aku hanya ingin membalasmu entah bagaimana.”

Jadi Amane menyerahkan hadiah kepadan Mahiru dengan alasan itu, baik, kau tidak harus merayakan ulang tahunmu, tetapi hadiah untuk kebaikanmu. Terima ini sebagai ucapan terima kasih, dan bukan ulang tahun.

Amane memakan makanan lezat setiap hari, dan Mahiru bahkan membantunya bersih-bersih apartemennya dari waktu ke waktu. Ini adalah hal yang sepele, tapi dia benar-benar merawatnya. Bahkan jika itu adalah hal kecil, Amane ingin memblasa budi Mahiru.

Sementara Amane dengan mudah menerima alasannya, Ia bersikeras memberikan hadiah, yang mana membuatnya agak bingung. Jadi Mahiru sedikit mengernyit saat menerima hadiah.

Dia melihat ke arah item di tas yang dibungkus kertas.

“... Boleh aku membukanya sekarang?”

“Tentu.”

Amane mengangguk, dan Mahiru dengan gugup meraih tangannya ke dalam tas, mengeluarkan kotak itu. Dia dengan hati-hati melepas kertas pembungkusnya, dan membuka ikatan pita.

Amane sendiri merasa sangat gugup untuk meminta orang lain membuka hadiah di hadapannya.

Di dalamnya ada krim tangan yang direkomendasikan Itsuki. Amane membelinya dalam satu set, jadi kotak besar itu berisi beberapa snack juga.

Sebagai catatan, krim tangan tersebut tidak berbau dan cocok untuk pekerjaan rumah tangga, bukan yang beraroma wangi. Rasanya lembut pada kulit, poin penjualannya adalah membuat kulit tetap lembab.

Amane memeriksa ulasan di internet, dan sepertinya Ia tidak perlu khawatir tentang efeknya, mungkin.

“Maaf itu bukan sesuatu yang berharga. Aku pikir tanganmu akan menjadi kering saat melakukan pekerjaan rumah. Ada yang tanpa aroma, tapi aku rasa kau sudah memilikinya. Aku dengar itu lembut untuk kulit, bahkan efektif. ”

“Barang yang praktis.”

“Sebenarnya, kau sering menekankan pada barang-barang praktis.”

“Kurasa begitu. Terima kasih banyak.”

Kamu sangat memahamiku dengan baik, ujar Mahiru sambil tersenyum, dan Amane menyantaikan tubuhnya dari kegugupan tadi.

Sepertinya Mahiru tidak memiliki kesan buruk tentangnya.

Ada satu item lain ... tapi akan memalukan buat Amane untuk membukanya di hadapan Mahiru. Jika memungkinkan, Ia ingin Mahiru baru menyadarinya saat di kamarnya sendiri.

Sayangnya, tampaknya Mahiru memperhatikan ada sesuatu yang lain di dalam tas itu, dan mengintip ke dalamnya.

“... Kenapa ada dua?”

“Ah, tidak, yah, sebenarnya. Itu adalah tambahan yang egois dan subyektif. ”

“Tambahan?”

“…Tambahan”

Amane memalingkan wajahnya dan hanya menjawab begitu. Mahiru memiringkan kepalanya, tidak mengerti apa yang dimaksud Amane, tapi dia merasa akan lebih cepat untuk membuka isinya, jadi dia mengeluarkan barang tersebut.

Ia menggunakan kemasan warna yang mirip dengan tas, sehingga tidak menonjol, dan menjejalkannya ke paling bawah. Item ini terlalu besar dan menonjol. Tidak mungkin Mahiru tidak akan menyadarinya.

Itu tidak berisi kotak, tetapi tas poliester. Ukurannya cukup besar untuk dipegang kedua tangan Mahiru.

Mahiru dengan hati-hati melepas pita biru gelap, dan sementara Amane menatapnya (apa aku bolehpergi dari sini sekarang) ──Mahiru dengan hati-hati membuka isinya.

Dengan kedua tangan, dia dengan hati-hati mengangkat benda itu, dan tampak agak terkejut ketika matanya melebar.

“…Seekor beruang?”

Apa yang Mahiru gumamkan adalah identitas sebenarnya dari benda itu.

Itu adalah boneka yang tidak terlalu besar, seukuran gadis sekolah dasar.

Boneka tersebut memiliki bulu berwarna pudar yang mirip dengan rambut Mahiru. Di lehernya ada pita biru aqua yang diikat seperti kalung.

Boneka itu menunjukkan tampilan polos, aksesoris bula yang mengkilap gelap dijahit sebagai mata, mencerminkan Mahiru.

Dia mungkin berpikir, boneka? Saat kita di SMA?

Tidak peduli berapa pun usianya, anak perempuan sering suka hal-hal lucu. Tapi setelah mendengar saran Chitose, inilah yang Amane pilih.

Rasanya benar-benar memalukan bagi seorang cowok untuk membeli barang ini sendirian, jadi dia menyuruh Chitose membelikan ini untuknya, pembayarannya adalah sebungkus krep dari toko stasiun.

Chitose terus menertawakannya dari bagian yang dipilih sampai akhir, dan mungkin Ia akan merasa terlalu malu jika dia pergi sendirian. Yah, karena sudah terjadi, tidak ada gunanya untuk menyesalinya.

“... Aku pikir gadis-gadis mungkin menyukainya.”

Amane menggaruk kepalanya, bergumam dengan penjelasan entah kepada siapa.

Ia benar-benar tidak pandai dalam hal ini.

Lagipula, Amane tidak pernah memberikan hadiah kepada seseorang dari jenis kelamin yang berbeda, kecuali kepada ibunya saat masih muda. Ia tidak pernah menyangkan dirinya akan melakukan ini.

Apa Mahiru akan merasa jijik menerima boneka imut dari cowok ... Amane melirik Mahiru, dan melihatnya menatap boneka dengan tajam.

Tidak ada yang tahu apakah dia bahagia atau sedih, dia hanya menatapnya dengan tenang.

“Yah, aku bisa membuangnya jika kau tidak mau.”

Apa boleh buat jika Mahiru tidak menyukainya, jadi Amane memutuskan begitu saat Ia mengatakan ini dengan nada bercanda. Mahiru merengut saat dia memalingkan wajahnya ke Amane.

“Aku tidak akan melakukan hal seperti itu!”

“Y-ya. Mengingat kepribadianmu, aku pikir kau tidak akan melakukan itu, Shiina.”

Reaksinya lebih kuat dari yang Amane harapkan, dan Ia mengangguk sambil tersandung. Sekali lagi, Mahiru melihat beruang itu.

“... Aku tidak melakukan hal yang kejam seperti itu. Aku akan, menghargainya dengan baik.”

Pergelangan tangan yang tipis menempel erat ke boneka beruang, dan memeluknya.

Dia menyerupai seorang anak yang tidak ingin mainan favoritnya diambil, dan juga pelukan seorang ibu yang penuh kasih.

Orang bisa mengatakan kalau dia benar-benar menghargai boneka beruang tersebut ketika dia memeluknya.

Gyuu, sepertinya ada efek suara yang pas saat dia memeluknya dengan kuat, dan menatapnya.

Ekspresi wajahnya bukanlah sikap acuh tak acuh yang biasa, dan bukan kejutan yang biasa setiap kali dia dikejutkan oleh Amane. Itu adalah ekspresi kelegaan, kebaikan, cinta, dan kasih sayang.

Senyum polosnya begitu murni. Amane menatap wajah Mahiru dengan napas tertahan, menyadari kalau dia sangat cantik dan sangat menggemaskan.

(──Aku seharusnya tidak melihat ini.)

Ia secara tidak sengaja memiliki kesadaran seperti itu saat menatap ekspresinya.

Walau Amane tidak jatuh cinta padanya, kecantikan absolut ini menunjukkan ekspresi seperti itu, yang hanya bisa dilihat olehnya, dan bahkan jantungnya berdetak kencang.

Ia melihat Mahiru sangat menghargai boneka itu, menunjukkan senyum tipis, terlihat sangat menggemaskan sehingga orang lain akan terpesona. Bahkan Amane, yang tahu kepribadiannya sendiri, hampir terpesona.

Untuk melihat betapa panas wajahnya, dia meletakkan tangannya di mukanya, dan itu terasa jauh lebih panas dari biasanya.

Amane jelas terlalu malu-malu, "... Sialan." Umpatnya dengan suara yang tidak bisa Mahiru dengar.

Untungnya, Mahiru tidak memperhatikannya, setengah wajahnya terkubur dalam boneka beruang ketika dia memeluknya dengan penuh kasih.

Pandangannya sangat menggemaskan, dan Amane menahan diri untuk menghindari memekik .

“... Aku senang kau sangat menyukainya.

Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi dia mengucapkan kata-kata ini, dan mata Mahiru balas menatapnya.

“Ini adalah pertama kalinya aku menerima hal seperti ini.”

“Eh, mengingat popularitasmu, kupikir itu akan normal untukmu ...”

“Kamu pikir aku ini apa ...”

Dia terdengar agak tercengang ketika dia menatap Amane, yang sedikit lega, karena dia tidak lagi harus melihat wajah itu lagi.

“... Aku tidak pernah memberi tahu siapa pun tentang hari ulang tahunku. Aku tidak suka, dan aku tidak pernah mengatakannya ”

Tidak suka, ucapnya lagi sambil melihat ke arah beruang itu.

Pandangan mata yang dimilikinya ketika memandangi beruang itu begitu tenang, sangat berbeda dari kata-katanya, dan Amane merasakan disonansi di sana.

“Aku merasa takut menerima hadiah dari orang-orang, bahkan yang tidak aku kenal, atau yang tidak ada hubungannya denganku, jadi aku tidak akan menerimanya.”

“Tapi kau menerima pemberianku.”

“... Kamu bukan seseorang yang tidak aku kenal, Fujimiya-san.”

Dia berbisik ketika membenamkan wajahnya ke beruang ketika dia menatap Amane. Ia mulai menyesal menatap Mahiru secara langsung.

Dia tanpa sadar menatapnya, menunjukkan wajah polos yang santai dan sesuai dengan usianya. Sejujurnya, dia sangat menggemaskan.

Dia sangat menggemaskan, jadi Amane secara tidak sengaja memiliki keinginan untuk mengelus kepalanya, dan saat Ia akan melakukan itu, Ia buru-buru membatalkannya.

(…Hampir saja.)

Jika Ia terlalu terledor, Ia akan mengelus Mahiru pada hari itu. Ia akhirnya membuatnya bahagia, dan jika dia melakukannya, semua usahanya akan sia-sia.

“…Ada apa?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Mahiru memiringkan kepalanya kebingungan, entah menyadari tangan Amane yang bergerak-gerak, atau kegelisahan yang meledak dalam dirinya.

Dengan itu saja, matanya ditangkap. Gadis cantik adalah makhluk yang benar-benar menakutkan.

Tapi jika Amane mengakui terus terang kalau Mahiru itu lucu, bahkan Ia akan merasa malu. "Hah?" dan Ia yakin kata tadi akan menjadi jawaban Mahiru.

Dan jika Ia mengatakan kata-kata seperti itu, Amane akan sekarat dalam artian lain, jadi Ia memutuskan untuk menahan dorongan ini untuk saat ini.

“... Terima kasih banyak, Fujimiya-san.”

Amane memalingkan wajahnya, dan suara lembut Mahiru masuk ke telinganya sekali lagi.

 

zzzz

 

“Hei, hei Amane, apa itu berjalan dengan baik? Yang kamu berikan hadiah itu?”

Karena mereka pergi berbelanja bersama, Ia harus melapor. Keesokan harinya, Chitose menyeringai ketika dia mendengar kabar dari Amane.

Amane sendiri tak keberatan dengan kenyataan bahwa dia, yang berada di kelas yang berbeda, datang mencarinya. Namun, senyum seperti itu adalah sesuatu yang benar-benar tidak ingin Ia hadapi. Dia benar-benar memiliki keinginan untuk pergi dan menjauh darinya.

“Ini bukan hubungan yang kau pikirkan, dan perkembangan itu tidak terjadi.”

Paling tidak, Ia tidak memilih hadiah berdasarkan perasaan romantis, dan tidak punya maksud lain.

Tak diragukan lagi Ia senang, tetapi tidak ada perkembangan yang ditunggu-tunggu oleh Chitose.

“Tidak, tapi yah, apa beneran tidak ada orang yang bisa membuat jantungmu berdebar? Dia jelas bukan hanya seorang kenalan, dan dia seorang gadis. Ayo, berilah beberapa gosip di sini. ”

“Kami tidak memiliki hubungan yang tak terkatakan.”

Dengan Itsuki mendukung Chitose, Amame hanya bisa menolak dengan keras.

Mahiru memang merasa senang, ya, tapi masih ada beberapa masalah, dan Amane tidak ingin membicarakan hal ini dengan orang lain.

Ia tidak ingin menyuapi rasa penasaran mereka, jadi Ia menjawab seserius mungkin, dan Itsuki merenung sedikit ketika meletakkan tangannya di mulutnya.

“... Hmm. Hei Amane.”

“Apa ?”

“Apa kau memberikannya kepada tetanggamu?”

Sungguh, kesadaran dan EQ Itsuki yang tinggi adalah malapetaka bagi Amane.

“... Kenapa kau berpikiran begitu?”

“Jika kita mempertimbangkan orang-orang yang kau kenal, atau mereka yang merawatmu, satu-satunya yang cocok dengan kriteria tersebut adalah tetangga. Kau bukan orang lokal, kau jarang berinteraksi dengan gadis, dan seseorang memberimu makan baru-baru ini, jadi kamu berterima kasih padanya, kan? ”

“Siapa tahu.”

“Hmm ... Amane, kau memang terlihat lebih sehat belakangan ini.”

“Ah, aku juga berpikir begitu!”

“Jadi, dia sering memberimu makanan, dan kau ingin memberinya hadiah ulang tahun sebagai ucapan terima kasih?”

Itsuki sepenuhnya benar, dan Amane melakukan yang terbaik untuk tidak membiarkan pipinya berkedut.

Dan itulah sebabnya kenapa Itsuki sangat menakutkan, karena dari kesimpulannya saja seolah-olah Ia menyaksikannya langsung. Ia mungkin terlihat sembrono, tapi Ia serius dan penuh perhatian, dan juga agak populer. Namun, Amane benar-benar berharap Ia akan memberikan aspek-aspek ini hanya pada Chitose.

“Kau mengungkit dengan tebakan liar sekarang?”

"Aku tidak tahu yang sebenarnya, jadi aku hanya membayangkannya. Jadi apa itu benar? ”

“Siapa tahu?”

“Dasar pelit.”

“Pelit.”

“Diam.”

Tidak peduli apa yang mereka katakan, Amane tidak mau jujur.

Jika Ia tanpa sengaja mengatakannya, Ia harus menumpahkan segalanya. Kesampingkan Itsuki, gadis-gadis SMA jaman sekarang yang menyukai gosip akan menginterogasinya seperti tidak ada hari esok.

Di dunia ini, ada makhluk ajaib yang bisa mengubah apa pun yang tidak terkait dengan cinta menjadi sesuatu yang melibatkan cinta. Mereka benar-benar merepotkan.

Astaga, Amane menghela nafas sambil meregangkan punggungnya dan kembali ke apartemen.

Itu adalah pengunduran diri yang taktis, dan juga penghindaran terhadap pemboman hatinya.

“Sampai jumpa. Silahkan bermesra-mesraan seperti biasa dan abaikan aku sekarang.”

“Kami akan melakukannya tanpa kau mengatakan itu, tau?”

“... Ikkun, mari kita menguntitnya dan menemukan gadis itu ...”

“Siapa juga yang mau mengatakan itu di depan targetnya langsung? Dan kau tidak memiliki pemikiran itu sama sekali. Yang akan kalian lakukan palingan datang ke gerbang apartemenku.”

“Cih.”

Bibir imutnya mulai cemberut, tapi matanya terlihat serius.

Pada titik ini, Amane merasa menggigil menyadari bahwa Chitose tidak bercanda, dan akan benar-benar melakukannya, jadi Ia segera meninggalkan keduanya dan buru-buru meninggalkan ruang kelas.

 

zzzz


“…Tadi itu hampir saja.”

“Apa masalahnya?”

Begitu Ia kembali ke rumah, Amane berseru, dan Mahiru bertanya kepadanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Masih terlalu cepat untuk membuat makan malam, meski Mahiru tiba di sini setelah membeli bahan-bahannya. Keduanya sedang beristirahat sebentar, dan bisikan kecil Amane terdengar.

Sekadar diketahui, Mahiru masih sama seperti biasanya.

Senyum yang dia tunjukkan pada hari sebelumnya tidak lagi terlihat. Ekspresinya yang biasa sedemikian rupa sehingga orang akan ragu apakah dia sedang bermimpi. Ini seharusnya menjadi norma, atau lebih tepatnya, Amane berharap dia akan seperti ini. Jika Mahiru menunjukkan ekspresi yang sama seperti yang dia lakukan pada hari sebelumnya, Amane akan merasakan hatinya terasa sakit.

“Tidak, yah, Itsuki dan yang lainnya bergosip tentang hadiah.”

Karena aku membahas hal ini dengan mereka, ujarnya dengan nada menyindir, dan menghela nafas. Sepertinya Mahiru telah mengingat nama Itsuki, "Ahh, begitu rupanya." dan dia juga menghela nafas.

“Yah, karena benda tersebut tidak terlihat seperti barang yang akan kamu beli, Fujimiya-san.”

“Bukan itu yang aku maksud."

Mereka sudah merasa bahwa mustahil bagi Amane untuk memberikan hadiah kepada gadis, dan itulah sebabnya mereka bertanya-tanya apakah Ia sedang jatuh cinta.

Bahkan, tidak ada yang memiliki perasaan manis, asam, atau pahit saat mengenai jatuh cinta.

“Hanya masalahku sendiri. Astaga, apa yang mereka tebak, sih? ”

Memang benar bahwa Mahiru itu cantik, dan Ia memiliki keinginan untuk menyentuhnya. Amane tidak bisa menyangkal hal itu.

Tapi Ia merasa setiap cowok akan merasakan hal ini, dan lagi pula, hatinya hanya terenyuh beberapa kali ketika Ia sekali lagi menyadari kalau Mahiru adalah gadis yang sangat cantik. Mana mungkin itu perasaan cinta.

Bahkan jika Amane menyukai karakter Mahiru, Ia tidak berpikir untuk membentuk hubungan seperti itu dengannya.

Ia melirik ke samping, dan melihat wajah cantik Mahiru yang biasa.

Namun, hatinya tidak berdebar seperti malam kemarin. Sekali lagi, Ia menegaskan bahwa Ia sedang tidak jatuh cinta pada Mahiru, dan menghela nafas.

Orang pasti penasaran apa yang akan dikatakannya jika Mahiru sadar kalau dia sedang diperhatikan Amane, jadi Ia mengalihkan pandangannya ke telepon, dan melihat nomor yang belum dibaca pada ikon aplikasi obrolan.

Itu mungkin dari Itsuki, pikir Amane saat membuka aplikasi, tetapi nama pada pesan baru itu di luar dugaannya.

Begitu Amane melihat nama Shihoko, Ia mengerutkan kening.

Amane memiliki beberapa kontak wanita, tiga di antaranya, termasuk dia.

Mereka adalah Chitose, Mahiru, dan──ibunya.

Sekarang apa? Pikirnya sambil membuka obrolan. Itu berisi pesan yang membuatnya malas untuk menanggapinya, sesuatu seperti bagaimana ujiannya, apa Ia memiliki kesulitan dalam kehidupannya, dan sebagainya.

Alasan mengapa dia buruk dalam berurusan dengan Chitose adalah karena ada seseorang seperti Chitose ... atau lebih tepatnya, Chitose yang lebih tua di keluarganya. Amane tidak membencinya, dan tidak bisa melakukannya, tapi kepribadian ibunya sendiri terlalu berlebihan baginya.

Kakekmu mengirim buah-buahan, jadi aku mengirim beberapa untukmu. Nanti akan dikirimkan pada hari Sabtu. Tetap di rumah di sore hari! Aku takkan memaafkanmu jika kamu menolak atau tidak di rumah, mengerti?

“Seenaknya saja memutuskan jadwalku seperti itu ...”

Amane tidak punya rencana untuk hari Sabtu, dan tak keberatan untuk berdiam diri di rumah, tapi bisakah dia menghubunginya lebih awal?

“Ada masalah apa?”

Mahiru mungkin mendengar gumaman Amane ketika dia melihat ke arahnya dengan ekspresi yang biasa.

“Ibu mau mengantarkan buah yang dia terima dari kakek. Mungkin apel.”

“Apa kamu tahu cara mengupasnya?”

“... Dengan pengupas, mungkin?”

“Memang ... tapi itu buang-buang nutrisi yang ada di dalam apel.”

Ibuku juga mengatakan hal yang sama, pikir Amane, tetapi Ia menelan gagasan itu.

“Aku akan memakannya sekaligus dengan kulit.”

“Itu barbar sekali.”

“Aku malas, tahu.”

“Itu malas darimu.”

Amane hanya bisa menunjukkan senyum masam pada sikap blak-blakan Mahiru yang biasa, dan mengangkat bahu.

Sementara Mahiru tampak terpana, “Yah, bagaimanapun juga itu akan masuk ke perut.” tapi dia agak mengalah.

“Oh ya. Aku tidak tahu apakah aku bisa menghabiskan semuanya sebelum membusuk. Apa kau juga mau sedikit, Shiina?”

“Kalau begitu aku akan dengan senang hari menerimanya. Lagipula buah-buahan itu mahal. ”

Kata-katanya mungkin tampak ketus, tapi ucapan tersebut benar-benar cocok untuknya.

“Hari Sabtu, kan? Aku akan menyiapkan makan siang sebagai terima kasih.”

“Aku yang selalu diurus.”

"Itu baik-baik saja. Aku tidak membenci memasak untukmu, Fujimiya-san. ”

Kusu, ucapnya sambil membuat senyum kecil yang tulus.

Amane mengalihkan matanya dengan canggung ketika senyumnya mengingatkannya tentang apa yang terjadi pada hari sebelumnya, "... Aku akan menyerahkannya kepadamu." jadi Ia menjawab dengan singkat.





close

6 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. Apa sih?! Aku merasakan kedua nya udah kek Pasutri banget dah, dan ini mengingatkan Ku akan interaksi antara Aki Tomoya dan Katou Megumi (yah mereka juga favorit couple)

    BalasHapus
  2. Satu chapter nya panjang banget, jadi bingung mau komem apa 😁

    BalasHapus
  3. Aduh ilustrasi nya itu loh, seolah-olah pengen minta dipeluk. Nikmat mana lagi yang kau dustakan Amane😍

    BalasHapus
  4. Jadi anime bagus nih, romcom dengan alur yg santai, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat saat mendapatkan cintanya, dan MC nya juga Peka gk Naif. Kaya MC romcom yg lainnya

    BalasHapus
  5. Seru nih novel alurnya slow and easy

    BalasHapus
  6. tentu saja

    Meanwhile amane di ch 112+🗿

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama